Assassination Classroom © Yuusei Matsui
Unexpected © Akari Hikari & Atsui Tatsumi
Warning : typo (s), Out of Character, penuh dengan ketidakjelasan, dan kekurangan lainnya.
Kami tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfic ini. Semua hanya sebatas kesenangan semata.
"Hey, Nagisa-kun, coba lihat ekspresi wajahmu ketika melayangkan 15 hits ke Kayano-chan~!"
"Ka–Karma-kun!"
Nagisa merasakan pipinya memanas ketika Karma menunjukkan foto dimana Nagisa melayangkan ciuman '15 hits' waktu itu. Ciuman yang digunakan untuk menyelamatkan Kayano. Malu rasanya ketika kejadian itu diungkit kembali. Terlebih lagi di permainkan dan digoda seperti ini sungguh memalukan sekaligus menjengkelkan.
Sungguh, rasanya Nagisa ingin sekali menghapus foto memalukan itu.
Lagipula, darimana Karma-kun mengambilnya. Dasar!
Nagisa menghela nafas, berargumen dengan si setan merah itu tidak akan pernah menghasilkan kemenangan untuk Nagisa. Mata kebiruan itu tanpa sengaja mereflekasikan kepala hijau yang sedari tadi jadi sunggingan topik.
"Eh, Kaya—"
Belum sempat bicara perempuan mungil itu sudah keburu pergi. Pemuda bluenette itu menggaruk kepalanya, "Tuh kan Kayano jadi salah paham, Karma-kun."
Karma terkikik geli mengingat garis merah muda mewarnai pipi Kayano. Sepertinya gadis itu mendengar ucapannya dan kabur karena merasa malu sekaligus tidak ingin jadi bahan ledekan Karma. Ia melirik Nagisa yang tengah mendengus sebal.
"Manis, bukan?" tanya Karma dengan nada jahil. Menyadari mimik bingung Nagisa, Karma melanjutkan, "Wajahnya tadi~"
"Semua perempuan memang manis kan?" Respon pemuda bermarga Shiota itu. Lawan bicaranya itu mendengus, melipat tangannya. Tampaknya lelaki blunette itu harus sedikit dipancing agar sadar apa maksud dari perkataannya.
"Maksudku.." Karma menarik nafas lurus, kemudian menggeleng, "Kalau memang semua perempuan itu manis. Kayano-chan boleh jadi punyaku, kan?" tanyanya dengan sudut bibir yang tertarik ke atas.
Nagisa mengerjap beberapa kali. Perlu beberapa detik untuk mencerna ucapan si surai merah hingga ia sadar akan maksudnya.
"E-eh!?" Nagisa mendelik dengan cepat.
"Ahahaha, kenapa kau terkejut seperti itu?" Karma tertawa geli.
"Aku hanya bercanda," si jenius di kelas terbuang itu mengibaskan tangannya santai.
Entah mengapa cowok imut itu merasa lega. Namun disisi lain, ia heran pada dirinya sendiri. Mengapa? Kemudian ia mempertemukan pandangannya dengan setan merah di hadapannya. Sayangnya, Nagisa sama sekali tidak mengerti apa tatapan serta seringaian Karma, pemuda merah bata itu seperti menemukan sesuatu yang menarik. Dan feeling Nagisa berbisik bahwa itu oh-sangat-tidak-baik.
"Kau menyukainya, kan?" Tanya Karma tiba-tiba. Matanya menatap lurus, memperhatikan perubahan mimik wajah lawan bicaranya. Bibirnya masih membentuk sebuah seringaian tipis.
"Tentu saja aku menyukainya. Dia teman yang berharga," jawab Nagisa tanpa keraguan.
"Ya ampun," Karma kembali menggelengkan kepalanya, memaklumi kepolosan sang pemilik surai blunette, "Bukan itu maksudku."
"Lalu yang bagaimana?"
"Kayak Sugino ke Kanzaki-san lho," lanjutnya masih dengan ekpresi yang sama.
"Huh?" Sepersekian detik, pipi orang keturunan Shiota itu memerah. Nagisa menggeleng, "Ma-mana mungkin.." bergumam halus.
Seringai iseng kini makin tercetak jelas di paras wajahnya takala mengatakan kalimat berikutnya, "Hoo, begitu ya."
"I-iya." Nagisa memalingkan pandangannya, menolak untuk berkontak mata dengan si kepala merah.
