"Love and Hate"

Pairing: All x Guanlin

Genre: Drama

Rating: M (maybe)

Disclaimer: Not mine

Warning: Uke!Guanlin, Yaoi, Typo everywhere, OOC maximal, etc.

.

.

.

Don't Like, Don't Read

.

.

.

.

.

Suara gaduh terdengar dari salah satu bilik kamar di mansion yang bergaya Eropa.

Tampak seorang laki-laki berwajah kusut tengah keluar dari kamar tersebut.

Rambutnya berantakan khas orang bangun tidur. Dan tidak lupa kemeja putih yang terlihat sangat kusut meninggalkan beberapa kancing atasan kemeja tersebut terbuka. Menampilakan leher jenjang yang sangat putih sedikit terekspos.

Kakinya ia langkahkan menuju kamar yang terletak di samping kamarnya.

"Ck, ya Dongho-ssi! Buka pintunya!" Laki-laki tersebut berteriak dengan suara beratnya. Dan mengedor pintu didepannya dengan sedikit tidak sabar.

Lai Guanlin, pelaku pengedoran pintu dengan beringas tadi, mencoba untuk bersabar menunggu si pemilik membuka kamarnya.

Beberapa detik kemudian, pintu di depannya terbuka. Menampilkan seorang laki-laki berkemeja hitam memasang wajah datar.

"Kenapa kau tidak membangunkanku?" Teriak Guanlin to the point, dia sungguh kesal karena hari ini dia tidak bisa sekolah karena bangun kesiangan.

"Salah siapa tidak memasang alarm?" Kang Dongho, nama laki-laki dihadapan Guanlin, sekaligus menjabat sebagai kakak angkat Guanlin, berkata dengan santainya.

"Jadi disini tugas kau itu apa?" Guanlin masih meninggikan suaranya.

"Berkerja." Dongho menjawab dengan nada datar.

"Ck, percuma saja abeoji menikah lagi jika ujung-ujungnya menelentarkan anaknya dengan orang asing." Guanlin membalikkan badannya untuk meninggalkan Dongho.

Belum sempat melangkah, tangan Guanlin digenggam Dongho dan tubuh tinggi Guanlin ia hempas ke tembok di sampingnya.

Bahu kanan Guanlin ia cengkram dengan keras, mengakibatkan Guanlin yang meringis menahan sakit.

"Orang asing? Ck, apakah orang tuamu tidak mengajari tata krama?" Dongho sungguh kesal meladeni kelakuan adik tirinya yang sungguh kurang ajar.

"Semenjak aku menginjakkan kaki di rumah ini, aku dipinta untuk mengurus pekerjaan abeojimu di Korea."

"Seharusnya kau berterima kasih kepadaku karena aku lah yang membiayai semua keperluanmu, termasuk sekolah. Bukan orang yang kau sebut-sebut abeoji itu." Tampak sekali wajah Dongho memerah menahan amarah yang siap meledak.

"Dan... Jangan sekali-sekali membuatku marah, atau kau..." Ucapan Dongho terhenti mendengar suara bel yang menandakan tamu tengah berkunjung di kediaman tersebut.

Melihat ada kesempatan, Guanlin menepis tangan Dongho dibahunya dan sedikit berlari saat menuruni tangga.

Ia melangkahkan kakinya ke pintu untuk menyambut tamu yang berkunjung.

Guanlin sangat tau siapa tamu tersebut, mengingat hanya beberapa orang saja yang berani bertamu ke mansion besar tersebut.

"Daniel hyung!" Seru Guanlin senang melihat teman satu sekolahnya berkunjung.

"Yo! Kenapa kau tidak datang ke sekolah? Tidak berani dengan kedatangan orang tua Jihoon heh..." Daniel memasang wajah meremehkan.

"Gara-gara kau aku bangun telat bodoh!" Guanlin menatap Daniel bosan.

Karena memang semalam, Guanlin diam-diam pergi untuk menemani Daniel di bar sedikit jauh dari mansionnya.

Dan dengan kurang ajarnya, Daniel memberikan minuman berakhohol tinggi kepadanya, mengakibatkan ia mabuk berat dan terlelap beberapa jam di apartment Daniel.

Entah apa saja yang Daniel lakukan semalam, karena yang ia ingat bibirnya di cium habis-habisan oleh Daniel dengan rakusnya. Bahkan bibirnya pun masih terlihat sedikit membengkak.

