Title: You are My Happiness
Author: Arisa Arizawa
Main Cast: HunHan
Genre: Angst, Romance, Hurt/Comfort
Rated: T-M
Warning!
GS, Typo(s), OOC, Crack Pair, Not-So-Sad-_-"
Don't Like? Read First:3
Flame for my story? Allowed. Flame for the cast? Please don't:)
oOo
Aku mengangkat kardus terakhir, yang berisi boneka milikku, dari dalam mobil box yang mengantarkan barang-barang keluargaku itu dan membawanya ke ruang tamu.
"Luhan! Apakah sudah selesai?!" teriak Mama dari dapur.
"Sudah, Ma!" balasku. Aku mendudukkan diriku di atas sofa. "Ugh, capek!" erangku sambil meregangkan tubuhku lalu menutup mataku.
"Luhan! Luhan! Kyungsoo menemukan ini!" teriak adikku, Kyungsoo. Aku membuka mataku dan melihatnya menaiki sofa yang sama denganku. Ia mengangkat sesuatu di tangannya.
"Kyungsoo, koleksi kulit kerangmu sudah banyak," ucapku yang dibalas dengan wajah cemberut dari Kyungsoo.
"Lulu nggak inget? Papa bilang kalau kita bisa membuat kalung dari kulit kerang dan memakainya hidup kita akan lebih bahagia!"
Aku terdiam. Tentu aku ingat.
"Ya, terima kasih sudah mengingatkanku." Aku mengusap lembut rambut lebat Kyungsoo. Ia tersenyum bahagia lalu menyenderkan kepalanya pada pundakku.
"Luhan," panggilnya dan aku membalas dengan gumaman. "Kenapa kita pindah?"
Pertanyaannya membuatku termangu.
"Apa benar Papa meninggalkan kita karena perusahaannya bangkrut?"
Aku terkesiap lalu memeluknya.
"Tidak, Kyungsoo. Papa, kan, sangat menyayangi kita," balasku. Air mata sudah terlanjur menggenang di pelupuk mataku. Aku bisa mendengar isakkan dari Kyungsoo.
"Kyungsoo kangen Papa."
Luhan's POV Pause
Flashback
"Apa-apaan laporan ini?!"
Suasana di ruangan tersebut menegang. Terlihat salah seorang dari keempatnya berdiri sambil menatap berkas di atas meja dan ketiga orang lainnya secara bergantian.
"Maaf, Tuan, ini memang laporan yang asli dan terbaru," ucap seorang perempuan di depannya. Ia menunduk takut. Baru pertama kali ini ia melihat aura kemarahan dari boss-nya.
"Bagaimana bisa hutang-hutang kita mencapai sebanyak ini?!" Tuang Kim menjambak rambutnya sendiri. Ia mencoba menahan amarahnya.
"Maaf, Tuan, sepertinya ada yang 'bermain' dengan keuangan perusahaan ini," ujar salah seorang lelaki yang merupakan tangan kanan Tuan Kim. Ia berusaha meredakan amarah atasannya itu.
Tiba-tiba saja Tuan Kim tertawa.
"Jika ada yang 'bermain'… bukan kah itu sudah terlambat, Jongdae-ssi?" Ia mendengus lalu tertawa lagi. Nafasnya menjadi berat dan ia mulai merosot ke kursinya sambil memegangi dadanya.
"Tuan!" ketiga bawahannya memegangi tubuh Tuan Kim serta menelepon ambulans.
"Kita bangkrut."
oOo
"Maaf, Nyonya Kim. Tuan Kim terkena Pulmonary Embolism*. Hal ini disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah sehingga pasokan oksigen terhambat. Dan, melihat penggumpalannya, sepertinya sudah terjadi sejak beberapa minggu lalu."
Nyonya Kim menangis sesenggukan sambil mendengarkan penjelasan dokter.
"Menurut hasil rontgen, kami menemukan gumpalan darah yang cukup besar di arteri paru-paru suami Anda. Hal tersebut menyebabkan jaringan di dalam paru-paru suami Anda tidak mendapat pasokan oksigen yang cukup. Ditambah dengan penyakit asma yang diderita beliau," lanjut dokter tersebut. "Sekitar hampir 30% jaringan paru-paru beliau telah mati."
