Withered Soul (c) prxmroses
Taehyung/Jungkook ; bxb–Shounen-ai
T – ( M for words and suggestive contents only )

.

.

.

Happy reading!

Kim Taehyung mampu mendefinisikan kata 'sempurna' dengan hanya menunjukkan parasnya di hadapan publik. Rahang tegasnya tampak terpahat dengan sempurna membuat sebuah karya yang terlampaui batas indah ; sepasang mata elangnya selalu memincing dengan arogan, menusuk pandangan siapapun ; bibir tebalnya dipoles dengan begitu baik menghasilkan warna merah menggoda yang tak tertahankan– ; dan jangan lupakan postur tubuhnya yang terbentuk dengan begitu baik. Tinggi dan kurus, perpotongan jenjang kaki yang menjulang dengan indah, dan kulit gelap eksotisnya yang memabukkan– siapapun berani bersumpah bahwa rasa mabuk yang hadir dari paras seksi menggoda Taehyung terasa lebih memabukkan dari kokain manapun.

Jalan hidupnya tampak terbentuk tak kalah sempurna dari fisiknya. Terlahir dengan akal cerdas yang tajam bernilaikan ilmu Einsten yang tertanam. Sukses dalam karir besarnya menjadi seorang model yang membuat namanya melambung tinggi. Terlahir dari keluarga berkecukupan membuat ekonominya tak pernah jatuh bahkan setiap harinya semakin meningkat mengingat penghasilannya sebagai model selalu mampu menambah tumpukkan dollarnya. Dan lagi, memiliki kekasih lugu seperti Ryu Sujeong membuat seluruh pria mendapatkan secercah rasa iri atas kesempurnaan hidupnya yang tak pernah berakhir. Sudah tampan, kaya, pintar– dan lagi pandai mendapatkan kekasih seperti Ryu Sujeong, seorang penyanyi yang telah sukses di umur mudanya dan telah mampu membawa nama Korea Selatan pergi menyusuri luasnya dunianya atas prestasi dan ketenarannya. Dua sejoli yang tampak serasi, begitu manis menorehkan decak kagum dari masyarakat.

Melanjutkan prestasinya sebagai salah satu mahasiswa pada perguruan tinggi nasional di Seoul, setiap langkah kehadirannya Taehyung selalu mampu membuat suasana kampusnya berubah menjadi ramai penuh oleh jeritan wanita– dalam jangka waktu tak lebih dari dua detik. Paras arogan serta kebencian yang terpasang di wajahnya tampak luluh begitu saja ketika suara beratnya hadir menyapa satu per satu orang yang ditemuinya, dan sikap ramah tampak menjadi poin lain mengapa sosoknya dapat dipuja oleh banyak orang– selain wajah serta akalnya. Taehyung bukan tipikal pria yang dapat hidup di dalam ketenangan, kepribadiannya terkenal cukup ramai dan senang membuat lelucon– seorang pria humoris. Dan itupula yang menjadi alasan mengapa ia dapat dengan mudahnya menggait teman dalam hidupnya. Ia ramah, humoris, mudah bergaul, dan juga rendah hati.

Terkadang sembari bersenda gurau bersama teman-temannya, Taehyung tak pernah enggan mengajak Sujeong untuk datang dan berkumpul. Mengenalkan wanita dengan paras bak aphrodite tersebut pada teman-temannya tanpa rasa khawatir atau cemburu yang menggerogoti hatinya. Seperti pada halnya hari ini, mata kuliahnya baru saja selesai beberapa menit yang lalu, dan ia memutuskan untuk berkumpul bersama beberapa teman terdekatnya, bersama Sujeong yang terduduk dengan begitu tenang disampingnya. Sambil menyesap minumannya, pria bermarga Kim itu terus melantunkan tawanya setiap kali teman-temannya membuat lelucon. Tak jarang sesekali ia menatap wajah Sujeong dan mengulas segaris senyuman ketika menyadari bahwa kekasihnya ikut tertawa.

Jimin yang merupakan salah satu teman terdekatnya terus menceritakan hal-hal yang mengocok perut dan membuat keadaan kafe dimana mereka tengah berkumpul menjadi ramai hanya karena suara tawa Taehyung yang tak dapat di kontrol. Tak ada yang protes, dari pihak pelayan maupun pelanggan, ketika mereka sadar bahwa yang tertawa dengan keras saat ini merupakan Kim Taehyung, dengan kekasih lugu bagai malaikatnya yang terduduk di sampingnya. Bagaimana pria bermata elang itu tertawa dengan puas tampak menjadi tontonan tersendiri bagi para pengunjung serta pelayan disana ; menatap betapa sempurnanya makhluk Tuhan yang satu ini.

"Taehyung-ah, ponselmu berdering."

Suara Yoongi tampak menginterupsi Taehyung kala itu ketika pria berambut hijau terang itu menangkap ponsel Taehyung yang berdering. Mengetahui bahwa orang yang menghubunginya merupakan managernya, ia segera menyambar ponselnya dan melangkah menuju toilet– mencari tempat tenang agar ia dapat mendengar suara managernya dengan jelas. Tepat pada kepergian Taehyung suasana kafe tampak kembali hening tanpa suatupun suara, bahkan Jimin memilih untuk bungkam alih-alih lelah terus tertawa dan sudah tak lagi memiliki bahan lelucon. Sujeong yang menyadari bahwa orang yang menghubungi Taehyung merupakan managernya, wanita dengan rambut panjang terurainya itu segera mengeluarkan ponselnya dari tasnya. Mengecek jadwal pemotretan Taehyung yang terdaftar pada web resmi agensi tempat Taehyung bernaung.

"Ia tak memiliki jadwal pemotretan untuk empat hari ini, sejak kemarin sampai tiga hari kedepan," gumam Sujeong sambil menutup ponselnya dan menyampirkan helaian rambutnya yang jatuh menutupi penglihatannya ke belakang daun telinganya. Suasana kafe yang mendadak hening ketika Taehyung melangkahkan kakinya pergi menuju toilet membuat Jimin, Yoongi dan Namjoon dapat dengan jelas mendengar ucapan wanita yang menjabat sebagai kekasih Taehyung tersebut.

"Mungkin ada pemotretan mendadak. Bisa saja ia mendapatkan tawaran untuk iklan label merk ternama, karena itu managernya menghubunginya. Sebagai seorang model, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi sekali atau dua kali saja, Sujeong-ah. Bukankah memang sejak dulu ia selalu mendapat tawaran dadakan?"

