Kay-chan~~ here's your requested fic, though I also presented this for everyone, at all, no discrimination or anything..
I have the idea about this from my sims life, though I've reversed it, and here it is..
Disclaimer: Hunter x Hunter and all of its characters respectively belongs to Yoshihiro Togashi sensei
Genre: Semi-romance, Friendship, Drama, Family, Angst, Hurt/Comfort, Fluff, etc
Rate: K+, well, just for safety even this chapter could also be read by younger children,
Pairing(s): no pairing for this chapter, but might change in later chapter...
Warning: Female Kurapika, OOC-ness, typo(s), perhaps, gloomy scenery, AU, implicit pairing etc
I accept no silent reader, you read, you review
Alice in Chains
Chapter One—A Girl in the Rain
Angin berhembus dengan kecepatan diatas rata-rata pada hari itu, tidak seperti hari-hari lainnya, air hujan yang tertiup angin terasa begitu dingin dan tajam seperti duri-duri landak setiap bersentuhan dengan kulit manusia.
Hari itu bulan bersembunyi dibalik awan-awan hitam nan kelam, begitu juga dengan para bintang, sungguh cuaca yang hanya enak dinikmati di dalam rumah sambil menghangatkan diri dari dingin yang menulang.
Seorang gadis kecil berambut keemasan terlihat di bawah derai hujan itu, ia mendekap tubuhnya sendiri demi mencari kehangatan, gigi-giginya bergemeretakkan karena ia menggigil, sungguh sebuah kondisi yang sangat memprihatinkan untuk seorang gadis kecil yang kesepian.
Gadis itu mengangkat wajahnya sedikit, lalu matanya yang bening tertuju pada setitik cahaya, ya, hanya setitik cahaya yang nampaknya sangat jauh disana, tapi setidaknya itu berarti akan ada tempat untuk berteduh baginya, untuk sementara ini.
Kuroro Lucilfer adalah seorang pemuda yang baru saja memasuki usia 16 tahun pada bulan September kemarin, tapi itu sama sekali tidak nampak dari tutur kata dan cara berpikirnya yang kelewat jauh diatas usianya yang masih belia itu.
Ia adalah ketua dari kelompok penjahat paling berbahaya dan kejam bernama Genei Ryodan, yang terkenal karena keangkuhan dan kebengisannya, juga karena wajah dinginnya bahkan saat ia membunuh seorang anak kecil yang tidak berdosa.
Saat ini sang ketua Genei Ryodan itu tengah menghabiskan hari hujannya dengan duduk di satu sofa besar dalam ruangan yang tampak seperti perpustakaan pribadinya itu, dengan penerangan yang hanya cukup untuk membuatnya bisa membaca buku tebal yang terletak diatas meja yang berada dihadapannya, lain dari itu ruangan itu terlihat suram dan dingin, suasana yang sangat tepat jika disatukan dengan cuaca hari itu.
Ia sedang membaca salah satu buku yang merupakan koleksi keluarga besarnya, dalam hal ini keluarga Lucilfer, buku itu tua dan tebal, namun tidak tampak usang sama sekali, malah tampak seperti buku mantra besar yang biasa berada di mansion-mansion penyihir.
Kuroro tengah membaca buku tersebut sejak matahari masih mengambang sedikit di arah ufuk barat, hingga saat ini ketika malam sudah menjelang dan hujan badai menyapa taman luar, menghilangkan cahaya bulan yang biasanya menerangi malam-malam di tempat itu.
Keasyikannya membaca dan menelaah buku besar itu terusik saat ia mendengar bel rumahnya berbunyi, ia menutup bukunya pelan dan beranjak dari tempatnya semula.
Dengan gestur perlahan ia berjalan melalui lorong-lorong di mansion keluarga Lucilfer yang dihuninya seorang diri sejak ia berusia sepuluh tahun, yang berarti sudah hampir enam tahun lamanya.