Ruangan tersebut mendadak hening. Nyonya Kim mencoba meredakan tangisnya dan berusaha tenang.
"Dokter, Bagaimana cara agar suami saya sembuh?" Ia mencoba menahan sesenggukannya
"Suami Anda dapat kami berikan obat antikoagulan** agar menghentikan pembekuan darah dalam arterinya. Lalu, kami dapat memberikan terapi trombolitik*** dan jika diperlukan, kami akan melakukan pembedahan."
Nyonya Kim menatap kosong sang dokter.
"Semua itu dapat kami lakukan jika Nyonya menyetujuinya dan telah membayar uang muka perawatan Tuan Kim."
oOo
"Lulu! Papa sakit apa?" tanya Kyungsoo sambil memakan es krim yang dibelikan Luhan saat perjalanan mereka menuju rumah sakit.
"Aku juga tidak tahu. Pokoknya Mama menelepon agar kita kesana sekarang," jelas Luhan. Kyungsoo pun mengangguk dan tidak bertanya apa-apa lagi.
Mereka pun sampai di rumah sakit. Dengan bantuan salah seorang perawat, mereka berhasil menemukan kamar rawat Papa mereka.
"Papa!" teriak Kyungsoo melihat sang Papa yang terbaring lemah dengan berbagai macam kabel penunjang hidup serta selang oksigen yang menghiasi hidungnya.
Kyungsoo berlari ke arah Tuan Kim.
"Hey, My Princesses! How are you, Baby?" tanya Tuan Kim dengan lemah. Ia berusaha untuk duduk namun dicegah oleh Luhan dan Kyungsoo.
"Papa jangan duduk dulu! Papa, kan, lagi sakit. Nggak boleh banyak gerak nanti nggak sembuh," nasihat Kyungsoo yang membuat Tuan Kim tertawa walaupun ia merasakan sakit di dadanya.
"Oke, Princess, kau belum menjawab pertanyaanku."
"Oh! Hariku menyenangkan sekali! Hari ini aku dan Jongin dipilih menjadi pasangan paling serasi di kelas!" cerita Kyungsoo sambil tertawa.
Sementara itu, Luhan menempatkan diri di seberang Kyungsoo. Ia juga menceritakan harinya di universitas.
Tuan Kim pun nampak antusias. Mereka bercerita dengan bahagia tanpa menyadari sepasang mata menatap mereka dari jendela kamar rawat inap tersebut.
'Ya Tuhan, setega itukah Engkau memberikan cobaan ini pada keluarga kami?'
oOo
"Aku tidak tahu apakah aku akan bertahan, Sayang," ucap Tuan Kim. Ia berbicara dengan pelan pada istrinya.
"Sayang, aku yakin kau bisa. Aku masih punya tabungan," balas Nyonya Kim. Ia menatap suaminya dengan pandangan sendu.
"Jangan! Simpanlah uangmu itu untuk kalian nanti." Tuan Kim menggenggam tangan sang istri yang bergetar menahan emosinya.
Suara isakkan Nyonya Kim bercampur dengan suara alat pendeteksi detak jantung yang tersambung dengan tubuh Tuan Kim. Pasangan suami-istri itu seperti berusaha saling menguatkan satu sama lain.
"Lepaskan aku. Tidak perlu memikirkanku lagi. Ambilah tabunganku dan hiduplah bahagia."
Flashback End
Luhan's POV Resume
"Lulu," panggil Kyungsoo yang menyadarkanku dari lamunanku.
"Ya?"
"Kyungsoo ingin ketemu Papa."
oOo
"Papa~" panggil Kyungsoo pada batu nisan di hadapannya. Ia memeluk batu tersebut. "Papa, Kyungsoo datang. Papa senang, kan, Kyungsoo datang lagi?"
Aku hanya mendudukkan diri di sebelah Kyungsoo sementara ia berceloteh riang seperti halnya ia berbicara pada Papa saat Papa masih hidup.