Dan dini hari, sekitar jam 4. Daniel mengantarkan ia pulang. Sehingga saat sampai di mansionnya, ia jatuh terlelap saking lelahnya. Bahkan untuk menarik selimut saja rasanya ia tidak berdaya.

Guanlin sangat tau jika kakak angkatnya bisa saja mendengar obrolan mereka. Dan Guanlin yakin, jika Dongho mengetahui kelakuannya, pasti ia akan di adukan ke abeojinya yang sekarang tengah sibuk di Beijing.

Dengan cekatan, Ia menarik tangan Daniel untuk mengikutinya.

Tempat teramannya adalah kamarnya, sehingga ia membawa Daniel menuju kamar yang sangat jarang dimasuki orang luar.

Guanlin melewati Dongho dengan santai, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Dongho pun hanya menatap datar melihat kelakuan adik tirinya yang membawa sembarang orang ke kamarnya. Bahkan ia yang tinggal hampir 2 minggu di mansion ini saja, belum pernah sekali pun memasuki kamar tersebut.

.

.

.

"Jadi bagaimana situasinya?" Guanlin berkata sambil menggenggam semangkuk es krim di pangkuannya.

"Kau tau, ibunya Jihoon mengadu ke kepala sekolah, bahkan hampir memohon. Sayang sekali kau tidak melihatnya." Jawab Daniel dengan antusias.

"Aku yakin, dia pasti akan pindah sekolah." Tawa Guanlin.

"Tentu saja," Senyum meremehkan tersungging di wajah Daniel.

Mereka pun tertawa bersama.

"Guanlin-ah, malam ini mau menemaniku lagi?"

"Bar? Ah tidak, aku sungguh lelah hari ini." Guanlin mengibaskan tangannya tanda menolak.

"Wae? Lelah atau karena hyung kesayanganmu itu?" Daniel kembali memasang wajah meremehkan.

Guanlin hanya memasang wajah datarnya, dan melempar bantal tepat mengenai wajah tampan Daniel yang sebelumnya ia gunakan untuk sandarannya tadi.

Daniel hanya bisa meringis sakit.

"Oh, ayolah..." Ia lalu beranjak dari kursi belajar Guanlin menghampiri Guanlin yang duduk diatas ranjangnya.

Daniel memeluk Guanlin dari belakang dan menyembunyikan wajahnya diceruk leher Guanlin.

Guanlin hanya diam menikmati pelukan hangat Daniel di belakangnya.

"Sungguh, hari ini aku sedang malas Daniel hyung." Guanlin memejamkan matanya menikmati kecupan-kecupan di leher jenjangnya. Siapa lagi jika bukan Daniel lah pelakunya.

"Bagaimana jika kita minum-minum dirumahku?" Daniel mencoba untuk menawar.

Akhirnya dengan anggukan, Guanlin menyetujui permintaan Daniel.

Daniel begitu senang mendengarnya, terlihat dari tingkah lakunya yang memeluk erat Guanlin.

"Nanti malam aku akan memperkenalkanmu dengan temanku." Setelah mengatakan hal itu, Daniel berpamitan untuk pulang dan beranjak dari kamar tersebut. Dengan alasan kucing kecilnya belum makan siang.

Di ruang tamu, Daniel mendapati Kakak angkat Guanlin menatap sengit dirinya. Daniel hanya memasang senyum meremehkan adalannya. Dan memalingkan pandangannya.

.

.

.

.

.

Malam itu, Guanlin bersiap-siap untuk pergi ke apartemen Daniel.

Ia mengenakan jaket hoodie berwarna pink, dan membawa dompet beserta ponsel yang ia kantongi di saku celana jeansnya.

Guanlin tengah bersiap-siap untuk lompat dari jendela menuju pohon yang lumayan tinggi di depannya. Namun aktivitasnya terhenti saat mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.

"Oh, shit! Pasti Kim ahjumma." Dengan berat hati, Guanlin mengurung niatnya untuk melompat. Lalu membuka pintu kamarnya dengan malas.

Namun tidak disangka, bukan Kim ahjumma lah yang berdiri di depannya. Melainkan kakak tirinya, Kang Dongho.

Wajah Guanlin yang datar pun makin datar melihat orang yang tidak disukainya.

"Kau mau pergi kemana?" Tanya Dongho penuh selidik.

"Apa urusanmu?" Guanlin menjawab dengan ketus.

"Tentu saja ini urusanku, karena sekarang akulah walimu." Dongho berkata dengan tegas.

"Ck, berapa won kau dibayar oleh abeoji untuk menjadi waliku?" Guanlin menatap sinis Dongho dan tersenyum meremehkan.

