Genre: Fantasy and Mystery (?)

Pairing: Taoris/Kristao/Fantao, Others

Cast: Huang Zitao, Wu Yifan, Zhang Yixing, Xi Luhan

Rate: T+ ( Let's see later )

Summary : Mereka para manusia, menyebutnya demikian. Makhluk mitologi kuno bertaring yang memiliki kekuatan supranatural yang eksistensinya hingga kini masih dipertanyakan oleh manusia. Banyak yang percaya mereka ada, tapi tidak sedikit pula yang menolak jika makhluk terkutuk itu pernah hidup. / "Kami semua menunggunya pulang, Yixing. Tapi Zitao tidak sekalipun ditemukan." - Luhan

Warning: OOC, Boyslove a.k.a Yaoi, alur loncat, typo(s), misteri, dll

Darkness Fear

.

.

Silahkan tinggalkan page ini jika anda tidak berkenan

Dengan para cast dan warning-nya

.

Menerima Segala kritikan dan saran yang bersifat membangun

Tanpa menghancurkan semangat dan imajinasi author

.

Enjoy the story

.

.

.

Some legends are told

Some turn to dust or to gold

But you will remember me

Remember me for centuries

And just one mistake, Is all it will take

We'll go down in history

(Centuries – fall Out Boy)

.

.

.

Zhang Yixing merutuk untuk kesekian kalinya pagi itu dikarenakan cuaca yang mendadak mendung dan kurang bersahabat, mengharuskannya untuk membungkus payung merah marun miliknya dengan keterpaksaan dan membawanya tidak ikhlas ke sekolah. Sebenarnya bukan masalah pergantian cuaca ekstrem yang Yixing risaukan, melainkan sesuatu hal lain yang lebih penting tapi menjengkelkan-menurutnya. Sekolah baru. Teman baru dan suasana baru. Lingkungan tempat tinggal baru. Lagi. Yixing sebenarnya lelah akan siklus berulang-ulang yang selalu terjadi di hidupnya itu. Tapi seberapa banyakpun dirinya mencoba untuk mengeluh, tidak sekalipun orang tuanya mendengar dan sadar jika dia seharusnya bukanlah anak kecil lagi yang perlu pengawasan 24 jam sehari. Jadi walaupun keadaan memaksa mereka untuk pindah tempat tinggal hingga 4 kali dalam setahun, orang tuanya tidak perlu mengikutsertakan dirinya dan memberikan kebebasan pada Yixing untuk memilih. Bukannya terlihat pasrah seperti ini dan membiarkan dirinya diseret ikut pindah juga mengingat pekerjaan sang Ayah yang mengharuskan mereka untuk berpindah-pindah tempat.

Dia sudah seringkali protes bahkan sampai mengoceh kesana kemari jika pindah sekolah berulang kali itu melelahkan. Dia harus berusaha lebih keras untuk mengikuti pelajaran sekaligus menyesuaikan suasana yang berbeda, dan itu tidaklah mudah. Katakan jika Yixing sedikit memiliki bibit kecil sebagai anak durhaka saat dulu dia diam-diam pernah memaki kedua orangtuanya karena begitu emosi dan terang-terangan membanting pintu kamar saat mereka tengah berdebat hebat.

Tapi itu dulu, sebelum sang Ibu terpaksa masuk rumah sakit karena terlalu memikirkan dirinya yang keras kepala. Dan sekarang, Yixing mencoba mengerti akan keadaan orang tuanya dan memilih menjadi anak baik juga penurut. Walau dalam hati dia seringkali merasa kesal.

