Yuri! on Ice © Kubo Mitsurou

Entah judul nyambung atau tidak dengan ceritanya, cover bukan milik saya, dan feelnya tergantung imajinasi masing-masing

Panpik yang terbentuk akibat butuh asupan Viktuuri, meski fokusnya nggak terlalu kesana (;-;) dan entah apakah panggilan Yurio & Minami-kun cocok atau tidak. Disini Minami dipanggil nama kecilnya. Yurio manggil Kenjiro "Onii" (ngikut seperti adiknya Alois Trancy dr fandom tetangga)

sekian bacotnya, happy reading

.

.

.


Yuri Nikiforov, atau yang biasa dipanggil Yurio –untuk membedakan panggilan dengan ibunda Yuuri, selama belasan tahun hidupnya belum pernah bertemu sang kakak.

"MAMAAA!"

Dan sekalinya bertemu sang kakak langsung dihadiahi tendangan maut.

"JANGAN NEMPEL-NEMPEL MAMA, TUPAI!"

Papa Viktor dan Mama Yuuri seketika panik melihat dua buah hatinya langsung tidak akur di hari pertama mereka bertemu, tidak peduli mereka sedang di bandara. Viktor menahan Yurio yang sepertinya belum puas menyepak sang kakak, sementara Yuuri membantu si sulung bangun dari tanah tempat wajahnya mendarat.

"Kenjiro-kun, kau tak apa-apa? Yurio, dia ini kakakmu tau!" niatnya hendak memarahi, apa daya wajah lembutnya pada si kucing kecil malah mengambil alih.

"Benar, Yurio! Dia kakakmu, bukan bola!" Viktor ikut menengahi.

Yurio mulai melunak, dan mencoba menerima kenyataan bahwa orang yang baru ditendangnya adalah saudara yang sedarah dengannya. Saudara yang selama belasan tahun tinggal terpisah dengannya dan kedua orangtua mereka. Memang tidak seharusnya ia menendang sang kakak yang hanya ingin melepas rindu dengan ibunda mereka. Jiwa dewasa Yurio tiba-tiba muncul layaknya gadis yang sudah bisa merelakan mantannya pergi.

"Maaf, Onii," ucap Yurio pelan, sedikit banyak menyesali perbuatannya.

Viktor dan Yuuri yang melihatnya langsung tersenyum haru ala om-om yang baru saja menemukan anjingnya yang hilang. Peri kecil mereka sudah besar rupanya. Bukan karena kesambet sesuatu, kan?

"Ah, ahahaha tidak apa Yurio-chan, aku juga kangen sekali padamu. Terakhir aku melihatmu, kau masih sebesar tasku," Kenjiro tertawa melihat adiknya yang manis sudah hampir setinggi dirinya.

"Baiklah, ayo pulang, katsudon Yuuri sudah menunggu di rumah!" Viktor ikut kegirangan, mulutnya berbentuk hati khas dirinya. "Ken pasti lapar setelah perjalanan jauh."

"Yay! Aku kangen katsudon mama, tidak ada makanan yang mengalahkan kelezatan katsudon mama!" Kenjiro spontan kembali memeluk mamanya erat, terus menempel sampai di depan mobil mereka. Tidak tahu macan yang sudah menyusut menjadi kucing kembali menjadi macan buas yang nyaris melahap papanya sendiri. Yuuri sampai berpikir apakah mereka butuh membeli kandang macan atau rantai pengikat serigala.

.

.

.

.

.

.

.

Kenjiro, si putra sulung keluarga Nikiforov, selama belasan tahun hidupnya menempuh pendidikannya di negara tempat kampung halaman Yuuri. Ia menemani kakek Toshiya dan nenek Hiroko yang harus merelakan putra bungsu mereka dibawa terbang Viktor ke bulan –bukan, Rusia. Ras Asia tercetak kental di perawakan Kenjiro yang lahir di Jepang, bertolak belakang dengan Yurio yang lahir di Rusia dengan perawakan khas Eropa.

Meski sudah lama berpisah, keluarga Nikiforov pernah tinggal seatap di Rusia. Hingga sebelum Kenjiro terbang ke Jepang untuk melanjutkan pendidikannya dan memenuhi kecintaannya pada negeri bunga sakura tersebut. Alasan lainnya mungkin tidak tahan dengan kegarangan adiknya yang selalu terlihat seperti anjing dobberman kalau Kenjiro terlalu nempel dengan Yuuri.

Otoutou, itu tidak adil. Kenapa kau selalu menggigitku kalau aku bermanja pada mama, sedangkan papa tidak. Aku, kan, juga kakakmu.

Kira-kira begitulah isi hati seorang Kenjiro.

Dan setelah mengumpulkan niat menghadapi kenyataan bahwa adiknya yang manis seganas kucing garong, Kenjiro kembali ke kehangatan keluarganya di St. Petersburg dan meninggalkan Kyushu.