Ucapan Namjoon kala itu segera mengundang anggukkan dari Jimin dan Yoongi, merasa setuju dengan apa yang baru saja ia katakan. "Aku tahu, tapi sebulan yang lalu agensi Taehyung mulai menetapkan aturan untuk tidak menerima tawaran pemotretan yang bersifat mendadak. Seharusnya setelah itu Taehyung tidak menerima tawaran dadakan seperti ini lagi," lanjutnya sembari menghembuskan nafasnya kasar. Untuk sesaat ketiga pria yang terduduk mengelilingi Sujeong–menyisakan sebuah kursi kosong yang menjadi tempat duduk Taehyung– saling menatap satu sama lain mendengar penjelasan wanita itu.

"Memangnya kalau managernya menelepon, itu berarti akan ada pemotretan yang harus dilakukan? Tidak juga, kan. Mungkin saja ada hal lain yang perlu di bicarakan," ujar Yoongi sambil menaikkan sebelah alisnya, menatap Sujeong dengan pandangan bertanya yang sulit diartikan–seakan sekalipun dirinya bukan tokoh publik figur seperti Taehyung dan Sujeong, sedikitnya ia dapat mengerti jalan kehidupan mereka walaupun tak merasakannya secara langsung.

"Astaga, aku minta maaf, tapi aku harus pergi sekarang."

Suara berat Taehyung tampak terdengar membuat Sujeong dan ketiga pria disampingnya menoleh ke arah pria tersebut– mendapati langkahnya yang tampak menggebu-gebu menghampiri mereka dan menyambar jaketnya serta tasnya. "Aku ada latihan hari ini untuk fashion show lusa besok. Dan Sujeong-ie, kau pulang dengan Jimin saja, ya? Aku minta maaf karena tidak dapat mengantarkanmu pulang, kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa," lanjut Taehyung sambil pergi melangkah keluar dari kafe, menyempatkan diri untuk mengecup kening Sujeong terlebih dahulu hingga pada akhirnya derap langkah kakinya benar-benar hilang bagai habis ditelan bumi.

Dibawah terik sinar matahari, pria berdarah asli Korea itu berlari kecil menuju tempat parkiran– menuju tempat dimana mobilnya terparkir, lebih tepatnya. Sesekali Taehyung menatap arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya–managernya hanya memberi waktu tiga puluh menit untuk sampai di gedung agensinya– tatkala kini ia yang tengah sibuk dengan jalanan di hadapannya. Pukul sebelas siang memang bukan waktu sibuk bagi masyarakat Seoul, dan itu yang membuat Taehyung dengan leluasa mengebut di jalanan dengan kecepatan 120km/jam. Persetan dengan kecelakaan, yang terpenting sekarang ia harus sampai di gedung agensinya dan menemui managernya untuk membicarakan dua hal yang diutarakan oleh pria paruh baya tersebut ketika menghubunginya beberapa menit yang lalu. Mengenai dirinya yang akan menghadiri fashion show pada festival desainer Seoul lusa besok, dan mengenai– astaga ia lupa jika managernya enggan membicarakan masalah yang satu ini di telepon dan tetap memaksanya untuk datang ke gedung agensi secepat mungkin.

Ponsel Taehyung kembali berdering untuk yang kedua kalinya, mengundang umpatan kecil dari pria bermarga Kim tersebut ; merasa yakin bahwa orang yang menghubunginya sekarang adalah managernya. Ia hampir sampai di gedung agensinya, dan managernya ini memang tidak dapat bersabar barang lima menit saja. "Aku sudah di parkiran sekarang, tunggu sebentar. Aku akan berlari," ujar Taehyung singkat sembari mengarahkan mobilnya menuju parkiran, mencari tempat kosong untuk mobilnya dan memarkirkannya disana.

"Cepat kesini, sudah kubilang yang ingin kubicarakan bukan masalah sepele."

"Astaga, aku tahu. Tunggulah sebentar," ucap Taehyung sambil mencibir ketika sambungan teleponnya dengan managernya telah terputus. Kedua kakinya segera berlari kecil memasuki gedung agensinya, sambil sesekali menyapa orang-orang yang ditemuinya dengan mengulas senyum dan membungkukkan badannya. Menunggu giliran lift tampaknya hanya akan membuat managernya kembali berkoar memarahinya yang terlambat datang, dan itu yang menjadi alasan mengapa Taehyung memilih untuk berlari menaiki tangga menuju ruangan managernya yang terletak di lantai lima. Menaiki tangga dari lantai dasar hingga lantai lima, tidak terdengar begitu baik. Namun setidaknya memang lebih baik dibandingkan harus terkena amukan managernya.

"Taehyung akhirnya kau datang juga!"

Taehyung rasa ia baru saja membuka pintu ruang managernya dengan peluh yang menetes membasahi wajahnya, dan ia segera disambut oleh pelukan dari pria bertubuh tambun yang menjabat sebagai managernya– pria yang sejak tadi memarahinya di telepon ; menyuruhnya untuk datang ke gedung agensi dengan cepat. Merasa penasaran mengenai hal yang akan dibahas oleh managernya, Taehyung hendak menanyakan hal tersebut, namun tampaknya rasa penasaran Taehyung terhadap seorang remaja SMA–terlihat dari seragam yang dikenakannya– yang tengah terduduk pada sofa di dalam ruangan managernya lebih besar. "Dia siapa, hyung? Anakmu?"

Mengerti maksud dari pertanyaan Taehyung, pria paruh baya itu segera menolehkan kepalanya menuju remaja yang ditunjuk oleh Taehyung dengan sebuah senyuman yang tertarik dengan lebar di wajahnya. "Asisten barumu, orang yang akan mengurus segala keperluanmu saat fashion show nanti, juga saat kau sedang menjalani pemotretan."

"Hyung– seharusnya kau lebih teliti mencari asisten untukku. Bagaimana bisa kau mempekerjakan anak SMA? Dia harus bersekolah, dan jadwal pemotretanku random, hyung. Tak tentu, terkadang siang, terkadang juga malam, terkadang bahkan bisa sampai seharian penuh. Dan kau bilang fashion show pada lusa besok dimulai dari pukul delapan pagi sampai pukul sepuluh malam, aku mana mungkin membiarkannya seperti ini. Pelajarannya bisa terbengkalai dan–"

"–terimakasih sudah mengkhawatirkan sekolahku, tapi kurasa tidak perlu. Sekalipun aku anak SMA, tapi aku mampu menjadi asistenmu. Aku bekerja untuk mendapatkan uang, dan setidaknya aku telah mencoba cara halal. Aku tidak mungkin bekerja di klub malam untuk bisa mendapatkan uang banyak dalam sekejap mata, selain umurku yang belum legal, masa depanku bisa jauh lebih hancur dibandingkan membiarkan pelajaranku terbengkalai. Lagipula aku bisa menanyakan temanku mengenai materi yang kulewatkan."