Pagi itu, sambil sesekali mengotak-atik gadget di sebelah tangan, pemuda berdimple manis dengan tas punggung warna abu-abu itu akhirnya memilih untuk berhenti berjalan lalu mengernyitkan dahi bingung. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri, kedua kakinya yang terbalut celana hitam panjang khas sekolah barunya mungkin mengambil arah jalan yang salah, karena sejak 10 menit yang lalu bukannya ruang guru yang Yixing singgahi melainkan lingkungan asri sekitar sekolah dengan letak yang sedikit terpencil dan sepi, seperti taman. Pemuda bermarga Zhang itu berniat untuk mengerang kesal tapi batal tatkala manik kembarnya menangkap siluet seseorang di kejauhan. Dengan sisa-sisa harapan agar diberi petunjuk letak ruang guru karena dia terlambat 15 menit dari yang seharusnya, Yixing melangkah mendekat dan menghampiri sosok yang terbalut seragam sama seperti dirinya tersebut. Yixing menduga jika ia seorang pemuda walaupun kini sosoknya tengah membelakangi dirinya.

"P-permisi..." sapanya ragu-ragu. Dia sedikit aneh sebenarnya dan merasa kurang yakin jika pemuda itu adalah seorang siswa seperti dirinya juga. Mengingat jika sekarang ini sudah waktunya masuk kelas dan diharuskan para muridnya untuk berada di ruang kelas untuk mengikuti pelajaran jam pertama. 'Mungkin anak ini tersesat juga sama seperti diriku.' batinnya positif dan masa bodoh.

Setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada respon, Yixing memberanikan diri menepuk bahunya dan berhasil! Pemuda itu menoleh ke arahnya dengan mata membulat sempurna. Seperti kaget atau semacamnya.

"Y-ya, kau memanggilku?" tanyanya kurang yakin. Suaranya begitu lembut dan halus, Yixing bingung apakah dia laki-laki betulan atau tidak. Lihat saja wajah tampan tapi menjurus ke cantik miliknya itu. Di tambah dengan postur tinggi tapi begitu ramping dan berlekuk seperti perempuan kebanyakan. Jangan salah paham, bukannya Yixing tertarik atau apa, tapi dia sedikit takjub ternyata selain dirinya yang sering dianggap manis dan feminin, pemuda di depannya ini jauh dari kata cocok untuk menyandangnya juga.

"Itu, ah hey... Kau murid juga di sekolah ini-kan? Kenapa tidak masuk kelas?" tanya Yixing penasaran, lupa akan tujuan awalnya datang menghampiri pemuda 'indah' tersebut. Sosoknya tampak gelisah untuk beberapa saat sebelum melempar senyum manis yang sadar atau tidak, membuat Yixing terpana.

"Murid baru-kah? Jika ingin mencari ruang guru, lurus saja dari sini lalu belok ke arah kanan, tempatnya ada di lantai dua gedung itu." tunjuknya pada sebuah gedung yang tidak seberapa jauh letaknya dari mereka. Pemuda itu kembali tersenyum tipis hingga tanpa sadar Yixing hanya mengangguk lemah sebagai jawaban.

"Selamat datang di sekolah ini ya?" imbuhnya ramah. Yixing diam-diam mengamati wajah rupawan sosok itu lalu ikut tersenyum tipis. Baru satu kali bertemu pandang, dan dia sudah merasa nyaman dan yakin jika suatu saat (tidak akan lama lagi) mereka akan berteman baik. Yixing merasakannya, dan dia benar-benar bahagia jika itu menjadi kenyataan.

"Terima kasih. Siapa namamu?" tanyanya setengah berharap semoga mereka bisa saling mengenal dan dekat satu sama lain. Pemuda itu tampak merenung sejenak dengan pancaran mata yang sedikit memudar, membuat Yixing sejenak merasa bersalah karena telah bersikap seenaknya di pertemuan pertama mereka. Padahal dia belum memperkenalkan diri sebelumnya tadi.

"Perkenalkan, aku Zhang Yixing. Siswa pindahan tingkat dua." lanjutnya dengan senyum. Sosok di depannya tampak tersenyum samar sebelum mengulurkan sebelah tangannya, mengajaknya berjabat tangan.

