Diclaimer : Gosho Aoyama-sensei

IROASETEYUKI: TIME CHANGE

Pairing: Conan E. & Ai H.

Rate : T

Genre: Romance, Crime, Friendship,

Warning: OCC, Typo, Kriminal tingkat pembunuhan, dll.

DON'T LIKE Warning? Baca dulu baru bilang tidak suka dan katakan letak kesalahannya, agar saya bisa memperbaiki. Asal satu, MIND IDEA STORY TIDAK TERMASUK!

Chapter 1: Pantai.

Summary : Detektif cilik mengisi liburannya dipantai, dengan adanya si detektif pembawa sial sebuah kasuspun menunggu. Psst... Di pantai, dimalam hari ada yg pelukan. Siapa?

YOSH! Happy reading, Minna-san!

"Panntaaiii...! huhuhhhuu..." Sorak genta sambil berlari kecil menuju deburan ombak dihadapannya.

Teman-temannya yang lain pun mengikuti lari sang bocah tambun dengan melangkah santai dan senyum bahagia. Mitsuhiko dan Ayumi, merekalah yang author maksud. Sedang dua bocah-yang sebenarnya bukan bocah lagi- hanya memandang tingkah ketiganya dengan wajah malas. Siapa lagi kalau bukan si Edogawa dan si cewek serius, Haibara. Profesor yang sudah pasti menjadi pengasuh sekaligus donatur perjalan itu duduk di bangku pantai bersama Ran dan Kogoro yang entah kenapa terlibat dalam adegan ini. Hah~ nambah-nambahin pekerjaan author aja. Saat ini mereka berlibur di pantai untuk menghabiskan sisa liburan sekolah akhir semester yang tinggal tiga hari.

"Minna, bagaimana kalau kita bermain bola volly?" tanya Ayumi dengan wajah bersemangat.

"Ide bagus, ayo..." Teriak Genta dengan wajah tak kalah semangat.

"Ai-chan, Conan, kalian ikutkan?" teriak Ayumi pada kedua temannya yang jauh dibelakang.

"Boleh juga." Kata Ai memandang Mitsuhiko yang sedang mengambil bola.

"oi, oi, oi, oi... sajak kapan ini? Kau semakin terbawa peran jadi anak kecil." Sindir Conan sambil memandang malas pada Ai.

"Ada yang salah dengan menikmati hidup, tantei-san?" Ucap Ai sambil memicingkan matanya. Mendengar jawaban yang berupa sindiran balik, bocah berkaca mata itu hanya tertawa garing.

DUK! DUK! DUK! DUK!

Suara bola dipukul saling bersahutan. Mereka bermain dengan penuh semangat. Bahkan dua remaja yang selama dua tahun menjadi korban APTX -4869 itu pun dengan gesit menampik bola volly yang terluncur kearah mereka. Mitsuhiko berdecak kasal karena tim-nya benar-benar kewalahan, belum lagi Genta yang selalu terjatuh saat berlari mengejar bola yang melambung kesana-kemari.

"Haibara..." teriak Mitsuhiko kawatir.

Ai jatuh terduduk, kepalanya baru saja terkena bola Volly dari Genta. Conan yang ada di sampingnya langsung menghampiri gadis berambut stoberi itu diikuti dengan yang lain yang memasang wajah cemas.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Conan sambil membantu Ai berdiri.

"Aku tidak apa-apa," jawab Ai memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.

"Ai-kun..." Profesor Agasa yang sedari tadi melihat mereka dari tempat duduk di pinggiran pantai menghampirinya bersama seorang gadis berambut panjang, Ran Mouri.

"Ai, kau baik-baik saja?" tanya Ran ikut kawatir.

"Maaf Haibara, aku tidak sengaja." ucap Genta.

"Dasar bodoh! Kenapa kau mengarahkan bola itu padanya!" pekik Mitsuhiko geram sambil melempar pandangan marah pada Genta.

Dia tak menjawab, kepalanya terasa pusing. Tiba-tiba pandangan Ai menjadi buram, dan detik berikutnya ia sudah jatuh kebelakang. Untung Conan yang merupakan orang yang berdiri paling dekat menangkapnya dengan sigap sebelum tubuh mungil itu menyentu pasir.

