CHANGE

Disclaimer: We don't own Kamichama Karin and Kamichama Karin chu! series. They belong to Koge Donbo-sensei. And this fiction belongs to us a.k.a Hayashi Hana-chan and Ryukutari XD

Rated: T (of course!)

Warning: OOC; gajeness; slice of life dari Hana disertai bumbu masak(?) dari kami berdua XD

Summary:

Dulu, aku tidak bisa dekat dengan kaum adam. Menurutku, lelaki itu adalah manusia yang selalu menyakiti seorang wanita.|| Hanazono Karin, sosok gadis yang membenci lelaki bertemu dengan Kujyou Kazune, seorang murid baru yang ber-notabene lelaki. Akankah pandangan Karin terhadap lelaki bisa berubah? (Summary gaje) Mind to RnR?

.

.

Enjoy this fiction, minna-san~

.

.

Dear diary, aku heran dengan diriku ini. Kenapa aku tidak bisa berteman dengan mereka? Kenapa mereka mengucilkan aku? Apa salahku?

Diary, kau tahu? Aku kesepian disini. Aku benci dengan kehidupan ini! Hidup ini tidak adil! Sangat tidak adil!

Mata itu tampak sembab. Manik emerald itu tampak redup. Tak ada kebahagian terpancar disana. Ia menatap buku agenda berwarna hijau itu dengan tatapan nanar. Isakan kecil dari bibir mungilnya itu menggema di sekelilingnya.

Iapun menoleh ke kanan, lebih tepatnya ke jendela kamarnya. Pernak-pernik khas langit malam itu mulai tampak. Manic itu menatap ke arah sang Dewi Luna yang bersinar dengan terangnya, seolah-olah tersenyum kepada seluruh insan yang ada di muka bumi ini.

Ia tersenyum kecil ketika melihat sang dewi malam. Iapun kembali menatap ke arah buku agenda yang masih berada di tangannya.

Mama, kau tahu? Anakmu yang hina ini merindukanmu disini. Apakah kau merindukanku? Ahahaha, tidak! Kau tidak merindukanku! Kau membenciku, kan? Kau membenciku karena aku membunuh bajingan yang selalu kupanggil ayah itu!

Mama, kau tahu. Karena dia, aku harus dibully oleh anak dari istri tercintanya itu. Mengapa aku tidak bilang dia adikku? Aku tidak sudi mempunyai adik dari orang lain! Aku hanya ingin mempunyai adik dari mama saja.

Mama, aku rindu di saat kita bersama dulu. Aku ingat di waktu natal. Kita tertawa bersama dan berbagi hadiah satu sama lain. Aku bahkan masih ingat di waktu kalian mencium pipiku. Jujur saja, aku merindukan momen-momen indah itu.

Mama, kata orang, jika orang saling mencintai, mereka tidak akan menyakiti satu sama lain, kan? Kata papa, papa mencintai mama, namun kenapa papa menyakiti mama? Kenapa papa mengkhianati mama?

Hahh, ternyata pria itu suka menyakiti perasaan wanita, ya. Pria itu selalu membuat wanita menangis.

Mama, Karin istirahat dulu ya? Karin lelah banget. Mama pasti tahu kenapa, bukan? Hehehe, oyasumi nasai, ma~

Gadis itu menutup buku diary miliknya. Iapun menatap sang luna sejenak. Lengkungan tipispun mulai muncul dari bibirnya.

"Oyasumi-nasai, mama. Aku mencintaimu."

~CHANGE~

Deru nafas itu mulai tak beraturan. Kaki jenjang itu terus berlari – melewati setiap pemandangan indah yang disuguhi oleh alam. Sesekali, mata itu menoleh ke jam tangan mungil yang terletak di tangan kirinya. 5 menit lagi.

Ia mempercepat laju larinya. Rambut brunette yang dikuncir dua itu melambai-lambai sepanjang perjalanan.