"Huang Zitao, siswa tingkat pertama. Salam kenal gege... " balasnya lembut. Yixing menjabat tangan itu dan merasakan kelembutan seperti kapas ketika kulit mereka bersentuhan. Yixing sempat terpaku, dan sedikit merasa tidak percaya jika ada seorang lelaki yang memiliki kulit sehalus Zitao. Dia yakin jika pastinya banyak murid-murid di sekolah ini yang memujanya terang-terangan. Yixing yang mengaku 'lurus' (diragukan) saja sempat terpesona tadi apalagi mereka yang mengaku 'belok'.

"Salam kenal juga, Zitao-er. Ya tuhan! Aku sudah sangat terlambat. Maaf ya, aku duluan. Semoga istirahat pertama nanti kita bisa bertemu lagi." sesal Yixing dengan langkah buru-buru, setelah sebelumnya melihat Zitao sempat membalas ucapannya dengan anggukan pelan dan senyum tipis yang begitu manis.

"Sampai jumpa, Tao-er."

Yixing berlari menjauh dari sana. Tidak menyadari jika sosok Zitao yang berada jauh di belakangnya mengukir sebuah senyum sendu. Senyum yang syarat akan kesedihan dan luka.

.

.

.

"Boleh bergabung? Bangku lainnya sudah terisi penuh." Yixing mengangkat kepalanya dan mendapati seorang pemuda cantik berdiri di dekatnya dengan membawa nampan berisi makanan. Yixing bingung sebenarnya, ada berapa banyak laki-laki cantik di sekolah ini?

"Ah silahkan." balasnya langsung, setelah merasa bodoh sendiri sempat berpikiran yang tidak-tidak. Pemuda itu mengerling jenaka ke arahnya dan mengambil tempat duduk tepat di depannya.

"Xi Luhan. Kau?" tanyanya tanpa basa-basi. Yixing menduga pemuda itu tipe orang cuek dan berkarakter mudah, seseorang yang semestinya lumayan cocok dengan pribadinya yang kadang-kadang berubah menyebalkan tanpa sebab.

"Zhang Yixing, salam kenal gege." balasnya. Memutuskan untuk memanggilnya gege daripada panggilan formal lain karena dia tahu jika pemuda itu tidak suka kecanggungan. Darimana dia tahu? Hanya insting.

"Kau tahu aku seniormu?"

"Aku diberi informasi jika siswa tingkat tiga memiliki pin khusus di dasi mereka."

Luhan mengangguk acuh. Sedangkan Yixing kembali berkutat dengan makanannya. Tapi jika ditilik lebih jauh, ujung matanya beberapa kali melirik ke arah pintu kantin ataupun sesekali mengedarkan pandangannya barang sejenak. Seolah sedang mencari seseorang.

"Kau menunggu seseorang?" pertanyaan dari Luhan itu sukses mengalihkan perhatian Yixing. Pemuda cantik itu meletakkan sumpit, dan menatap tingkah Yixing yang saat ini tampak menghembuskan nafas pelan.

"Hanya, mencari seseorang yang baru kukenal." balasnya kurang yakin. Bibirnya sempat melempar senyum singkat sebelum tangan kiri mengambil gelas miliknya yang berisi jus jeruk.

"Siapa? Mungkin saja aku mengenal kenalanmu itu."

"Well~ aku tidak yakin gege mengenalnya karena dia murid tingkat satu."

Luhan memutar matanya jengah mendengar ucapan Yixing yang dirasa bertele-tele. Dirinya sempat melempar tatapan bosah ke arah pemuda berdimple manis itu lalu kembali berkutat dengan makanannya. Dalam teori Luhan, lebih baik melanjutkan makan yang tertunda daripada menunggu hal yang kurang pasti. Intinya, dia jenuh jika harus dipaksa menunggu Yixing untuk buka mulut. Karena nyatanya, pemuda manis itu saat ini tampak menimbang-nimbang seolah apa yang dikatakannya nanti adalah informasi yang beharga.