Aku memutar memoriku lagi.
Aku sangat ingat kehidupanku dulu. Penuh dengan kebahagiaan dan kasih sayang dari kedua orang tua-ku walaupun Papa termasuk orang sibuk. Namun ia tetap menjaga quality time-nya bersama kami.
Tiba-tiba saja cobaan menghantam keluarga kami bertubi-tubi. Salah seorang pegawai Papa dengan teganya mencuri dan menjual salah satu aset berharga perusahaan Papa dan berhutang di bank atas nama perusahaan tersebut.
Walaupun orang tersebut sudah mendekam di penjara dan membayar denda pada kami, tetap saja hal itu tidak dapat mengembalikan Papa. Uang tidak akan mengembalikan keutuhan keluarga kami.
Tanpa sadar aku meneteskan air mata mengingat keharmonisan keluarga kami yang membuat beberapa temanku iri.
"Luhan, jangan menangis. Papa tidak suka Princesses Papa menangis."
Aku terisak semakin keras saat mendengar suara itu. Suara Papa yang mengingatkan aku agar tidak menangis lagi. Sayang, hal itu hanya halusinasiku.
Aku mendekap Kyungsoo yang ternyata ikut menangis. Kami berdua pun menangis dihadapan Papa.
Dan ini adalah pertama kalinya tidak ada seorang pun yang menenangkan kami saat menangis.
Luhan's POV End
oOo
Sehun's POV
"Sehun! Turunkan kameramu!" teriak kakakku. Dengan helaan napas berat, aku meletakkan kameraku di atas meja makan.
"Sehun, bisakah kau berhenti memfoto segala hal?" Kali ini Daddy-ku yang bertanya.
"Tidak." Aku memakan makananku yang telah berhasil aku dapatkan fotonya dengan angle yang luar biasa jelek karena gangguan dari keluargaku. "Fotografi adalah hidupku, Dad."
"Ya, tapi tidak segala hal harus kau foto, kan?" balas kakakku, Junmyeon. Aku mendelik.
"Itu adalah sebuah keharusan, kau tahu, hyung? Jiwa seorang fotografer itu bebas, sama seperti seniman. Well, fotografer memang seniman," ujarku. "Jadi, tidak ada yang bisa menghalangi kami dalam berkreativitas."
"Terserah."
Lalu meja makan pun hening kembali.
"Omong-omong, aku tidak melihat Mommy selama seminggu. Dia kemana? Aku merindukannya," tanyaku. Aku menatap Daddy dengan pandangan penuh tanya dan mulut penuh udang.
"Sebagai seorang seniman, kau termasuk banyak bertanya," timpal Junmyeon hyung. Aku memutar bola mataku.
"Aku tidak berbicara denganmu, hyung," balasku. Aku menatap Daddy lagi menuntut jawaban.
"Mommy sedang pergi ke New York. Entah ia mengejar barang apa sampai harus langsung ke 'pabriknya'," jawab Daddy. Aku mengangguk lalu kembali memakan makananku.
"Kau ada kuliah, Sehun?" tanya Daddy yang kubalas dengan anggukan.
"Kuliah. Padat sekali. Ingin rasanya aku berhenti lalu keliling dunia hanya dengan kamera dan beberapa lembar pakaian dan paspor. Lalu berjalan tak tentu arah dan–"
"Dan menelepon Daddy untuk meminta jemputan. Heol, kau mudah dibaca, Oh Sehun," potong Junmyeon hyung pada perkataanku. Aku menunjuknya dengan garpu yang kupegang di tanganku.
"Dan kau salah membaca, Oh Junmyeon… hyung." Aku balik membalas perkataannya dengan tambahan 'hyung' yang pelan. Ck, ia benar-benar mencuci otakku agar selalu memanggilnya dengan 'hyung'. Menyebalkan.
"Benarkah? Mungkin kau yang salah menduga jalan cerita karena kau hanya menebak dari sebuah ringkasan."
Sial. Mengapa ia harus pintar berkata-kata!
"Baiklah, aku kalah! Lihat saja nanti saat aku sudah bisa berbalas kata dengan baik!" ucapku sambil mengambil tas yang kuletakkan di sebelahku dan beranjak pergi.
