"Chihiro-nii...?" Chihiro mengangkat kepalanya, menemukan sepasang biru muda tanpa ekspresi yang tengah mengeksaminasi figurnya. Bocah berumur sembilan tahun itu mengangkat sebelah alisnya, menunggu kelanjutan dari anak kecil yang setengah membungkuk di sampingnya.
Tinggi mereka tak jauh berbeda, tapi rasanya untuk menyamakan level mata memang diperlukan bagian tubuh yang dibengkokkan.
"Chihiro-nii ingin menemani Tetsuya berbelanja...?" Chihiro mengernyitkan kening mendengar permintaan yang baginya tak masuk akal itu. Sorotan mata bosan beredar, menangkap kedua figur wanita dewasa yang sedang bermain dengan kelompok anak lainnya.
Ia menorehkan pandangan kembali pada Tetsuya yang masih mengantisipasi jawaban. "Minta Momoi-nee saja."
"Tapi Momoi-nee sibuk..." Tetsuya mengerucutkan bibir, tampak tidak setuju dengan usulan yang diberikan. Chihiro menggaruk kepalanya sedikit, menimbang-nimbang. Ekspresi wajahnya tak berubah, bahkan saat dirinya menghela napas dan berkata, "ya sudah."
Senyum tumbuh pada wajah Tetsuya kecil ketika apa yang dimintanya terkabul. Ia kembali berdiri tegak, disusul dengan Chihiro yang bangun dari tempatnya duduk tadi kemudian membersihkan sedikit debu yang menempel pada celananya.
"Jadi?" Chihiro, lagi-lagi mengangkat alisnya, seolah-olah menunggu Tetsuya untuk mengikuti. "Ayo."
Tetsuya mengangguk. Dan mereka berdua mengendap-endap menuju pintu keluar.
to you
Disclaimer: Kuroko no Basuke belongs to Fujimaki Tadatoshi
Tak ada keuntungan apapun yang diperoleh oleh penulis melalui fanfiksi ini.
Dedicated for Mayuzumi Chihiro's birthday (03/01)
Orphanage!AU; 7yrold!Tetsuya & 9yrold!Chihiro
Jujur saja, ini pertama kali Chihiro keluar diam-diam dari panti tanpa pengawasan Momoi-nee dan Aida-nee. Mereka pasti marah menemui kedua bocahnya keluar tanpa izin, karena bahaya dan memang mereka berdua melanggar peraturan.
Tapi Tetsuya kecil terus saja mendorongnya untuk berbuat seperti anak bandel yang dikeluhkan Momoi-nee tempo hari. Ia ingat anak yang kulitnya agak gelap dan anak yang alisnya aneh, baru saja masuk ke dalam panti dan mereka sudah makan dengan porsi paling banyak dan porsi ocehan paling ramai.
Tetsuya kecil tahu apa yang tak bisa dihandalkan olehnya, Chihiro mengeluh dalam hati. Meskipun Chihiro tak menunjukkannya, tapi memang pada dasarnya ia tak dapat tak menuruti Tetsuya apabila pandangan itu diberikan.
Pandangan mata kosong itu, Chihiro mengeluh dalam hati. Ada yang salah darinya, tidak bisa menyangkal hanya karena disajikan pemandangan seperti itu?
"Tetsuya, sini." Chihiro menarik pundak anak itu, ramping dalam genggamannya. Menarik Tetsuya ke sisi yang lebih aman, mereka kembali berjalan. Perbedaan tinggi mereka cukup jauh dan hal itu memudahkan Chihiro untuk mengarahkan Tetsuya.
Tetsuya, menjadi Tetsuya, hanya menuruti Chihiro untuk berjalan di sisi aman tapi mengatakan apapun.
Mereka sampai di mall, tempat dimana Tetsuya ingin Chihiro pergi bersamanya, menghasilkan keduanya harus mengendap-endap keluar panti.
"Chihiro-nii, katanya kalau kita mendekati, pintunya bisa dibuka, lho." Tetsuya berkata polos, mengingat cerita dari seorang anak berkacamata aneh yang selalu membawa-bawa barang. Katanya sih, dia sering pergi ke mall ditemani oleh salah satu kakak yang ada, jadinya lebih tahu-menahu tentang bagaimana dunia luar bekerja.