"Huang Zitao."

DHEG

"Namanya Huang Zitao. Apa gege mengenalnya?"

Luhan seketika membatu di tempat duduknya. Manik kembarnya berkilat akan keterkejutan sebelum sepasang sumpit yang ia pegang jatuh begitu saja ke meja. Tubuhnya gemetar pelan, dan Yixing tidak tahu harus berekpresi seperti apa tatkala pemuda itu menggenggam erat lengannya, memandangnya dengan sorot mata penuh pengharapan sekaligus rindu.

"Kau bertemu dengannya? Zitao?" bisiknya serak, seolah menahan tangis.

"Aku bertemu dengannya tadi pagi di taman sekolah." balas Yixing jujur. Semakin tidak mengerti dengan situasi yang dihadapinya kini, apalagi melihat Luhan semakin mencengkeram erat lengannya dengan tangan gemetar. Ada apa sebenarnya? Yixing bingung sungguh.

"Zitao, dia hilang sejak 3 bulan yang lalu."

DHEG

Rasanya jantung Yixing melompat keluar dari rongganya mendengar pernyataan aneh tersebut. Nafasnya tercekat untuk beberapa saat sebelum menatap Luhan dengan wajah pucat pasi. Mendadak, dia ingin sekali menjerit keras tanpa sebab yang jelas. Bukannya malah diam membisu seperti mayat.

"Ja-jangan bercanda."

"Kami semua menunggunya pulang, Yixing. Tapi Zitao tidak sekalipun ditemukan."

"K-kau, siapa sebenarnya?"

Hening

Luhan memejamkan matanya sejenak. Ekspresi penuh luka yang ditampakkannya saat ini cukup membuat Yixing termangu dan ikut merasakan sesak di dadanya yang entah bagaimana ia rasakan juga.

"Aku sepupunya."

.

.

.

Hujan. Seperti perkiraan tadi pagi, langit benar-benar memuntahkan isinya tepat di jam pelajaran terakhir. Yixing yang di sisa hari itu tidak benar-benar berkonsentrasi dengan pelajaran, lebih memilih untuk merapikan buku dan alat tulisnya. Dia menulikan telinga saat teman-teman sekelasnya banyak yang berceloteh riang dan bercanda satu sama lain. Saat ini, dia tidak membutuhkan semua hal itu. Dia memang ingin, sekedar menyapa teman barunya dan mengakrabkan diri, tapi ada setitik rasa dimana ia tidaklah perlu untuk melakukannya sekarang. Ada banyak pertanyaan yang mengambang di benaknya dan itu sangat mengganggu semua aktivitasnya. Yixing hanya merasa ini belumlah saatnya untuk ia tenang dan melegakan diri.

Kepalanya mendongak, mengamati jatuhnya rintikan hujan di balik kaca jendela kelasnya. Samar-samar dia mendengar guntur yang mengaum dari kejauhan juga kilat yang sesekali menyambar. Yixing menghela nafas kecil, kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Dia baru akan beranjak dari kursinya ketika menyadari kondisi kelasnya telah kosong, hanya ada dirinya di sana.

Setelah berdiam diri untuk beberapa saat, kedua kakinya perlahan melangkah keluar kelas dan berjalan menyusuri lorong-lorong yang tampak gelap dan dingin. Dia bingung, sebenarnya sudah berapa lama ia melamun tadi?

Bagaimanapun, ketika ia melewati koridor demi koridor bangunan sekolahnya itu, tidak ada satu orangpun warga sekolah yang berpapasan dengannya. Ini sangat aneh menurutnya, apalagi ditambah fakta dengan adanya suara guntur yang menggelegar di luar sana. Entah kenapa bisa, bangunannya tampak menyeramkan untuk Yixing. Dia baru menyadarinya tentu saja. Karena bangunan ini tampak terlihat normal saat Yixing menginjakkan kaki untuk pertama kalinya tadi pagi.

