Ditangkap oleh para anjing Negara saja sudah menjadi mimpi buruk. Apalagi sampai terjebak di penjara bersama mantan partner in crime yang pernah mengkhianatinya dulu. "...mereka boleh mengambil organ tubuhku untuk didonorkan pada orang yang membutuhkan—terkecuali jari tengahku, itu khusus kuberikan untukmu." -Baekhyun
Disclaimer: I own nothing but the story
.
.
.
Ex-partner
Chanbaek pairing
WARN: Sho-ai, BL, Yaoi
Sorry for typo(s)
.
.
.
Manusia adalah makhluk terkejam di dunia. Tingkat pembunuhan yang dilakukan jauh lebih kritis dibandingkan seekor hiu liar di laut lepas. Semakin lama kau hidup, semakin banyak pengalaman yang kau dapatkan. Membuatmu belajar bahwa hanya sedikit orang yang bisa dipercaya dalam urusan hidup dan mati.
Satu hal yang berada di luar perkiraannya adalah kondisi saat ini. Tertangkap basah oleh para anjing Negara bukanlah salah satu dari final mission-nya. Apalagi sampai dikunci berdua di penjara.
Memandang sekeliling sambil berkata, "Well, perubahan pemandangan yang bagus."
"…kita sedang ada di balik jeruji besi, omong-omong."
"Aku sedang menyindir, otak udang."
Pria di sebelahnya menghela napas untuk yang ke tiga puluh tujuh kali sejak misi mereka berjalan. Ia tidak mewanti-wanti akan dipertemukan dalam kontrak kerja sama dari dua kelompok berbeda. Bahkan tidak mencurigai Chen yang memintanya untuk menerima tawaran ini kemarin malam.
LIT adalah kelompok yang beranggotakan hanya tiga orang. Mereka bergerak sesuai permintaan pelanggan—menerima berbagai pekerjaan kotor. Kode Thunder adalah pemimpin sekaligus hacker kelas kakap ber-IQ tinggi, panggilan akrabnya Chen. Kode Ice adalah partner sehidup sematinya, si ahli senjata dan pertarungan fisik yang melakukan semua pekerjaan lapangan selagi Chen meretas program, panggilan akrabnya Xiumin.
Dan kode Light…
"Baekhyun, bisakah kita bicara lagi tentang rencana—"
"Oh yeah pikirkan saja dengan kejeniusan yang kau banggakan sejak dulu. Bercerminlah pada dirimu yang tadi pagi dengan percaya diri mengatakan supaya aku menganut hasil pemikiranmu. Lihat sekarang, kita terjebak di sini karena siapa, hah?!"
Kalian sudah tahu namanya. Si anggota baru, sniper handal yang jago beladiri. Dan punya kenangan kelam pada organisasi lamanya.
Mulutnya bisa tidak terkendali kalau sedang marah. Tergantung sikon, Baekhyun bisa jadi pemarah yang sedingin es batu atau yang sepanas jago merah. Untuk kali ini, khusus karena partnernya adalah pria menyebalkan itu, ia menjadi kertas yang mudah terpantik api.
"Kita harus segera menyusun rencana. Kau mau mati di penjara ini memangnya?"
"Kalau aku sampai mati di sini, pesan terakhirku adalah mereka boleh mengambil organ tubuhku untuk didonorkan pada orang yang membutuhkan—terkecuali jari tengahku, itu khusus kuberikan untukmu."
"Kau membenciku."
Baekhyun tidak menjawab apa-apa. Kobaran api dalam dadanya terlalu membakar logika. Benci? Kalau ada yang lebih dari benci, itulah jawabannya.
Helaan napas yang ke tiga puluh delapan terdengar. "Aku tahu kau kecewa padaku. Tapi kita harus bekerja sama sekarang juga."
Baekhyun menusuknya dengan manik karamel yang menajam, "Kecewa padaku, kau bilang? Apa kau ingat kelakuanmu dulu? Kau mengkhianati kepercayaanku. Bagaimana aku tahu kalau kau tidak akan membunuhku di tengah-tengah misi seperti ini, Park brengsek Chanyeol?"
Pria tinggi itu melemaskan bahunya yang mulai pegal. Seperti ada beban berat kasat mata di sana. Baekhyun tidak peduli jika Chanyeol merasa tertekan karenanya—mantan partner in crime-nya.