Chihiro memandang Tetsuya bosan, ia sudah pernah ke mall; minimal sekali. Setidaknya ia sudah tahu.
"Tapi kayaknya pintunya rusak," Chihiro menaikkan kedua bahunya. Keduanya tetap berjalan mendekati pintu yang selalu membuka dan menutup secara otomatis tiap kali ada orang yang datang.
Tapi sesampainya mereka berada di depan pintu tersebut—
"..."
"..."
—reaksi yang diberikan tak ada.
"Mana? Pintunya nggak membuka?" Tetsuya bergumam kecil. Kedua bocah tersebut menatap ke atas, menunggu pintu tersebut untuk membuka.
Pintu yang terbuat dari kaca itu mengantarkan bayangan seorang wanita yang berasal dari dalam mall, hendak berjalan keluar dengan elegannya.
Ketika wanita tersebut mendekat, pintu otomatis itu membelah ke dua sisi yang berbeda, membuka jalan bagi wanita tersebut. Tetsuya menatap takjub, mulutnya terbuka sedikit meskipun ekspresi yang dipasang sama. Sedangkan Chihiro hanya menatapnya tanpa ekspresi.
Kedua bocah tersebut melangkah masuk setelah kurang dari tiga detik kemudian. Tetsuya membuka mulut.
"Ternyata memang bisa terbu—"
BUK.
Sesuatu yang keras menghantam lengan sebelah kanan Tetsuya dan lengan sebelah kiri Chihiro. Merasakan nyeri dan panas yang menyebar dari lengan tersebut, Tetsuya mulai berusaha menahan tangisnya.
Chihiro menghela napas, menarik Tetsuya untuk menjauhi pintu yang membuka kembali, berpikir apabila mereka berlama-lama berdiri di tempat yang sama maka kejadian yang sama akan terulang.
"Tuh, sudah kubilang," Chihiro terdengar dengan puas meskipun tangannya sibuk mengelus tangan Tetsuya, membiarkan tangannya sendiri tanpa olesan untuk meredakan rasa sakitnya. "Tidak bekerja dengan baik."
"Padahal Shintarou-kun bilang kalau pintunya bisa membuka dan menutup sendiri..."
"Memang membuka dan menutup sendiri, kan." Chihiro mendesah, "Tapi waktunya saja tidak tepat."
Tapi sebuah pemikiran mendadak memunculkan diri di otak Chihiro. Atau hal ini karena eksistensi mereka tipis?
Sial. Bahkan pintu saja tak merasakan kehadiran kedua bocah kecil itu?
Chihiro mengibaskan pikiran itu pergi, tangannya menarik pergelangan Tetsuya. "Ayo, kauingin mencari apa di sini?" Pertanyaan itu digunakan untuk membuang air mata Tetsuya jauh-jauh dan juga untuk menghentikannya dari pengeluaran yang berlebih.
Tetsuya mengusap matanya, kemudian berjalan bersampingan dengan Chihiro meskipun anak yang lebih tua itu telah melepaskan genggamannya. "Tetsuya mau makan..."
"Makan?" Chihiro berpikir, apakah uang saku yang diberikan oleh Momoi-nee dan Aida-nee minggu lalu masih tersisa? Tangannya merogoh ke arah saku celananya, merasakan bunyi gemerincing koin dan dua sisi uang kertas yang bergesekan. Apakah cukup? Uang saku mereka saja sudah tidak terlalu banyak, dan ini adalah akhir minggu.
"Tetsuya masih punya uang." Si kepala biru memasukkan tangan ke dalam kantong, mengeluarkannya kemudian. Chihiro agak takjub dengan jumlah uang yang dimiliki Tetsuya.
Apa itu? Tabungan Tetsuya? Chihiro dapat melihatnya dengan nominal yang melebihi porsi mereka seminggu. "Tetsuya menabung," ucapan itu disertai (lagi-lagi) tanpa ekspresi dan intonasi yang jelas. Seakan menyodorkan beberapa lembar uang kertas yang terhitung cukup banyak untuk anak seusia mereka, Tetsuya berkata.
