A Bleach fanfiction
.
Created : 25/03/2013 17:28
Publish : 25/03/2013 23:45
.
KITA SUAMI ISTRI!
.
Disclaimer :
*Bleach © Tite Kubo*
*Kita Suami Istri! © Toyama Ichiru*
Rated : T
Genre : Friendship, Romance, Family, Humor
.
Fanart is not mine! But the story is mine!
Warning : OOC, Typo bertebaran, AU, GaJe stadium akhir, Abal tingkat akut
.
Prolog
.
Gadis mungil itu terkikik pelan. Sebuah buku di tangannya telah berjasa atas senyuman di wajahnya. Tak ada yang spesial dari buku itu, hanya buku tipis dengan cover kelinci abnormal yang selalu dipanggil 'chappy' olehnya. Lalu, jasa apakah yang diberikan sang buku sampai gadis mungil ini terus saja tersenyum?
"Kenapa kau tertawa seperti itu? Mengerikan sekali!" sebuah suara baritone mengejutkan gadis mungil itu, membuyarkan khayalan indah yang tadi masih bertengger di otak sang gadis, membuat awan angan di kepala sang gadis memencar pergi.
"Kya~!" Gadis itu mengembungkan pipinya setelah tanpa sengaja menjerit tertahan hingga buku di tangannya terpental jatuh. Matanya menukik ke arah laki-laki berbadan tegap yang sekarang masih berdiri di ambang pintu.
Gadis itu turun dari atas ranjang yang sempat menjadi singgahan bokongnya. Turun dari atas ranjang itu dan kini terduduk di lantai. Walaupun tubuhnya bergerak, kepalanya masih menghadap pada laki-laki itu. Menatap tajam sambil mengeluarkan aura mengerikan yang begitu mematikan.
"APA!?" gadis itu menjerit kesal. Tangannya mulai meraba-raba kasar lantai, berusaha mencari buku yang tadi terjatuh dari tangannya. Namun, ia tak kunjung menjangkau buku itu. Setelah berdecak kesal, ia menghentakkan tolehan kepalanya ke arah bawah untuk melihat secara langsung di mana buku itu berada. Dan oh... nasib sial baginya karena buku itu ternyata diinjak oleh si laki-laki.
"Kemarikan!" gadis itu kembali menjerit kesal sambil menarik-narik buku yang terapit di antara kaki besar dan lantai. Melihat reaksi lucu dari sang gadis, laki-laki itu justru tertawa keras tanpa berniat menyingkirkan kakinya dari atas buku itu.
Duak!
Tanpa basa-basi tangan mungil sang gadis menghantam tulang kering milik laki-laki itu. Hingga dengan sebuah teriakan melengking, laki-laki itu menarik kakinya dan mulai mengaduh kesakitan. Kaki kiri laki-laki itu terangkat dan mulai masuk ke dalam lingkaran lengannya. Yah... mengaduh sambil memeluk kaki kiri, sedangkan kaki kanannya mulai meloncat tak jelas.
"Itai, midget!" laki-laki itu meraung keras. Kerutan permanen di dahinya bertambah, menunjukkan betapa kesalnya ia sekarang.
"Mikan no baka!" gadis itu berteriak keras sambil menarik buku di lantai dan mendekapnya erat –takut-takut buku itu akan hancur. Entah hancur oleh apa.
"Kalau aku tidak bisa berjalan bagaimana?" laki-laki itu kembali memaki sang gadis. Sedangkan sang gadis hanya menatap dengan tatapan tajam, menunjukkan ketidaktakutannya pada wajah mengerikan laki-laki di hadapannya. Cheh... jangan kira karena mempunyai kerutan mengerikan di dahi dan rambut menyala seperti yanke itu, gadis mungil yang terlihat lemah ini akan takut.
"Kalau aku tidak bisa melihat foto-nya bagaimana!?" sengit sang gadis. Ada penekanan berbeda pada kata 'nya'. Entah apa alasannya. Mungkin buku yang sekarang ia dekap erat bisa memberitahukan identitas sang '-nya'.
Hening seketika. Yang terasa hanya aura panas yang sedari tadi mereka keluarkan. Saling mengirim death glare dan tatapan menusuk. Menatap tajam, seakan-akan tatapan mereka itu ingin mencongkel bola mata di depannya.
"Oke... oke... aku mengalah. Semua salahku, kau puas, Rukia?!" laki-laki itu berujar jengkel sambil berjalan mendekati sang gadis, lalu mengulurkan tangannya, berniat membantu sang gadis berdiri.
Tangan itu dengan senang hati disambut oleh sang gadis –bernama Rukia. Senyuman kemenangan muncul di bibir Rukia. Setelah berhasil berdiri, Rukia menyeka baju terusannya. Ia yakin laki-laki di depannya ini sedang memperhatikannya, mungkinkah punya sebuah rencana? Atau sekedar memperhatikan tubuh mungilnya?