Ia tersenyum kecil ketika melihat pagar yang tingginya mencapai 3 meter itu belum ditutup oleh sang penjaga sekolah. Iapun mempercepat larinya hingga melewati pagar sekolah itu.

Ahh, akhirnya ia dapat melewatinya. Kaki jenjang itupun kembali berlari yang tentu saja ke kelasnya.

Manic emerald miliknya menatap ke sekelilingnya. Hanya tatapan remeh dan bisik – bisik yang tak sedap itulah yang disuguhkan.

Ia hanya bisa tersenyum kecil ketika melihat hal itu. Hahaha. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Untuk apa ia menangis, toh itu takkan mengembalikan harga dirinya yang terlanjur hancur.

Iapun berlari kembali hingga kelas. Disana, ia bisa melihat tatapan cemoohan yang diterima olehnya.

"Kau tak pantas menjadi kakakku, pembunuh!" terdengar seruan dari sampingnya. Manic soft purple itu menatap angkuh ke pemilik manic hijau daun itu.

'Cih. Siapa yang mau jadi kakakmu? Hanya orang tak waras saja yang mau jadi kakakmu.' Batin Karin mendengus.

Ia mendengus pelan dan melangkah ke depan – menghiraukan tatapan tajam dari sekelilingnya.

"Hei, aku berbicara padamu, pembunuh! Kemari kau!" seru gadis bersurai brunette hitam itu.

Langkah gadis bersurai brunette itu terhenti. Iapun memutar badannya dan menatap gadis di depannya dengan tatapan dingin.

"Oh, kupikir kau berbicara pada orang gila yang masih dalam pengobatan, nona." Tidak! Ia tidak mau mengungkit masa lalunya yang kelam. Ia tidak boleh mengucapkan aib itu.

"Apa kau bilang?!" seru gadis itu. Tangan milik gadis itu mengepal – menahan amarah yang membara di dalam dirinya.

Iapun meninju ke arah gadis bersurai brunette itu. Namun, dengan mudahnya gadis itu menangkap tangan dingin milik pemilik netra hitam itu. Netra hijau itu menatap dingin gadis bersurai brunette hitam itu. Iapun membuang tangan itu dengan kasar dan melangkah kembali ke bangkunya.

"Hanazono Karin! Kembali menghadapku sekarang!" Seru gadis bersurai brunette hitam itu.

"Apa?" Tanya Karin datar.

"Hei pembunuh! Tak seharusnya kau hidup di dunia ini! seharusnya kau sudah berada di dunia lain, nona." Ucap gadis itu.

"Hahaha. Seharusnya kaulah yang tak pantas hidup, Hanazono Rika. Dan kau tahu, kaupun tak pantas menjadi bagian Hanazono." Ucap gadis bersurai brunette itu datar.

"Kenapa? Karena seorang Hanazono tidak pernah diajarkan untuk sombong." Ia terdiam sejenak. Ia menatap ke arah sekelilingnya.

"Jika si brengsek yang ber –notabene ibumu itu tak mendekati ayahku, semua ini takkan terjadi, nona." Ucap gadis itu sambil berjalan ke arah Rika.

"Dan kau tahu, karena ibumulah yang membuat kebahagiaan keluargaku menjadi sirna. Karena ibumulah, ayahmu tercinta itu membunuh ibuku!" seru Karin menekan kata 'ayahmu tercinta'. Wajahnya memerah menahan amarah.

"Hahaha. Aku membenci kalian semua! Aku membenci lelaki! Lelaki hanya bisa membuat seorang wanita menangis!" seru Karin.

Ia mendekati wajah adik tirinya itu. "Dan kau tahu. Akupun takkan menganggapmu sebagai adikku. Aku, Hanazono Karin, tidak akan menganggap dirimu sebagai adikku dan ibumu sebagai ibuku. Kau tahu itu, nona." Ucap Karin lalu pergi meninggalkan tempat itu.

