Tip tap.
Ketukan ringan dari langkah yang membentuk suatu pola ritme yang pelan.
Tak kunjung ia melangkah menuju asal suara itu, menatap dari jauh tanpa suara sembari sang gadis menggerakkan tubuhnya dengan elok.
Ia tidak tahu nama gadis itu, tak tahu pula apa yang telah gadis itu alami sepanjang hidupnya. Namun gerakan gadis itu seolah menjawab segala pertanyaan yang tak akan pernah tersampaikan—kesedihan, kepedihan, kesepian, dan segala rasa sakit yang memancar dari tarian tanpa nada tersebut.
Dan ia hanya seorang penonton, menikmati tarian sang gadis tanpa satu tepuk tangan jauh dalam bayangan samar, sementara sang gadis terus menari di bawah sorot matahari yang menyilaukan.
.
.
.
Tip tap.
Bahkan di hari mendung, gadis itu tak kunjung berhenti untuk menatap langit kelabu.
Bersama tangis sang bumi, gadis itu bergerak. Tak peduli bagaimana rambut cokelat panjangnya atau seragam cokelat yang semakin menempel pada tubuhnya oleh hujan, justru gerakannya semakin lambat, seolah enggan berhenti meski air terus jatuh menggebu.
Diputuskan olehnya—yang tak pernah muncul dari balik kegelapan—gadis itu telah menawannya dengan kesedihannya.
.
.
.
"Aku menyadari kau telah berada di sana sejak awal."
"Dan kenapa kau tidak memanggilku keluar?"
"Kau tidak menggangguku." Gadis itu mengangkat bahu. "Lagipula, aku tidak keberatan dengan satu penonton."
Gadis itu tersenyum—tak ada satupun sinar kebahagiaan dalam manik cokelatnya.
"Hakuno Kishinami."
"Gilgamesh."
.
.
.
Dalam keheningan, gadis itu terus menari.
Dalam keheningan, ia hanya menonton.
Kedua pandang sesekali bertemu, tanpa kata, namun saling mengakui keberadaan masing-masing.
Bahkan hingga akhir, sang gadis tak pernah tersenyum padanya.
.
.
.
Gadis itu tak diingat siapapun. Tak dipedulikan siapapun. Tak diharapkan siapapun.
Dalam solitari absolut, gadis itu terus menari di atap yang tak pernah terjamah siapapun, menjeritkan kesedihan tanpa suara, tanpa seorangpun ada di sana untuk mendengar atau memperhatikan.
Bagaikan takdir, gadis itu bertemu dengan laki-laki itu, sang penonton bisu dari kegelapan, yang akhirnya mendengar jeritan yang tak pernah terdengar siapapun semula.
Ia berharap pada laki-laki itu—ia berharap laki-laki itu dapat mendengar semuanya; kisah hidup menyedihkan Hakuno Kishinami, yang tertulis dalam satu buku, terkunci selamanya jauh dalam lubuk hatinya.
—Dan tak lama pula, gadis itu menyadari bahwa laki-laki itu sama saja dengan yang lain; hanya mendengarkan, hanya menonton, tanpa sedikitpun sambutan tepuk tangan padanya.
Tip tap.
Karena pada detik ia bertemu laki-laki itu, ia tahu semuanya sudah terlambat.
(Dan tak seharusnya pula ia terus berharap—karena semuanya telah berakhir.)
.
.
.
Ketika pengumuman itu sampai padanya, ia menyadari tak ada satu hal pun yang berubah dalam kehidupannya.
Nada monoton mengikuti segala permohonan maaf dan doa atas gadis yang telah pergi. Setelah berakhir sudah, hari berlanjut seolah gadis itu tak pernah ada.
Dan ia sama seperti mereka—melanjutkan kebiasaan untuk pergi ke lantai atas dan bernaung di bawah bayangan, menonton penari yang tak kunjung muncul, seolah berita itu tidak pernah ada.
(Satu hari biasa, selain satu tangkai bunga yang beristirahat di tempat gadis itu biasa berdiri, tak lagi ia hiraukan keberadaannya.)
.
.
.
Tip tap.
Nada yang seharusnya tak ada kembali berdenting lembut.
Gadis yang sama, berbalut gaun putih, menari dalam bahagia di bawah renungan cahaya pucat bulan, seolah segala kesedihan yang ia lihat sebelumnya hanyalah satu kebohongan belaka.
Tip tap.
(Seolah kematian adalah jawabannya—andai ia mengetahuinya, mungkin ia dapat membuat gadis itu berbahagia ketimbang terus tersiksa seperti itu—)
Tip tap.
Gadis itu berhenti, menjulurkan tangannya padanya, tersenyum penuh arti dan menantinya.
Dan dengan senang hati ia meraih tangan pucat itu.
Tip tap.
Dalam satu irama, keduanya bergerak. Kebisingan dari luar seolah hanyalah mimpi, terhalang langkah pelan namun pasti dari kedua yang tengah menari, melupakan semuanya.
Tip tap.
Tip tap.
Tip tap.
Ah, bulan begitu indah hari ini.
Sembari menjulurkan tangannya, seolah hendak merangkul bulan yang kian menjauh, ia berbisik dalam hati.
Tip tap.
Sang gadis terus menari, terbalut cahaya perak rembulan, tak lagi memedulikan pasangan yang terus terjatuh dalam kegelapan malam.
Tip tap.
Dan sang gadis terus menari—kini bersamanya—dalam satu mimpi indah yang panjang tanpa akhir yang pasti.
.
.
.
End.
fic gejes, mungkin setelah sekian lama nggak mampir ke ffn gegara mau UN. y dis (:'3/
btw, dapet ide waktu saya lagi konsentrasi tryout bahasa indonesia, langsung keinget lagunya Yuki Kaji yang judulnya Tip Tap (belum liat translasinya, jadi nggak tau nyambung ato nggak hahah-). moe banget gfdhdhgdgj- #beatonggak
i don't own fate/series~