"Tolong bersikap profesional. Kita dituntut untuk itu."
Baekhyun menuding mata besar lawan bicara dengan jari telunjuknya, "Profesional matamu! Kalau tahu aku dipaksa menjadi partnermu, tidak sudi aku menerima tugas dari Thunder."
Chanyeol tidak peduli meski jari lentik itu berjarak lima senti dari matanya—siap menusuk bola matanya kapan saja. Suaranya yang kasual berubah melembut, "Meskipun tahu, kau tidak mampu menolak perintahnya karena Chen sangat berharga untukmu. Kau berhutang budi padanya."
"Jangan sok akrab, panggil dia dengan kode nama." Selanya sambil memalingkan muka.
Suara Chanyeol melirih, "…dia menyelamatkan nyawamu."
Baekhyun berdecak keras, "Pria baik hati yang lebih manusiawi dari pengkhianat kelas kakap seperti kau."
Ah, ia memang hobi sindir-sindiran kalau menyangkut Chanyeol. Dia bahkan lupa tadi itu sindiran yang keberapa.
Mulutnya tak berhenti mengumpat sejak penyusunan rencana di ruang pertemuan tadi pagi. Masa bodoh dengan mantan atasan di organisasi lamanya pun hadir di sana, ia tidak bisa fokus kalau pria tinggi bertelinga lebar cap kerdus pengkhianat busuk itu terlihat di jarak pandang. Belum ada dua belas jam sejak reuni—paksaan—mereka, tahu-tahu sudah gagal saja misinya.
Seharusnya mereka sedang berjaga di pos masing-masing. Seharusnya Baekhyun sedang memeluk mesra 338 Lapua Magnum sniper rifle, mengelapnya sampai berkilau sebelum digunakan untuk kebutuhan assassin. Seharusnya dia berada di puncak gedung sejauh enam ratus meter dari titik target misinya.
Tapi apa yang didapatkannya sekarang?
Ini semua gara-gara Park Chanyeol meminta—coret, memaksanya untuk berpindah ke gedung yang lebih dekat dengan jarak kurang lebih tiga ratus meter dari target. Bisa jadi karena meragukan kemampuan menembaknya.
Huh, pria naif itu seperti tidak tahu saja seperti apa kredibilitas Baekhyun dalam wilayah perang.
Hasil akhir dari perubahan rencana dadakan milik Chanyeol menjadi sangat fatal. Padahal Baekhyun sudah mendesaknya tentang aparat kepolisian yang berjaga di sekitar gedung. Ia juga sudah berulang kali meyakinkan bisa menembak jauh meski dalam jarak satu kilometer sekali pun.
Tapi si Park otak udang Chanyeol sangat batu.
Jadilah mereka dikepung dengan moncong 50 caliber milik Negara menempel dibalik kepala, sepuluh detik sebelum Baekhyun menarik pelatuk sniper rifle-nya tepat waktu. Amunisi lima puluh kaliber itu cukup berat. Baekhyun tidak mau tengkorak kepalanya kedapatan oleh-oleh lubang besar. Jadilah ia menjatuhkan senjata seperti apa yang musuhnya inginkan.
Sekali lagi mari kita ulang, ini semua karena siapa?
Park dungu Chanyeol.
Kenapa LIT mau-maunya menerima tawaran dari organisasi seperti Heaven? Baekhyun tidak pernah bisa paham apa yang dipikirkan pemimpinnya. Setiap ditanya apakah karena imbalan besar yang membuatnya tergiur, Chen hanya menjawab bahwa ia menyukai adrenalin tingkat tinggi.
Juga, dari sekian banyak anggota Heaven, kenapa pula sih dirinya harus dipasangkan berdua saja dengan pengkhianat itu? Apa mantan bosnya mau mengerjai atau terlalu optimis bahwa dua senjata tajamnya bisa kembali digunakan demi kemenangan?
Chanyeol bahkan tidak bisa menghalau beberapa petugas yang berjaga ketika posisi mereka diketahui. Pria itu menyerah terlalu cepat, tidak seperti dulu. Cih.