Semua orang yang ada di kelas itu hanya bisa terperangah mendengar ucapan dari bibir mungil dari Hanazono sulung itu. Mereka menatap Rika dengan tatapan tak percaya. Bahkan beberapa dari mereka mulai berbisik-bisik sambil melirik ke gadis itu

'Awas saja kau, nona Hanazono.'

OoOoO

Someone POV

Hahh, kenapa aku harus pindah kesini? Mendokusei!

Manic sapphire milikku meneliti ke setiap arah di sekolah baruku ini. Ternyata sekolah ini asri juga. Banyak sekali pohon yang tumbuh di sekitarnya, membuat nyaman suasana.

Aku menghirup oksigen yang berada di tempat ini. Hahh, segarnya!

BRUKK!

Tiba-tiba saja ada seseorang yang menabrakku. Mata sapphire milikku menatap netra hijau miliknya.

Netra itu indah sekali. Ahh, aku ingin sekali tenggelam ke dalamnya.

Entah kenapa, jantungku berdegup kencang melihat netra itu. Ya, sangat kencang.

Ada apa dengan diriku ini?

End Someone POV

Normal POV

"Maaf." Ucap gadis itu datar. "Maaf membuat bajumu basah akibat jus jerukku." Ucapnya lagi.

"A-aaa, daijobu." Ucap pemuda itu tak kalah datar. "By the way, kenapa kau masih ada disini?" Tanya pemuda itu ramah.

"Bukan urusanmu." Ucap gadis itu dingin. "Besok bawa bajumu, aku akan mencucinya." Ucap gadis itu lalu pergi meninggalkan pemuda yang masih terperangah dengan sikap gadis yang baru saja ditemuinya. Perlahan, sudut bibirnya menaik, menjadi sebuah seringaian.

'Menarik.' Batinnya.

.

.

.

Pemilik mata emerald itu menatap langit biru itu dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

Ia menyentuh dada kirinya, lebih tepatnya detak jantung yang terus menerus berdetak tak karuan. Wajah itu bersemu merah ketika mengingat sepasang mata sapphire yang tengah menatapnya dalam. Mata itu sangat menyejukkan.

Ia menghela nafas berat. Tidak biasanya ia mengalami gejala seperti ini. Setahu dirinya, ia tidak mempunyai riwayat penyakit jantung.

Ahh, apa mungkin ia harus memeriksakan diri ke dokter bedah?

Ia menggelengkan kepalanya pelan. Ia tidak perlu melakukan itu. Membuang waktu plus uang yang sudah ia cari dengan jerih payahnya. Toh, jika nyawanya tak tertolong lagi, uangnya tak akan kembali.

Ia kembali menghela nafas berat. Sepertinya ia harus kembali ke dalam kelas untuk menerima pelajaran seperti biasanya.

.

.

.

"Hanazono-san." Terdengar sebuah panggilan dari orang di depannya. Suara itu terdengar sangat familiar. Siapa dia?

Iapun mendongakkan kepalanya. Mata emerald itu menatap sapphire indah di depannya.

"Ada apa?" Tanya Karin datar, namun ia cukup gugup saat ini.

"Mau makan bersama?" Tanya pemuda itu sambil menunjukkan sebuah kotak bento di tangannya.

"Aku tidak membawa bento-ku." Ucap Karin datar. Jujur saja, ia tidak ingin diganggu di saat seperti ini.

"Aku membawa 2 roti belut. Kau bisa mengambilnya satu." Ucap pemuda itu lalu duduk di depannya. Iapun menatap pemuda itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

Pemuda itu mengambil salah satu roti belut yang ada di dalam kotak bento itu dan memakannya dengan lahap.

"Makanlah. Aku tahu, kau pasti belum makan sedari pagi, kan?" Tanya pemuda itu.

Gadis itu menggeleng pelan. Namun, apa yang ia perbuat tidak sesuai kenyataan. Perutnya berbunyi, menandakan bahwa ia minta diisi oleh makanan.