"T– tapi..."

"Aku tidak membutuhkan apa-apa, Taehyung-ssi. Yang aku butuhkan hanya uang sebagai bayaranku, dan kerjasama darimu untuk menerima anak SMA ingusan ini menjadi asistenmu."

"Tapi jangan salahkan aku jika saja nanti kau ditendang dari sekolahmu karena terlalu sering membolos dan tak mengikuti pelajaran, atau karena nilaimu yang menurun. Aku sudah memperingatimu sejak awal, tapi kau memaksa. Dan tenang saja, aku orang yang fleksibel, aku mudah menerima orang baru disekitarku, mungkin kedepannya kita bisa jadi lebih akrab," ungkap Taehyung sembari mengulas sebuah senyuman di wajahnya. Kedua kakinya tergerak untuk melangkah mendekati pria tersebut dan menghempaskan tubuhnya pada sofa–tepat disamping anak SMA yang menjabat sebagai asisten barunya ini.

"Jadi siapa namamu?"

"Jeongguk. Jeon Jeongguk."

Mendengar suara Jeongguk, Taehyung mendadak tertawa kecil, membuat yang lebih muda tampak mengerutkan keningnya dan menatapnya dengan pandangan bertanya. "Kutebak kau pasti datang dari Busan? Aksen satoorimu masih terdengar sangat kental. Kukira kau orang Seoul asli," ujar Taehyung sembari mengusak rambut lepeknya dengan kasar. "Kau bersekolah di School of Performing Art School?" tanya Taehyung tatkala kedua indra penglihatannya menangkap lambang sekolah yang terpasang pada seragam Jeongguk. Tak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Taehyung, Jeongguk memilih untuk menganggukkan kepalanya dan kembali terfokus pada beberapa lembar kertas yang tengah digenggamnya sejak beberapa menit yang lalu–sebelum Taehyung datang.

"Taehyung-ssi, kau ingin berlatih untuk persiapan fashion show sekarang atau tidak?"

Jeongguk mengalihkan pandangannya sejenak dari lembaran kertas yang sejak tadi di perhatikannya menuju ke arah Taehyung yang kini tengah bersandar di sofa sambil menikmati udara dingin yang hadir dari air conditioner. "Sebentar, aku ingin membicarakan beberapa hal dengan manager hyung dulu," jawab Taehyung sembari memandang managernya yang kini tengah sibuk terduduk di kursinya membaca beberapa surat mengenai tawaran pemotretan untuk Taehyung.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan, Taehyung-ah. Yang kubilang di telepon tadi hanya mengenai tentang fashion show dan Jeongguk. Sekarang kau bisa berlatih dan mempersiapkan baju yang akan kau gunakan nanti."

"Kalau begitu Taehyung-ssi, ingin berlatih sekarang?"

"Hey hey, apa-apaan itu. Jangan panggil aku dengan seformal itu, panggil hyung saja. Bagaimanapun juga kita harus menjadi akrab, pekerjaanmu sebagai asistenku akan banyak melibatkan konflik dimana kau dan aku perlu saling berkomunikasi satu sama lain. Itu tidak akan terdengar masuk akal ketika kau dan aku berbicara dengan bahasa formal."

"Astaga," Jeongguk memutar kedua bola matanya malas lalu menghembuskan nafasnya secara perlahan. "Terserah. Kalau begitu kau ingin latihan sekarang atau tidak?"

"Boleh saja."

...

Taehyung tak menyangka sekalipun Jeongguk masih berada di bangku SMA, namun pria berambut hitam legam itu tampak mampu memadukan pakaian demi pakaian yang akan Taehyung gunakan pada acara fashion show lusa. Ia menyiapkan segalanya secara prespektif dan menuliskan seluruh barang yang keduanya butuhkan. Sebagai asisten, Jeongguk tak menulis banyak barang mengenai kebutuhannya, mungkin hanya cemilan, baju ganti dan uang. Sekalipun tak terima melihat daftar barang-barang yang perlu dibawanya sangatlah banyak, mau tak mau Taehyung harus mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada Jungkook karena setiap barang yang ia perintahkan untuk Taehyung bawa memiliki alasan tersendiri yang rasional dan cukup masuk akal.

Jika diperhatikan Jeongguk sendiri memiliki wajah publik figur yang cukup sempurna. Walau rahangnya tak terbentuk dengan tajam seperti bagaimana model-model pada umumnya–atau seperti bagaimana rahang Taehyung– namun sepasang mata bulatnya membuat kesan tersendiri pada wajah Jeongguk. Parasnya mudah diingat terlebih dengan hidung mancungnya yang memberi tambahan kesempurnaan. Postur tubuhnya mungkin tak setinggi Taehyung–jika diperhatikan mungkin Jeongguk tiga sampai empat senti lebih pendek, namun tubuhnya lebih berisi dibandingkan Taehyung, mengingat tubuh pria yang lebih tua terlihat sangat kurus dan kerempeng. Jika memang Taehyung seorang fotografer mungkin saja jika ia berpapasan dengan Jeongguk, ia akan segera meminta pria itu untuk berpose dan mengambil beberapa fotonya.

"Kau ingin membawa kopi pada saat fashion show nanti?"

Pertanyaan Jeongguk lantas membuat Taehyung tersadar dari lamunannya. Ia mengarahkan pandangannya ke arah Jeongguk yang kini tengah terduduk di kursi sambil menggenggam selembar kertas dan sebuah pensil di tangannya. "Aku takut kalau aku mengantuk, minum secangkir dua cangkir kopi setidaknya tidak akan membunuhku, kan?"

"Aku lebih menyarankan air putih sebenarnya. Tapi tak masalah, untuk persiapan saja, dua bungkus kopi." Jeongguk kembali menggoreskan ujung pensilnya pada kertas yang tengah di genggamnya, menggunakan pahanya sebagai alas menulis menjadi alasan mengapa tulisannya tampak terlihat sedikit berantakan. "Menyiapkan kebutuhanmu membuatku benar-benar merasa seperti managermu sekarang," ujar pria itu datar sembari membaca ulang baris demi baris tulisannya. "Seorang asisten tidak perlu repot-repot melakukan ini, padahal. Aku hanya malas saja jika sampai-sampai kau menyuruhku untuk mengambil barangmu yang tertinggal saat fashion show berlangsung nanti."