Tapi kenapa berubah seram saat tidak ada seorangpun seperti sekarang ini?

Srak! Srak!

Yixing gemetaran di persimpangan koridor yang sepi. Matanya dengan liar menjelajah ke sudut-sudut bangunan yang sedikit gelap, akibat mendung pekat di luar sana, dan langsung menghela nafas lega ketika tidak menemukan apapun yang mencurigakan. Melanjutkan langkah dengan was-was dan sedikit rasa takut, sosoknya memberanikan diri melewati ruang loker yang tampak sunyi senyap. Yixing enggan sebenarnya, tapi dia tidak tahu harus lewat mana lagi dikarenakan pengetahuannya yang minim akan seluk beluk sekolah barunya. Tidak ada pilihan lain.

Hiks! Hiks!

DHEG

Jantungnya berdetak cepat. Nafasnya memburu dengan keringat dingin mulai menetes deras di sekujur tubuhnya. Matanya menggeliat liar mengamati celah-celah ruang loker yang gelap. Cahaya kilat dari jendela membantu retina matanya untuk melihat lebih jelas di kegelapan. Mulutnya seketika membuka tatkala dengan jelas manik kembarnya melihat siluet seseorang tengah meringkuk di sudut.

"Tolong aku, hiks! gege..."

DHEG

Tuhan! Ijinkan Yixing untuk berlari saja dari sini. Suara itu -

Dia mengenalnya. Yixing hanya pernah sekali mendengar suara lembut nan halus itu tapi sedikitpun tidak bisa ia lupakan kejadiannya walau sudah terlewati beberapa jam yang lalu. Jangankan suara lembutnya, paras mempesona milik sosok tersebut saja Yixing bahkan tidak bisa menghapusnya dari ingatan.

Terlalu sayang

Terlalu indah untuk dibuang begitu saja dari sel-sel otaknya

Apalagi, Yixing sedari awal ingin menjadikan sosok itu sebagai teman dekat dan seorang adik, jika bisa. Tapi mengingat pernyataan Luhan waktu istirahat pertama tadi, dia tidaklah yakin sosok yang berada tidak jauh darinya kini nyata atau tidak. Yixing tidak tahu apakah sosoknya benar-benar ada atau sekedar ilusi saja.

"Aku, takut gege... Hiks! Dia ada di sini."

Perlahan Yixing melangkah mendekat, mengabaikan jerit protes batinnya yang kini menyuruhnya untuk pergi dan menjauh sebisanya. Tapi suara lirih syarat akan ketakutan dan keputusasaan itu membuat hati Yixing terenyuh. Dia melunak, tidak tega mendengar suara yang semestinya akan terdengar merdu dan jernih dikala tertawa.

"Zitao?" panggilnya pelan. Memberanikan diri untuk semakin mendekat. Tidak sekalipun peduli ketika hujan di luar sana semakin deras dengan petir menyambar keras. Yixing ragu-ragu berjongkok di depan sosok yang ia duga adalah Zitao, melihatnya intens dan seketika merasa hatinya sesak mendengar isakan yang begitu lirih mengalun dari bibir kecilnya.

"Gege hiks! Selamatkan Tao dari dia."

Yixing setengah takut bercampur bingung. Dia siapa yang Zitao maksud? Atau jangan-jangan selama ini Zitao diculik hingga menghilang tanpa kabar? Lalu kenapa dia tidak pulang saja daripada berkeliaran di sekolah?

Tunggu!

Semua ini terasa begitu ganjil dan membingungkan. Yixing berencana untuk menanyakan sesuatu tatkala kupingnya yang sensitif mendengar suara geraman yang mengerikan. Di tengah suasana seram seperti sekarang, geraman itu bagaikan terror yang membuat siapa saja ketakutan. Termasuk Yixing saat ini.

