Gelap. Namun indah.
Hanya dua kata itu yang mampu mendeskripsikan dirinya. Seorang pimpinan klan youkai terkuat yang pernah ada di dunia.
Sosoknya sendiri mampu membuat setiap mata yang melihatnya akan dalam sekejap menyerahkan diri mereka dengan pasrah seutuhnya ke tangannya. Sosok yang amat sangat menggoda.
Sosok misterius namun kejam.
Namun, bagiku hal itu tak memiliki pengaruh sama sekali. Tujuanku menemuinya hanya satu. Membunuhnya. Tak ada tujuan lain.
Karena itulah tugasku. Sebagai seorang Onmyouji.
.
.
Eternal Wings
Disclaimer : Naruto by Masashi Kishimoto
Genre : Supernatural, Romance
Warning : AU, typo, OOC, beberapa kejanggalan deskripsi
A request fic by Trancy Anafeloz
Don't like, don't read
.
.
Enjoy Reading
Chapter 1 : Prolog
"Kau harus ingat, Sakura. Tugas kita sebagai seorang onmyouji adalah untuk melindungi manusia dari serangan para youkai. Onmyouji harus mampu membasmi youkai, agar kehidupan damai dapat dirasakan oleh manusia di dunia ini."
Kata-kata itu terngiang di dalam otak gadis itu. Youkai. Basmi mereka. Bunuh mereka. Musnahkan mereka. Kata-kata itu bagaikan mantera yang selalu dilafalkan oleh Sakura dalam kesehariannya. Itu adalah tugas yang harus aku lakukan, pikirnya dalam hati.
Tak ada hal lain yang ia pikirkan, selain tugasnya sebagai seorang onmyouji dan juga seorang murid SMA. Karena ia telah berjanji bahwa ia akan melakukan tugasnya sebagai seorang onmyouji dengan bertanggung jawab. Hanya dengan satu tujuan.
Dendam.
Dendam yang ia pendam selama hampir 7 tahun ini. Dendam pada youkai, yang telah menghancurkan hidupnya. Youkai yang dengan kejam memporak porandakan kehidupannya yang indah dan damai. Mengubah dalam sekejap dunia Sakura yang dipenuhi dengan warna-warna cerah menjadi dunia yang dipenuhi dengan warna kelabu dan gelap.
Tak ada kata ampun bagi para makhluk-makhluk tak diundang itu. Bunuh. Itu adalah kata mati bagi mereka.
Rembulan telah menunjukkan pesonanya ketika sesosok pria paruh baya berlari tunggang langgang menyusuri sebuah jalanan sempit yang berada di antara gedung-gedung tinggi. Pria itu berlari dengan membawa seorang anak kecil dalam dekapan tubuhnya. Peluh membanjiri setiap bagian tubuhnya. Tanpa melihat lagi ke belakang, ia berlari dengan sekuat tenaga menuju sebuah gedung terbengkalai.
"Hosh. Hosh. Hosh." Dengan susah payah ia melangkahkan kakinya, menaiki setiap anak tangga yang ada di hadapannya. Dengan beban yang ia bawa di tangannya, mempersulitnya untuk bergerak cepat.
BLAM.
Sebuah suara pintu terbanting, sukses membuat pria itu terkesiap. Mendengar suara itu, ia mempercepat langkahnya menaiki anak tangga tersebut. Hingga ia akhirnya mencapai puncak dari gedung tersebut dengan bersusah payah.
Ia dengan kekuatan yang tersisa, berusaha menutup satu-satunya pintu yang menghubungkan atap gedung dengan bagian dalam gedung. Menggunakan sebelah tangan, ia menggeser pelan-pelan segala benda yang ia lihat mampu menahan pintu itu.
Setelah diukurnya benda-benda tersebut cukup kuat untuk menahan pintu besi itu, ia meletakkan anak kecil tersebut di lantai. Anak tersebut terlihat pucat pasi, wajahnya menunjukkan ketidaknyamanan yang amat sangat. Kesadarannya juga sangatlah tipis.
