We Were In Love (Mad)
(Two shoot)
Uozumi Han ©2018
Park Jimin
Min Yoongi
.
.
.
Chapter 1
Kelas Yoongi berakhir pukul lima sore, di saat langit Seoul yang cerah sudah berubah warna menjadi bias lembayung. Seperti pudding jeruk kesukaan adik sepupunya, Jungkook. Pudding jeruk. Dia tergelak sendiri dengan pemikirannya. Yoongi memang sedang lapar dan ingin menyantap sesuatu yang manis dan segar. Maka tanpa ragu, kaki-kaki kecil itu mulai diseret memasuki sebuah kafe untuk pesan satu-dua potong Cheese cake dan segelas Moccachino. Beberapa hari ini nafsu mengemilnya jadi semakin gila saja, seperti orang hamil kalau Seokjin menggodanya. Itu sebabnya pipi Yoongi jadi terlihat semakin gembil dan bokongnya jadi makin seksi, itu kalau Namjoon yang menggodanya. Sialan betul memang sepasang kekasih ini. Untung teman.
Yoongi benar-benar pesan dua potong cheese cake. Ia tidak peduli apakah timbangannya akan naik lagi dan berakhir dengan Seokjin yang memarahinya habis-habisan karena tidak bisa kontrol berat badan. Tidak seperti Seokjin yang akan langsung membakar lemak di tubuhnya dengan olah raga, walaupun dia makan seperti babi, tubuhnya akan tetap langsing. Yoongi bahkan tidak pernah mau bangun pagi untuk jogging atau sekadar jalan santai di komplek apartemennya. Apalagi disuruh pergi ke gym untuk lari di tredmill dan angkat beban, Yoongi akan pura-pura mati saja kalau bisa. Hidupnya memang tidak sehat, makanya ia sering berasumsi kalau dirinya pasti tidak akan hidup lama. Yoongi tidak peduli. Untuk apa dia peduli? Pacarnya saja tidak. Ya, pacar brengseknya itu.
Salah satu alasan mengapa ia jadi seperti ini adalah karena dirinya yang sedang dilanda stres sebab si pacar yang disebutnya brengsek itu tiba-tiba saja menghilang dari teritori hidupnya selama kurun waktu beberapa bulan ini. Bukan menghilang dalam artian lari dari rumah seperti remaja labil yang sedang ingin berontak, atau diculik Alien seperti kata Taetae, pacar Jungkook.
Pacarnya itu menghilang karena—
"Min Yoongi!"
Lirikan malas Yoongi membuat pemuda bersurai cokelat tua yang baru saja datang menyapanya dengan nada tinggi itu mendengus kesal.
"Kusuruh kamu menungguku di depan gedung fakultasmu malah pergi jajan kue di sini. Untung aku tidak langsung pulang."
"Kenapa? Aku lapar, Jimin." Seolah tak peduli pada Jimin yang mukanya sudah sekusut kemeja biru mudanya itu, Yoongi malah makin asyik memamah kue di dalam mulutnya.
"Yoongi, kamu dengar aku tidak—"
"Hyung! Aku lebih tua darimu."
Jimin jengah juga lama-lama, "Sayang, dengar! Dua puluh menit lagi aku ada kelas tambahan—"
"Aku tahu. Lalu kenapa berada di sini? Kamu bisa terlambat masuk kelas, sayang." Kedipan polos itu benar-benar mengganggunya. Kalau sedang tidak dalam mood yang kacau begini, bisa-bisa Yoongi sudah dihabisi oleh Jimin.
"Ayo. Kuantar kamu pulang, baru aku akan menghadiri kelasku."
"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri." Pipi Yoongi yang bulat itu menggembung lucu, tipikalnya kalau sedang marah.
"Jangan keras kepala."
"Memangnya kamu masih peduli padaku?"
"Yoongi jangan mulai."
"Mulai apa?!"
"Ayo pulang!" Yoongi menepis kasar tangan Jimin yang menyentuh pundaknya.
"Urusi saja kertas-kertas partitur jelek itu!" Yoongi tiba-tiba bangkit dari kursinya. Sendok kue di tangannya sampai terhempas jatuh ke lantai dengan suara berisik yang mengundang perhatian hampir sebagian besar pengunjung.