"Tapi aku menyukai cara pikirmu yang sederhana. Ngomong-ngomong aku sudah lima kali lebih berlatih berjalan di atas cat walk, menurutmu bagaimana? Apa aku terlihat terlalu terburu-buru saat berjalan? Aku tidak terlalu handal dalam hal ini, bahkan sudah hampir satu tahun lebih aku tidak mengikuti acara fashion show."

"Aku bukan model yang mengerti hal seperti ini, sebenarnya. Tapi menurutku itu terlihat baik, kau terlihat bijaksana dan gagah. Aku yakin kalau dipadukan dengan sweater turtle neck dan jas hitam, sosok dewasamu akan lebih terekspos."

"Terdengar bagus. Aku tak menyangka anak SMA sepertimu memiliki penggambaran yang tajam," ujar Taehyung sembari meregangkan tubuhnya. Jeongguk mengerutkan keningnya, tampak memerlukan waktu untuk mencerna seluruh ucapan Taehyung hingga pada akhirnya ia mengulas sebuah senyuman tipis, menarik sudut garis bibirnya merekah. "Kuanggap sebagai pujian," ujarnya tanpa berniat untuk menghapus senyumannya. "Ngomong-ngomong, apa saat fashion show nanti kekasihmu akan datang?"

"Kekasihku? Sujeong maksudmu?" Taehyung bertanya, dan Jeongguk hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Taehyung. "Aku tidak tahu, aku belum mengabarinya soal ini. Tapi sepertinya ia tidak bisa, jadwalnya padat, lagipula ia sendiri juga sedang menyiapkan mini album untuk comebacknya nanti," ungkap Taehyung sembari menggaruk tengkuknya.

Ia bukan seorang cenayang yang dapat membaca pikiran orang tanpa perlu diberitahu terlebih dahulu, namun setidaknya Jeongguk yakin berdasarkan nada bicara Taehyung yang berubah pada kalimat terakhirnya, pria itu tampak sedikit menyiratkan kekecewaan. "Sulit memang menjalin hubungan dengan sesama publik figur, untuk menghabiskan waktu bersama saja rasanya tak bisa karena jadwal yang sibuk."

Taehyung tertawa mendengar ucapan Jeongguk –walau jika Jeongguk boleh jujur ia merasa ucapannya tadi sama sekali tidak mengandung unsur jenaka yang menggelitik dan sampai mampu membuat model tampan ini tertawa begitu keras. Ia hanya tak menyangka jika sosok pria yang selalu tampil dingin di depan kamera dengan wajah arogan dan pandangan menusuknya seperti Taehyung ternyata memiliki jiwa sosial yang besar. Seperti apa yang dikatakan pria ini, ia memang fleksibel dan mudah berbaur dengan orang baru. Bahkan kini ia dengan santainya tertawa dengan lebar di hadapan Jeongguk, orang yang baru ditemuinya tak lebih dari dua jam yang lalu.

"Tidak sesulit itu sebenarnya, kami berusaha untuk saling mengetahui jadwal masing-masing, jadi kami dapat bertemu pada waktu yang tepat. Terkadang Sujeong menyempatkan diri untuk menemaniku melakukan pemotretan, terkadang aku juga datang ke rumahnya membawa beberapa lembar kertas–lirik lagu buatanku, mungkin ia berminat untuk mengambil salah satunya dan mengeditnya. Setidaknya itu dapat meringankan bebannya."

Jeongguk mengerutkan keningnya sejenak lalu menganggukkan kepalanya. "Aku mengerti. Seharusnya memang seperti itu, sebagai sepasang kekasih kalian harus saling mencoba untuk mengerti satu sama lain. Dan yah, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku tidak banyak memiliki informasi mengenai percintaan ; pada dasarnya memang tidak peduli." Jungkook sedikit menarik sudut bibirnya lalu meregangkan tubuhnya– merasa lelah setelah hampir dua jam terduduk untuk mempersiapkan segala kebutuhan Taehyung untuk fashion show lusa. "Kau tidak ingin berlatih lagi? Atau mungkin ingin melihat daftar yang aku buat? Mungkin kau berminat untuk menambahkan sesuatu untuk dibawa."

Melihat Jeongguk yang menyodorkan kertas berisi daftar barang kebutuhan keduanya, Taehyung segera menyambar kertas tersebut dan membaca satu per satu barang yang Jeongguk tulis pada list kebutuhannya. "Aku benar-benar tidak berminat menambahkan barang apapun lagi, kau sudah membuatku harus membawa– sebentar, sialan, empat puluh barang ditambah dengan lima baju ganti. Apa tidak sebaiknya kita menginap saja disana supaya barang-barang yang ku bawa sedikit lebih berguna?" tanya Taehyung sembari menggelengkan kepalanya melihat daftar barang-barang yang perlu dibawa olehnya tampak berderet panjang. Bahkan barang-barang yang tak terlalu berguna seperti gelas, sumpit, sendok dan garpupun Jeongguk tulis pada daftarnya (bahkan ditambah dengan tulisan 'wajib' disampingnya).

"Itu namanya persiapan. Kita mana mungkin tahu apa yang akan terjadi nanti, mungkin saja barang-barang yang kutulis akan berguna." Ungkap Jeongguk sambil mengusak surai rambutnya asal. Taehyung terkekeh, lalu mengembalikan kertas tersebut kepada Jeongguk. Yang ditertawai hanya cuek, membenarkan posisi duduknya lalu segera menatap sepasang mata elang milik Taehyung. "Sudah tidak ada yang perlu diurus lagi, kan? Kalau begitu aku izin pulang." Tuturnya kemudian.

"Langsung pulang? Kau ini benar-benar ya, bocah SMA yang tak ingin hidup susah. Perlu aku antar atau tidak?" Taehyung bertanya ketika Jeongguk bangkit dari duduknya dan merapihkan pakaiannya. Ia menaikkan alisnya ketika merasakan derap langkah kaki Taehyung tergerak dengan lamban mendekatinya. "Sepertinya perlu, kau ini masih SMA dan butuh perlindungan orang dewasa sepertiku. Kalau begitu kuantar saja, bagaimana? Hitung-hitung aku bisa mengetahui rumahmu, jadi bisa menghampirimu kalau terjadi sesuatu. Lagipula kita juga butuh waktu untuk dapat menjadi lebih akrab, bukan?" Taehyung tersenyum ketika mengucapkan hal tersebut ; dan Jeongguk hanya merespon ucapan tersebut dengan sebuah gerakan singkat– ia memiringkan kepalanya seakan dirinya tak dapat mencerna seluruh ucapan Taehyung dengan cepat.