Baekhyun tersentak sendiri, menyadari bahwa ia baru saja membandingkan Chanyeol yang sekarang dengan yang dulu. Tentu saja berbeda, pria itu jadi karatan. Entah kejeniusannya melempem karena terlalu banyak beraksi membelot pada musuh atau apalah, Baekhyun tidak peduli. Pria itu mati sekalipun, Baekhyun sangat ikhlas menertawakannya.
"Baekhyun—"
"Bicara sana sama tembok!"
Chanyeol memijat pangkal hidungnya, lipatan di dahi bertambah satu lagi. Ia sudah memikirkan segala cara untuk kabur dari penjara ini—tapi kerja otaknya jauh lebih tersita untuk menjinakkan Baekhyun yang seperti bom waktu siap meledak. Salah pilih kabel bisa duaarrr. Artinya, salah pilih kata bisa dihujat habis-habisan.
"Baekhyunie, kumohon dengarkan aku."
Bahu pemilik nama berjengit pelan, tidak menyangka akan mendengar panggilan itu.
Seperti sudah kehabisan cara, Chanyeol menyebut nickname lama yang ditinggalkannya tujuh tahun silam. Berharap bahwa nada lembut mendayu itu bisa meluluhkan kerasnya Baekhyun.
Baekhyun menoleh dengan angkuh, "Masih berani memanggilku begitu, hm?" senyumnya sengaja dibuat sangat menghina. Campuran terkejut, jijik, dan segala macam emosi negatif. Syukurlah itu ampuh untuk membungkam Chanyeol.
Keheningan berlanjut sampai sepuluh menit. Baekhyun masih betah berdiri menghadap jeruji besi sementara Chanyeol di belakangnya, bersandar pada dinding.
Tujuh tahun itu waktu yang lama. Sangat lama untuk melihat perubahan seseorang. Dari fisiknya maupun mentalnya.
Baekhyun masih mengenali si pengkhianat meski sudah lama tidak bertemu. Dalam sekali lihat, di ruang pertemuan pagi ini, emosinya membludak sampai mendorong semua dendam untuk mengalir di nadinya. Pria tinggi itu terlalu mudah dikenali dengan luka gores di bawah matanya.
Sedetik kemudian Baekhyun mengutuk pikirannya yang serasa tidak bisa dikendalikan. Ia ingin membanting kepalanya ke jeruji besi sampai sadar. Cukup dengan melihat telinga lebar pria itu, ia bisa langsung kenal. Tapi ia bahkan mengingat bekas luka yang menyimpan kenangan masa lalu. Urh, ini memuakkan.
"Baekhyun, kalau kau memang tidak mau bicara padaku, cukup dengarkan saja apa yang akan kukatakan."
Ah. Suaranya kembali pada intonasi kasual. Sekarang Baekhyun mengutuk hatinya yang merasa sedikit tidak rela. Padahal ia yakin sudah membakar habis semua kenangan lama menjadi abu dan tertiup angin sampai antartika—dibuang jauh-jauh darinya.
Tapi kenapa ia ingin mendengar nama panggilannya disebut lagi?
Haha. Baekhyun pasti sudah gila karena terlalu lama terkurung di penjara.
(Padahal belum genap satu jam)
Helaan napas ke tiga puluh sembilan terdengar. Lalu Chanyeol memulai teorinya, "Seperti yang kita lihat dari luar tadi. Ini bukanlah gedung milik mereka, penjara ini bersifat semu, hanya sementara. Artinya mereka memperkirakan penyerangan kita tapi tidak menyiapkan semua senjata dengan matang. Tidak ada kamera pengawas dan satu-satunya petugas yang mengawasi kita ada di balik pintu keluar itu. Kurasa mereka terlalu meremehkan kita."
Baekhyun menjejalkan ujung sepatunya pada sela-sela besi seperti anak kecil kebosanan. Ia hanya butuh pengalih perhatian agar tidak terhasut oleh atensi di belakangnya.
"Mereka kira dengan melucuti dan memasukkan kita ke sini sudah cukup untuk membungkam lawan. Bukankah aparat Negara itu terlalu naif?"
Baekhyun menyahut secepat kilat, "Kau juga naif."
Chanyeol mengangkat alis, terkejut karena direspon.
Baekhyun melipat tangan di depan dada, pundaknya bersandar pada sudut dinding. "Tahu akan bertemu denganku lagi tapi tidak mempersiapkan apapun. Kau bahkan langsung lengah dan memudahkanku membantingmu ke lantai."