Sementara ia berjalan menuju pintu masuk mansion itu, benaknya terusik dengan pikiran tentang siapakah tamunya itu, karena letak mansion Lucilfer berada didalam hutan yang jauh dari kehidupan manusia, bahkan pun jauh dari Ryuusei-gai, kota yang dijadikannya markas pusat Genei Ryodan, yang terletak jauh diarah selatan, dan lagi ia tahu bahwa tak satu pun dari anak buahnya yang pernah ia tunjuki kediamannya yang sebenarnya, ia sangat yakin bahwa tidak mungkin tamunya ini adalah salah seorang dari anggotanya.
Ia menghela nafas pendek sesampainya ia didepan pintu, wajahnya masih nampak datar meski hatinya menyimpan rasa penasaran yang teramat besar mengenai tamunya ini, iapun membuka pintu tersebut dengan gerakan perlahan, dan terkejut mendapati seorang gadis kecil yang terlihat kurus dan basah, kuat dugaannya kalau gadis ini berlarian dalam hujan badai malam itu, sehingga ia basah dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"S-selamat malam..", ujarnya terbata-bata karena masih menggigil hebat, tetapi ia tidak tahu kalau ucapannya barusan mengusik pikiran panjang pemuda dihadapannya, yang kemudian melihat gadis kecil itu secara keseluruhan,
"Malam, apa yang membuatmu sampai didepan pintuku, gadis kecil?", ia bertanya dengan nada dingin yang terdengar datar, gadis kecil itu sedikit merasa kalau sang pemuda tidak menyukai dirinya yang mengetuk pintu malam-malam,
"A-aku tersesat, dan tidak bisa pulang, jika Tuan berkenan, bolehkah aku berteduh disini untuk satu malam?", ia bertanya dengan hati-hati agar kalimat yang terlontar dari bibir mungilnya tidak membuat pemuda ini semakin tidak berkenan terhadap dirinya, tapi sekali lagi Kuroro menatap gadis kecil itu, ia terlihat begitu kecil, namun sanggup berkata-kata halus, membuatnya berpikir tidak mungkin gadis ini berasal dari kalangan bawah yang biasa berkata kasar dan tak tahu sopan santun, sebuah rasa penasaran sampai kepikirannya, hal apa yang membuat gadis kecil yang kemungkinan berasal dari kalangan atas ini tersesat sampai sejauh ini seorang diri, dan mengingat ia sebagai seorang yang banyak pengetahuan, iapun mengukirkan sebuah senyuman tipis dibibirnya,
"Boleh saja, tapi apa yang bisa kudapatkan jika aku mengizinkanmu tinggal satu malam disini?", ia bertanya dingin, matanya menatap datar gadis kecil didepannya, wajah gadis itu, yang sempat tertunduk, nampak terangkat dan matanya terlihat berbinar cerah,
"Apa saja Tuan, aku akan melakukan apapun untuk membalas jasamu malam ini", katanya polos, Kuroro tertegun mendengarnya, ia belum pernah mendengar nada bicara setulus ini, maka ia tersenyum lagi dan menyuruh gadis kecil itu masuk.
Gadis kecil berambut keemasan itu kemudian masuk kedalam mansion besar itu mengikuti langkah kaki sang pemuda yang berjalan didepannya,
"Duduklah, aku akan mengambilkanmu handuk dan pakaian kering", katanya sambil berbalik dan melangkah pergi, gadis kecil itu tersenyum senang, dan mengikuti kata pemuda itu.
Kuroro lantas berjalan kearah salah satu ruangan di mansion itu, dan mengambil satu stel pakaian yang dulu pernah dikenakannya ketika ia masih kecil, bersama dengan sebuah handuk kering, lalu kembali ke ruang tamu tempat gadis kecil itu menunggunya,
"Ini, keringkan tubuhmu dan pakailah pakaian baru itu", katanya singkat, gadis kecil itu segera menerimanya, lalu menatapnya dengan sorot polos,
"Kamar mandi ada dimana Tuan?", ia bertanya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk,
"Oh, itu, dibelakangmu", sahut Kuroro datar, gadis kecil itu lalu mempersilahkan diri dan beranjak menuju kamar mandi.