"Suara apa itu?" bisiknya nyaris kehilangan nafas. Dia perlahan menarik tubuh ringkih Zitao ke dalam pelukannya, bermaksud untuk melindungi, manakala suara geraman itu semakin dekat ke arah mereka berdua. Yixing mengerang frustasi dan putus asa, kalut harus bertindak apa di tengah keadaan terjepit seperti sekarang ini. Kepalanya menunduk, melihat sosok Zitao yang saat ini gemetar ketakutan dengan tremor tubuh yang begitu dingin seperti es. Terasa aneh dan ganjil.

"Aku akan melindungimu." bisiknya menenangkan. Tidak begitu yakin dengan ucapannya sendiri mengingat dia juga tengah ketakutan.

Suara langkah kaki yang menapak hingga menggema di sepanjang koridor, membuat Yixing setidaknya menahan nafas dan semakin merapatkan tubuh mereka pada dinding.

Sebuah cahaya kecil dari arah depan menyoroti tempat Yixing dan Zitao berada. Dan seketika Yixing langsung berteriak sekuat tenaga hingga sang pendatang baru hampir menjatuhkan senternya.

"YYA! Kau pikir ini tempat karaoke?" teriaknya kesal. Berjalan mendekat dan menampakkan wujudnya pada pemuda berdimple manis. Tampan, berseragam sama seperti Yixing, beraura kuat penuh wibawa, hanya saja dia pendek.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya kemudian. Mengamati wajah Yixing yang sekarang pias akibat ketakutan.

"Apa maksudmu dengan 'kau'? Kami berdua di sini." protesnya tidak terima.

"Maaf, tapi saat ini dimataku kau tengah sendirian, Tuan Zhang Yixing."

Yixing mengerutkan dahinya bingung kemudian melirik Zitao yang kali ini lebih memilih untuk menundukkan kepalanya. Dia tidak ambil pusing darimana pemuda yang baru datang itu mengetahui namanya, karena sekarang ada hal yang jauh lebih penting.

"Kau buta? Aku dengan seseorang saat ini." ujarnya bersikeras. Menahan diri untuk tidak memukul wajah angkuh di depannya kala melihat pemuda itu menatapnya remeh seolah Yixing orang gila.

"Ya baiklah. Kau sedang berdua dengan bayanganmu."

Tubuhnya tersentak dan Yixing tidak tahu harus bagaimana saat mendapati kenyataan jika sosok Zitao sebenarnya hanya Roh semata. Atau dengn kata lain, hanya Yixing seoranglah yang mampu melihat dan menyentuhnya.

.

.

.

Bangunan besar layaknya kastil tersebut dari luar memang tampak hitam, suram sekaligus menakutkan. Apalagi letak bangunannya yang berada di hutan lebat dan di penghujung tebing yang curam, lalu setelahnya terdapat jurang yang membentang sunyi, berbahaya dan nyaris mencelakai siapapun yang pernah nekat menapakkan kaki di sana. Namun tidak ada seorangpun yang tahu jika sebenarnya kastil itu masihlah berpenghuni dan beraktivitas setiap hari seperti layaknya kehidupan manusia normal di luar sana, meskipun lebih sering beroperasi saat malam menjelang. Bukan tanpa alasan jika 'mereka' lebih memilih waktu terbenamnya matahari sebagai bentuk pembatas karena umumnya kekuatan mereka hanya bisa bekerja maksimal ketika malam, dan tidaklah seberapa saat siang, kecuali pihak tertentu pastinya.

Jika menilik lebih jauh kastil tersebut, tidak ada yang menyangka jika bagian dalamnya terlihat bersih sekaligus terawat. Berbanding terbalik dengan luarnya yang kotor dan tampak terbengkalai, apalagi dengan gerbang kokoh tapi kusam yang selalu tertutup rapat. Membuat siapa saja bepikiran jika kastil peninggalan jaman perang itu pastilah tidak berpenghuni, kecuali hantu yang bergentayangan. Sehingga lebih aman untuk diabaikan dan dijauhi saja daripada nanti terkena kutukan -menurut mereka. Padahal dibalik dinding-dinding kokoh bangunan itu, ada sekiranya 7 kehidupan yang sukarela tinggal di sana. Beberapa eksistensi yang sejak satu dekade terakhir menetap di sana karena permintaan tegas pimpinan mereka.

