Disclaimer
Masashi Kishimoto
Title
Give One's Right Arm
Chapter
Phony
Mereka mengangukkan kepalanya dan mengoyangkan badannya seiring suara musik yang menyentak-nyentak memenuhi udara sekitar. Bau alkohol tercium menyengat dari mulut para penghuninya. Busana yang minimalpun sudah menjadi suguhan sehari-hari diruangan luas yang sedikit gelap.
Sosok tangan lentik yang halus kini sedang asik menyusuri dada bidang seseorang yang baru ia temui dua jam yang lalu, nada bicara dan bahasa tubuhnya selalu menggoda setiap laki-laki disana-sini membuatnya terlihat murahan dimata semua orang. Gadis itu tidak benar-benar peduli dengan cap orang-orang disana yang ia pikirkan hanyalah kesenangannya.
"Bagaimana kalau kau minum lagi?" tawarnya terus-menerus menuangkan minuman pada gelas sloki pria tambun yang terus memujinya hampir memuja.
"Terserah kau, sayang." gadis itu sempat mengerenyit jijik sekejap lalu menuangkan minuman berbau itu sampai habis lima botol.
"Kau bekerja disini?" tanya pria itu yang sudah mabuk berat.
"Tentu tidak aku hanya sekali-sekali saja kesini." tangan gadis itu mulai beraksi merogoh saku pria tambun yang sekarang bau alkohol, dari mulai jas sampai celananya ia menjarah seluruh harta pria itu dan meninggalkan sedikit uang untuk membayar minuman dan ongkos taxi, "Sudah waktu ku untuk pulang."
Pria tambun itu hendak mencegahnya tapi tubuhnya sudah tidak berdaya karena mabuk, "Kembalikan dompet ku, wanita sialan!" erangnya menyesal tidak tahu siapa wanita itu bahkan ia lupa bagaimana wajahnya.
Yamanaka Ino. Seorang gadis yang bekerja paruh waktu di sebuah mini market sejak pukul sembilan pagi sampai pukul empat sore, sisa waktunya ia pakai untuk berkeliling ke bar-bar yang ada di kota itu dan menipu para pria hidung belang yang sering bermabuk-mabukan. Ino sangat berhati-hati dan mengingat-ngingat siapa saja korbannya, agar ia terhindar dari bahaya dan polisi yang terus mengejarnya karena pekerjaan malamnya itu. Mencuri dan menipu. Hal yang mengasikan untuknya bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tapi juga untuk memenuhi kesenangan dirinya. Ino selalu menghindari pria yang datang bersama-sama pengawalnya, pria yang datang dengan wanita lain dan pria yang datang karena frustasi.
"Aku malas pergi malam ini." katanya pada ujung telepon gengam yang ia beli kemarin, "Baiklah. Daah..."
Malam ini bulan purnama di pertengahan tuhun, seharusnya ia menikmati malam ini dengan tidak berbuat yang menyebalkan. Ino hanya ingin membeli kopi panas dan menikmatinya sambil duduk di taman dengan apartemennya. Ia terlalu suka udara malam yang dingin daripada siang hari yang panas. Ino mengucir pambutnya seperti biasa dengan ikatan tinggi dan poni yang tersisa menutupi sebagian matanya. Julukan 'Phony' yang ia dapat dari teman-teman kerjanya adalah karena gaya rambutnya yang selalu berponi sedangkan 'Phony' saat orang-orang bar menyapanya hanya karena dia adalah seorang penipu.
"Setidaknya hari ini aku libur dengan kegiatanku seperti biasa." ucapnya pada seorang penjual kopi yang ia kenal.
Ino memang adalah seorang penipu tapi orang-orang sekitarnya yang ia kenal percaya pada gadis itu karena ia tidak akan menipu orang-orang dekat. Ino berjalan menggenggam gelas kopinya yang panas dengan kedua tangannya. Taman yang gelap dengan sedikit hiburan yang tidak biasa, suara-suara desahan muncul di setiap sudut dan dibalik semak-semak. Entahlah mungkin Ino gadis teraneh yang pernah ia kenal sendiri, menikmati hiburan macam itu sambil menikmati bulan purnama seharusnya orang biasa sudah muntah dengan hal ini.
"Hei, nona!" seru pria bersetelan hitam-hitam dengan tampang wajah yang garang.
Ino segera menjatuhkan kopinya ke kursi taman saat melihat pria tambung yang ia ambil dompetnya kemarin malam. Dalam hati Ino sedikit memuji pria jelek itu dengan ingatannya. Belum sempat berlari lengannya sudah tertangkap pria besar yang terlihat seperti pengawalnya dan memang benar pengawalnya. Pria tambun berhidung babi itu terkekeh menjijikan melihat Ino tidak melawan ketika pengawal itu menyeretnya kehadapan pria berleher pendek itu. Wajahnya ungung saat tertawa yang terdengar seperti desisan.
"Nona Yamanaka," gelegarnya dengan banga seperti telah menangkap kucing hutan, "pernahkah kau menyangka akan bertemu dengan ku lagi?"
Ino menatapnya malas, siapa orang yang ingin bertemu pria jelek sepertimu setiap hari, pikir Ino.
"Aku tahu kau tidak pernah menyangka, bukan?" pria itu semakin mendekatkan wajahnya, "Kau harus membayar hutangmu..."