Chanyeol tidak menutupi ekspresi, wajahnya kelihatan meringis mengingat kejadian tadi pagi. Bosnya dan Chen baru saja berjabat tangan akrab untuk memulai kerja sama yang menguntungkan kedua belah pihak ketika tiba-tiba Baekhyun menerjangnya, membuat pinggangnya menabrak meja lalu tubuhnya dibanting tanpa ampunan menuju petak keramik di bawah kakinya.
Saat sadar sepenuhnya, yang Chanyeol tahu adalah dia sudah telentang sejajar dengan bumi, bonus punggung dan kepala nyut-nyutan. Sekaligus mantan partner in crime yang menatapnya haus darah dari atas sambil menginjak lutut kanannya—oh jari lentik itu siap menarik pelatuk 45 caliber.
Setelah itu Xiumin kelabakan menarik Baekhyun mundur sambil menggumamkan maaf berkali-kali pada pimpinan Heaven yang tergelak tawa. Oh yeah tentu saja tertawa kesetanan. Pria tua itu sudah menduga bahwa Baekhyun pasti langsung menghajar Chanyeol.
Baginya, pemandangan seorang underboss angkuh seperti Park Chanyeol yang terbanting tidak elit itu sumber kebahagiaan tersendiri.
Ah… dasar Ayah durhaka, suka melihat anaknya menderita.
"Aku pikir kau sudah tahu bahwa kita akan ditugaskan bersama." kata Chanyeol apa adanya.
Rahang mengeras seketika, "Cih, mana sudi." balas Baekhyun ada apanya.
Chanyeol menunduk sebentar untuk menarik napas, "Kesampingkan hal itu dulu, kita harus segera memutuskan rencana mana yang akan digunakan untuk keluar dari sini."
Baekhyun tambah benci mendengar semua pendapatnya ditepis bagai angin lalu. Ia sengaja mengait-ngaitkan semua percakapan tadi pada kejadian dulu. Berharap pria tinggi itu merasa terganggu.
"Lihat? Kau benar-benar naif Park brengsek Chanyeol."
"Misi kita harus diutamakan. Kau tahu prosedurnya."
Baekhyun masih menatapnya dengan sengit, "Lalu apa? Kau mau memaksaku untuk bekerja sama denganmu lagi? Menyusun jalur pelarian seperti tujuh tahun yang lalu? Tidak ada yang menjamin kalau kau tidak akan mengkhianatiku lagi."
"Ayolah, Baekhyun… aku hanya pernah menusukmu sekali."
Dasar bajingan, enteng sekali mulutnya.
Dikira ditikam pakai pisau sampai berdarah itu tidak sakit apa?
Baekhyun makin geram. Ia meneriakan semua dendamnya, "Kau menusukku dari belakang! Membuatku terluka parah sampai tidak bisa melarikan diri dan harus diseret lagi oleh orang-orang itu! Kau bahkan tidak tahu apa yang mereka lakukan padaku setelah itu kan?!"
Chanyeol tidak menjawab apa-apa. Seperti menunggu Baekhyun memuntahkan semuanya. Oh tentu saja dengan senang hati Baekhyun akan melakukannya.
"Kalau IT tidak kebetulan ada di sana, aku pasti sudah mati disiksa mereka. Kalau Thunder tidak memutuskan untuk merekrutku bersamanya, aku tidak mungkin berdiri di sini. Bekas jahitan di punggungku menjadi bukti kebusukanmu, Park brengsek Chanyeol!"
Helaan napas keempat puluh, Chanyeol menjauh dari dinding. Langkahnya konstan menuju mantan partner yang menatapnya dengki. Tep, tep, tep—sesuai dengan tarikan napas Baekhyun.
Sekali lagi, tujuh tahun itu sangat lama. Sangat lama untuk melihat perubahan seseorang.
Mereka yang dulu hanya berbeda tinggi enam senti kini naik level menjadi sebelas senti. Membuat Baekhyun mau tak mau mendongak karena Chanyeol berdiri terlampau dekat. Tidak ada yang membuka suara, pandangan Baekhyun jadi kemana-mana.
Mata besar Chanyeol masih segelap langit malam, luka gores memanjang di bawahnya tak kunjung pudar, rambut hitam sama berantakannya. Hampir tidak ada yang berubah kecuali langit malam itu tidak memiliki kerlip bintang.