Dekade?

Ya, benar.

Tidak ada yang menyangka atau bahkan sekedar menyadari jika sudah berpuluh-puluh tahun lamanya kastil itu telah berpenghuni. Bukan manusia biasa tentunya, karena tidak ada manusia normal yang bisa hidup hingga ratusan tahun seperti itu. Bukan juga hantu atau setan, karena mereka masihlah menapak tanah dan bisa dilihat eksistensinya. Lantas apa?

Tap Tap

Suara langkah yang tampak tenang dan teratur itu menggema di lorong-lorong panjang bangunan kastil. Sosoknya yang berambut perak dengan tubuh tinggi tegap berbalut mantel hitam panjang sebatas lutut tampak terbias sempurna di bawah cahaya api obor yang diletakkan di sepanjang dinding-dinding lorong. Wajahnya rupawan layaknya ukiran dewa yunani, rahang yang begitu kokoh dan tegas, serta mata tajam seperti elang berwarna kuning keemasan. Secara fisik, sosok itu pastilah terlalu sempurna untuk di sebut sebagai manusia biasa. Sejujurnya, ia memang bukan bagian dari mereka.

Kedua kaki jenjangnya perlahan melambat lalu berhenti begitu sampai di sebuah ruangan dengan warna pintu coklat berukir naga merah keemasan. Tangan kirinya yang terlihat kokoh membuka daun pintu tersebut hingga menimbulkan suara deritan pelan di keheningan. Menampikan sebuah ruangan besar bergaya victoria, bercat warna kuning keemasan dan di bagian tengah ruangan tersebut terdapat sebuah ranjang besar berbulu angsa putih lembut, dengan seseorang terpejam damai di atasnya.

Sosok di ambang pintu mengukir sebuah senyum tipis tatkala manik emasnya memandang intens seseorang tersebut. Langkahnya perlahan masuk dan dengan tapakan kaki yang begitu ringan, bejalan mendekat hingga sampai di sisi kirinya. Tubuh tegap itu dengan hati-hati membungkuk dan memposisikan wajah rupawannya diceruk leher, menghirup aroma memabukkan yang selalu berhasil membuatnya ketagihan sejak pertama kali merasakannya.

"Bangun, princess... " bisiknya dengan nada baritone yang khas. Di rasa kurang, tubuhnya bergerak kembali dan kini mengurung dengan sempurna sosok tanpa cacat di bawahnya. Mata emas berkilat tajam, sebelah tangan pucat akhirnya terangkat dan menelusuri setiap jengkal wajah indah tersebut dengan begitu lembut dan hati-hati, seolah takut akan lecet jika ia memaksa terlalu jauh.

"Aku merindukanmu, sayangku." bisiknya lagi. Dan hanya keheninganlah yang menyambutnya. Bibir penuh miliknya perlahan mendekat, mengklaim bibir unik layaknya kucing di bawahnya. Merasakan sensasi sengatan listrik yang menjalar hingga mengarah ke jantung, detak kehidupan yang semestinya sudah lama mati.

"Huang Zitao... "

Bibirnya perlahan menjauh bersamaan dengan kalung milik pemuda di bawah kungkungannya bersinar terang, menyilaukan mata siapapun bagi orang yang melihatnya.

.

.

.

Vampire

Mereka para manusia, menyebutnya demikian. Makhluk mitologi kuno bertaring yang memiliki kekuatan supranatural yang eksistensinya hingga kini masih dipertanyakan oleh manusia. Banyak yang percaya mereka ada, tapi tidak sedikit yang menolak jika makhluk terkutuk itu pernah hidup.