"Masa sih?" Masih dengan nada jahilnya dan seringaian khasnya, ia bertanya kembali, "Kau serius, hmm?"
"Iya! Berapa kali aku harus bilang, Karma-kun?!"
Yang dipanggil Karma-kun bergerak menepuk pundak temannya sejak kelas satu seraya berucap, "kalau begitu Kayano-chan.. untukku ya?"
Pria blunette itu bersua tegas, "Bercandaan itu enggak lucu!"
"Kali ini aku tidak bercanda," ucapan Karma terlihat serius serta seringaian tipis kembali terukir di bibirnya.
"Huh?"
"Aku ingin Kayano-chan jadi milikku," sebuah pause, dengan dua netra amber yang menilik ekpresi sosok di hadapannya. Dengan penuh penekanan, ia kembali berucap, "Lagipula, Nagisa-kun tidak menyukainya."
Alis Nagisa tertekuk. "Kenapa?"
"Hee? Apanya yang kenapa?"
Nagisa menggigit bibir bawahnya. Tersirat sebuah ketidaksukaan yang entah datang darimana. Nagisa jelas tidak suka perasaan ini, namun di sisi lain, lidahnya kelu.
"Tidak, lupakan." Nagisa mengalingkan wajahnya. Sama sekaĺi tidak berniat bertukar pandang dengan orang yang dekat dengan dirinya sejak menjajal bangku sekolah menengah.
Karma tertawa dalam hatinya. Tanpa banyak bicara, ia menepuk bahu Nagisa sebelum pergi keluar ruang kelas dan meninggalkan Nagisa yang masih terdiam memalingkan wajahnya.
Lentera azure itu tidak ingin melihat punggung lelaki jenius itu. Baru setelah siulet itu menghilang, ia menghela nafas. Seraya memijit kepalanya.
Ada apa dengannya?
.
.
Sejujurnya, Nagisa tidak ingin ambil pusing akan ucapan Karma kemarin. Bahkan ia menganggapnya sebagai angin lalu. Merasa bahwa semua ucapan yang dilontarkan Karma ditujukan untuk membuatnya malu.
Namun entah mengapa, kini ada rasa kesal yang menjalar di hati kecilnya taktala kedua iris azure itu menangkap suatu kejadian yang tidak biasa.
"Kayano-chan mana yang enggak ngerti?" Tanya Karma dengam senyum sempurna di wajahnya. Pipi perempuan mungil itu sedikit memerah, bagaimanapun Karma itu tampan.
"Oh yang ini.."
"Kalau yang ini caranya..." sebelum menerangkan rumus penyelesaian ia merangkul tubuh ringkih itu.
Nagisa menghela nafas berat. Perasaan kesal itu masih bergemuruh di dalam dadanya. Ia menarik bangkunya pelan dan segera mengambil novel inggris yang belum selesai ia baca. Sengaja ia lakukan untuk melupakan perasaan aneh itu.
"Ah, Nagisa. Selamat pagi," sapa Kayano dengan mengulum senyuman cerah ketika menyadari bahwa Nagisa telah duduk di sebelahnya.
"Pagi, Kayano," seulas garis tipis menyerubungi Nagisa. Entah mengapa rasa kekesalan barusan menguap.
"Wah, hebat! Kamu baca novel bahasa inggris. Nagisa memang wakil jago bahasa inggrisnya Rio ya!"
"Ah enggak juga," Nagisa tersenyum kaku.
"Kayano-chan aku juga punya novel bahasa inggris seperti Nagisa-kun! Mau pinjam? Aku juga ada beberapa kosakata yang sudah diterjemahkan kalau kamu nggak ngerti," Karma kembali bersuara.
"Eh, ada? Pinjam ya?"
"Tentu saja!" Karma mengangguk mantap. Ia melirik Nagisa dan tersenyum penuh kemenangan.
"Ah~ tapi aku kan tidak sejago kalian berdua. Aku tidak yakin bisa membacanya atau tidak," Kayano tertawa canggung dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Aku bisa mengajarimu, Kayano," Nagisa tersenyum kecil, meyakinkan gadis mungil itu.
"Eh, beneran?" Kedua manik hazel itu berbinar sebelum Karma menggenggam tangan gadis itu,
"Masalahnya, kita sekelompok pas tugas bahasa inggris. Jadi, Kayano-chan nanya ke aku aja sekalian," saran Karma dengan nada yang sedikit menghasut.