Manik ungu kelabu milik Rukia melirik ke arah kaki laki-laki di depannya. Yeah, sungguh hebat, dalam sekejap sakit di tulang kering itu dapat hilang, padahal Rukia yakin tadi ia sudah memukul keras. Oh, mungkinkah tak terlalu berefek karena hantaman yang tulang kering itu dapatkan hanya berasal dari kepalan tangan? Bukan dari ujung kaki yang bisa memberikan hantaman ekstra.
Tanpa basa-basi Rukia menendang tulang kering di kaki kiri laki-laki itu. Dan kali ini laki-laki itu benar-benar berteriak kesakitan hingga terbaring di lantai. Hanya ringisan dan cibiran yang laki-laki itu keluarkan, sedangkan Rukia kembali duduk di atas ranjang.
"Rukia, ini kamarku! Bersikaplah sopan padaku! Dan aku ini lebih tua darimu!" bentak laki-laki itu kesal. Rukia tertawa renyah, lalu menatap laki-laki itu dengan tatapan mengejek.
"Maaf, Kurosaki Ichigo, kamarmu atau bukan itu bukan urusanku. Derajatmu dengan derajatku sama, kita berada di angkatan yang sama, dan walaupun kau lebih tua dariku, itu bukan berarti aku akan selalu sopan padamu!" Rukia kembali tertawa, lalu perlahan menggantinya dengan seringaian.
Laki-laki –bernama Ichigo– itu segera berdiri. Lalu mendorong bahu Rukia, hingga punggung gadis itu menghantam kasur empuk di bawahnya. Lantas, sang strawberry itu memposisikan tubuhnya di atas tubuh Rukia. Sebuah seringaian muncul di bibirnya.
"Kau mulai nakal, ya~" laki-laki itu mengucapkan sebuah kata-kata sindiran dengan nada menggoda –menjijikkan. Rukia hanya berdecih sambil membuang muka. Tangan Ichigo perlahan mendarat di atas perut Rukia. Langsung saja Rukia menoleh dan membulatkan matanya –kembali mengirimkan death glare pada Ichigo.
Ichigo menyeringai, tangannya mulai mengelus perut Rukia dan –
"Kyaaa~" Rukia menjerit tertahan.
–tangan besar Ichigo dengan cepat menggelitiki pinggang Rukia. Setelah menjerit tertahan Rukia hanya menggeliat hebat menerima rangsangan menggelikan itu. Tawa keras yang ikut mengundang tawa Ichigo. Di kamar itu, kamar sang laki-laki, kamar Kurosaki Ichigo, mereka berdua bercanda tawa setelah saling bertatap tajam.
"Ichigo... hentikan~!" Rukia berteriak keras sambil terus menggeliat.
"Yah... nanti. Katakan informasi yang kau dapat!" sahut Ichigo, tangan besarnya masih menggelitiki pinggang Rukia.
"Di... dia... bilang bisa bertemu denganmu sore ini.. hyahahahha... dan dia... kh... senang kau mengajaknyah... kya... jalan-...jalan," kata Rukia setengah mati. Namun, setelah itu ia kembali tertawa terbahak-bahak. Ichigo tersenyum senang.
"Oke. Terima kasih, dia juga mengatakan bahwa sore nanti bisa bertemu denganmu. Cheh... ia terus saja tersenyum saat aku menyebut namamu," sahut Ichigo. Rukia hanya merespon dengan tawa melengking yang begitu memekakkan telinga.
Salahkan sang Kurosaki karena tak kunjung menjauhkan tangannya dari pinggang kecil gadis itu.
..
.
..
Tawa dari dalam kamar itu masih terdengar. Sepertinya, Ichigo masih belum puas menggelitiki Rukia. Hingga aktivitas mereka itu terhenti saat pintu kamar Ichigo dibuka.
...
"Kyaahahaha... ha.. hah... hah..." Rukia hanya mendesah karena lelah. Benar-benar lelah menerima serangan Ichigo. Dan kali ini ia dan Ichigo harus diam terpaku dengan wajah memerah ketika pintu ruangan dibuka, menampakan 4 wajah orang dewasa yang sanggup membuat mereka memilih untuk mati daripada dilihat dalam keadaan memalukan seperti ini.
Oh... keadaan memalukan. Yah, memang! Mereka ada di dalam kamar seorang remaja lelaki. Berada di atas ranjang, sang gadis berada di bawah dan lelaki berada tepat di atasnya. Well, silahkan bayangkan sendiri apa maksudnya.
"Maaf, kami mengganggu," suara laki-laki berjenggot dari ambang pintu itu kini benar-benar merubah warna putih kulit wajah Rukia menjadi kepiting yang terlalu lama direbus. Cepat-cepat Rukia mendorong tubuh Ichigo menjauh, agar ia dapat mengubah posisi tak mengenakkan itu.
Laki-laki dengan manik kelabu yang berada di sebelah laki-laki berjenggot tadi berdehem pelan, membuat Rukia dan Ichigo langsung duduk manis di lantai. Yeah, turun dari ranjang dan memilih untuk duduk di lantai –agar lebih sopan.
Sejujurnya, Ichigo jarang bersikap seperti ini di depan laki-laki berjenggot itu, tapi melihat laki-laki dengan manik kelabu itu membuatnya terpaksa bersikap seperti ini. Oh... adakah yang dapat menduga siapa kedua orang itu? Sudah sangat jelas bukan?