"Chihiro-nii saja yang simpan."
"Aku?"
Tetsuya mengangguk, mengabaikan tatapan Chihiro. "Nanti kalau Tetsuya yang pegang... takutnya malah hilang."
Tetsuya memang seringkali menghilangkan barang, tidak ada bedanya dengan tubuh kecil yang sering lenyap seolah ditelan bumi tersebut.
Oleh karena itu Chihiro mengambil uang yang disodorkan pada akhirnya, menyimpan semuanya ke dalam saku celananya, mencampur porsi milik Tetsuya dan miliknya.
"Kaumau makan apa?" Tanpa menjawab, Tetsuya sudah berjalan terlebih dahulu, seolah-olah meninggalkan Chihiro. Melihat kelakuan anak itu, Chihiro hanya bisa menghela napas dan mengikuti dari belakang.
Tak disangka, Tetsuya membawa mereka menuju sebuah stand kecil berisi jajanan-jajanan kecil yang ditusukkan pada stik seukuran kurang lebih lima belas sentimeter.
Menunjukkan jari telunjuknya ke atas, Tetsuya menatap Chihiro dengan tatapan kosong khasnya. "Tetsuya mau itu."
"Kauingin yang mana?" Chihiro mengeluarkan beberapa lembar uang, mengira-ngira berapa banyak uang yang mereka butuhkan.
"Cumi goreng," Tetsuya menukas dan Chihiro berusaha sebaik mungkin untuk memunculkan kepalanya dari balik counter. Tapi sayangnya, tubuhnya yang pendek itu tidak mendukung.
Mendecakkan lidah, ia merendahkan tubuh di hadapan Tetsuya, membuat iris biru muda itu mengedip; membuka dan menutup. "Naik," nadanya terkesan memerintah. "Aku tidak sampai, jadi Tetsuya saja yang ngomong. Aku gendong biar kaubisa bicara dengan penjualnya."
Tanpa menunggu apapun lagi, Tetsuya naik ke atas punggung Chihiro. Beratnya yang berada di bawah rata-rata anak seumurannya tak menjadi halangan bagi Chihiro untuk berdiri tegak. "Pesankan cumi goreng satu dan ikan asin kering."
"Ano..." Tetsuya mengeluarkan suara, meminta perhatian dari sang penjual. "Aku mau pesan sesuatu..." Tetsuya tak berbicara apa-apa ketika penjual tersebut menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri tanpa arah, seperti mencari-cari sesuatu.
"Hei," penjual yang berdiri di sebelah kanan memanggil rekannya, "Kaudengar sesuatu?"
"Dengar," Chihiro ingin mendengus kesal ketika mendengar pertanyaan yang tak biasa—atau mungkin ia sudah terbiasa dengan pertanyaan itu apabila bersama dengan Tetsuya. "Tapi orangnya mana, ya?"
"Ano, maaf..." Tetsuya mencoba sekali lagi, memberikan yang terbaik untuk disadari kehadirannya oleh kedua penjual tersebut. "Aku ada di hadapanmu..."
Kedua orang dewasa tersebut memekik kaget dan Chihiro menghela napas, mencoba untuk bersadar. Ia kemudian mengeluarkan emosinya dengan tukasan kecil, "Tetsuya, cepat pesan saja."
"Satu cumi goreng," Tetsuya mengeluarkan jari telunjuk sebelah kanannya. "Dan satu ikan asin kering." Ia mengeluarkan jari telunjuknya yang berada di sebelah kiri.
"A-ah, sebentar." Chihiro membawa Tetsuya turun, merasa punggungnya agak pegal karena ia dipaksa untuk menunduk terus. Menghitung-hitung sebentar, Chihiro menaruh jumlah uang yang diperlukan untuk membayar pesanan mereka.
Butuh setengah menit lagi bagi bibi tersebut untuk menyadari dimana kepergian bocah yang tadi sebelum kedua stik yang menahan jajanan tersebut berada di tangan mereka.