"Oi! Haibara..." Conan sedikit mengguncang tubuh gadis itu, berusaha membangunkannya.

"Kita bawa dulu dia ke tempat teduh." Usul Ran yang diikuti Profesor langsung mengangkat Ai dan berlari menuju hotel tempat mereka menginap. Yang lain pun segera mengikuti dari belakang dengan wajah cemas, kecuali Genta dan Mitsuhiko masih berdebat.

oOoOo

"Sudah merasa baik?" tanya Ran yang mendapati Haibara membuka kelopak matanya, memperlihatkan warna aqua disana.

"Iya." Jawab Ai denangan muka datar.

"Minumlah!" Ai mengalihkan pandanganya kesuara yang terdengar ketus tadi. Ditangkapnya sosok bocah Edogawa mengulurkan gelas berisi air putih kearahnya. Kenapa dia bertampang kesel gitu? Dengan gerakan lamban ia mendudukkan dirinya dan meraih gelas itu.

"Ai-chan, sudah baik?" kini terdengar suara lain yang diyakini Ai sebagai suara Yoshida. Ayumi Yoshida. Ai tersenyum tipis kearahnya sebelum menjawab.

"Iya. Jangan kawathir." Mitsuhiko yang berdiri di samping Ayumi langsung memerah gaje melihat gadis yang ditaksirnya tersenyum manis. Cih, baru tersenyum, gimana kalau dicium?

Sang detektif yang melihat hal itu ber-Oi-oi- malas dalam hati. Sedang Profesor yang juga ikut menunggui Ai ikut tersenyum tipis. Bahagia melihat gadis yang sudah sianggap anak itu diperhatikan banyak orang yang menyayanginya.

Hari semakin larut, jam sudah menunjukkan waktu makan malam. Dan disinilah mereka, di lestoran hotel tempat mereka menginap. Terlihat disana tiga bocah yang asli bocah itu menyantap makanannya dengan lahap, Profesor yang sesekali dinasehati Ai karena memakan makanan berlemak, sang detektif cebol yang faceplam melihat tingkah 'ayah dan anak' itu, Ran yang tak henti-hentinya memarahi Ayahnya yang kegenitan. Sungguh makan malam yang rukun, ck,ck,ck...

Setelah menyelesai makan malam, mereka kembali kekemar. Kecuali Kogoro yang melancong entah kemana. Anak-anak kelas 3 SD itu, Ran dan Profesor berkumpul dikamar 415, mengadakan permainan untuk mengisi waktu luang.

"Waktunya kuis!" ucap Profesor. Kontan semua langsung bertampang malas. Profesor berdehem dua kali lalu melanjutkan ucapannya.

"Begini kuisnya, ehem... ada tiga orang ibu, tiap ibu memiliki 2 anak. Mereka ingin duduk, tapi kursi yang tersedia hanya ada 7. Bagaimanakah mereka semua bisa duduk, bila tiap kursi yang ada hanya bisa diduduki satu orang itu?" Profesor mengambil jeda sejenak. Berdehem lagi kemudian melipat jarinya menyisakan jari telunjuk. Digoyang-goyangkan jari itu dan menambahkan.

"Tidak ada yang boleh dipangku, tidak ada yang sedang hamil. Nah. Ada yang bisa? Petunjuknya, semua ibu dan anak itu duduk dikursi tanpa tambahan kursi." ketiga bocah SD asli itu dan Ran diam dan nampak berpikir keras. Sedang Conan hanya menggelengkan kepalanya.

"Hah~ nyerah deh..." Ucap Genta beberapa menit kemudian, diikuti anggukan 2 temannya. Pertanyaan aneh gitu palingan jawabannya juga aneh. Siap-siap aja mendengar humor padang pasir alias garing!

"Heh, tidak ada yang mau mencoba?" tanya Profesor sedikit kecewa.