Ino mulai meronta dan berteriak minta tolong saat pengawal itu membawa masuk kedalam mobil. Ino tahu ini akan terlihat seperti drama penculikan dan berbeda dengan drama di TV yang selalu ada yang datang menolong. Ino terus meronta dan menjerit minta tolong paling tidak ia membuat hiburan dirinya sendiri dengan mengalami adengan dalam drama. Ketika pintu mobil akan tertutup dalam jarak lima sentimeter lagi sesosok tangan menahannya dan membukannya kembali. Ino tidak dapat melihat wajah orang itu dengan jelas karena tiba-tiba tubuhnya terasa seperti tersedot keluar dan berlari.
Konyol. Pikiran pertama Ino yang muncul, rambut pirangnya bergoyang kesana kemari mengikuti langkah larinya. Benar-benar seperti drama, ia berlari dengan sang penyelamat dan di kejar oleh para penculiknya tadi. Dalam otak yang tertutupi rambut pirangnya sempat berpikir apakah ini reality show dan mencari kamera yang tersembunyi. Benar-benar konyol.
"Kau tidak apa-apa?" tanya orang yang menariknya tadi ternyata adalah seorang laki-laki.
"Ya, terimakasih." Ino masang wajah leganya yang sangat polos.
"Ku rasa itu tidak cukup." orang itu mencium bibirnya dengan sangat dalam secara tiba-tiba.
Dalam kegelapan dengan cahaya bulan purnama, Ino sempat melihat warna matanya yang hitam dan wajahnya yang tidak nampak keramahan sama sekali. Selesai mencium pria itu langsung pergi ke arah parkiran dan masuk kedalam mobil mewah berwarna merah.
"Astaga," keluh Ino, "dia sama saja sepertiku, hanya bedanya dia adalah orang kalangan atas."
Seringai dibibir mereka terlukis bersamaan pada malam itu.
"Pagi, Ino." sapa Sakura membereskan beberpa barang.
"Pagi, Sakura. Hari ini kau datang pagi sekali." Ino meletakan tasnya ke dalam dam muncul lagi.
"Bantu aku mengepak semuanya." kata Sakura sedikit sedih.
"Mengepak?" Ino masih mematung menyadari pagi ini berbeda toko itu bersih sekali tanpa barang jualan sedikitpun yang terpajang.
"Kita harus mencari pekerjaan baru." jawab Sakura berdiri dengan mata yang berair.
Ino tahu Sakura adalah gadis yang jujur walupun sedikit kasar atau bahkan terlalu kasar. Ia tidak mendapatkan uang tambahan seperti dirinya, Sakura selalu berusaha keras dan berharap mendapatkan pria yang baik dan kaya raya.
"Aku belum membayar uang sewa rumah bulan ini, sedangkan toko ini banar-benar bangkrut sampai tidak bisa memberikan uang yang cukup membayar untuk kita."
"Kau bisa tinggal dengan ku." tawar Ino terlihat biasa-biasa saja ketika toko tempatnya berkerja akan di tutup, "Kau bisa bayar setengahnya denganku."
"Benarkah, terimakasih Ino."
Sakura kembali mengemas seluruh barang-barang di toko itu. Sebagai ganti pembayaran bulan ini sang pemilik toko mempersilahkan Sakura dan Ino mengambil barang-barang kebutuhan mereka sehari-hari dari sisa barang jualannya.
"Kau sudah tahu akan bekerja dimana?" tanya Ino meminum susu yang kadaluarsanya hampir tiba dari toko itu.
"Ya." jawab Sakura mengagetkan Ino.
"Secepat itu?"
"Tentu saja, aku membeli koran hari ini saat aku berangkat kesini tanpa tahu itu akan benar-benar berguna sekarang." jarinya menunjukan pada iklan baris yang telah ia lingkari dengan spidol merah.
"Uchiha?" Ino benar-benar bingung dengan temannya ini baru saja ia sedih dan sekarang gembira benar-benar drastis, "Kau akan berkerja disana?" Ino meneliti kembali iklan itu, "Cleaning service?"
"Mungkin hanya itu dulu yang akan aku kerjakan." setidaknya saat masa kosong itu mereka memiliki pekerjaan, Ino dan Sakura sadar bahwa mereka seharusnya mendapat pekerjaan yang lebih baik dari semua ini, mereka sarjana dengan nilai yang tidak jelek.
"Kau berharap naik jabatan?"
"Tentu saja, dan dengan kerja keras aku akan berada dalam posisi puncak dan menggaet beberapa pria yang sudah lebih mapan." ucap Sakura bersemangat. Ino menyukai Sakura sebagai temannya karena dia bukan wanita yang mudah di bodoh-bodohi dan berpandangan realistis.
"Baiklah aku juga." mereka bersulang dengan susu yang hampir basi tadi.
"Aku juga apa?" tanya Sakura sedikit dongkol mengetahui sifat temannya yang satu ini, "Kau juga akan menggaet pria dan mencampakannya?"
"Tentu saja tidak, mungkin sesekali saja." jawab Ino dengan tawa yang dibuat-buat dan terlihat sangat menyebalkan di mata Sakura, karena Ino begitu mudah merayu dan mencampakan seseorang sebaliknya dengan dirinya.
Tobecontinue
saya baru sadar ternyata tanda bintang itu hilang ya? pantes aja, oh~