"Ingin kemana lagi?" Tetsuya menggigit cumi gorengnya, mengunyah sebentar dan menelannya. Pertanyaan Chihiro ia biarkan begitu saja untuk sementara waktu.
Chihiro sendiri tak menaruh peduli ketika ia dihadapkan dengan jajanan yang masih berbentuk jelas seperti ikan. Mendapati makanan kesukaanmu bukanlah hal yang mudah untuk disia-siakan.
"Ke tempat bermain..." Chihiro mengubah arah berjalannya, tangan yang bebas menarik pundak Tetsuya untuk mengarahkan bocah tersebut ke arah yang benar. Bisa-bisa Tetsuya nyasar dan hal itu menjadi tanggung jawabnya.
Mereka sampai di tempat bermain, dengan kedua stik yang telah kosong tanpa sesuatu yang menyangkut pada permukaannya di keranjang sampah di depan tempat bermain.
Chihiro melihat ke sekeliling, mereka tak dapat masuk ke area tempat bermain kanak-kanak karena Tetsuya pergi begitu saja. Tapi setidaknya tak ada yang melarang dirinya untuk melihat-lihat mainan yang dijual, barang sedikit saja.
Sebelum ia sadar, Tetsuya yang semula pergi entah kemana kini kembali dengan sebuah balon berwarna biru muda di tangan.
"Chihiro-nii..." Chihiro menengok, mendapati Tetsuya dengan barang jualan di tangan. Matanya membulat ketika ia menyadari balon tersebut diperoleh dari bagian toko yang berlawanan dengan toko yang mereka kunjungi sekarang.
"Kaubayar pakai apa?"
"Bayar...?" Chihiro ingin sekali menjedukkan kepalanya ke tembok ketika menyadari bahwa Tetsuya sama sekali tak berpikir sejauh itu. Sebelum ia memulai aksi, seorang bapak dengan seragam hitam mendekati mereka.
"Maaf, tapi adik ini belum bayar."
"Maaf." Chihiro mengambil beberapa uang logam miliknya, lalu menyerahkannya pada telapak tangan satpam tersebut. "Ambil saja kembaliannya."
Sebelum orang dewasa itu dapat menceramahi bocah-bocah kecil lebih jauh, Chihiro menarik tangan Tetsuya untuk keluar dari kawasan tersebut.
"Kau ada-ada saja." Begitulah cara Chihiro mengomel secara halus. Tetsuya hanya diam, layaknya anak yang tengah dimarahi oleh ibunya—ayahnya.
"Ingin kemana lagi?"
"Ah..." Tetsuya menyahut secara spontan, membawa pandangannya naik hingga pandangan mereka bertemu. "Toko buku..."
Sejak kapan Tetsuya suka membaca? Pertanyaan itu tak mendapat jawaban dan Chihiro juga tidak terlalu peduli.
Mencari dimana toko buku itu berada, Chihiro kemudian mendampingi Tetsuya hingga keduanya memasuki ruangan besar dimana buku berada di segala tempat yang dapat tertangkap oleh mata. Hal ini menggelitik Chihiro untuk menghampiri rak-raknya dan mengambil satu atau dua buku untuk diintip konteksnya.
Tapi masa ia akan berlaku demikian di hadapan Tetsuya?
"Kauingin apa?"
"Tetsuya ingin belajar membaca..."
Bukannya Tetsuya sudah bisa membaca, ya?
"Cerita yang lebih berat lagi..." Chihiro hanya mengangguk-angguk, jadi Tetsuya kesini ingin meminta sarannya?
Menarik tangan kecil Tetsuya, Chihiro mendampinginya ke tempat bagian anak-anak. Buku-buku dengan sampul berwarna-warni tersaji di hadapan mata mereka. Chihiro hanya memperhatikan bagaimana Tetsuya melincah dengan menarik satu buku, kemudian yang lain, hanya melihat sampul depan dan sinopsis di belakang kemudian menaruhnya lagi.
Menghela napas, setengah terpaksa ia berjalan menuju bocah berambut biru yang tengah menundukkan tubuhnya. "Lihat dulu isinya, supaya kauada bayangan."