"..." Dongho tidak menjawab, wajahnya ia tundukkan, sehingga Guanlin tidak melihat ekspresi apa yang Dongho pasang diwajah tampannya.

Dongho tiba-tiba mendekatkan dirinya dan membuat tubuh Guanlin mundur.

Firasat Guanlin sungguh tidak enak. Saat ia mulai mengambil ancang-ancang untuk berlari ke arah pintu. Dengan eratnya, Dongho menggenggam pergelangan tangan Guanlin. Lebih erat dan kasar dari genggaman tadi pagi. Sehingga membuat Guanlin meringis kesakitan.

Dan dengan cepat, tubuhnya dihempaskan sedikit kasar oleh Dongho ke kasur king size miliknya.

Bahu Guanlin bergetar dan matanya menatap horor Dongho didepannya.

Dalam hati ia berdoa untuk bisa keluar dari situasi tersebut.

Dongho melonggarkan dasinya yang ia gunakan sedari tadi. Dan mulai mendekati Guanlin yang beringsut mundur.

Terlihat sekali Dongho baru pulang kerja, mengingat ia masih menggunakan kemeja yang ia gunakan tadi pagi.

"Sepertinya abeojimu memang tidak pernah mengajari anaknya tentang kesopanan." Jeda Dongho.

Guanlin hanya bisa mentap was-was Dongho.

"Jadi, aku akan mengajarimu bagaimana caranya menghormati orang yang lebih tua." Dongho tersenyum. Bukan senyuman manis, melainkan senyuman yang membuat Guanlin bergidik ngeri.

Guanlin makin menatap horor Dongho saat kedua tangannya digenggam sangat erat menggunakan tangan kiri pria tersebut.

Dasi yang terlepas dan berada ditangan kananya ia ikatkan ketangan Guanlin, mencoba untuk mengunci kedua tangan tersebut pada tepi ranjang.

Guanlin tidak hanya diam, tubuhnya memberontak, sehingga Dongho menindih badan kurusnya.

Kakinya ia gunakan untuk mencoba menendang pria dihadapannya. Namun percuma, kakinya tidak bisa ia gerakkan karena kekuatan Dongho di atasnya sungguh tidak main-main.

"Dengan cara apa aku harus menghukummu Lai Guanlin?" Dongho berbisik ditelinga kanan Guanlin.

Tubuh Guanlin menegang sambil menatap tajam Dongho.

"Menjauh dari tubuhku berengsek!" Ia mencoba membuka suaranya yang terdengar tampak bergetar karena ketakutan.

"Ah, sepertinya bibirmu lah yang harus dihukum duluan." Dongho menyeringai.

Dengan cepat bibir Guanlin dikunci oleh bibir sedikit berisi milik Dongho.

Guanlin sungguh terkejut atas perlakuan kakak tirinya. Dan mulai memberontak kembali, namun hasilnya tetap sama. Kekuatan Dongho membuatnya lemas tidak berdaya di bawah kukungan laki-laki tersebut.

Dan tanpa bisa dicegah, Dongho mulai berani melumat bibir bawah dan atas Guanlin.

Guanlin menggerakan kepalnya untuk menolak ciuman paksa tersebut. Namun, tangan Dongho mencengkram dagunya untuk memperdalam ciuman mereka.

Guanlin hanya bisa pasrah bibirnya dilumat habis-habisan oleh Dongho. Karena tenaganya menguap entah kemana.

"S-st.. L-lep.. Mphh..."

Nafasnya putus-putus, Dongho pun memutuskan pagutannya. Dan terlihatlah benang salvia yang mengalir dari bibir Guanlin, turun menuju leher jenjangnya.

Guanlin lalu menghirup oksigen dengan rakus. Dan menatap Dongho dengan mata sayunya.

Ia ingin mengatakan sesuatu, namun ia urungkan karena merasa tenggorokannya terasa sangat kering.

Dongho menjauhkan tubuhnya dan melepaskan ikatan pada lengan Guanlin.

"Tetap disini, atau kau akan mendapatkan hukuman lebih dari ini." Dongho mentap datar Guanlin, lalu meninggalkannya.

Guanlin menatap pintu tertutup tersebut dengan tatapan nanar. Ia sungguh ketakutan.

Dan tanpa sadar, untuk pertama kalinya seorang Guanlin, yang terkenal dengan hati dinginnya, meneteskan air matanya.

Guanlin memeluk lututnya dan mulai terisak kecil.

"Brengsek!"

.

.

.

To be Continued