"Perbaiki dulu celanamu. Baru berbalas kata dengan ku!"
Teriakkan balasan dari Junmyeon hyung membuatku sontak memegang ritsleting jeans-ku yang ternyata memang terbuka. Dengan tergesa aku menaikkannya.
Sialan!
oOo
"Yo! Whats up, Gays!"
"Aku bukan gay, Chanyeol!"
"Oh, kau gay, Sayang. Tatapanmu mengatakan hal itu."
"Brengsek!"
"Berisik!"
Aku mengerang keras karena kesal tak dapat tidur di saat waktu senggangku di antara waktu sibukku.
"Salahkan dia! Dia memaksaku untuk menjadi gay!" pekik Baekhyun. Aku memutar bola mataku.
"Aku tak peduli," balasku. Aku kembali merebahkan kepalaku di tembok pembatas atap fakultasku.
"Yeah, ia tak akan peduli. Walaupun kita bersenggama di sini, ia tak akan peduli," ujar Chanyeol. Aku mengangkat kepalaku dan langsung menyesal karena aku melihat wajah Chanyeol seperti menggodaku. Dengan alis dan jidatnya yang memang, sangat, sexy.
"Berhenti menatapku seperti itu." Aku melayangkan sebuah batu yang kebetulan memang berada di genggamanku ke arahnya. Ia berhasil mengelak.
"Aku tidak menatapmu, Stupid. Aku menatap tembok di belakangmu," balas Chanyeol sambil menunjuk tembok yang kujadikan senderan. Aku menaikkan alisku. "Aku masturbasi kemarin–"
"Shit!"
"Ewh!"
Aku langsung berdiri dan melepas jaketku lalu membuangnya.
"Sialan! God, itu menjijikan!" teriakku sambil menunjuk tembok tersebut yang sepertinya menjadi tempat 'pembuangan' bagi sperma milik Chanyeol kemarin. Spekulasiku saja.
"Aku belum selesai! Aku masturbasi di toilet, Bodoh!" Chanyeol nampak mentertawakan aku dan Baekhyun. Aku, dengan kesal mengambil kembali jaketku.
"Benar-benar, Chanyeol! Kupikir kau benar-benar masturbasi di sini!" pekik Baekhyun yang baru sadar dari kekagetan yang menjijikannya.
"Tenang saja, Sayang, aku sudah puas dengan service-mu selama ini. Ya, tidak juga karena aku masih sempat masturbasi." Sontak Chanyeol tidak dapat menghindar dari pukulan maut Prince of Hapkido itu.
"Rasakan!"
"Ya, aku merasakannya, Baby," balas Chanyeol sambil tertawa walaupun aku tau ia mengumpat dalam hati. "Tapi aku tidak tahu jika ada yang masturbasi juga di sini. Aku tidak menanggung."
Aku memutarkan bola mataku lagi mendengar pertengkaran tidak penting mereka. Tanpa sengaja, aku menjatuhkan pandanganku pada taman milik Fakultas Ilmu Budaya yang memang tepat bersebelahan dengan Fakultas Seni Rupa.
Aku memandang lama pada sosok itu. Seorang perempuan berambut panjang cokelat muda seperti caramel (bahkan aku seperti mencium wangi caramel sekarang!), dengan pakaian sederhana, kaos kuning dengan sweater putih gading dan celana jeans dan tas kecil di punggung sedang bercengkrama dengan seorang perempuan berpipi bakpao, yang kuketahui bernama Minseok.
"Hei!" panggilku pada kedua sahabat idiotku itu.
"Hng?" balas Baekhyun yang sedang sibuk dengan handphone-nya. Sepertinya ia sedang berbalas pesan dengan kekasihnya.
"Kau tahu dia siapa?" tanyaku sambil menunjuk ke arah perempuan caramel itu. Chanyeol berdiri dan mengikuti arah telunjukku.
"Entahlah. Dia mahasiswi FIB?" Aku mengangkat bahuku. "Hey, Baek! Bukankah Taeyeon noona dari FIB?"
