Kontemplasi © ardhan winchester
Animorphs © KA
Applegate
I am not, in any way, take any profit from the story.


Aku tak pernah berpikir betul-betul mengenai apa yang akan kulakukan nanti setelah perang ini berakhir, setelah Yeerk bukan lagi ancaman bagi kehidupan manusia, ketika Animorphs bisa menikmati hidup dengan santai. Aku tak pernah merencanakan masa depan macam apa yang ingin kulakukan. Selain karena nampaknya mustahil mengalahkan satu ras alien hanya dengan enam orang yang bahkan belum dewasa, aku tidak melihat banyak opsi bagiku.

Aku adalah nothlit, itu sebutan bagi seseorang yang melewatkan dua jam dalam bentuk morph dan terkurung selamana dalam wujud itu. Sekarang aku bukan lagi Tobias si anak yang selalu jadi samsak gratis bagi berandalan. Aku adalah Tobias si elang ekor merah, predator bermata tajam dan berkuku kuat. Masa depan yang dibayangkan oleh Tobias si elang hanyalah tinggal di padang rumputnya, menerkam mangsa di pagi, dan menjalani sisa harinya dengan berkeliaran tanpa tujuan, bertahan hidup.

Tentu aku memiliki DNA manusiaku—kredit untuk Ellimist, makhluk yang memiliki kekuatan luar biasa untuk menghanguskan satu ras dalam satu jentikan tangan tapi tak mau ambil andil dalam bagian perang ini—dan bisa mempertimbangkan untuk tetap dalam wujud manusia, nanti. Kembali ke kehidupan Tobias si remaja sasaran bully, kehidupan yang normal.

Masalahnya di sini adalah, kehidupanku saat masih menjadi manusia tak bisa dikatakan normal. Memang jauh jika dibandingkan dengan kehidupan setelah aku bertemu dengan Elfangor di lahan konstruksi dahulu, tapi Tobias si anak manusia bukan sisi hidup yang bisa kunikmati. Tak ada orangtua, hanya paman pemabuk dan bibi yang tak menyayangiku, dan banyak pukulan yang kudapatkan saat di sekolah.

Hidup sebagai elang ekor merah jauh lebih menyenangkan.

Jika misalkan kami selamat setelah perang dengan Yeerk ini, yang mana peluangnya jauh lebih kecil daripada Marco berhasil mengajak Rachel berkencan, jelas aku akan tetap menjadi elang ekor merah.

Hingga Rachel muncul.

Eh, yah, dia selalu ada, kau tahu. Dia salah satu Animorph juga, jadi tak bisa dikatakan muncul begitu saja. Dia adalah orang pertama yang menerimaku apa adanya, Tobias si manusia yang lemah dan Tobias si elang sang pemangsa, kedua sisi diriku yang jauh berbeda. Aku menyukainya, mungkin lebih dari sekedar sahabat belaka, lebih dari sekedar menyukai. Bukan hanya karena penampilannya yang cantik dan sempurna, tapi juga sifatnya yang hangat dan bersemangat. Tak lama, aku sadar Rachel memiliki perasaan yang sama seperti aku padanya—well, kalimat itu lebih baik.

Setelah itu, kupikir.. yah, kupikir..

..aku mungkin bisa memulai hidup baru sebagai manusia, bersama dengan Rachel.

.

Kuharap.