Tak lama kemudian ia kembali dengan rambut setengah kering dan pakaian yang diberikan Kuroro untuknya, Kuroro mengamati gadis kecil itu lagi, ia tetap terlihat sebagai gadis kecil meski dengan pakaian laki-laki yang dikenakannya, namun lagi-lagi gadis kecil itu mengusik pikirannya,
"Ada apa Tuan? Kenapa anda melihatku seperti itu?", katanya bingung, wajahnya terlihat naïf sekali waktu dia mengatakannya, Kuroro segera menepis pikirannya dan tersenyum tipis, sepertinya ia harus memikirkan tindakan yang tepat untuk gadis ini pada esok hari, tapi sebelum itu, ia akan mengizinkan gadis kecil ini menginap,
"Tidak, bukan apa-apa, oh ya, kalau kau sudah selesai, mari kuantar kau ke kamarmu", ia berujar dingin, gadis kecil itu agak terkejut dan mengerjapkan matanya beberapa kali, namun ia kemudian segera berjalan mengikuti pemuda didepannya.
Hari sudah pagi, udara yang dingin mengisi sebuah ruangan yang terletak dilantai atas mansion milik keluarga Lucilfer itu, menyapa seorang gadis kecil yang mengisi kamar itu sejak tadi malam, dalam badai besar yang panjang dan berlangsung hingga dini hari, tetapi saat ini, di pagi ini, sama sekali tidak terlihat bekas-bekas badai kecuali beberapa genangan air dan pohon-pohon yang masih basah.
Gadis kecil itu membuka matanya perlahan, seolah ia baru tersadar dari mimpi indahnya, ia mengusap-usap matanya beberapa kali dan langsung duduk tegap, pandangan matanya terarah kesekeliling ruangan itu, ia tersenyum, teringat bahwa semalam, seorang pemuda baik hati telah mengizinkannya bermalam dikediaman milik sang pemuda, disini.
Tanpa membuang waktu lagi gadis itu lalu turun dari ranjangnya dan berjalan keluar, menyusuri koridor-koridor yang diingatnya sejak semalam, hingga ia sampai ke ruang tengah, tempat semalam ia berbicara sedikit dengan sang pemuda.
Gadis itu menghela nafas, lalu berjalan-jalan lagi dan mencari letak dapur rumah itu. ia pun menemukannya dan menggeledah dapur itu, mencari-cari bahan yang bisa digunakannya untuk mempersiapkan sarapan pagi untuk pemuda baik hati yang menolongnya semalam, ia berpikir kalau pemuda itu mungkin masih terlelap, sehingga ia belum hadir diruang tengah mansion itu.
Kuroro membuka matanya saat merasakan cahaya mentari menyusup melalui celah-celah tirai dikamarnya yang gelap, ia kemudian bangkit dalam posisi duduk dan aroma kue menyapa inderanya, ia terkejut sedikit, tapi kemudian ia ingat akan gadis kecil yang ditolongnya semalam, maka iapun bangkit dan beranjak keluar kamar.
"Pagi", sapanya pada gadis kecil itu, yang ia lihat sedang mempersiapkan meja diruang tengah, meletakkan seloyang pie hangat diatas meja dan secangkir kopi hitam disampingnya, disisi loyang pie itu terletak sebuah piring kecil dan alat-alat makan.
Pemuda itu menaruh tangannya didepan mulutnya, sebuah gestur berpikir, sekaligus kagum pada gadis kecil itu,
"Ah, selamat pagi", balas gadis kecil berambut keemasan itu,
"Maaf aku lancang-", ia menambahkan, Kuroro tertawa kecil mendengarnya,
"Tidak apa-apa, aku justru berterima kasih karena kau membuatkan sarapan yang tidak biasa", katanya singkat, ia lalu duduk dan mulai memotong pie itu,
"Ambillah peralatan makan lain dan makanlah disini bersamaku", ia berkata lagi, gadis kecil itu lalu mempersilahkan diri dan beranjak pergi lalu kembali dengan sebuah piring, alat makan, dan secangkir susu hangat, Kuroro menatapnya heran, ia tahu persediaan bahan makanan dirumahnya memang lengkap, meski selama ini nyaris hanya terpakai sedikit-sedikit, sisanya dibuang karena terlalu lama.