"Hah~ Ibu pertama mempunyai 2 anak, sebut saja A dan B. A merupakan ibu kedua, mempunyai anak C dan D. Jadi sudah ada 5 orangkan? Lalu yang sisanya adalah ibu ketiga dan dua anaknya. Ibu ketiga itu adalah si B yang mempunyai anak E dan F. Jadi sebenarnya hanya ada 7 orang disana, kursi yang ada juga tidak kurang, mereka semua bisa duduk dimasing-masing kursi." Ucap Conan setengah malas. Profesor tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Hah~ iya kan, gaje banget...

"Lagi-lagi lelucon garing." Celetuk Genta sambil melipat tangannya dibelakang kepala, beranjak ke ranjang diikuti Mitsuhiko dan Ayumi yang berwajah bete. Profesor si pemberi kuis sedang pundung tingkat akut dibelakang tiga bocah gak punya hati itu. Ran tertawa kecil sedang Conan hanya bisa memandang miris melihat tetangganya itu. Kasihan...

Ada yang kurang? Conan mengedarkan pandangannya. Mencari sosok senasibnya yang biasanya ikut menjelaskan teka-teki sang Profesor, tapi tak didapatinya sosok itu.

oOoOo

Haibara berdiri dipantai dengan kaki yang sesekali disapu buih ombak. Pantai yang gelap dan sepi itu membuatnya terjun pada lamunan, angin yang bertiup dingin tak membuatnya ingin pergi dari sana. Gadis berkulit putih itu melepas alas kakinya untuk merasakan dinginnya air laut. Mata biru indahnya menerawang gelap yang samar-samar dihiasi cahaya bulan sabit. Telinganya menajam mendengar deburan ombak yang seolah bernyanyi.

Tanpa disadarinya, berdiri siluet seseorang beberapa langkah dibelakang. Pandangan matanya tak lepas dari tubuh gadis kecil didepan sana, mengamati ilmuan muda mantan anggota organisasi kejahatan yang dibalut jaket ungu panjang. Matanya menginvestigasi sekeliling tubuh kecil sang gadis yang masih terdiam itu. Dan Sesekali mengamati buih-buih yang menerjang lembut sepasang kaki pucat yang telanjang itu, berlanjut pada baju yang melampai tertiup angin, dan berakhir dirambut coklat kemerahan yang dibelai udara pantai.

Tanpa disadari, laut adalah tempat magis yang akan mengungkap rahasia yang bahkan tak diketahui hati. Menyembuhkan luka dan menoreh luka. Memaksa perasaan yang tadinya sebatas iba menjadi terpesona, dan yang tadinya terpesona menjadi titik awal sebuah rasa. Namun ada yang lebih menakjubkan dari laut, suara omabak dan desir buih, mereka akan menumbuhkan hasrat yang tak diinginkan untuk timbul.

Ai tersentak mendapati pundaknya disentuh seseorang yang entah sejak kapan sudah ada di dekatnya. Mata keduanya saling bertemu, dapat dibaca mata gadis itu menguarkan hawa kesepian. Buih lembut menyapu kaki yang sekarang menjadi dua pasang. Menyampaikan dingin air laut malam ini. Bibir sang gadis terangkat pada sudut-sudutnya, menggambarkan senyum mengejek. Entah apa maksud senyum itu.

"Apa?" Tanya bocah berkaca mata didepannya bingung. Ai hanya menaikkan satu alisnya, menggidikkan bahu lalu kembali melempar pandangannya ke arah laut.

Bocah cilik yang aslinya detektif SMA itu menurunkan tangannya dan mengikuti arah pandang Haibara. Bulan sabit mengintip dari langit kelam dua sosok kecil yang masih terdiam itu disapu angin dingin, membuat tulang-tulang terasa linu.

"Hidup itu penuh masalah, tapi justru itu yang membuatnya menarik. Masalah yang timbul pasti membawa maksud-maksud tertentu... Pembelajaran, mempertemukan orang-orang yang tak kenal sebelumnya dan menyampaikan sebuah kebenaran." Bocah berambut hitam itu memasukkan kedua tangannya kesaku, menetralisir dingin yang menyerang. Dia membuka mulutnya dan melanjutkan.

"Ada masalah-masalah yang tak bisa diselesaikan sendiri, ada saatnya kau butuh untuk menceritakan apa yang dirasakan hatimu dan dipikirkan otakmu pada orang lain." Hanya suara deburan ombak yang menjawab. Gadis itu masih diam bergeming, entah mendengar atau tidak.

