Fairy Tail bukan punya author, tapi cerita ini asli punya author :v
A/N : Dibuat untuk memperingati hari valentine, RnR, favs, atau apalah thx :) Telat publish. Edan! Ini mah ketelatan atuh, maaf soalny g bs buka ff di laptop kepaksa deh cerita ini sy salin ulang trus publish di warnet sekolah.
Jalanan terasa begitu sepi, mobil yang biasanya berlalu lalang kini tak lagi begitu, biasanya juga terdengar bunyi-bunyi bising dari kendaraan. Benar-benar hari yang aneh, kota yang begitu ramai kenapa tiba-tiba jadi sepi? Langitpun terlihat tidak bersahabat, awan mendung dan terkadang terdengar bunyi petir yang menggelegar.
BRAKKK...
Terdengar suara yang cukup keras dan juga terdengar seperti suara orang yang jatuh. Benar saja, seorang anak kecil berambut merah panjang terjatuh, ia terlihat tidak baik-baik saja, wajahnya begitu ketakutan bahkan tangannya gemetar. Seorang anak laki-laki mendekati dia lalu melihat keadaannya.
"Erza, kamu baik-baik saja?" Tanyanya khawatir
"Aku...Aku ketakutan, apa petir itu akan menyambar kita?"
"Bodoh, mana mungkin lebih baik kita jalan lebih cepat nanti keburu hujan" Ajaknya
Erzapun bangun dan berjalan bersama anak itu, atau lebih tepatnya mereka adalah kakak beradik. Tak lama kemudian hujanpun turun dengan derasnya, untungnya mereka sudah mendapat tempat untuk berlindung. Udara terasa begitu dingin, bahkan rasa dingin itu sampai menusuk kulit mereka. Baju mereka basah, dan wajah mereka ketakutan.
"Kakak, kenapa kita harus kabur dari rumah?" Tanya Erza bingung
"Kamu mau dipukul ayah terus-menerus?"
"Mengapa ayah memukul kita?" Tanya Erza lagi
Kakaknya yang bernama Jellal itu hanya terdiam, ia tak bisa menjawab pertanyaan adiknya itu meski adiknya memaksa. Mereka hanya duduk sambil memandangi hujan yang tak berhenti-henti, bagi mereka suasana saat itu sangat menyeramkan. Bagaimana jika tiba-tiba mereka bertemu ayah mereka? Mendadak memikirkan itu wajah Jellal berubah menjadi ketakutan, apa mereka akan dipukul lagi?
"Kakak apa ayah mencari kita?"
"Mungkin"
"Jika ayah mencari kita, apa kita harus menurutinya dan pulang ke rumah?"
"Itu lebih baik daripada ayah marah..."
Wajah mereka menunjukkan kepasrahaan, anak kecil seperti mereka memang bisa apa? Jika harus dipukul lagi itu pasti takdir. Langit menjadi gelap, sedangkan hujan masih mengguyur kota tersebut, bulan bersembunyi dibalik awan gelap tersebut. Erza hanya tertidur dipangkuan kakaknya, sedangkan kakaknya terus terjaga. Akhirnya Jellalpun bangun dan menggendong adiknya itu, keputusannya bulat ia ingin pulang ke rumah meski harus dihukum.
Sampailah mereka berdua disebuah rumah yang tak terlalu luas, Jellal berdiri tepat didepan pintu. Dari jendela ia bisa melihat jika rumah begitu sepi, apa mungkin ayah belum pulang? Pasti pergi bersama teman-temannya itu...Dari belakang ia mendengar suara orang yang mabuk, pasti ayahnya. Hampir setiap hari ayahnya itu mabuk-mabukan, terkadang pulang larut malam atau pagi-pagi buta.
Jellal menyingkir dari depan pintu lalu ayahpun membuka pintu. Ayahnya masuk dan Jellal mengikutinya dari belakang, tidak ada respon. Mungkin ayahnya tidak sadar, akhirnya Jellalpun naik keatas tangga sambil menggendong adiknya, tetapi langkahnya terhenti karna ayahnya memanggil namanya.
"Jellal..."
"Iya, ayah?"
"Kemana saja kamu?"
"Aku..."
"Kamu kabur dari rumah lagi ya?"
"..."
"JAWAB!" Tegas ayahnya itu
"I-iiiyya..."Jawabnya ketakutan
"Turun dan berlutut, CEPAT!" Perintah ayahnya
Dengan cepat ia turun dari tangga, wajahnya tak kuat melihat ayahnya itu. Ia masih berdiri, rasanya lututnya gemetaran.
"CEPAT BERLUTUT, KAMU TULI YA?!"
"Ta-taapi...Erza ba-bagaimanna?"
"Dia? Taruh saja di sofa"
Jellalpun menaruh adiknya itu di sofa dan berlutut, wajahnya terus menunduk, dari raut wajahnya ia menunjukkan perasaan menyesal dan bersalah. Sebenarnya dia sering kabur dari rumah, dan akhirnya selalu seperti ini. Apa ini takdirnya? Ayahnya mengambil rotan dan memukul tangannya, sebenarnya ia tampak kesakitan, tetapi baginya yang terpenting ayah tidak memukul Erza.
