Yo. Panggil aja KuroAnku atau apalah, terserah. Gw gk tau kenapa gw bisa ada disini, yang jelas gw nggak gitu suka bikin fanfic dan terlebih lagi gw gk jago bikin cerita, tapi karena Rein yang unyu-unyu dan baik hati pake banget meminta gw bikin ini…jadi gw bikin ini fic dengan modal EYD yang sedikit banget. *sekarang buku EYDnya ada di sebelah gw nih*

dan gk ngerti juga kenapa gk ada Agasha di list characternya...jadi gw masukkin Albafica doang deh.

Genre : romance, school life, friendship

Rated : T

Status : on-going

Saint Seiya The Lost Canvas punya Shiori Teshirogi dan Masami Kurumada, bukan punya gw.

enjoy !


Chapter 1- Meeting You

Suasana sekolah itu di tahun ajaran barunya ramai sekali. Anak-anak dari berbagai SMP yang berbeda berkeliaran. Ada yang melihat papan pengumuman kelas, ada yang berjalan-jalan mengitari lorong kelas…dan ada yang duduk sendirian di kelasnya yang baru, tanpa mengenal siapa-siapa.

Namanya Agasha, dia berasal dari sebuah desa kecil di Yunani, Desa Rodorio. Dia masuk ke sekolah ini semata-mata hanya karena beasiswa."Uh…tak ada yang kukenal disini…harusnya kutolak saja beasiswa tawaran dari Pope Sage," gerutunya dalam hati. Dia menghela napas panjang, kemudian memutuskan untuk tidur-tiduran. Hari ini pelajaran memang belum dimulai, hanya diisi dengan perkenalan saja. Dari sela-sela tangan yang menutupi separuh wajahnya, Agasha dapat melihat sekelompok gadis di sudut kelas yang sedang mengobrol dengan asyiknya. Ingin sekali diajaknya mengobrol, tapi rasa gugup dan takut mengalahkan keinginannya. "Bosan…" Agasha menggumam sendiri. "Cari udara segar diluar saja, deh," batinnya, lalu beranjak dari kursinya dan meninggalkan kelas yang dianggapnya neraka itu. Ia berjalan menyusuri koridor yang ramai oleh celotehan para murid, sambil membayangkan kira-kira apa yang sedang dilakukan oleh ayah dan ibunya di desa.

Ketika dia ingin menuruni tangga, seorang laki-laki dengan rambut biru langit dan seragam acak-acakkan menabraknya. Isi tas yang dibawanya keluar semua. "Maaf, aku sedang buru-buru. Kau tidak apa-apa?" tanyanya sambil mengulurkan tangannya. Agasha mendongak untuk melihat orang itu. Dia laki-laki, tapi wajahnya cantik. Bulu matanya lentik dan kulitnya putih. Dari seragamnya yang acak-acakkan dan dasi yang tidak dipakai dengan benar, Agasha tahu bahwa orang ini terlambat masuk kelas. "Aku tidak apa-apa. Senpai…sedang buru-buru ya?" tanyanya, sembari membantunya membereskan buku-buku yang terjatuh. "Terima kasih. Lagi-lagi aku terlambat. Sudah yang ketiga kalinya, nih," dia tertawa kecil. "Ah, kau murid kelas 1 ya? Siapa namamu? Namaku Albafica," katanya. "A…aku…namaku Agasha," kata Agasha, membalasnya dengan senyuman. "Oke, Agasha, nanti kita ngobrol lagi, ya. Aku duluan." Setelah berkata begitu, dia bergegas menaikki tangga. Agasha terdiam di tempatnya berdiri selama beberapa saat, wajahnya terasa terbakar.

"Dia…keren," gumamnya. Ketika akan kembali ke kelas, matanya menangkap sebuah pulpen di sudut tangga. "Sepertinya itu miliknya…" batin Agasha seraya mengambil pulpen itu. Tebakannya benar, karena di pulpen itu ada namanya yang ditulis dengan tip-ex. "Aku ingin ngobrol lagi dengannya… Mungkin kalau kukembalikan pulpen ini, aku punya kesempatan untuk berbicara dengannya," kata Agasha.

Bel pulang sekolah berbunyi. Agasha segera beranjak dari kursinya, mengambil tasnya dan pulpen yang dipungutnya tadi pagi, lalu keluar dari kelas. Setiap lorong dilewatinya, setiap tangga dinaikkinya, setiap kelas diintipinya, tapi dia tidak menemukan sang pemilik pulpen itu. "Ah…bagaimana aku bisa mengembalikannya kalau aku tidak tahu kelasnya. Aku memang bodoh…" Agasha menghela napas. Lalu, saat akan kembali, Agasha melihat orang yang dicarinya. Albafica sedang mengobrol dengan seorang laki-laki-mungkin temannya-yang berambut ungu pendek. Agasha spontan berlari mendekatinya dan berteriak senang, "Albafica-senpai !" yang dipanggil menengok dan tersenyum. "Oh, yang tadi pagi. Namamu…Agasha, kan?" tanyanya, memastikan apakah dia menyebutkan nama yang benar. "Ya," jawab Agasha mengangguk senang. Laki-laki berambut ungu pendek disebelahnya menatap Agasha. "Siapa ini, Alba-chan? Pacarmu, heh?" "Bukan, bodoh ! Dan sudah kubilang berkali-kali jangan memanggilku begitu, Manigoldo." Mendengar mereka, Agasha tanpa sadar tertawa kecil. Manigoldo menatap Agasha dengan tatapan heran dan Albafica hanya tersenyum. "Oh iya, ada perlu apa ya, Agasha?" tanyanya. "A…anu…Tadi pagi pulpen senpai terjatuh. Aku mau mengembalikannya," kata Agasha, wajahnya sedikit memerah, lalu menyerahkan pulpen itu kepada sang pemilik. "Benar, ini punyaku. Tadi aku sempat heran kenapa pulpen ini tidak ada. Sepertinya terjatuh dari kantung seragamku. Terima kasih, Agasha." kata Albafica. Agasha bisa merasakan rona wajahnya bertambah merah. "S-sama-sama, senpai ! Anu…a-aku pulang dulu, se-selamat siang, senpai !" kata Agasha sedikit gelagapan, lalu berlari menuruni tangga meninggalkan Manigoldo dan Albafica yang menatapnya dengan bingung.

Dalam perjalanan pulang, jantung Agasha berdebar-debar dengan kencang. Dia tidak bisa melupakan senyuman Albafica tadi. Pikirannya saat itu hanya dipenuhi oleh satu orang. Sepertinya, dia telah jatuh cinta pada orang yang tadi pagi ditabraknya.


iya kan? gw nggak jago bikin cerita kan? udah gitu pendek banget, lagi. bagi yang suka (ngarep), makasih ya. rencananya sih gw mau bikin 3 chapter, tapi nggak tahu juga karena gw selalu macet ide.

...nggak tahu mau ngomong apa lagi, jaa ne~!