"Dingin." Conan memutar badannya kesamping, ke gadis blasteran yang mengucapkan satu kata tadi.

"Jangan bilang kau mau aku memelukmu?" tanggap Conan. Dia sudah memasang wajah aneh, bersiap menghadapi perubahan gadis yang ia tahu selalu dingin itu jadi melankolis.

sreek!

Tangan putih pucat itu melingkar dipinggang bocah detektif dihadapannya. Lengannya menyelip diantara lengan bocah yang tangannya bersembunyi di kantong jaket itu. Bukan inginnya memeluk pemuda yang lebih muda setahun darinya ini, hanya saja perkataan pemuda itu dirasanya bukan ide yang buruk. Conan hanya diam, sedikit kaget pada awalnya namun kelamaan raut mukanya melambut. Matanya menatap gelap didepannya.

oOoOoO

Pagi hari setelah sarapan, Ai, Ayumi dan Ran berjalan di hotel menuju kamar, berniat mengambil dompet. Pasalnya mereka ingin pergi berbelanja di pasar tradisional tak jauh dari hotel. Saat berada didepan sebuah kamar tiba-tiba ada seseorang yang keluar dengan berlari kencang dan menabrak Ayumi sampai terjatuh. Orang yang menabrak itu, tak menghiraukan dan tetap berlari meninggalkan mereka. Sedangkan Haibara mengamati orang itu dengan pandangan aneh. Ran dengan cepat membantu Ayumi yang jatuh terduduk sambil meringis kesakitan. Matanya tanpa sengaja menatap ke dalam kamar yang pintunya masih terbuka dengan wajah terkejut. Ran, mendapati pemandangan yang mengerikan disana pun.

Mulutnya menganga dengan mata menatap ngeri, kakinya melemas dan jatuh terduduk. Ayumi yang merasa aneh mengikuti arah pandang Kakak dihadapannya.

"Aaaa..." Haibara segera mengalihkan perhatiannya mendengar teriakan Ayumi. Matanya melebar, namun dengan cepat ia mendekap Ayumi agak tak tak melihat hal mengerikan disana lebih lama lagi.

Teriakan itu sangat keras, sampai membuat Conan dan yang lain bisa mendengarnya. Mereka langsung menghampiri sumber suara dan mendapati Ran yang masih terduduk lemas dilantai sambil membekap wajahnya dengan kedua tangannya dan Haibara yang memeluk gadis kecil bermaga Yoshida yang menangis. Conan dengan insting detektif mengedarkan pandang pada keadaan sekitar, sedang Kogoro dengan insting kebapakannya hampiri anaknya. Mengerikan dan Sangat mengenaskan. Itulah yang bocah SMA itu dapati, sesosok tubuh wanita telanjang terkapar dengan kepala terputus tergeletak menghadap pintu.

Kogoro pun ikut memandang dan tak kalah terkejut. Dengan segera ia mengungsikan anak semata wayangnya dan anak-anak kecil itu, menyerahkan pengawasan pada Profesor dan kembali ke TKP. Mendapati sosok cebol yang suka seenaknya ikut campur dalam acara penyelidikannya. Dasar sang Mouri yang tak sadar siapa yang membuatnya seterkenal ini.

DUAKH!

"Adududh..." Tubuh Conan yang kecil terpelanting kebelakang karena sang detektif tidur melemparnya. Tangannya mengusap kepala dan punggungnya yang terasa sakit.

"Ini bukan tempat bermain! Kau bocah, tidak pantas melihat hal ini!" Ucap Kogoro serius tak seperti biasanya. Ia merogoh Hp-nya dan memotrek TKP dengan cepat dan berusaha tidak melewatkan apapun. Menit berikutnya sang detektif mengambil selimut dan menutupi sang korban.

Conan mengamati TKP dengan seksama dari pintu, menyimpan semua dalam memori otaknya.

"Aku sudah menghubungi polisi." Terdengar suara Haibara dari belakang. Membuatnya mengahapkan pandanganya pada si empu suara.

"Dan..."

To be continued...

By: 31 Sherry's