"Luka ini berasal dari tanganmu ketika pertama kali kita bertemu,"
Bariton mengalun dengan nada akrab. Baekhyun jadi mengingat kilas baliknya. Sepuluh tahun yang lalu, ia menoreh luka di bawah mata itu dengan pisau lipatnya—sebagai bentuk pertahanan diri. Sejak dulu ia adalah solo player, menjadi kriminal sendirian. Dan tiba-tiba pria angkuh dari organisasi Heaven mendatanginya, menawarkan perekrutan cuma-cuma.
Saat itu ia masih sekeras batu karang. Bekerja sesuai perintah dan sisanya menutup diri dari semua anggota di sana. Tapi pria itu… membuat ketajaman hatinya menumpul.
Baekhyun membalas dengan geraman, "Dan aku berhasrat untuk membuat luka seperti itu semakin banyak di tubuhmu."
"Kau sungguh membenciku, ya?"
Baekhyun ingin menggebuk kepala Chanyeol dengan pukulannya. Berharap otak udang itu bisa lebih pintar. Setelah Chanyeol seenak udel datang di kehidupannya sepuluh tahun yang lalu, setelah dia seenak jidat meluluhkan keras hati Baekhyun selama tiga tahun menjadi partner, dia dengan gampangnya membuang Baekhyun tujuh tahun yang lalu.
Di tengah pelarian mereka dari kejaran musuh, Chanyeol menjadikan Baekhyun sebagai umpan supaya bisa menyelamatkan diri sendirian.
Menikamnya dari belakang, meninggalkannya sendirian, meruntuhkan kepercayaan—apalagi alasan yang perlu disebutkan sebagai dasar kebencian Baekhyun padanya? Bukankah itu sudah cukup?
Melihat kilatan emosi di manik karamel itu, Chanyeol memelankan suaranya, "Kau salah paham..."
Baekhyun menatap nyalang, "Kau pikir aku idiot? Aku bukan lagi remaja labil yang mudah dimanipulasi!"
"Aku tidak meninggalkanmu seperti itu."
Baekhyun sedang cukup fokus untuk menangkap intonasi terluka dari suara bariton itu. Hei, dasar munafik, yang terluka di sini adalah Baekhyun!
"Oh ya? Kau bahkan tidak menoleh ke belakang saat aku tersungkur ke lantai, kesakitan karena darah tidak berhenti mengotori bajuku."
Chanyeol menatap lekat sepasang karamel di depannya, "Aku hanya menusukmu sekali, aku tahu kau masih hidup."
Baekhyun mendengus keras, "Dan kalau aku tidak?"
"Maka aku tidak akan bisa hidup dengan diriku sendiri."
Baekhyun mengerjap lambat.
"Maksudmu—"
"Kau mengenalku, Baekhyun. Kau mengenalku jauh lebih baik dari aku sendiri. Kau tahu aku tidak mungkin tega membahayakan nyawamu."
Tenggorokan menyempit, Baekhyun hapal mati intonasi ini. Suara lembut yang meluluhkannya saat dulu. Ah, dia tidak boleh jatuh di lubang yang sama.
"Kau membuangku." lirihnya dengan tercekat.
"Aku tidak."
"Kau membuangku, Park Chanyeol."
"Sudah kubilang kau salah paham. Aku berjanji untuk menyelamatkan kita berdua dari sana, bukan?"
Masih jernih di ingatannya. Chanyeol yang mengggenggam kesepuluh jemari tangannya, menatapnya penuh kehangatan, mengikrarkan janji yang membuatnya tunduk. Janji yang kemudian tinggal nama.
"Kau tahu kondisi Heaven saat itu sedang tidak stabil. Mereka membencimu, mereka tidak terima melihat pangkatmu yang tak seberapa tapi bisa menjadi partnerku. Mereka ingin menyingkirkanmu."
Bayangan orang-orang dewasa yang menatapnya jijik ikut berputar ulang. Pandangan menghina terhadap kehadirannya sebagai anggota baru.
"Aku harus membuat dirimu seolah keluar dari Heaven. Memberikan laporan palsu bahwa kau membelot pada kelompok kecil bernama IT. Aku terpaksa melakukannya, itu satu-satunya cara untuk menghindari bahaya yang jauh lebih besar dari kondisi kita yang dikejar musuh saat itu. IT tidak kebetulan ada di sana, aku yang meminta mereka untuk menyelamatkanmu."