Jimin lihat netra Yoongi yang jernih itu berpendar dan tergenang air mata sebelum sosoknya yang terlihat rapuh itu berlalu melewatinya.
.
.
.
Bayangan Yoongi, Jimin akan pergi mengejarnya—meminta maaf dan memeluknya—setelah ia mengamuk di kafe. Bayangan Yoongi, Jimin akan rela bolos dari kelas tambahan bodohnya dan memilih untuk pergi menghabiskan waktu dengannya.
Dasar Min Yoongi bodoh.
Kenapa dia sial sekali sampai-sampai langit pun tidak berpihak kepadanya dan mengguyurnya dengan air hujan yang asin dan terasa perih di matanya. Tidak, Yoongi tidak menangis. Dia hanya kelilipan kristal garam dari air hujan. Dia tidak menangis.
Sampai di apartemen, tidak ada listrik. Pantas saja tadi banyak petugas PLN yang lalu lalang dekat apartemennya. Dia jadi malas pulang. Kalau nekat berjalan dalam gelap, dia juga harus naik tiga lantai untuk sampai di unit apartemennya. Dengan tangga. Ya, lebih baik pura-pura pingsan saja supaya digotong.
Kalau mau balik lagi juga di luar hujannya malah makin deras. Ingin menghubungi Jimin percuma saja, ponselnya pasti mati jika sedang serius menghadiri kelas begini. Brengsek memang. Lagi pula Yoongi kan sedang marah besar pada anak itu. Untuk apa mengadu padanya? Lihat saja, pokoknya Yoongi akan mendiami Jimin sampai seratus tahun!
Alhasil dengan kesal Yoongi berjalan menaiki tangga, menggunakan senter dari ponselnya sebagai penerangan. Ada beberapa spot yang lampunya menyala menggunakan daya generator. Jadi tidak seseram dalam pikirannya ketika Yoongi harus melewati lorong-lorong gelap. Tapi tetap saja takut. Seperti ada yang memerhatikan dari balik anak tangga yang dipijaknya. Kalau berlari nanti jatuh kan tidak lucu, tidak ada yang tahu juga karena gelap. Saat ditemukan sudah jadi mayat. Hiii. Kan pikirannya sudah aneh-aneh.
Sampai di dalam unit apartemennya, keadaan pun tidak lebih baik. Hanya ada gelap dan dingin. Baju Yoongi basah karena hujan-hujanan. Dia tidak mau mandi, takut. Jadinya ganti baju saja dengan piyama tidur. Rambutnya dibiarkan basah, sengaja supaya pagi-pagi Jimin menemukannya dalam keadaan demam tinggi. Biar Jimin setidaknya memerhatikan Yoongi untuk satu hari saja. Dia kangen Jiminnya.
Huh. Ingatkan Yoongi kalau dia sedang marah pada kekasihnya itu.
Habis beres-beres, Yoongi naik ke atas kasur. Tidak menyalakan penerangan apapun supaya saat pulang Jimin juga merasakan bagaimana perjuangan Yoongi untuk sampai ke kamarnya. Tulang keringnya saja masih ngilu karena sempat terbentur meja ruang tv.
Yoongi belum mengantuk. Ketika mengecek ponsel, baru pukul delapan malam. Satu pop up dari Jimin—yang berisi pesan kalau ia akan pulang secepat yang ia bisa setelah kelas berakhir dan menodong Yoongi dengan banyak ciuman—diabaikan. Lalu ia memutuskan untuk main SNS saja sampai baterai ponselnya habis. Syukur-syukur Jimin pulang lebih awal. Tapi itu tidak mungkin.
Taehyung baru saja memposting foto baru sedang cuddling dengan Jungkook. Bikin iri saja. Setelah memberi like, Yoongi beralih pada kolom komentar.
Aku juga mau dipeluk :'
TaetaeKim hyung sedang mabuk ya? Kkk MinSugar
JJKook di mana pacarmu? MinSugar
RealPCY sini biar kupeluk :* MinSugar
MinSugar deleted comment
Sebal. Ia melempar ponselnya ke atas nakas. SNS juga jadi tidak menarik.
Apa gunanya punya kekasih tapi ditelantarkan begini?