Keduanya lalu makan bersama dengan hening,
"Hn, boleh aku tahu siapa namamu? Seingatku semalam kau belum mengatakannya", Kuroro memulai percakapan mereka, gadis itu tersentak dan pipinya memerah,
"Mmm...namaku Kurapika", ia berujar ragu, wajahnya agak malu saat ia mengucapkan namanya sendiri, Kuroro lantas mendengarkannya sambil menghela nafas pendek,
"Kurapika, kenapa kau bisa sampai kedepan rumahku semalam?",Kuroro mengutarakan rasa penasarannya, memang, semalam gadis itu sudah bilang kalau ia tersesat, tapi jawaban itu kurang memuaskannya, ia ingin tahu kenapa gadis ini bisa tersesat jauh sampai didepan rumahnya.
Kurapika menelan ludahnya sendiri, ia tampak gelisah, tapi lalu ia membuka mulutnya untuk menceritakan siapa dirinya dan mengapa ia bisa tersesat sampai sejauh ini,
"Ayahku sangat menginginkan seorang anak laki-laki dia bahkan mengancam akan membunuh bayi yang dilahirkan ibu jika itu perempuan, tapi yang lahir adalah aku, seorang anak perempuan, ibuku tidak tega membiarkan aku dibunuh oleh ayah, karena itu ia menyembunyikan gender asliku darinya hingga aku bisa terus hidup dan tinggal bersama mereka, ia menceritakan padaku yang sebenarnya ketika aku memasuki usia 7 tahun", Kurapika memulai narasinya dengan nada bergetar, dari suaranya, Kuroro dapat mendengar kesedihan yang mendalam,
"Lalu?", ia bertanya datar, sungguh ia tertarik dengan kisah gadis kecil ini, tapi hanya sekadar ketertarikan karena rasa penasaran saja, tidak lebih, apalagi sampai bersimpati, sepertinya akan jauh sekali, Kurapika menghela nafas sedih,
"Lalu, dua hari yang lalu, salah seorang dari kaki tangan ayah, tanpa sengaja mengetahui rahasia besarku, lalu melaporkannya pada ayah, diapun marah besar, dan memburuku, aku berusaha kabur, dan entah lewat mana, tiba-tiba aku sudah berada dijalan dekat rumahmu ini", Kurapika mengakhiri ceritanya dengan nada sedih, sebuah pikiran terlintas dibenak Kuroro, mansion besarnya ini terlalu sepi untuknya, dan ia juga tidak punya waktu sama sekali untuk mengurusnya, ditambah lagi gadis kecil ini memiliki takdir yang hampir serupa dengan dirinya, kesepian.
Ia menatap wajah tertunduk sedih Kurapika dengan matanya yang dingin, aura kesepian dan terbuang berpendar disekelilingnya, dan sebersit rasa menyeruak dalam hatinya, benarkah ia baru saja merasa sedih untuk orang lain? Ia tidak tahu, tapi sesuatu dalam hatinya hanya ingin melihat gadis kecil itu tersenyum lagi, seperti tadi ketika ia memakan pie buatannya sendiri,
"Kurapika", ia memanggil gadis itu, sang gadis segera mengangkat kepalanya begitu mendengar namanya dipanggil, iapun menoleh pada pemuda itu,
"Iya..", katanya ragu, "Apa aku sudah harus pergi..", gadis itu melanjutkan, nadanya terdengar sedih, Kuroro mengangkat sebelah alisnya, lalu menurunkannya kembali dan tersenyum, ia mendekat kearah gadis kecil itu dan memegang pipinya, membawa wajah gadis itu kehadapannya, semburat kemerahan menghiasi pipi gadis itu, mata birunya menelusuri mata hitam Kuroro yang dalam, mencoba menerka ada apa didalam sana,
"Mulai hari ini, kau akan tinggal disini, sebagai adikku", katanya dengan nada penuh kepastian.
A/N: End words, review please~
especially Kay-chan, who had request this~
'Till we meet again then, Tschüs...