Seharusnya ia menampik cerita ini. Seharusnya ia menepis kasar tangan Chanyeol yang kini mencoba menariknya mendekat. Tidak ada yang tahu kalau Chanyeol hanya mengarang cerita, bukan?
"Tujuh tahun aku bersabar. Mengawasimu melalui Chen, menunggu Heaven berdamai dengan anggotanya sendiri. Aku hampir gila tidak bisa menemuimu."
Sial, kenapa Baekhyun ingin sekali memercayai yang satu ini. Kenapa hatinya menghangat mengetahui Chanyeol tidak bisa jauh darinya. Kenapa ia menyukai bagaimana tangan itu menggenggam kesepuluh jemarinya seperti dulu.
"Dua puluh lima tahun, benar kan? Sekarang kau adalah lelaki dewasa."
Dan pasti pria tinggi ini mencapai kepala tiga November nanti.
"Kau tumbuh lebih tinggi setelah tujuh tahun. Kau semakin mempesona, manik karamelmu masih jadi favoritku."
Langit malam milik Chanyeol terlihat gemerlapan. Bintangnya sudah kembali. Tangan Baekhyun dibawa ke atas untuk diberi kecupan.
"Perasaanku masih sama, tidak ada yang berubah. Aku masih mencintaimu."
Haruskah Baekhyun melayangkan tamparan atau pelukan? Ia tidak bisa berpikir jernih dengan semua fakta baru dari cerita versi Chanyeol.
"Ah, kurasa sedikit berubah…"
Iris gelap menatapnya teduh. Senyuman tulus yang selalu berhasil membuatnya meleleh terpampang. Senyuman yang tidak dilihatnya selama tujuh tahun silam.
"Aku justru semakin mencintaimu. Terlalu dalam sampai aku tidak peduli jika kau membenciku, Baekhyunie. Aku tidak akan melepaskanmu lagi."
Genggaman dilepas, tangan besar itu menangkup sebelah pipinya dengan gerakan hati-hati seolah mengantisipasi jika Baekhyun menolak sentuhannya. Tapi Baekhyun seperti robot rusak tersiram air. Ibu jari itu mengusap tekstur kenyal pipinya tanpa tahu malu. Dari awal kejeniusan Al diprogram untuk membalas dendam namun kini seperti ada bug yang melawan perintahnya.
Argh!
"Aku tidak pernah berbohong padamu. Kau pikir kenapa aku memintamu menjadi partnerku meskipun kemampuanmu saat itu masih amatir? Itu semua karena aku ingin memonopoli dirimu untukku sendirian. Aku ingin kau bergantung padaku, aku ingin jadi satu-satunya yang kau butuhkan."
Konsentrasinya buyar. Baekhyun tidak lagi mengingat rencana penyergapan misi saat ini. Pikirannya tertuju pada pria tinggi di hadapannya, mantan partner in crime-nya, pria yang sejak dulu berhasil merebut kewarasannya—menguasai hatinya.
Chanyeol membeberkan keinginan akhirnya, "Ini kurang ajar, aku tahu. Tapi apa kau bersedia menerimaku kembali di kehidupanmu? Memberikanku kesempatan kedua?"
Seluruh sistem syarafnya dimatikan serentak. Pikirannya mengosong. Baekhyun menatap Chanyeol lama dan dalam. Mengira bahwa ia bisa menemukan setitik kerusakan dusta yang menguatkan argumen jika Chanyeol berbohong.
Tapi yang ia lihat hanyalah seorang pria yang hancur oleh tragedi dan rasa sakit selama bertahun-tahun, dipaksa untuk melakukan hal yang tak terkatakan. Bukan monster yang semua orang katakan. Bukan underboss angkuh yang merajai image-nya.
Andai nih, andai kata mereka balikan, setiap hari terasa seperti Idul Fitri. Berbagi maaf dan berdamai dengan kesalahan masa lalu.
Baekhyun mendesah frustasi keras-keras. Chanyeol hampir hilang harapan melihat reaksinya. Ia tidak menduga setelah itu Baekhyun bersandar pada sentuhan di pipinya sambil memejamkan mata.