Tiba-tiba saja matanya sudah panas dan air mata tumpah di pipinya. Cengeng sekali. Yoongi itu jarang menangis, asal tahu. Tapi kali ini rasanya sakit sekali. Padahal dia sudah muka tembok marah-marah di kafe, tapi tidak dikejar juga. Sudah hujan-hujanan, kedinginan, tapi tidak dipeluk juga. Apa Jimin sudah tidak sayang lagi padanya, makanya ia pura-pura sibuk dengan tugas kuliahnya?
Alhasil Yoongi tertidur dengan mata sembab. Bulu matanya rapat karena air mata, hidung dan pipinya merah, serta bibirnya yang mengerucut itu jadi sedikit tebal karena menangis.
.
Ketika Jimin pulang, listriknya sudah menyala. Dia mungkin tidak akan tahu jika baru saja terjadi mati listrik di apartemennya kalau tidak bertemu dua kakak adik yang sedang jalan-jalan di koridor sambil bawa-bawa senter.
Sampai unit apartemennya, baru Jimin merasakan gelap. Yoongi tidak menyalakan lampu ruang tengah dan dapur. Kamarnya juga gelap. Sepertinya pacarnya itu sudah tidur.
Setelah menyalakan lampu dan meletakan plastik berisi makan malam untuk ia dan Yoonginya di meja pantri, Jimin langsung melesat ke dalam kamar.
Lampu kamar dinyalakan. Senyum Jimin terbit ketika menyaksikan kesayangannya meringkuk seperti janin di sisi tempat tidur. Yoonginya yang sudah beberapa bulan ini sering ia tinggal-tinggal untuk urusan kuliahnya. Yoonginya yang sudah ia buat marah-marah di tempat umum—padahal ia tahu sendiri kalau Yoongi bukan orang yang suka menjadi pusat perhatian. Ketika didekati, rasa bersalahnya semakin memuncak, sampai-sampai dadanya terasa sangat sesak. Ia sadar Yoonginya habis menangis.
Dikecupnya kening Yoongi lama sekali. Alisnya bertaut ketika merasakan hangat kening Yoongi yang tidak biasa.
"Sayang, aku pulang."
Yoongi hanya melenguh, belum sadar betul.
"Yoongi, ayo bangun dulu." Jimin menangkup pipi Yoongi, menekannya sampai bibir pacarnya itu mengerucut lucu seperti bebek.
Yoongi yang merasa risih dan terganggu akhirnya bangun, matanya mengerjap karena intensitas cahaya yang menusuk retina matanya membuat ia silau.
"Jimin?"
"Aku bawa ayam madu. Ayo makan dulu, baru tidur lagi. Kamu demam, jadi harus minum obat juga."
Setelah sadar, Yoongi jadi merengut. Ia menyingkirkan tangan Jimin yang masih nyaman mengelus rambutnya.
"Kamu masih ingat punya pacar?"
"Yoongi—"
"Kamu tahu tidak, tadi aku kehujanan?" tangannya melayang memukul dada Jimin, matanya sudah basah lagi. Duh, dia kok cengeng sekali hari ini.
"Kamu tahu tidak, tadi aku takut sekali karena mati listrik?" Pukul lagi.
"Kamu tahu tidak, aku tadi sampai nabrak meja karena gelap sekali? Hiks. Kakiku sakit Jimin." Pukulan kali ini ditangkap Jimin. Ditariknya Yoongi ke dalam pelukannya.
"Hiks, kamu tahu tidak..hiks..kalau aku..hiks..rindu kekasihku."
Jimin semakin mengeratkan pelukannya, "Maaf."
"Penting banget ya kelas kamu itu?"
"Banget."
"Kamu sudah tidak sayang aku, Jim?"
Yoongi menarik wajahnya menjauh. Ia menatap wajah Jimin ragu-ragu. Yoongi takut. Takut kalau apa yang sedang dipikirkannya ternyata benar. Ditunggunya Jimin berbicara, tapi tak kunjung buka mulut.
"Jimin?"
Bukannya bicara, Jimin malah menciumnya. Memangut Yoongi lebih dalam sampai Yoongi kembali berbaring di atas ranjang. Yoongi yang kebingungan berusaha mendorong bahu Jimin menjauh. Tapi yang ada bibirnya malah ikut menyesap milik Jimin. Dan lengannya jadi menggantung di leher kuat Jimin. Yoongi kuat berciuman lama, sedangkan Jimin tidak. Tapi, ciuman itu terlalu sebentar untuk menutupi rasa sakit di dadanya.