"Chihiro-nii punya saran...?" Chihiro mengernyitkan kening, tidak mengerti darimana pertanyaan itu berasal. Tapi tak butuh waktu lama baginya untuk mengangguk samar, berjalan sebentar tanpa menghiraukan Tetsuya yang tengah membuntutinya dan berhenti di depan salah satu rak yang ada.
Tangannya meraih sebuah buku cerita bergambar, membukanya sedikit kemudian meletakannya kembali. Kini ia mengambil buku yang sama, masih dibungkus plastik dan memberinya pada Tetsuya.
Buku yang cocok untuk anak berusia tujuh tahun itu dipelajari Tetsuya dalam waktu yang ringkas. "...Aku beli yang ini saja."
"Kita bayar sekarang?" Tetsuya mengangguk, kemudian Chihiro menarik tangan Tetsuya menuju kasir.
Keduanya kesulitan untuk mendapat atensi, lagi-lagi hanya dihadiahkan pekikan kaget oleh bibi yang berada di balik kasir begitu menyadari eksistensi dua bocah yang menatapnya kosong. Chihiro menggerutu dalam hati, selalu saja seperti ini.
Setelah selesai membayar, keduanya berjalan keluar dari toko buku. Chihiro merasakan ujung lengan bajunya ditarik.
"Ingin pulang..." Chihiro mengangguk, mengucap syukur ketika akhirnya perjalanan mereka cukup sampai di sini saja.
Ia juga menerima balon dan kantung plastik yang berisikan buku yang dibeli Tetsuya, berpikir bahwa Tetsuya hendak ke toilet dan menitipkan barang-barangnya pada Chihiro. Tapi saat itulah ia bingung ketika bukannya bergerak, Tetsuya malah menatapnya lekat-lekat.
"...Kenapa?"
"Selamat ulang tahun, Chihiro-nii... Itu kado dariku untuk Chihiro-nii." Chihiro mengerjap, kaget, tidak berpikir kalau Tetsuya membawanya ke mall hari ini hanya untuk membelikannya kado.
Jadi, buku cerita dan balon itu untuk dirinya?
Chihiro menghela napas, menggebuk dirinya sendiri untuk tersadar. Kenapa ia pilih buku itu, tadi?
Satu tangan digunakannya untuk memegang dua objek yang berbeda, satunya lagi mendarat aman di atas puncak rerumputan biru sebelum Chihiro mengacaknya sedikit.
"Terima kasih, Tetsuya." Nah, ia akan tetap membacanya nanti sampai di rumah.
Tapi sebelum itu ia harus berpikir bagaimana caranya untuk menjawab pertanyaan bertubi-tubi yang pastinya akan dilontarkan oleh Momoi-nee dan Aida-nee.
Atau bagaimana caranya untuk keluar lewat pintu otomatis tersebut tanpa membuat Tetsuya nangis seperti kali pertaman mereka tadi.
.
.
End
a/n: Happy birthday, Mayuyu! Mayuyu ultah dan ide fic ini muncul begitu saja. MayuKuro memang bukan OTP saya, tapi mereka lucu aja kalau digambarkan bersama-sama (/w/) Susah rasanya kalau saya disuruh berhenti nulis karena mau ujian, jadi fanfic yang dibuat agak sedikit (re: sangat) terburu-buru ini agaknya tidak memuaskan, mohon maaf bagi readers semua. Saya pakai nama kecil untuk Tetsuya dan Chihiro karena kalau orphanage kan, biasa tidak diketahui nama marganya. Berbeda dengan Momoi dan Riko sebagai penjaga panti asuhan.
Saya juga ada niatan untuk membuat Mayuzumixfem!Akashi, udah lama ga buat fanfic yang ada fem!Akashi-nya dan terus terang... ide ini udah numpuk di otak saya sejak lama. Semoga nanti saya bisa buat secepat mungkin sehabis ujian praktek yang akan dimulai besok.
Sekali lagi, tolong tinggalkan feedback dan support supaya saya semangat untuk menulis lebih lagi! :D
Again, happy birthday Mayuyu aka Mayuzumi Chihiro!
[01.03.15] - Chihiro's birthday!