Pria itu hanya menatap anak tersebut dengan tatapan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Antara lapar, haus, atau kejam. Ia melipat kedua kakinya, sehingga ia berada dalam posisi berjongkok di hadapan anak kecil itu. Kedua tangannya terangkat ke depan, seakan hendak menerkam sang anak.
Sesaat jari-jarinya hendak menerkam leher putih sang anak, terdengar suara berisik berasal dari pintu besi yang telah dihalangi dengan benda-benda berat. Tanpa mempedulikan suara-suara itu, pria tersebut secara perlahan menggenggam leher putih itu, dan berusaha mencekiknya, hingga sebuah ledakan diiringi sebuah suara terdengar.
"Kai."
Seketika benda-benda penghalang pintu besi itu hancur berantakan. Benda-benda itu terbang berhamburan ke segala penjuru.
Mendengar suara ledakan dan melihat pecahan besi betebaran di sekitarnya, pria itu membalikkan badannya menuju arah pintu tersebut. Di antara debu-debu hasil ledakan itu, terdapat siluet sesosok manusia berjalan dengan pelan menuju ke arah pria itu.
Melihat hal itu, pria paruh baya itu pun bersikap defensif. Ia membungkukkan badannya, memajukan kaki kanannya ke arah depan, dan menyiagakan kedua tangannya dalam posisi hendak mencengkeram.
Tap. Tap. Tap.
Suara langkah kaki terdengar menggema di seluruh penjuru lantai atap tersebut. Langkah tersebut semakin mendekat menuju arah pria dan anak kecil itu berada. Semakin dekat jarak di antara pria itu dengan tamu tak diundang tersebut, semakin defensif sikapnya. Pria itu semakin membungkukkan badan dan menggeram kesal. Ia mengertakkan giginya.
Wush.
Sebuah jarum kecil melesat cepat menuju arah pria tersebut. Jarum tersebut menancap dengan tepat di lengannya. Pria itu hanya meraung kesakitan, ia memegang sebelah lengannya yang tertancap jarum. Darah berwarna gelap keluar menembus pakaiannya. Ia berusaha mencabut jarum tersebut.
"Jarum tersebut tak akan mampu kau cabut." Sebuah suara menghentikkan tindakan pria tersebut. "Jarum itu dibuat khusus dari besi yang telah disucikan. Jadi tak mudah untuk mencabutnya dengan kekuatanmu."
Pria itu hanya memandang asal suara itu dengan kesal. Ia menatap sesosok manusia yang sekarang berada tak jauh darinya tengah memegang beberapa jarum lainnya di tangan kirinya, sedangkan tangan lainnya memegang sebuah katana.
"Jadi, lebih baik kau tak usah melawan. Akan aku bereskan dirimu saat ini," ucapnya dengan santai.
Pria tersebut meraung keras, ia menatap sosok di hadapannya dengan kesal. Ia mampu merasakan tubuhnya melemah, kekuatannya seakan terhisap oleh jarum yang menancap di lengannya. Seakan tak kuat menahan berat tubuhnya, ia terjatuh dengan posisi berlutut. Tangan lainnya masih memegang lengannya yang terluka.
Sosok di hadapannya hanya tersenyum sinis. "Rupanya sudah bekerja, ya. Tak kukira akan secepat ini." Ia mengibaskan katana -nya ke sembarang arah. "Sekarang saatnya ajalmu tiba."
Pria itu mendongakkan kepalanya, menunjukkan raut wajah melawan. "Aku tidak akan mati di tanganmu," ujarnya dengan lantang. "Tak akan pernah."
Mendengar ucapan pria tersebut, sosok itu membelalakkan matanya. "Kau tak mau mati, eh?"
Pria itu menatap sosok tersebut dengan tajam. Ia tak akan mati, ia masih belum ingin mati. Ia masih ingin merasakan kehangatan dunia ini. Walau ia merasakannya dari balik kegelapan. "Tak akan!"