"Aku bukan anak kecil yang perlu dijaga seperti itu. Umurku dan umurmu hanya terpaut beberapa tahun. Kalau memang ingin menjagaku, kita bertukar posisi sekarang juga, kau menjadi asisten–baby sitter– ku jadi kau bebas merawatku." Jungkook memutar kedua bola matanya malas, dan lagi-lagi untuk yang kesekian kalinya, ucapannya kembali mengundang tawa Taehyung. Model itu tertawa dengan leluasa, suaranya terdengar dengan keras dan menggema pada ruang luas tempat dimana para model biasa berlatih berjalan diatas cat walk. Keadaan ruang latihan yang sepi dan hanya diisi mereka berdua menjadi alasan mengapa Taehyung tak sekalipun merasa bersalah mengeluarkan suaranya dalam volume yang tidak dapat dibilang pelan.

"Aksen satoorimu benar-benar menggelitik perutku. Temanku juga ada yang datang dari Busan, namanya Jimin, tapi sepertinya aksen satoorinya tidak terlalu kental seperti dirimu. Berlatihlah untuk mengurangi aksen satoorimu, Jeongguk-ah." Saran Taehyung sembari melangkah keluar dari ruang latihan, diikuti oleh Jeongguk yang berjalan mengekor di belakangnya sambil mencibir kecil. Beberapa temannya juga mengejek aksen satoorinya yang masih terdengar kental, dan ia benci jika hal tersebut terjadi. Dan sekarang yang ia hadapi adalah si model tampan yang tak bisa berhenti tertawa setiap kali mendengarnya berbicara; hanya karena aksen satoorinya, gila bukan.

"Aku sama sekali tidak berminat menghilangkan aksen satooriku, biarkan saja hilang secara sendirinya." Jeongguk merespon saran Taehyung dengan cuek, sedangkan pria yang berjalan di depannya hanya mengulas senyuman kecil di wajahnya mendengar kalimat yang baru saja Jeongguk ucapkan. "Saranku tidak terdengar begitu buruk, cobalah mendengarkan saranku, Jeongguk-ah. Mungkin saja setelah ini kita bisa menjadi dekat." Lanjut Taehyung sambil berjalan menuju parkiran– menuju tempat mobilnya berada, dan Jeongguk masih dengan setianya mengekor di belakangnya tanpa rasa bersalah.

"Tidak usah melakukan banyak hal, lama-lama juga terbiasa. Aku ini asistenmu, otomatis aku akan banyak menghabiskan waktuku denganmu." Ujar yang lebih muda sembari melangkah masuk ke dalam mobil, duduk berdampingan dengan Taehyung yang kini mulai sibuk dengan kendali kendaraan beroda empat miliknya.

Jeongguk tak banyak bicara ketika dirinya berada di dalam mobil. Ia bahkan hanya merespon segenap ucapan Taehyung dengan gumaman dan gestur tubuh–seperti anggukan dan juga gelengan, tak lebih dari itu. Merasa diabaikan, Taehyung tak gentar untuk terus berceloteh, ia tampak memaksa kehendak pria yang lebih muda untuk dapat memberinya respon yang lebih baik; setidaknya buka mulutnya dan ucapkan beberapa kalimat. Jika memilih untuk jujur, Taehyung sangat membenci tipe orang seperti Jeongguk–yang tenang dan tak banyak omong, serta memilih untuk berdiam diri, seakan keadaan Taehyung disampingnya tampak tidak benar-benar nyata sehingga dengan mudahnya ia abaikan. Tapi mengingat Jeongguk yang kini telah menjabat sebagai asistennya (dan itu berarti untuk kedepannya Taehyung 'pasti' akan membutuhkannya untuk setiap saat–membantunya) ditambah umurnya yang beberapa tahun terpaut lebih muda dari Taehyung, membuat yang lebih tua merasa enggan untuk menunjukkan ketidak sukaannya pada sikap Jeongguk.

"Hei, berbicaralah. Kita akan terus berputar mengelilingi Seoul kalau kau tetap bungkam seperti itu, bagaimana bisa aku mengetahui dimana rumahmu kalau kau hanya diam seperti ini." Ketika mengucapkannya, Taehyung meringis kecil–merasa sedikit malu atas harga dirinya yang jatuh ketika memohon Jeongguk untuk membuka mulutnya, terlebih jika diperhatikan ia tampak seperti seorang pria yang tengah merajuk kekasihnya yang mengambek. Mendadak ia jadi mengingat Sujeong, jika sedang mengambek wanita ini akan bertingkah sama seperti Jeongguk, begitu tenang dan tak banyak bicara; bedanya Sujeong diam ketika ia sedang ngambek, tapi Jeongguk diam setiap saat–Taehyung jadi enggan untuk membayangkan bagaimana sikap Jeongguk ketika bocah SMA itu tengah mengambek.

"Kau kan tidak bertanya," Jeongguk menatap Taehyung sejenak, lalu kembali menatap pemandangan di luar jendela, "lurus saja sampai kau bertemu lampu merah, setelah itu belok kanan," lanjutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela. Taehyung hampir membanting kepalanya pada stir mobil melihat sikap Jeongguk yang benar-benar terlihat tak berniat untuk dapat menjadi akrab dengannya– ia bahkan sudah bersusah payah berceloteh dan berbasa-basi hanya untuk mendapatkan respon dari bocah SMA itu; mencoba mencari peluang agar setidaknya mereka dapat menjadi dekat, lebih baik jika dapat menyayangi satu sama lain sebagai keluarga. Setidaknya itu yang Taehyung harapkan. Jeongguk, selain satu-satunya asisten dengan umur yang lebih muda darinya, pria itu juga merupakan satu-satunya pria yang berani menjabat diri sebagai asistennya. Selama ini wanita yang selalu berminat menjadi asistennya.

"Kau tinggal di apartemen?" Taehyung bertanya ketika Jeongguk menyuruhnya berhenti tepat di depan gedung apartemen yang menjulang tinggi, "aku tidak berpikir jika apartemen bisa menjadi tempat tinggal yang baik untuk seorang pelajar sepertimu," lanjutnya sembari membuka safety beltnya, ketika melihat Jeongguk yang sudah terlebih dahulu turun. Taehyung mengikuti langkah Jeongguk, turun dari mobilnya dan melangkah mengikuti kemana Jeongguk pergi. Hingga pada akhirnya langkah pria itu terhenti disaat Jeongguk menghentikan langkah kakinya terlebih dulu– merasa sadar bahwa sesuatu yang ganjil tengah terjadi di sekitarnya.