"Bagaimana, Kenjiro-kun? Sudah bisa membiasakan diri dengan dinginnya musim dingin di Rusia?" Yuuri bertanya khawatir. Saat ini mereka sekeluarga sedang dalam perjalanan ke ice rink terdekat dengan mobil.

"Aku baik-baik saja, mama! Dari kecil aku sudah jarang masuk angin, kan?" Kenjiro berkata riang, tidak ingin membuat mamanya khawatir. "Hei, Yurio-chan, kau juga suka berseluncur, ya?" ia menoleh pada Yurio, agak takut kalau-kalau adiknya sedang dalam mode wanita PMS.

"Aku sudah memulai debut senior, Onii," Yurio tersenyum bangga. Dadanya membusung seolah bangga ia pria tulen dengan dada yang benar-benar rata.

"Wah, hebat. Adikku benar-benar sudah tumbuh besar!" Kenjiro memuji adik manisnya dan tertawa selebar lima jari. "Aku masih ingat ketika aku menuntunmu menginjak rink es pertama kali."

"Benarkah? Aku sudah lupa."

"Yah, waktu itu kau terjatuh dan menangis sambil menggigit leher kakakmu. Padahal kau baru berumur empat tahun dan Yuuri nyaris berpikir kau jelmaan vampir," Viktor yang masih fokus mengemudi ikut deja vu.

"Aku sudah pernah menginjak rink es ketika masih berumur empat tahun?" Yurio bertanya antusias, tidak mengindahkan bahwa dirinya pernah jadi vampir.

"Ya. Hadiah dari kakakmu yang akan meninggalkan kita waktu itu," kali ini Yuuri menoleh dan tersenyum lembut ke jok belakang dimana malaikat dan perinya duduk. Aura keibuannya sedang memancar, bahkan kalau Viktor tidak ingat mereka sedang di dalam mobil pasti sudah diterjangnya sang istri.

Muka Yurio spontan memerah. Kemudian menyandarkan punggungnya ke jok belakang. Menyadari bahwa kakaknya lah yang mengenalkannya pada dataran es dimana ia bisa berseluncur seindah angsa yang menari di atas danau.

.

.

.

.

.

.

.

"Sudah lama aku tidak berseluncur dengan papa dan mama!" Kenjiro langsung berputar-putar begitu bertemu es dengan sepasang sepatu skatenya, tak peduli apakah itu loop, axel, atau salchow.

Yurio berpikir apakah yang berputar-putar itu benar kakaknya. Usianya memang dua tahun diatas Yurio tapi ia seperti dua tahun dibawahnya. Dan jujur saja Yurio tidak senang si tupai itu suka nempel-nempel induknya. Cukup Viktor saja yang menyusahkan dan bengal luar biasa. Persetan mau dikatai mother-complex, tsundere, atau yandere, pokoknya senggol mama bacok.

CTIK.

Kening Yurio spontan berkedut setelah melihat Kenjiro menarik tangan Yuuri, mengajaknya meluncur bersama. Yurio langsung meluncur dengan kecepatan cahaya, tak peduli pada Viktor yang sempat terbakar terserempet kecepatan meluncurnya.

"MENJAUH DARI MAMAAAA!"

"Gawat, bahaya mama!"

Kenjiro langsung menarik Yuuri menghindari sebuah meteor yang tiba-tiba melesat ke arah mereka. Karena terlalu kuat tarikan Kenjiro, Yuuri berakhir di pelukan anak sulungnya.

"AAKH?!"

Sebelum melesat kembali ke arah kakak dan mamanya, Yurio keburu ditahan Viktor. "Te-tenang dulu, Yuriooo! Kenapa kau jadi seganas ini siiih?!" Victor melolong putus asa. "Bisa-bisa kau juga membahayakan Yuuri lo..."

Ah, benar juga. Yurio langsung menerjang tanpa pikir panjang dan tak terpikirkan mama kesayangannya akan dalam bahaya karena dirinya. Telinga serigala dan ekor yang tadi berdiri tegak kini merunduk memikirkan mamanya yang bisa terluka karena dirinya. Jiwa gadis yang merelakan mantannya pergi bangkit lagi.

"Maaf, mama!"

Yuuri melepas hela lega melihat Viktor berhasil mencegah lesatan Yurio. Ia menoleh pada Kenjiro yang masih berdiri di depannya.

"Ah, benar juga. Aku ingat sedang membuat koreografi untuk Yurio, tapi karena Kenjiro-kun sudah disini, mungkin bisa kuberikan pada Kenjiro-kun saja. Yurio sudah dapat dari Viktor, kan?"

"APAAA?!"

Dan Viktor harus berusaha makin keras lagi sebelum benar-benar ditelan mentah-mentah oleh anaknya sendiri. "Yuuriii~ jangan ditambah-tambahi, bisa-bisa Yurio berubah wujud!"

Mengabaikan lolongan papanya, Kenjiro bertanya dengan polosnya. "Kenapa bidadari seperti mama bisa melahirkan anak siluman seberingas Yurio-chan, sih?"

.

.

.

.

.