Ketika tautannya terlepas, Yoongi yang melihat mata Jimin sudah basah jadi kebingungan. Bukankah seharusnya dia yang menangis? Diusapnya bibir Jimin yang basah saliva itu dengan ibu jarinya.
"Kenapa?"
"Yoongi.."
"Tidak mau dengar!" Yoongi tiba-tiba saja mendorong Jimin kuat-kuat, lalu berguling ke tengah ranjang sambil menggulung tubuhnya dengan selimut.
"Aku tidak dengar, Jimin! Tidak mau. Kalau kamu mau minta putus, katakan saja pada sepatuku, aku tidak dengar!"
Jimin tidak jadi menangis. Dia malah gemas setengah mati pada pacarnya itu. Membersit hidungnya sekilas sambil terkekeh pelan. Lalu ia bangkit menyusul Yoongi yang bergelung dalam selimut.
"Kamu bicara apa sih, Yoong?" perutnya dipeluk erat oleh Jimin. Yoongi yang merengut lucu akhirnya mau menyembulkan kepalanya dari balik selimut setelah Jimin memberikan ciuman kupu-kupu pada daun telinganya.
"Kamu pikir aku mau putus denganmu, hah?"
Jimin mengusap air mata Yoongi yang turun menuju pelipisnya. Mencuri kecup di bibir pacarnya yang mengerucut menggemaskan sebelum Jimin membalik tubuh pacarnya agar menghadap ke arahnya.
"Bahkan sekalipun kamu yang meminta putus sambil melemparku dengan koleksi kaktusmu, aku tidak akan mau pergi, ma cherie."
"Masa?"
"Iya." Jimin yang gemas setengah mati akhirnya menghujani si pacar dengan banyak kecupan basah di wajahnya. Mengundang pekikan kesal dari Yoongi, sampai tega menarik rambut Jimin agar menjauh darinya.
"Jimin, berhenti! Aku masih marah, tahu!"
"Iya tahu."
"Ya sudah sana jauh-jauh!"
"Tidak mau."
"Egois!"
"Memang. Aku akan egois bila menyangkut dirimu, Yoong." Kecupan tertambat di pipi gembilnya.
"Gombal gembel kamu mah!"
Jimin terkekeh pelan sambil terus menciumi Yoongi. Padahal Yoongi sudah di puncak kekesalannya, tetapi kalau Jiminnya seperti ini dia pasti kembali luluh. Sepertinya dia memang kangen sekali pada Jimin.
Yang lebih muda menarik pinggang Yoongi agar lebih dekat dengannya, sembari menyembunyikan wajahnya di ceruk leher si manis. Dan memberi sedikit hisapan provokatif pada kekasihnya.
"Jimin.." Yoongi yang geli kembali mendorong bahu Jimin menjauh. Ini pacar kenapa hormonnya berlebih sekali sih.
"Yoongi-ah." Jimin mengangkat tubuhnya lebih tinggi, lalu mulai mengurung Yoongi di antara dua lengan kekarnya yang berbalut kemeja, "Tidak merindukanku?"
Tatapan mata yang tajam adalah kelebihan dari Jimin, kekasihnya. Dia akan berkali-kali lipat brengseknya jika sudah pakai jurus mautnya itu. Yoongi akan langsung merasa lelah dan kehausan padahal memulai saja belum. Keringat dingin sudah muncul saja di keningnya. Kalau sudah seperti ini, Yoongi hanya bisa melupakan kekesalannya.
Tapi tidak. Yoongi tidak mau kalah kali ini.
"Aku masih marah jadi kamu tidak bisa sembarangan menyentuhku."
"Masa?"
"Iya." Yoongi menjulurkan lidahnya. Lalu mendorong Jimin dengan kedua tungkainya sampai Jimin berguling ke samping. Sebenarnya Jimin sengaja mengalah. Habis dia gemas sekali pada kekasihnya yang kini sudah melenggang pergi keluar kamar dengan pantat bergoyang-goyang mengejeknya.
Ha ha.
Habis kamu malam ini, Yoong.
TBC
a/n : [Revisi]
RnR Juseyo :)