"Kau mengikutiku?"

Taehyung meringis kecil–lebih tepatnya tersenyum lebar, menampil sederet giginya yang berjajar dengan rapih; dan demi Tuhan senyuman itu terlihat sangat bodoh dimata Jeongguk. "Aku perlu tahu kamar apartemenmu, kan aku bilang agar aku bisa mendatangimu kalau aku membutuhkan sesuatu," ujarnya tanpa berniat untuk menarik senyumannya.

"Tidak perlu, tidak perlu, kau tidak perlu mengikutiku. Berbalik sekarang dan kembali ke mobilmu," tutur Jeongguk sembari mendorong tubuh Taehyung pelan. Keadaan di dalam apartemen cukup sepi, walau beberapa orang terlihat berjalan melewati Taehyung maupun Jeongguk sambil menatap keduanya dengan aneh–tampak sadar bahwa siswa SMA yang seharusnya kini tengah berada di kelasnya terlihat sedang mendorong punggung seorang model tampan tanpa rasa bersalah. "Ruang 302, kamar apartemenku," gumam pria yang lebih muda tatkala merasa Taehyung mulai menurut dan melangkah kembali menuju mobilnya. Mendengar gumaman Jeongguk, pria bermarga Kim itu segera membalikkan badannya dan menemukan tubuh Jeongguk yang berada di dalam lift dan perlahan hilang seketika pintu lift yang tertutup. "What an unpredictable kid."

...

"Asisten baru lagi?" Sujeong bertanya sambil kembali melanjutkan santapan makan siangnya. Sepasang mata bulatnya menatap Taehyung yang tengah menyeruput minumannya dengan santai, lalu mengangguk untuk menjawab pertanyaan Sujeong. "Managermu itu benar-benar sulit dimengerti. Enam bulan ini kau sudah empat kali mengganti asisten, dan managermu tetap mencari asisten baru untukmu tanpa alasan yang jelas," lanjutnya tatkala menangkap ekspresi wajah Taehyung yang tampak tak keberatan dengan seluruh keputusan yang managernya ambil–termasuk dalam hal ini.

"Ingin diapakan lagi, managerku itu kolot sekali kalau diajak bicara. Ingin protes sebanyak apa, pada akhir-akhirnya harus aku juga yang menuruti perintahnya," ungkap Taehyung sambil kembali meneguk minumannya, sedangkan makan siangnya tampak sudah habis–dibuktikan dengan piring di hadapannya yang kosong tak menyisakan sedikitpun makanan. "Tapi asistenku yang sekarang ini menakjubkan sekali. Ia seorang pria, dan masih duduk di bangku SMA, dan lagi menurutku cara berpikirnya sangat tajam dan bagus. Sepertinya akalnya terasah dengan baik."

"Astaga Taehyung-ie, jangan bercanda. Ia masih SMA?" Sujeong hampir tersedak makanannya sendiri jika saja wanita yang membiarkan rambut panjangnya tergerai itu tidak segera menyambar minumannya dan meneguknya. "Bekerja sebagai asistenmu bisa merusak jadwal sekolahnya, aku mengkhawatirkan prestasinya di sekolah, demi Tuhan," ungkapnya.

Taehyung mengulas senyumnya melihat reaksi Sujeong–seperti bayangannya, kekasihnya pasti akan terkejut mendengar penjelasannya mengenai Jeongguk. "Aku juga sempat berpikir seperti itu, aku bahkan memperingatinya agar tidak menyalahkanku jika saja prestasinya di sekolah benar-benar menurun, tapi sepertinya ia tampak cuek. Ngomong-ngomong sekarang sudah hampir pukul dua siang, kapan kelasmu dimulai?"

Pandangan Sujeong lantas teralih menuju arloji yang melingkari pergelangan tangan kanannya. "Setengah tiga, tapi sepertinya aku pergi sekarang saja. Tak apa, kan?" Sujeong bertanya tatkala sepasang matanya segara terhubung oleh koneksi mata elang milik Taehyung. Mendapati tatapan pria yang menjabat sepasang kekasihnya, reflek Sujeong mengulas senyumannya. "Aku berani bersumpah, kenapa kau sangat tampan," ungkap Sujeong sembari tertawa kecil, mencoba menutupi rasa malunya.

"Aku tahu, semua orang sudah mengakui ketampananku," Taehyung membalas ucapan Sujeong dengan kekehannya, "apa perlu aku antar?" tanyanya sambil menghabiskan minumannya yang tersisa. "Tidak usah kurasa." Sujeong bangkit dari duduknya lalu sedikit merapihkan pakaiannya. "Banyak-banyaklah berbicara dengan asistem barumu sekarang, apalagi kalian berdua ini pria, seharusnya bisa mudah akrab," jelas Sujeong sebelum pada akhirnya ia mengecup pipi Taehyung singkat dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Taehyung sendirian dengan piring dan gelas kosong di hadapannya.

"Jeongguk sedang apa ya?" terka Taehyung sambil mengulas senyumannya. "Pelajar tidak pergi sekolah pada hari sabtu, kan? Kalau begitu aku bermain ke rumahnya saja, bertamu sebentar tak akan merepotkan, sepertinya." Taehyung bangkit dari duduknya dan segera melangkah keluar kafe, berjalan menuju mobilnya dan segera melajukan kendaraan beroda empat itu pergi menuju daerah distrik Seongpa–tempat dimana apartemen Jeongguk terletak.

...

Jeongguk tak menyangka, ketika ia tengah sibuk menyalin catatan sosial milik Kim Mingyu–teman sekelasnya– ke dalam buku tulisnya, bel apartemennya tiba-tiba saja berbunyi dan membuat pria bergigi kelinci itu mendesah frustasi. Ia sedang benar-benar sibuk dan tak ingin diganggu melihat jumlah catatan sosial yang tak dapat dibilang sedikit, dan sekarang seseorang berkunjung ke apartemennya. Jeongguk berani bersumpah jika ia akan menonjok tamunya jika ia datang tanpa alasan penting yang membuat Jeongguk harus meninggalkan seluruh pekerjaannya sekarang.