Kayano tampak terdiam sebelum menggangguk dan tersenyum tipis, "Oh, iya."
Nagisa mengerjap memperhatikan tingkah si kepala merah itu. Sungguh, hari ini sikap Karma ke Kayano sungguh berbeda dari biasa. Nagisa kembali teringat akan ucapan Karma.
Jadi ucapannya kemarin itu serius, ya?
Menggunakan seluruh jari Nagisa tidaklah cukup untuk menghitung perlakuan tidak biasa dari seorang Akabane Karma kepada teman perempuan sekelasnya yang kecil itu. Bunyi 'tuk tuk' dari jari sang keturunan Shiota itu menghiasi kelas yang senyap karena pop quiz.
"Nagisa-kun sekarang sedang ujian, loh!" si alien kuning menegur. Ia berdiri di depan kelas dengan tentakel-tentakel kuning yang bergerak-gerak seolah mengawasi siswa-siswinya satu-persatu.
Alis Nagisa menekuk, merasa terganggu oleh ucapan alien tersebut. "Aku enggak mau dibilang begitu oleh makhluk yang mengganggu ujian muridnya dengan tentakel miliknya," ucapnya dengan wajah gelap.
Koro-sensei bergeridik dengan kecepatan 20 march-nya ia segera kabur ke belakang punggung anak yang paling besar di kelas didikannya itu, "Ho-hoi gurita bodoh! Lepaskan!"
"Ta-tapi, Terasaka-kun! Nagisa-kun sangat menyeramkan!"
Nagisa mendengus. Bukan maksudnya untuk menunjukkan wajah seram itu, namun ia memang sedang tidak ingin diganggu saat ini. Salahkan pada Karma yang telah membuat moodnya turun pagi ini.
Eh, tunggu. Kenapa juga ia harus kesal melihat pemandangan yang tidak biasa dari seorang Akabane Karma pada gadis yang duduk di sebelahnya? Alis pria blunette itu kembali tertekuk. Merasa heran dengan dirinya sendiri.
"Kau kenapa Nagisa?"
Nagisa mendongak, menemukan lelaki dengan kulit gelap di depannya. Sebuah senyuman tipis terbentuk di bibirnya untuk menenangkan temannya tersebut, seraya berkata, "Tidak apa-apa, Sugino-kun."
Lawan bicaranya menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. "Yah, aku tidak pernah melihatmu marah begitu sih," jeda sesaat sebelum ia kembali melanjutkan, "Jadi kupikir bisa kubantu.."
"Aku bilang.. aku tidak apa-apa, Sugino-kun," jawab Nagisa dengan penekanan ditiap kata seraya tersenyum manis. Dan oh, si anak yang menyukai permainan baseball itu bergeridik ngeri. Merasakan senyuman angelic seorang lelaki mungil yang telah membuat mantan guru berbadan besar mereka merasakan mimpi buruk sepanjang malam.
"O-oh, baiklah kalau begitu," Sugino meringis, tidak ingin memperpanjang percakapan mereka. Kemudian ia kembali menoleh ke depan dan menarik nafas panjang.
"Nagisa moodnya sedang buruk tuh," Sugino berbisik pada Chiba. Salah satu snipper terbaik di kelas mereka menggagguk dalam diam.
Sisa teman sekelasnya tanpa berkomunikasi dan bermodalkan penglihatan mereka sudah cukup mengambil kesimpulan.
JANGAN BICARA DENGAN SI BIRU SHOTA HARI INI!
"Nagisa," kini giliran Kayano yang memanggilnya.
Seluruh warga kelas 3-E terkejut. Pandangan mereka kini mengarah pada gadis mungil itu. Bagaimana tidak, bukankah mereka tahu kalau Nagisa sedang dalam badmood hari ini? Untuk apa pula si Kayano memanggil Nagisa di saat yang seperti ini? Ah, sudahlah.
"Ya?" Nagisa menoleh dan menatap gadis pemilik surai hijau itu.
"Apa ada sesuatu yang membuatmu terganggu hari ini?" Mantan pemilik tentakel itu bertanya dengan raut cemas.
KAYANO CARI MATI! Seluruh bagian dari kelas itu melolong dengan keras dalam rongga dada mereka masing-masing. Tidakkah gadis itu tahu betapa menyeramkannya Nagisa jika marah? Mereka tidak habis pikir.