Gadis tersebut—sosok yang menghunuskan katana—hanya tersenyum sinis. Masih tak mau menyerah rupanya, ucapnya dalam hati. Ia hanya menatap pria tersebut dengan pandangan merendahkan.
"Memang apa yang membuatmu begitu tak ingin mati, eh, youkai?" tanya gadis itu.
Pria itu hanya menatapnya dengan kesal dan tajam. "Masih ada yang belum aku lakukan di dunia ini."
"Melakukan apa? Membunuh manusia yang lebih banyak?"
Pria tersebut menggeram setelah mendengar perkataan gadis itu. Ia tak suka mendengar perkataan menghina dari gadis itu. "Bukan!"
Gadis itu terkesiap mendengar bentakan pria tersebut.
"A-aku masih belum merasakan kehangatan dunia ini. Aku masih belum menepati janjiku padanya. Pada Michiko. Tidak mungkin aku akan mati saat ini!"
Seiring teriakan pria tersebut, pria itu berdiri dan menerjang ke arah gadis berambut pink yang terkejut dengan apa yang sedang terjadi di hadapannya. Dengan cekatan Sakura menghunuskan katananya ke arah depan, mencegah serangan mendadak pria itu yang sekarang berusaha mencakar Sakura dengan tangannya yang bebas.
Sakura harus mundur ke belakang beberapa langkah, untuk menghindari serangan pria itu. Pria itu dengan penuh kekesalan menyerang lawannya, ia mencakar-cakar udara dengan tangannya yang tak terluka. Raut wajahnya menunjukkan ketidaksukaannya, secara pelan wajahnya berubah sesuai dengan tingkat kemarahannya.
Sepasang taring muncul di sela-sela giginya, sedangkan dari sela-sela rambutnya muncul sepasang tanduk pendek. Kuku pada jari tangannya pun memanjang sehingga membentuk semacam cakar gagak. Tubuhnya membesar secara lambat. Tingginya saat ini melebihi tinggi Sakura—yang sekarang sedang berusaha menghadang cakaran liar—yang semakin menjaga jarak.
Namun, jarak langkah pria tersebut—bukan pria, saat ini yang berada di hadapan Sakura adalah oni atau setan—semakin panjang, sehingga dengan mudah memperpendek jarak di antara mereka berdua walau Sakura menjaga jarak sekalipun.
Wush.
Sebuah serangan cepat melintas tepat di hadapan Sakura, tebasan kuku oni tersebut merobek sebuah lembaran besi yang secara tak sengaja dilemparkan oleh Sakura sebagai tameng. Lembaran besi tersebut pun terbelah menjadi beberapa bagian. Di sela-sela itulah, dengan segera Sakura melemparkan jarum-jarum yang telah ia siapkan di tangan kirinya menuju tepat di dada sang oni.
Dan, jarum-jarum itu pun menancap dengan sempurna di dada oni tersebut, namun sang korban tak merasakan hal tersebut, ia masih berusaha menebas Sakura dengan tangannya yang tak terluka. Mengetahui bahwa efeknya akan memakan waktu, Sakura berusaha mengulur waktu dengan mengajak sang oni untuk menari sejenak. Sakura terus mengelak setiap tebasan dari cakar oni tersebut.
Masih lamakah? tanyanya dalam hati. Ia tak sabar untuk segera menyelesaikan tugasnya ini.
Namun penantiannya tak membutuhkan waktu lama. Saat ini intensitas tebasan oni tersebut perlahan menurun. Sang oni terlihat semakin kesulitan untuk menggerakkan badannya. Kedua tangannya yang kekar terlihat bergetar, lututnya goyah, dan raut wajahnya seakan menahan kesakitan.
"GROARR!" raungnya. Sang oni terlihat tak mampu menahan rasa sakitnya. Ia terlihat berusaha menarik jarum-jarum yang telah menancap pada dadanya. Namun usahanya terus gagal, jari-jarinya tak mampu menariknya. Kedua lututnya pun tak sanggup menahan beban tubuhnya, dan ia pun terjatuh tersungkur.