Pemuda itu terkekeh pelan. Iapun memberikan roti yang masih setia di dalam kotak bentonya itu. "Makanlah. Aku tahu kau sedang lapar." Ucap pemuda itu tenang.

Karinpun mengambil roti yang diberikan oleh pemuda yang baru dua kali dia temui itu dengan tatapan ragu. Iapun memakannya.

Rasa roti itu mulai terasa di lidahnya. Iapun memakan dengan lahap. Jarang-jarang ia memakan roti belut yang merupakan roti favorite-nya.

"Kau menyukainya?" Tanya pemuda itu dengan nada ramah.

Mata emerald itu melihat pemuda di hadapannya. Mata itu masih menatapnya. Menatapnya dengan tatapan intens.

Wajahnya bersemu merah ketika sebuah jari menyentuh sudut bibirnya. Jari itu menyeka remah-remah roti yang berada disana.

"Kau sangat menyukainya, ya?" Tanya pemuda itu sambil tersenyum tipis.

Lidah itu terasa kelu untuk menyatakan sesuatu. Apa yang ingin ia ucapkan langsung hilang begitu saja dari kepalanya.

"Dari mana kau tahu margaku Hanazono?" Karin mencoba untuk berani bertanya pada pemuda di depannya.

"Dari sana." Ucap pemuda itu sambil menunjuk sebuah data siswa yang disana terdapat foto-foto murid di kelasnya.

"Sou ka." Gumam Karin. Mata itu menatap ke lantai.

"Namaku Kujyou Kazune. Salam kenal." Ucap pemuda itu sambil tersenyum tipis.

"Yoroshiku mou." Ucap Karin pelan.

.

.

.

Mama, kenapa ketika aku berada di dekatnya jantungku berdegup kencang?

Apakah aku mempunyai kelainan jantung?

Mama, aku tidak ingin jatuh cinta.

Aku tidak mau disakiti lagi. Sudah cukup papa yang menyakitiku dan kau.

Aku tidak mau orang lain menyakitiku lagi.

Ma, haruskah aku membuka pintu hatiku?

.

.

.

To be continued.. X'D

A.N:

Holla, Minna-san.. We're coming back! XD

Suzune: -_-" Ha-na-nee, FF ini sangat hancur..

Hana: #pundungditempat

Ryu: #abaikanHana FF ini adalah FF collab dari Hayashi Hana-chan dan saya XD. Dan satu hal lagi, FF ini terinspirasi dari asam-manisnya kisah cinta Hana-nee, dan saya yang menggorengnya hingga matang. #plak! #lupikirgorengan-"

Hana: hihihi.. X'D ya, begitulah.. Ini adalah FF ke-3 dari kisah Hana sendiri.. :'D seharusnya dari kemarin2, namun Hana kena WB.. -" namun karena Hana lagi galau (?), Hana bisa melanjutkan FF ini XD #nak!

Ryu: -_-" dasar Hana-nee! Oh, ia.. FF ini dibuat kalau tidak twoshoots, threeshoots. Mungkin lebih.. -_-"

Hana: Yah, mungkin nanti dilihat saja :3 Alurnya memang sedikit berbelit (?) toh, jugaan ini merupakan kisahnya Hana :3

Ryu : Berapapun chap-nya, yang penting, nantikan chapter selanjutnya yang akan dibawakan olehh...? Oleh? Hana-nee!

Hana : Oh tidak! Chapter depan itu bagiannya ryu!

Ryu : Oh mai gai /?/ plis /?/ saya wb /?/ style diksi saya menghilang, sudah kabur dimakan kemalasan/?/ #buang

Hana : Harus! Ryu harus melanjutkannya! Jangan malas! :0

Ryu : Okelah. Akan diusahakan! –w-)/

Hana dan Ryu : Yosh! Nantikan kami pada chapter berikutnya, ya!

..

...

Dukungan berupa review sangat berpengaruh bagi kelanjutan fanfic ini.

Review, ne? .w.

...

..