"Eh?" Nagisa mengerjap sekali. Entah mengapa, mimik wajahnya melunak, tidak segelap yang tadi. "Aku tidak apa-apa kok."
Apanya yang tidak apa-apa! Justru terlihat ada apa-apa! Seluruh siswa kembali menjerit dalam hatinya. Tidak sadarkah betapa menyeramkannya dirinya saat ini!
"Tapi Nagisa-"
Ucapan Kayano terpotong oleh suara Koro-sensei.
"Nagisa-kun, Kayano-san," si gurita kuning memanggil, mengambil jam yang terpampang di dinding dengan mudahnya.
"Waktu ujian sudah habis~" tidak perlu menunggu sedetik seluruh kertas ujian sudah ada di salah satu dari 6 tentakelnya.
"Kalian bisa bicara pada jam istirahat."
Kayano mengurungkan niatnya untuk melanjutkan ucapannya yang terpotong oleh alien kuning itu hingga Koro-sensei keluar dari dalam kelas.
"Haah," Nagisa menghela nafas berat. Lelaki blunette itu merasa aneh sekaligus heran pada dirinya sendiri. Perasaan aneh itu belum juga menghilang dari dalam dirinya. Sebenarnya, ada apa dengannya? Mengapa cuma dalam sehari ia bisa seperti ini? Nagisa benar-benar tidak paham akan dirinya saat ini.
"Suka kayak Sugino ke Kanzaki-san, loh."
Kembali terngiang ucapan Karma. Nagisa menggelengkan kepalanya, menyangkal segala sesuatunya.
Kayano.. hanya temanku! Innernya berkata seperti itu. Kemudian mulai terbayang wajah dari adik mantan wali kelas mereka di benaknya.
Sebagaimana pertemuan awal mereka berdua. Dengan cekatan, Kayano menghentikan Nagisa untuk memotong rambut biru halus panjangnya di saat itu dan membuatnya menjadi twin tail. Kemudian membuat ikatan yang sama pada dirinya sendiri.
"Hehe.. kita sepasang!" Ucapan polos dari Kayano yang mungkin dulu baginya dan Kayano sendiri bukan apa-apa rasanya..
Apa..? Entah.
Jika seharusnya hanya pertemuan pertama normal. Seharusnya tidak meninggalkan jejak besar pada brankas memori Nagisa.
Berfikir apa aku ini..?
"Nagisa!"
"Ah!" Nagisa tersentak, tersadar dari alam pikirannya. Ia menoleh dan mendapati raut cemas Kayano yang kini berdiri di sampingnya. Nagisa mengerjap beberapa kali.
"Kau memikirkan apa?" tanya gadis bersurai hijau itu. Jelas tersirat kekhawatiran di dalam ucapannya. Kedua matanya menyipit, mencoba mencari tau apa yang menjadi beban teman dekatnya itu. "Apa ada sesuatu yang mengganggumu?"
"Ah? Uh, tidak ada, kok," jawab Nagisa dengan mencoba tersenyum menenangkan, namun sepertinya itu tidak mempan karena Kayano masih menatapnya dengan pandangan penuh selidik.
"Ayolah. Lagipula menceritakannya membuatmu lebih baik."
Nagisa mengetuk-ketukan alas coklat di depannya, tampak berfikir. Setelah beberapa detik ia membuka mulut,
"Aku.."
"Hei, kalian sedang berbicarakan apa?" Karma ikut berdiri di sebelah Kayano dan tampak tertarik dengan percakapan mereka.
"Nagisa seperti ada masalah hari ini," gadis bersurai hijau itu melempar pandangan ke Karma, "Aku hanya ingin membantunya."
"Ini bukan masalah besar, kok, Kayano," jawab Nagisa seraya meringis. Tangan kirinya menggaruk surai kebiruannya yang tidak gatal. Secara tak langsung, ia telah menolak uluran tangan gadis mungil itu.
"Hee? Aku tidak yakin," Kayano menekuk alisnya. Tetap bersikeras dengan pendiriannya.
"Kayano-chan," si pemilik surai kemerahan menepuk bahu Kayano pelan. "Kalau Nagisa telah berkata seperti itu, kau percayakan saja padanya."
"Tapi kan ..."