Akhirnya Jellal kembali menggendong adiknya ke kamar, untunglah ia masih tertidur dengan lelap. Tetapi tak lama kemudian adiknya itu bangun dan menghampiri kakaknya.
"Kak, tadi aku mendengar suara yang keras, ada apa?" Tanyanya dengan wajah polos
"Itu...Tidak ada apa-apa"
"Bohong!"
Erza menarik tangan kakaknya itu dan melihatnya, tangannya merah seperti ada goresan-goresan. Iseng-iseng Erza menyentuh tangan kakaknya itu, bisa dilihat jika Jellal kesakitan.
"Ayah memukul kakak lagi ya?"
"Jika sudah tau untuk apa tanya"
Mendengar itu mendadak raut wajahnya berubah marah. Erza ingin menuruni tangga lalu beradu mulut dengan ayahnya itu, spontan Jellal langsung menggemgam tangan adiknya itu lalu menariknya.
"Mengapa kakak menghalangiku?"
"Nanti kamu juga dipukul"
"Kenapa harus takut? Kita tidak salah, ayah yang salah"
"Tidak, kita yang salah karna kita berdua kabur dari rumah"
"Ta-tapi kak..."
"Sudahlah, diam saja lebih baik kamu tidur besokkan sekolah"
"Kakak juga sekolah, jadi kakak juga harus tidur"
"Iya,iya"
Erza pergi ke ranjang, menarik selimutnya dan memejamkan mata. Sedangkan Jellal akhirnya menyusul adiknya itu dan tidur di ranjang, meski ia tidak bisa tidur karna tangannya sakit. Pagipun menyapa, cahaya matahari menembus kaca jendela kamar mereka, burung-burung bernyanyi dengan riangnya. Tetapi wajah Jellal dan Erza tak seriang nyanyian burung itu, wajah mereka nampak acak-acakan dan mereka terlihat lelah.
Bahkan saat keluar dari kamarpun langkah mereka berdua sangat pelan dan lambat, dibawah ayah mereka berdua sudah menunggu. Perlahan-lahan mengunyah makanan, bahkan mereka terlalu lama saat mengunyah makanan. Jam sudah menunjukkan pukul 6.35, jika tidak lebih cepat lagi maka akan terlambat. Ayah mereka berdiri lalu mengebrak meja, hingga terlihatnya piring dan gelas serasa terbang.
"MAU MAKAN SAMPAI KAPAN?!" Tanya ayahnya galak
"..."
"Cepatlah sedikit, jika tidak kalian akan terlambat!"
"Memang kenapa jika kami terlambat? Apa ayah peduli?" Tanya Jellal menyindir ayahnya itu
"Kau...!"
"Sudahlah kak, benar kata ayah nanti kita terlambat"
Dengan gesit mereka berdua berganti pakaian menjadi seragam, memakai sepatu, membawa tas, dan pergi ke sekolah. Jellal masih memasang wajah masam, sepertinya ia masih marah pada ayahnya meski ia menyadari jika tindakannya salah. Sesampainya di sekolah, ia langsung duduk dikursinya dan terdiam. Temannya, Natsu menghampirinya dan bertanya.
"Pagi-pagi kok wajahnya masam?" Tanyanya menggoda
"Diam saja kamu!"
"Jangan marah dong, akukan hanya bertanya" jawabnya santai
"Pasti karna ayahmu ya?" Tebak Natsu
"Jika tau untuk apa menebak?"
"Tuhkan benar, sudahlah kamu tidak perlu marah pada ayahmu itu. Seharusnya ayahmu bisa senang jika kamu menunjukkan ini!"
Natsu memperlihatkan sebuah ulangan matematika bernilai 97, Jellal hanya terdiam lalu mengambil kertas itu dari Natsu. Inikan ulangan minggu lalu, ia saja melupakan ulangan ini. Bel masukpun berbunyi, semuanya duduk ditempat masing-masing. Saat Bu Lucy menerangkan pelajaran IPA kelas 6, Jellal merasa mengantuk dan perlahan-lahan ia menutupnya, tapi ia segera membukanya kembali, tapi karna tak kuasa menahan rasa kantuknya ia pun tertidur.
Bu Lucy berjalan keliling sambil menerangkan pelajaran, saat melihat Jellal tidur. Bu Lucy menggoyang-goyangkan tubuh Jellal hingga akhirnyapun terbangun.
"Mengapa kamu tidur di kelas?" Tanya Bu Lucy dengan galak
"Ma,maaf..."
"Saat jam istirahat ikut saya ke kantor, sana cuci muka!"
"I-iiya..."
Jam istirahatpun tiba, Jellal mengikuti Bu Lucy dari belakang menuju kantor guru. Di kantor guru Bu Lucy duduk di kursinya dan menanyai Jellal.
"Akhir-akhir ini kamu kenapa?" Tanya Bu Lucy cemas
"Hanya merasa lelah saja.."