Baekhyun mengangguk dan ikut berdiri. Ia mengikuti arah yang sama dengan kami berdua.
"Memang kenapa?"
"Kau, bisa tolong tanyakan pada noona-mu tentang perempuan itu?" tanyaku. Baekhyun memicingkan matanya.
"Oh, kalau tidak salah namanya Luhan. Kim atau Im aku lupa. Taeyeon noona memberitahuku semalam. Ia anak baru dengan rambut panjang berwarna cokelat muda. Sepertinya dia," ujar Baekhyun. Aku masih tetap memandangnya dari jauh.
"Kau tertarik dengannya?!" teriak Chanyeol bahagia. Aku menatap mereka berdua dengan wajah sengaja aku buat aneh.
"Dia cantik. Cocok untuk model foto tema terbaruku," balasku sambil menaikkan sebelah alisku.
"Oh, ya? Apa temanya?" tanya Baekhyun dengan semangat.
"Kemari."
Aku pun membicarakan tema fotoku kali ini. Dan, tentu saja mereka luar biasa tertarik.
Sehun's POV End
oOo
"Minseok, terima kasih telah mengantarku keliling fakultas ini," kata Luhan pada teman barunya, Minseok, yang dibalas dengan anggukan.
"Sama-sama! Aku senang bisa mengantarmu. Oh iya, kalau bisa, besok aku akan mengantarmu mengelilingi seluruh universitas! Agar kau betah."
Mereka berdua pun tertawa.
"Ah, sepertinya satu hari tidak cukup untuk mengelilingi universitas ini. Satu fakultas saja aku sudah capek seperti ini. Bagaimana jika semua fakultas? Remuk kakiku," canda Luhan yang membuat Minseok tertawa lagi.
"Kau lucu!"
Tiba-tiba, pundak Luhan ditepuk oleh seseorang.
"Hey!" sapa seseorang itu. Luhan terpaku saat melihat orang tersebut.
"Kau anak baru?" tanyanya. Ia lalu menatap Minseok. "Ah, noona, aku tidak melihatmu."
"Seperti biasa, Oh Sehun! Aku tidak sekecil itu!" pekik Minseok yang membuat Sehun tertawa.
"Jadi, siapa namamu?" tanya Sehun pada Luhan. Mendadak Luhan menyelipkan beberapa helai rambut caramel-nya ke belakang daun telinganya.
"Um… aku Luhan. Kim Luhan," balas Luhan.
"Oh, Luhan. Namamu bagus. Aku Oh Sehun. Salam kenal, Luhan."
Saat itu, Luhan merasakan debaran di dadanya yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Aku jatuh cinta
-TBC-
* Pulmonary Embolis: Emboli Paru. Adalah penyakit dimana pembuluh arteri paru-paru tersumbat oleh embolus (benda asing yang terbawa oleh darah seperti lemak, gumpalan darah, air ketuban, gelembung udara, dll)
** Obat Antikoagulan: Obat anti penggumpalan
*** Terapi Trombolitik: Terapi (obat) pemecah gumpalan
Risa's Cuap-Cuap:
Oke, aduh gak tau mau ngomong apa! Serius deh Risa merasa bersalah menghilang begitu sajaaaa… Mianhae ToT Pas balik malah bikin yang baru ToT
Tapi bener deh Risa lagi tertarik sama GA dari "HunHan Indonesia" yang mengharuskan bikin FF. Bikin FF okelah. Masalahnya FF nya harus Angst dan GS. Mamvus lah xD dua hal yang gak pernah ada di dalam setiap FF punya Risa! (GS pernah sih tapi bukan pemeran utama xD) Malah Risa bikin Hurt/Comfort pada dibilang lucu kan piye xD tapi Risa bakal terus berusaha'-')9! Akan Risa arungi segalanya demi GA!*O*)9 Fighting!(?)
Oiya.. seperti biasa, Risa akan membawakan FF yang tidak biasa. Gak complicated kok. Cuma bosesnin xD asal gak muntah aja sih bacanya xD
Yasutra lah xD
Last, review and flame are needed. Thank you^^