Perasaan takut ditolak menguap dengan cepat, Chanyeol ingin buka suara ketika Baekhyun membuka matanya lagi. Mendahului semua lisan yang belum terucap dengan satu tarikan pada leher si tinggi, membuat kepala yang menunduk semakin merunduk.
Yang Chanyeol tahu setelah itu adalah Baekhyun menciumnya. Dengan hentakan emosi tapi cinta, penuh kekecewaan tapi cinta, frustasi tingkat tinggi tapi cinta—kerinduan mendalam karena masih cinta.
Chanyeol merengkuh pinggang sempit itu ke dalam pelukan menyesakkan. Baekhyun mengunci leher yang lebih tinggi dengan lengannya tak kalah erat. Seolah masing-masing berusaha menegaskan untuk tidak melepaskannya lagi. Holding each other so hungrily after years that it hurts.
Setelah semua perasaan terpendam selama tujuh tahun ditumpahkan, mereka memutus ciuman dan terengah menarik napas. Terlihat kacau dan tidak bisa berpaling. Chanyeol membuka matanya, sungguh merindukan wajah cantik merona di jarak sedekat ini.
Baekhyun masih mendongak, dagunya menempel pada dada bidang Chanyeol. Kali ini intonasinya sangat bersahabat sekaligus putus asa, "Kau tidak boleh pergi kemana pun…"
Chanyeol tersenyum, merasa tidak menapak di lantai karena begitu bahagia. Sebut ia bajingan karena dengan egois mengikat Baekhyun lagi setelah menyakitinya. Tapi hatinya tidak berbohong, sejak dulu memang keselamatan Baekhyun lah yang ia prioritaskan. Satu tangan merambat naik dari pinggang untuk mengusak rambut yang—ya Tuhan, lembutnya tidak berubah.
"Aku tidak akan kemana-mana."
Kata orang, benci dengan cinta itu tipis, kan?
.
.
.
.
END
a/n: Hasil kegabutan di hari Sabtu. Duh, rasanya berantakan…
Saya masih belum bisa move on dari penampilan badboy Baekhyun di show music core exo-cbx the one. Rambut merah cakep, kemeja merah menggoda, celana jin item sobek-sobek ngeliatin lutut putihnya yang aduhai, gelang rantai—CHOKERNYA APALAGI ASDFGHJKL, seksinya plusplus.
Trus karna kebayang-bayang penampilannya itu malah terlintas ide buat ngetik. Jadinya begini, ga tau kenapa, ga nyambung kan ya (laughs nerveously)
Epilog
Chen sengaja turun langsung setelah berhasil menanamkan virus, ingin melihat bagaimana keadaan dua orang itu.
Chen tidak mengira ketika ia berhasil meretas keamanan gedung lalu menyusul dua orang yang dikurung, ia tidak mendapati ceceran darah di balik jeruji besi. Ia pikir Baekhyun pasti mengamuk karena terjebak bersama orang yang paling dibencinya seumur hidup. Ia pikir Chanyeol sudah babak belur menerima luapan dendam dari kesalahannya sendiri.
Jadi ia bersiul menggoda mendapati sepasang mantan partner itu menempel lekat dengan kondisi acak-acakan sehabis meluapkan kerinduan melalui afeksi ciuman.
Chen memimpin rute jalan keluar, beberapa petugas sudah bergeletakan di sepanjang lorong dengan luka sayat dan tembakan hasil kerja Xiumin. Si kode Ice itu menunggu mereka bertiga di luar sana.
Chen cengengesan, "Aku nyaris tidak percaya kalian berdua belum saling membunuh."
Ketika menoleh, ia mendapati PDA di belakangnya. Chanyeol masih merengkuh Baekhyun, membuat mereka berjalan berdempetan. Dan yang mengejutkannya adalah Baekhyun sama sekali tidak berubah jadi binatang buas. Kode Light itu tidak dalam mode senggol bacok seperti tadi pagi. Terima-terima saja ada tangan yang menggelayut di pinggangnya.
"Well, Baekhyun pernah menggoresku di sini," tangan yang bebas menunjuk luka di bawah matanya, "dan aku juga pernah menusuknya…" tangan yang merengkuh pinggang bergerak mengusap pelan, "…karena kami berhasil melalui hal-hal sulit itu, pasti kami bisa melalui yang ini juga."