"Sabar sedikit, bisa tidak sih?" Jeongguk mendengus kesal ketika bel apartemennya terus berbunyi tanpa henti menghasilkan suara nyaring yang mengganggu pendengaran. Sambil berjalan dengan malas, Jeongguk mencoba untuk merapihkan surai legamnya yang tampak tertata dengan berantakan dan asal-asalan. "Demi Tuhan, untuk apa kau mengunjungi apartemenku siang bolong seperti ini?" Jeongguk menggertak dengan sederet giginya yang bermeletuk– ketika mendapati Taehyung merupakan tamu keparat yang sudah membuatnya harus membuang-buang waktunya hanya untuk pria ini. "Aku sudah membuat perjanjian dengan diriku sendiri jika aku akan menonjok orang yang datang ke apartemenku –kau– tanpa alasan yang jelas dan penting. Untuk apa kau kesini?"

"Hey astaga, sopan sekali anak SMA di hadapanku ini. Aku tidak berniat jahat, kehadiranku tidak akan mendatangkan kiamat di apartemenmu, bukan? Tenang saja, aku hanya ingin mengobrol saja, aku bosan dan tidak memiliki ker–"

Ucapan Taehyung terpotong ketika mendadak ia merasakan nyeri menghampiri perutnya. Jeongguk benar-benar menonjoknya, apa yang ia ucapkan sebelumnya benar-benar tak menjadi candaan renyah alih-alih menakuti Taehyung agar pria itu segera pergi dari apartemennya. Rasanya benar-benar menyakitkan, bahkan mampu membuat perutnya dilanda rasa keram dan kaku dalam waktu singkat. "Aku sudah bilang, aku akan menonjokmu kalau kau datang kesini hanya untuk menggangguku. Pekerjaanku banyak, aku harus menyalin catatanku, dan aku tidak memiliki waktu untuk mengobrol denganmu."

"Pukulanmu keras sekali, aku berani bersumpah," ungkap Taehyung jujur sambil terus mengusap perutnya yang masih terasa nyeri. "Bagaimana kalau ku bantu? Aku cukup berprestasi hampir dalam seluruh bidang mata pelajaran, mungkin kau membutuhkan bantuanku untuk menjelaskan hal-hal yang tak kau mengerti." Tawar Taehyung ketika Jeongguk hendak menutup pintu dan meninggalkannya sendiri di luar–mencari cara agar bocah SMA itu dapat membiarkannya masuk.

"Ini hanya catatan, apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku?"

"Kau meremehkanku," ucap Taehyung sembari menyeringai kecil, memberi Jeongguk tatapan memicing menggunakan sepasang mata elangnya– yang jelas saja langsung membuat pria yang lebih muda itu sedikit melangkah mundur, "kau bilang catatan yang harus kau salin banyak, bukan? Itu tidak berarti kau harus menyalin semuanya, memangnya kau tidak berminat untuk meringkasnya? Kalau begitu aku akan membantumu meringkas catatanmu," ujarnya sambil menunjukkan cengiran bodohnya."

"–err, terserah, masuk kalau begitu. Aku bisa stres menghadapi orang sepertimu." Jeongguk menggeram kesal lalu segera melangkahkan kakinya masuk, dengan keadaan pintu apartemen yang terbuka lebar. Sedangkan Taehyung yang masih belum melangkah masuk hanya berdiri dengan cengiran yang tercetak semakin lebar di wajahnya. Pada detik selanjutnya Taehyung segera berjalan masuk ke dalam apartemen Jeongguk, menutup pintunya dan melangkah menuju meja makan–ketika pandangannya tak sengaja menemukan tumpukan buku yang berserakan di meja makannya.

"Jeongguk-ah, aku ingin minum teh susu saja."

Jeongguk yang tengah melangkah menghampiri Taehyung segera menghentikan seluruh saraf tubuhnya pada saat itu, dengan kening yang mengerut mendengar ucapan Taehyung. "–aku bahkan belum menawarkanmu apapun, sumpah," ungkap Jeongguk sambil mengusak surai rambutnya asal. Kembali mendapatkan cengiran bodoh Taehyung, akhirnya pria bergigi kelinci itu memilih untuk membalikkan badannya dan melangkah menuju dapur–membuatkan minuman untuk Taehyung ; cara cepat agar pria itu tak banyak berceloteh di apartemennya, atau mungkin saja tetangganya akan menendangnya pergi karena telah menghasilkan suara bising di tengah siang bolong seperti ini.

"Jeongguk-ah, aku pinjam spidol warna ya!" Taehyung berseru dengan suara beratnya, membuat ruang apartemen minimalis Jeongguk tampak berdengung menggemakan suaranya. Sambil menuangkan gula ke dalam cangkir, Jeongguk memilih untuk pasrah dan terus melanjutkan kegiatan membuat teh susu untuk Taehyung. "Apa yang akan dia lakukan, aku bersumpah," ujar Jeongguk sembari menggelengkan kepalanya, mencoba untuk menguatkan mentalnya jika-jika Taehyung melakukan sesuatu yang menyebalkan dan memaksanya untuk dapat menerima kenyataan tersebut.

"Kau sedang apa?" Jeongguk bertanya, ketika ia melangkah menghampiri Taehyung dengan secangkir teh susu buatannya, "pesananmu, sudah kubuatkan," lanjutnya sambil menarik salah satu kursi dan mendudukkan dirinya di samping Taehyung; menatap betapa sibuknya Taehyung dengan buku catatan milik Mingyu dan spidol hijau miliknya.

"Bukan hal yang membahayakan, tenang saja. Aku hanya menandakan hal-hal penting yang harus kau catat dan kau hafal, setidaknya menurutku inilah yang akan sering keluar pada ujian," Taehyung menjelaskan Jeongguk tatkala tangannya terulur untuk menunjukkan pria yang lebih muda mengenai apa yang tengah dilakukannya. Taehyung tak menandai banyak baris, mungkin pada satu paragraf ia hanya menandai empat sampai lima kata, dan menurut terkaan Jeongguk ini dapat menghemat waktunya dan juga buku tulisnya–ia tidak perlu mematahkan tangannya secara perlahan dengan menulis banyak catatan tak berguna.

"Astaga, kau serius?" Jeongguk tampak terkejut–terlihat dari ekspresi wajahnya ketika pria bergigi kelinci itu menyambar asal buku catatan Mingyu dari tangan Taehyung dan menatapi setiap kalimat yang digaris bawahi oleh pria tersebut. Taehyung terkekeh melihat perubahan wajah Jeongguk yang tampak drastis. Yang lebih muda masih menatapi buku catatan temannya dengan mata berbinar dan pandangan yang sulit diartikan. "Ah, tanganku selamat hari ini!" serunya sembari menyandarkan punggungnya pada kepala kursi.