"Oyaji!" Ichigo berucap tegas. Matanya menatap pada pria berjenggot. Yup, dia adalah ayah sang pemilik nama strawberry berstatus kepala mikan, Kurosaki Isshin.
"Tou-sama," sedangkan Rukia berucap lembut penuh perhatian. Rukia tersenyum lembut pada laki-laki bermanik kelabu di depannya. Oh... panggilan berbeda, namun memiliki arti yang sama. Laki-laki itu adalah ayah sang gadis, Kuchiki Byakuya.
"Ah... Rukia-chan selalu sopan, ya," seorang perempuan berbada sintal yang berada di belakang Isshin berujar dengan wajah tersipu. Entah kenapa rona merah muda itu bisa muncul di pipinya. Cengiran bocah muncul di wajah Isshin.
"Calon menantu idaman," sahut Isshin. Rukia dan Ichigo hanya diam. Ada apa sebenarnya? Kenapa orangtua mereka berkumpul bersama? Oh... jangan harap kata 'calon menantu' dapat mengagetkan mereka karena mereka tahu itu hanyalah omong kosong tak bermutu.
"Aih... Ichigo-kun semakin tampan jika tak memakai kacamata," wanita mungil –yang secara fisik mirip dengan Rukia- itu tersenyum tipis.
Tak perlu lagi dijelaskan siapa kedua wanita itu? Wanita berbadan sintal yang mewarisi warna nyentrik rambutnya pada Ichigo, jelas adalah ibu dari Ichigo, Kurosaki Masaki.
Sedangkan wanita mungil mirip Rukia itu adalah istri dari Byakuya Kuchiki. Dengan kata lain, ibu dari Rukia, Kuchiki Hisana. Perempuan yang repot-repot membuat anak yang mungkin adalah hasil kloning dari tubuhnya. Tapi, itu alami. Tak ada ramuan aneh yang membuat anaknya begitu mirip dengannya.
"Kaa-san, ada apa?" Ichigo bertanya dengan nada sopan. 4 orang dewasa yang sekarang berdiri di depan pintu itu terdiam, lalu menatap Ichigo dan Rukia dengan tatapan serius.
"Ada yang ingin kami bicarakan," kata Isshin tegas. Rukia mengernyitkan dahinya. Bingung.
"Membiacarakan tentang apa? Kami sibuk, Oyaji," elak Ichigo cepat. Well, hal itu tak sepenuhnya salah karena dia memang memilik janji dengan seseorang. Dan hal itu juga berlaku pada Rukia. Seperti pertukaran informasi yang mereka katakan tadi, mereka akan bertemu dengan masing-masing 'dia' mereka sore ini.
"Ini sangat penting karena berhubungan dengan masa depan kalian," ucapan Byakuya yang terdengar arogan dan dingin membuat Ichigo dan Rukia tertegun. Mereka menelan ludah, berusaha mencari keberanian untuk bertanya lebih lanjut.
"A... Apa itu, Otou-sama?" tanya Rukia sopan. Rukia kembali menelan ludah, berharap agar ayahnya itu mau menjawab langsung pertanyaannya.
"Tentang pernikahan kalian!" tegas Byakuya.
Rukia dan Ichigo terdiam. Perlahan, mata mereka melebar dan saat itu juga mereka tertawa terbahak-bahak. Bercanda! Rukia dan Ichigo tak menyangka Byakuya akan memerankan sebuah peranan konyol. Tunggu, siapa bilang ini bercanda? Siapa bilang ini sebuah peranan?
Tawa Ichigo dan Rukia mulai mereda saat mereka tahu 4 orang dewasa di depan mereka hanya diam. Dan kini yang tertinggal di wajah mereka hanyalah senyuman konyol yang sedikit mengenaskan. Mereka tahu sekarang, wajah serius dari orangtua mereka bukanlah bercanda.
"Ini serius."
"Bukan candaan."
"Kalian akan kami nikahkan!"
"Segera!"
Dan saat itu juga teriakan kesedihan keluar dari mulut Ichigo dan Rukia.
ITU PASTI BERCANDA! PASTI!
"Kutegaskan sekali lagi bahwa ini bukan candaan!"
.
.
TBC
.
(A/N)
Alur kecepetan. Pasti! Saya pakai alur cepat karena ingin menyesuaikan dengan judul. Gak suka? Maaf, memang abal! Chapter pertama akan saya perjelas alurnya. Di sini scenenya berada di kamar Ichigo.
Gak banyak komentar. Cuma itu. Dan lagi, terima kasih mau repot-repot membaca fic ini. Akan ada hal menyebalkan dalam fic ini, jadi kalo udah merasa aneh, jangan dipaksa buat ngebaca chapter depan.
Satu lagi yang ingin saya katakan. SAYA AKAN HIATUS! Dikarenakan sesuatu dari dunia nyata yang tak bisa ditunda. Mohon untuk menunggu update fic ini beberapa lama (emang ada yang mau nunggu?) Hum...
Itu saja, sekian, Terima kasih.