"Jadi sepasang kekasih ini sudah balikan, hm?"
Chanyeol menyahut cepat sebelum Baekhyun sempat mendahului, "Kami memang tidak pernah putus, sebenarnya."
Baekhyun melirik agak sinis, "Memang tidak. Soalnya kau meninggalkanku begitu saja—"
"Baekhyunie, kita sudah berdamai. Ayolah… jangan mengungkit itu lagi."
Chen menahan tawa melihat Chanyeol kerepotan menghadapi rengutan Baekhyun. Lihatlah bagaimana underboss itu memohon agar tidak dibenci, konyol sekali.
Baekhyun akhirnya menatap Chen, "Maaf mengacaukan misi hari ini, Thunder."
Chen mengibaskan tangan, "Jangan ambil pusing. Target sudah dihabisi oleh Ice. Dan melihat hubungan kalian sekarang sepertinya misi ini tidak pantas disebut gagal." diakhiri senyum jahil plus alis naik turun.
Baekhyun meremas tangan Chanyeol di pinggangnya, mengisyaratkan untuk dilepaskan. Chanyeol mengabulkannya. Lalu Baekhyun menghampiri Xiumin di ujung lorong yang memegang sniper rifle L115A3 kesayangannya, yang sempat direbut musuhnya.
Senyum Chanyeol mengembang melihat bagaimana Baekhyun berjingkrak antusias di sana. Ah, sikap menggemaskan anak itu pun masih belum berubah.
"Jadi, Tuan muda Park, semua sudah sesuai rencanamu. Apa yang akan kau lakukan setelah ini?"
Ketika menoleh, Chanyeol mendapati Chen menatapnya penuh keseriusan. Aura ramah menghilang dari pemimpin LIT itu. Tatapannya mengisyaratkan bahwa ia tak akan membiarkan Chanyeol mengulangi kesalahan di masa lalu. Baekhyun tidak boleh jadi korban lagi.
Tangan menelusup pada saku celana, "Heaven sudah berdamai dengan konflik dari dalam. Aku bisa menjaga Baekhyun dengan kekuasaanku yang sekarang."
Chen tersenyum lagi, "Oh benar, sekarang kau underboss. Tinggal tunggu waktu sampai Ayahmu melepas jabatannya sebagai bos besar lalu kau bisa mengatur Heaven sesukamu." matanya melirik Baekhyun yang masih mengobrol dengan Xiumin, "Kau juga berhasil membuat Baekhyun jadi kriminal kelas kakap meski melalui jalur ekstrim. Karena dendam padamu, dia melatih dirinya dengan berbagai senjata baru. Dia bukan lagi amatiran pengguna pisau seperti dulu."
Dahi Chanyeol berkerut samar, "Agak ironis jika dijabarkan begitu…"
Chen mengedikkan bahu, "Tapi dengan begini Baekhyun bisa berada di sampingmu lagi tanpa ada orang-orang yang ingin menyingkirkannya."
"Jongdae, terima kasih kau mau membantuku menjaganya."
Chen agak terkejut, tidak mengira apa yang baru saja dikatakan temannya. "Whoa, tahan di sana, Chanyeol. Jangan sebut nama asliku di sini."
"Omong-omong bayaranmu sudah kutransfer." tambah Chanyeol.
Chen berdecak pelan, "Nominalnya memang fantastis, sih. Tapi Baekhyun itu anak baik. Aku senang-senang saja bisa menerimanya sebagai anggota. Lagipula kau juga membantuku saat IT pernah terpojok. Kita kan teman."
Chanyeol mengangguk-angguk.
Chen menambahkan, "Menyenangkan juga melihat kriminal angkuh sepertimu terjerat pesona Baekhyun. Mirip remaja baru jatuh cinta."
Chanyeol tertawa singkat.
Baekhyun memberikan gestur agar dua orang itu berjalan lebih cepat. Mereka berempat harus segera pergi sebelum bala bantuan musuh datang. Saat melanjutkan langkah, Chen berbalik lagi untuk bertanya, "Lalu, apa lagi rencanamu?"
Sudut bibir tertarik membentuk senyum miring. "Bagaimana kalau LIT menjadi partner tetap—ah tidak, bergabung dengan Heaven?"
[Finish]
Terima kasih sudah membaca~!