Padahal seperti halnya manusia, vampire juga memiliki ciri khas masing-masing, keunikan tersendiri dan dianugerahi kemampuan yang berbeda. Terlebih jika itu vampire bangsawan dan berdarah biru, kata rupawan, cerdas, kuat dan berbahaya pastilah sudah satu paket yang tidak bisa dipisahkan. Tapi konon, vampire-vampire jenis itu sangatlah susah untuk didekati atau ditaklukkan. Mereka jarang berbaur dengan manusia di kerumunan karena fisiknya yang menarik perhatian. Dan lagi, insting kuat mereka dalam hal mempertahankan dan menginginkan sesuatu.

Menurut beberapa sumber, para vampire dalam beberapa dekade terakhir lebih memilih hidup berkelompok dan membentuk aliansi sendiri. Mereka tinggal menyebar di seluruh bagaian dunia dan sebisa mungkin menyamarkan diri dari jangkauan para manusia. Tidak heran jika kebanyakan dari mereka membaur bersama manusia hingga memiliki posisi penting di mata dunia.

Dari sedikitnya populasi vampire yang tersisa, keluarga Wu adalah salah satu bangsawan vampire yang terkenal. Keluarga yang hampir hilang eksistensinya karena pendahulunya yang sudah lama mati, dibantai ratusan tahun silam oleh para hunter. Jaman dimana dulu para manusia percaya akan adanya makhluk malam tersebut, tidak seperti jaman sekarang yang masuk kategori mitos belaka. Kini, keluarga bangsawan itu menyisakan anggota terakhir yang dikenal dengan sebutan Wu Yifan, yang menurut rumor adalah salah satu vampire paling ditakuti kaumnya.

Tidak ada yang tahu dimana ia saat ini menetap, tapi ada beberapa yang menyebutkan jika ia untuk sementara ini tinggal di sebuah kastil besar dengan anggota kelompoknya yang lain. Ia menyamar, berbaur dengan manusia biasa. Mengawasi setiap gerak gerik makhluk fana itu karena dari doktrin kuat yang tertanam di otak cerdasnya, manusia hanyalah makhluk hina, kotor dan tidak selayaknya mendapatkan derajat paling tinggi dibandingkan kaumnya, bangsa vampire. Maka dari itulah ia bermaksud untuk membuktikan pada diri sendiri jika manusia tidaklah sepantas itu untuk menyandang derajat tersebut.

Namun, pertemuannya dengan seseorang mengubah semua pandangannya dalam sekejap. Pertemuannya dengan pemuda berambut hitam lembut, berwajah rupawanan nan elok yang kala itu lebih memilih mencelakai dirinya sendiri demi menyelamatkan seekor anak kucing yang tersesat di jalan raya.

Sejak saat itu, Wu Yifan mengikutinya hampir setiap waktu. Mengamatinya siang dan malam tanpa lelah sedikitpun hingga sedikit demi sedikit tidak hanya pandangan akan manusia yang telah berubah, melainkan juga hati yang sebelumnya beku dan tidak tersentuh oleh siapapun.

.

.

.

.

.

TBC

Note : ini fic tema fantasy pertama author. Rencananya sih hanya sebatas 3shot saja. Well~ lihat saja nanti. Jangan tanya darimana sy dpt ide ini, karena jujur awalnya hanya iseng-iseng setelah sy habis makan mie goreng 2 hari yg lalu. -_- entahlah, sy heran juga karena seringnya dapat ide aneh2 saat makan sesuatu :v :v padahal sy bisa ngetik fic cuma pas malam, tepatnya selalu tengah malam #efekinsom

Berikan tanggapan dan respon kalian ya? Jangan pada protes kalau nanti ada hal yg tidak terduga :3 :3 yah, saya cuma jaga2 aja sih #mukapolos #dilempargranat

Sampai jumpa semuanya~ sini cium satu2 XDD

Review?

::: Sign - Semarang - 10.10 P.M :::