"Jika ada masalah kamu bisa menceritakannya pada ibu, lagipula ibu ini wali kelasmu kan?"
"Maaf bu, saya tidak bisa menceritakannya lagipula saya tidak punya masalah apa-apa"
"Ya sudah, kamu boleh kembali ke kelas"
"Baik, terima kasih"
Jellal berlari kecil menuju kelas, pikirannya kacau tak karuan. Tanpa sengaja ia menabrak adiknya sendiri, Erza. Adiknya mengajak kakaknya untuk makan di kantin, mereka berdua saling terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Tadi kakak habis darimana?"
"Ruang guru..."
"Kakak tertidur di kelas lagi ya?"
"Iya, pasti Bu Lucy akan menelpon ayah..."
"Mengapa kakak begitu yakin?"
"Tentu saja yakin, kakak sudah sering tertidur di kelas akhir-akhir ini, lalu setiap Bu Lucy menanyakan masalah yang ada pada diriku, aku hanya menghindar"
"Menurutku kakak jangan terlalu memikirkannya, dipikirkan nanti saja" Jawab adiknya sambil tersenyum
Dengan sedikit terpaksa Jellal tersenyum tipis, tapi senyumnya tak lama. Hari itu mereka pulang lebih cepat. Siang itu matahari begitu terik. Saat perjalanan pulang Jellal dan Erza melewati sebuah toko cokelat, sesaat Jellal berhenti didepan toko cokelat tersebut, akhirnya ia teringat suatu hal penting, seminggu lagi adalah ulang tahun adiknya Erza. Ia ingin sekali membelikan adiknya itu cokelat, keputusannya sudah bulat ia akan menabung sampai yang tabungannya cukup untuk membeli cokelat.
Sesampainya di rumah, bisa dilihatnya jika rumah begitu sepi. Pasti ayahnya sibuk berbisnis sambil mabuk-mabukan, paling nanti malam pulang begitu pikir Jellal. Karna tidak ada makanan apapun, mereka memesan makanan. Setiap hari selalu begitu. Ibu mereka sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, sosok ibu sangat mereka rindukan. Selesai makan, pergi mengerjakan PR, terkadang tidur siang, sorenya baru mandi dan sebentar lagi ayah akan pulang.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Suasana di rumah begitu sepi, seseorang dengan kerasnya mengetuk pintu. Dengan sedikit ketakutan Erza membuka pintunya, bisa dilihat ayah yang mereka sayangi itu mabuk. Ia duduk tanpa mempedulikan kedua anaknya itu.
"Ayah...?"Panggil Jellal sedikit ragu
"Jellal ayah mau berbicara sesuatu denganmu"
"Apa?"
"Ayah ditelpon oleh wali kelasmu Bu Lucy, katanya kamu sering tertidur di kelas ya?"
"I..Iyy..aa"
Tanpa memikirkan apapun, sang ayah mengambil kayu rotan dan siap memukul Jellal. Erza yang melihatnya hanya menutup matanya, saat membuka matanya kembali ternyata kakaknya menahan kayu rotan tersebut dengan memegangnya.
"Kau! Sudah berani melawan ya?!"
"IYA, MEMANG KENAPA?!"
"Dasar anak nakal!"
"Memang kenapa jika nakal? Memang kenapa jika aku sering tertidur di kelas? KENAPA JAWAB KENAPA!"
"Kamu telah berbuat salah masih berani membantah!"
"AKU TIDAK SALAH, JUSTRU AYAH YANG SALAH!"
"Maksudmu? APA MAKSUDMU!"
"Setiap hari ayah pulang malam, mabuk-mabukaan lalu memukul kami. Hatiku sakit setiap dipukul ayah, sudah cukup aku bersabar!"
Jellal pun pergi meninggalkan ayahnya, membuka pintu rumah dan berlari keluar. Sebelumnya ia melempar sebuah kertas selembaran ulangan, ayahnya memungut kertas itu dan melihatnya. Sebuah ulangan bernilai 97 yang ingin Jellal perlihatkan. Ayahnya hanya terdiam sedangkan Erza pergi menyusul kakaknya.
Berlari sekian lama memang melelahkan, akhirnya Jellalpun terjatuh dan memutuskan untuk berjalan, dia duduk dipinggir sungai, air mata menetes dari matanya. Pikirannya melayang-layang, terkadang terlintas pikiran daripada dipukul ayahnya lebih baik dia mati, tetapi jika dia mati bagaimana dengan adiknya? Demi adiknya ia sudah bertahan sejauh ini, sayang bukan jika mengakhirinya?
"Kakak!" Panggil Erza
"Erza?"
"Ayo kita pulang, ayah sudah tau salah" Ajaknya sambil tersenyum
Senyumnya, benar senyumnya bagai malaikat. Bagi Jellal ia adalah seorang malaikat kecil, Jellalpun bangkit berdiri mereka berdua pulang dengan menampakan wajah kebahagiaan.
A/N : Ceritanya masih bersambung gan, kan belum ada cerita Jellal memberikan adiknya hadiah cokelat, tunggu ya cerita selanjutnya. Arigatou :)