Senyum Sakura terkembang. Melihat mangsanya telah kelewat lemah untuk melawan. Ia mengibaskan katana-nya ke samping dan berjalan menuju tempat sang oni jatuh tersungkur.
Saat ia tepat berada di hadapan mangsanya, ia menghunuskan katana-nya tepat di hadapan wajahnya yang saat ini tengah merintih kesakitan. Tanpa adanya rasa belas kasihan, Sakura menebaskan katana-nya pada tangan sang oni, yang diikuti dengan teriakan memilukan yang dikeluarkan oleh oni itu.
"Jadi, apakah kau ada kata-kata terakhir yang perlu disampaikan, youkai?" tanya Sakura dengan nada yang dibuat-buat.
Sang oni hanya mendongakkan wajahnya yang telah kusut, ia tak mampu menahan rasa sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya. Mau tak mau ia hanya mampu menatap gadis di hadapannya dengan tatapan nanar. Seharusnya ia tak menyerah semudah itu, namun apa yang bisa ia lakukan lagi, apalagi dengan kondisinya saat ini. Mengenaskan.
"Ah, tapi kurasa kau tak punya kata-kata terakhir yang perlu kau ucapkan. Toh, kau hanyalah seekor youkai yang tak berguna," ucap Sakura dengan penekanan pada kata-kata 'tak berguna'.
Kata-kata itu seharusnya membuat oni tersebut geram, namun ia tak menunjukkan ekspresi geram atau tak menerima. Dengan pelan, ia merintih, "Cepat selesaikan tugasmu, Onmyouji-san."
Sakura cukup terkejut dengan ucapan mangsanya. Ia terkejut karena ia dipanggil dengan sebutan onmyouji oleh youkai di hadapannya. Dan apa yang didengarnya 'cepat selesaikan tugasmu, onmyouji-san', oni tersebut dengan mudah menyerah hanya karena luka yang ia dapat.
Benar-benar lemah, batin Sakura. Ia menyunggingkan senyum mengejek pada wajahnya.
Sedangkan dalam pikiran oni tersebut ia berusaha mengucapkan selamat tinggal pada kehangatan dunia ini. Sepertinya aku tidak bisa menepati janjiku, Michiko. Selamat tinggal. Ia hanya menutup kedua kelopak matanya yang tebal, menunggu eksekusi yang akan ia hadapi.
Tanpa banyak bertanya, gadis berambut pink itu segera menebaskan katana-nya tepat di leher oni yang merintih kesakitan. Hanya dengan sekali tebas, bagian kepala dan tubuh oni itu terpisah.
Sakura mengibaskan bekas darah yang tertinggal pada katana-nya, lalu menyarungkan kembali ke dalam sarung yang ia sampirkan pada pinggangnya. Ia mengeluarkan sebuah pemantik api dari kantung pakaiannya, dan melemparkan pemantik tersebut pada tubuh dan kepala mangsanya. Dan dalam sekejap tubuh tersebut hangus terbakar oleh api tanpa bekas. Sebuah asap pekat membumbung tinggi.
Melihat hasil kerjanya telah berhasil dengan baik, ia segera menghampiri sosok anak kecil yang tengah terduduk dengan wajah pucat, yang sedari tadi terlupakan akibat pertarungannya dengan youkai tersebut. Ia berjongkok di hadapan anak tersebut. Tangan kanannya menyentuh dahi sang anak. "Kai." Ia menunggu reaksi dari sang anak yang sekarang tengah perlahan-lahan tersadar.
Anak laki-laki tersebut perlahan mengerjap-erjapkan kedua kelopak matanya. Ia mendongakkan kepalanya, kemudian ia melihat sekeliling di sekitarnya. Terheran-heran dengan tempat yang ia datangi. Puncak gedung yang sekarang dalam keadaan porak poranda.
"Bagaimana aku bisa di sini?" tanyanya, dengan raut wajah bingung.