"Iya, kan, Nagisa-kun?" Tanya Karma dengan penuh penekanan di setiap kata. Ia tersenyum cerah, namun bagi Nagisa itu bukanlah pertanda ramah atau apa. Lelaki blunette itu tahu apa maksud tersembunyi di balik senyuman si setan merah.
"Eh benar. Itu masalah anak laki-laki," jawabnya setelah meneguk ludah.
"Hee?" Kayano terlihat kecewa mendengar apa yang dikatakan Nagisa. Gadis mungil itu mendengus sebal, "Anak laki-laki memang merepotkan.."
"Lah memangnya anak perempuan enggak punya masalahnya sendiri?" Karma menaikan salah satu alisnya.
"Ya-yah punya sih.."
"Yasudah anak cowok juga," sahut Karma sedikit acuh. Secara tak langsung, ia telah mengusir perempuan itu dari pembicaraan.
"Haah, baiklah kalau begitu. Aku mau keluar dulu," Kayano menghela nafas panjang. Ia membalikkan badannya dan melangkahkan kaki keluar kelas.
Nagisa menghela nafas lega ketika sosok Kayano tidak terlihat lagi. Kemudian ia menatap tajam Karma yang sedang menahan tawa geli.
"Kayano-chan benar-benar memperhatikanmu, ya. Aku iri loh padamu,"
Nagisa hanya diam dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Tidak berniat untuk membalas ucapan sang lawan bicaranya itu.
"Aku tidak menyangka kalau kau bisa cemburu seperti itu dalam satu hari," ucap Karma dengan nada jahil khasnya. Kembali meledeknya seperti biasa, "Ini baru satu hari, loh~"
Jemari Nagisa meremas alat tulisnya erat, namun bibirnya tertutup rapat. Entah mengapa lidahnya kelu untuk membalas ucapan si setan merah itu.
"Wah marah nih?"
"...Tidak," Nagisa menjawab dengan agak tersendat.
"Fiuh, baguslah kupikir kau marah karena hal kecil itu," ujar Karma menghela nafas lega. Namun raut wajah Nagisa meyakinkan Karma kalau pria blunette itu masih menyimpan rasa kesal di hatinya. "Serius?"
"Iya."
"Hmm, jadi boleh kan.." si keturunan Akabane menggantung kalimatnya, seringaian khasnya kembali terukir di bibirnya, "Kalau aku melakukannya lagi besok dan seterusnya."
Nagisa tersentak. Hatinya bergejolak penuh dengan sebuah ketidaksukaan. Ingin sekali rasanya ia melayangkan kata-kata tajam, namun lidahnya terasa kelu. Perlu beberapa menit untuk membalas ucapan si setan merah hingga lelaki blunette itu menghela nafas berat.
"Terserah kau saja. Itu bukan urusanku."
"Hmm, baguslah," Karma tersenyum lebar.
Si empu helaian biru terikat itu menutup matanya, mengabaikan tatapan yang seolah mengejek. Dan segera bangkit dari duduknya, "Yah begitu."
Dan sebelum ia sepenuhnya bangkit, Karma menepuk pundak tegap itu pelan dan memperpendek jarak antar mulut dan kuping Shiota Nagisa seraya berbisik, "Jika beneran sudah dekat. Doakan aku agar diterima ya?"
"Terserah," satu kata singkat diucapkan dengan nada dingin.
Nagisa melewati lelaki itu dengan tatapan dingin. Ia berjalan keluar kelas meninggalkan Karma yang tengah menatap punggungnya dengan penuh makna. Nagisa merasa kalau ia harus mendinginkan kepalanya saat ini karena perasaan kesal itu semakin bergemuruh di dalam hatinya.
"Oh ayolah," Nagisa bergumam pelan. Jemarinya mengacak-acak surai biru itu, "itu cuma keisengan Karma-kun dan itu tidak ada bedanya dari tiap harinya," Nagisa menidurkan dirinya di rerumputan. Kedua iris azurenya menerawang langit yang dipenuhi gumpalan awan putih, "Kenapa.. jadi sekesal ini..?"
Ini benar-benar bukan seperti dirinya.
.
.
To be continued.
.
.
Author's Note :
Hai semua. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca fanfic collab pertama kami. Maaf jika banyak typo atau kesalahan EYD lainnya. Ini hanyalah sebatas kesenangan semata kami.
Silahkan komentar sesuai isi hati kalian~ saran dan kritik akan kami terima dengan senang hati :)
Sampai jumpa di chapter selanjutnya!