"Kedatanganku tidak sepenuhnya mengganggumu, bukan? Kalau kau tahu akan seperti ini jadinya, seharusnya kau tidak menonjok perutku tadi," tutur Taehyung sembari menyesap minuman yang Jeongguk suguhkan. Mendengar ucapan yang lebih tua, Jeongguk memilih untuk acuh dan segera menyalin kalimat yang Taehyung garis bawahi mengenakan spidol ke dalam buku catatannya. "Aku boleh melihat-lihat isi kamarmu? Boleh, kan? Tenang aku bukan penjahat."

"–astaga, terserah si idiot itu saja."

...

"... aku tidak berniat jahat, kehadiranku tidak akan mendatangkan kiamat di apartemenmu, bukan?..."

Jeongguk berani berumpah jika ia masih mengingat dengan jelas apa yang Taehyung katakan ketika pria itu mencoba menghindari amukannya karena bertamu disaat dirinya tengah dilanda banyak tugas. Pada awalnya ia benar-benar bisa mempercayai Taehyung untuk dapat mengelilingi kamar apartemennya karena ia pikir apa yang Taehyung ucapkan akan benar-benar terjadi, tapi ternyata– demi tuhan, lihatlah kamarnya sekarang. Model itu bahkan kini tengah membaringkan tubuhnya dengan asal di ranjangnya dengan toples cemilan yang tersebar asal– hal yang benar-benar tidak sopan untuk dilakukan oleh orang yang bahkan baru Jeongguk kenal secara langsung kemarin siang.

Sadar bahwa Jeongguk sejak tadi tengah memperhatikannya, Taehyung segera bangkit dari ranjangnya dan menatap pria yang lebih muda dengan tatapan bodohnya– tampak tak bersalah ketika mendengar geraman Jeongguk, merasa bahwa pria itu menggeram karena hal lain, bukan karena dirinya yang baru saja membuat 'kiamat' di kamarnya.

"Idiot, keparat, keluar dari kamarku sekarang!"

Taehyung sedikit terkejut ketika Jeongguk segera menghampirinya dan memukul lengannya dengan keras– sialan, kalau kau jadi Taehyung mungkin kau sudah mati karena pukulan bocah SMA ini benar-benar tak dapat ditoleransi. "Kamarku jadi berantakan, idiot, idiot! Kau pikir merapihkan kamar sendirian itu mudah? Ah, aku benci kau, demi Tuhan!" Jeongguk berseru, sambil terus memukuli lengan Taehyung. Yang dipukuli hanya menggigit bibir bawahnya, mencoba untuk menahan tawanya hingga pada akhirnya tawanya benar-benar keluar dengan keras. 'Idiot, tertawa tanpa alasan!' batin Jeongguk sarkastik.

"Memangnya membersihkan kamar sendirian itu sesulit apa, sih? Aku tidak memberantaki kamarmu dengan parah kan– selimutmu hanya sedikit terjerembab ke bawah, remah-remah cemilan yang berserakan di ranjangmu, dan beberapa toples cemilan di kamarmu."

Jeongguk kembali menggeram, sepasang matanya yang tertutup oleh surai rambut legamnya tampak membuat suasana menegangkan yang perlahan dapat Taehyung rasakan, terlebih dengan pertigaan yang berada di pelipisnya. Ia hendak kembali melayangkan pukulannya ke arah Taehyung namun bel apartemennya yang berbunyi membuat pria bergigi kelinci itu harus mengundurkan niatnya dan menghembuskan nafasnya kasar. Kedua kakinya segera melangkah turun dari ranjangnya dan berjalan dengan gontai meninggalkan Taehyung yang masih mencoba untuk mengontrol tawanya.

"–hah? Pizza? Tapi aku tidak memesan pizza."

Jeongguk memijat pelipisnya kesal ketika melihat orang asing yang berdiri di depan pintu apartemennya dengan tiga kotak pizza yang di genggamnya. Kepalanya sekarang hanya penuh untuk segera menghajar Taehyung yang sudah menghancurkan kamarnya, dan sekarang datang orang yang tak di kenalnya, dengan helm yang masih terpasang di kepalanya. "Tapi ini benar ruang 302, bukan? Alamat disini tertulis apartemen daerah distrik Seongpa lantai delapan belas ruang 302, berarti anda yang memesan."

"T– tapi aku benar-benar tidak–"

"–aku yang memezan pizza, habisnya lapar, tidak ada makanan di apartemenmu." Suara berat Taehyung datang menghampiri Jeongguk dan pengantar pizza ini dengan santai, tangannya tergerak untuk menyingkirkan posisi Jeongguk dan menyuruhnya untuk melangkah mundur. Untuk beberapa detik Taehyung dan pria asing itu saling bercengkrama, hingga pada akhirnya Taehyung segera menerima tiga box pizza dan memberikan pria itu beberapa lembar uang won– dengan nominal yang tak dapat dibilang sedikit.

"Kau ini hanya tamu dirumahku, kenapa bisa-bisanya bertingkah seenak jidat seperti itu!" Jeongguk mengehentakkan kakinya kesal ketika Taehyung melangkah tanpa rasa bersalah dengan box pizza di tangannya dan segera mendudukan dirinya dengan asal di sofa, menyalakan televisi dan menyantap pizzanya. Tak mendapatkan respon apapun dari Taehyung, Jeongguk memilih untuk menghampiri pria itu dan segera melontarkan segenap ucapan yang sudah terbayang di otaknya.

"Ibuku bilang tidak baik bocah SMA marah-marah seperti ini, nanti cepat tua," ujar Taehyung sambil menarik lengan Jeongguk untuk duduk disampingnya, "lebih baik makan bersama denganku," lanjutnya tatkala dirinya kembali terfokus pada acara televisi yang tengah ditayangkan.

"–bodoh, keparat, idiot, sialan. Aku menyesal menjadi asistenmu, belum genap 24 jam bertemu denganmu saja aku sudah stres duluan."

...

hello, i'm back with this new chaptered fic 9)*^*)9 i know i shouldn't do this because i'm kind of author who lately update the new chapter– but i'll make sure i'll do the fast update for this fic and Police and Detective, because come on, it's a holiday time! i have more spare time to write and edit my fic!

dan well, ff ini punya kesan jauh dari ff Police and Detective, yang ini jauh lebih classy dan tenang, dan pengen coba nulis ff yang good typing, yang rapih dan rata, dan jadilah ff ini.

and please, give me a review after you read this fic, juseyo? kamu gak akan mati kan abis review ff aku? makanya review (oke ini pemaksaan.)