Sakura menepuk perlahan puncak kepala bocah tersebut. "Kau tadi secara tak sengaja berjalan dalam mimpi, sehingga kau ada di sini, adik kecil," ucapnya. Ia tersenyum pada sosok di hadapannya.
Anak laki-laki itu hanya menatap heran dengan apa yang dituturkan oleh Sakura. "Berjalan dalam mimpi? Apa memang tadi aku berjalan sejauh itu?"
Sakura mengangguk kecil. "Nah, sekarang lebih baik kita pulang, adik kecil. Oh iya, siapa namamu?"
"Konohamaru, onee-san," jawabnya. Ia melihat sekarang Sakura tengah bangkit berdiri dari posisinya yang berjongkok di hadapannya tadi. Dan gadis tersebut mengulurkan tangannya, mengajak Konohamaru untuk pulang.
"Ayo, Konohamaru. Kurasa kalau kau tak segera pulang, kedua orang tuamu akan panik. Apalagi ini menjelang subuh," jelas Sakura seraya.
Konohamaru menggangguk dan menyambut uluran tangan Sakura. Ia bangkit berdiri dan mengikuti langkah Sakura yang membimbingnya untuk segera keluar dari gedung tersebut.
Sesaat Sakura akan menginjakkan kakinya ke arah pintu besi yang sekarang tak berbentuk, sebuah helaian bulu berwarna raven melayang jatuh tepat di hadapannya. Ia menangkap helaian bulu tersebut. Halus. Dan ia tahu siapa pemilik helaian bulu tersebut.
Ia mendongakkan kepalanya ke atas dan terlihat sebuah siluet burung yang tengah terbang menjauh.
Rupanya kau masih saja mengawasiku, gumamnya dalam hati. Ia segera meremas helaian bulu yang ada di tangannya.
Melihat tindakan Sakura, Konohamaru menarik-narik tangan Sakura. "Ada apa, onee-san?" tanyanya dengan pandangan bertanya.
Sakura yang menyadari Konohamaru tengah memperhatikannya hanya tersenyum lembut dan menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak. Tidak ada apa-apa, Konohamaru. Ayo, kita pulang sekarang."
Konohamaru tersenyum lebar dan mengangguk mantap. "Ya, onee-san." Ia mengikuti langkah Sakura yang tengah menjauhi arena pertarungannya dengan youkai tadi. Mengantarkannya pulang menuju rumah.
Sakura menyusuri sebuah jalan untuk mengantarkan Konohamaru. Dengan tenang ia menggandeng dan membimbing langkah bocah di sampingnya. Tanpa menyadari bahwa terdapat sepasang mata yang tengah memperhatikan Sakura. Sepasang mata yang mengamati Sakura dengan tatapan menelisik.
.
.
.
Tsuzuku
.
.
Yo, minna-san.
Ketemu lagi dengan Fai-chii dengan fic bergenre Supernatural :D Padahal fic "Reverse Moon" belum selesai sudah bikin fic yang lainnya aja =w= *pundung* Yah, bagaimana lagi "Reverse Moon" lagi stuck di tengah jalan *gelundungan* Jadi yang nunggu harap sabar ya. Hehe. Lagi diusahain update cepat :3
Fic ini merupakan fic request dari Trancy Anafeloz. Jujur Fai-chii agak sedikit bingung dengan jalan cerita yang pas. Hehe. Karena Supernatural itu agak luas juga, akhirnya Fai-chii mengambil tema antara youkai dan onmyouji saja *senyum-senyum*
Bagaimana tanggapannya, Trancy? Apa sudah puas? Hehe. Oh iya, fic ini kayaknya ga bisa oneshot, tapi bakal jadi beberapa chapter. Mungkin sekitar 4-5 chapter sih. Kemungkinan.
So, at least Fai-chii ucapin banyak terima kasih buat yang sudah mau baca fic ini Juga kalau mau direview juga, silakan :D
Akhir kata,
Mind to (R)ead and (C)oncrit? :D
