Disclaimer: Vocaloid bukan punya Mikan :3

Akhirnya chapter 1 selesai! \QwQ/

Cerita ini terinspirasi dari CCS Fanfic : Wild Things. Kalau ada kesamaan tolong maafkan Mikan X_X;

Mikan gak mau banyak bicara =w= kita langsung saja ya~


Tengah malam dikota yang berbahaya seperti Tokyo bukanlah waktu yang baik untuk seorang gadis keluar. Tapi peraturan itu nampaknya tidak berlaku untuk Rin. Dengan henya menggunakan kaos putih berlengan panjang ditutupi jaket berwarna hitam dan juga rok hitam diatas lutut, dia mengitari sudut kota Tokyo dengan berjalan kaki.

Jangan berprasangka buruk dulu. Dia bukanlah seorang prostitute ataupun gadis malang yang tidak memiliki rumah. Hanya saja dia tidak ingin pulang ke rumahnya dan bertemu dengan Haku Honne, ibu tirinya, minum minum bersama teman temannya di ruanng tamu. Ataupun kakak tirinya, Mayu dan Tei. tidak, mereka tidaklah jahat padanya, justru sebaliknya mereka adalah kakak terbaik yang pernah Rin miliki, jika saja dia mengesampingkan kenyataan kakaknya suka menyiksa orang yang tidak mereka sukai. Rin pernah diajak untuk 'bermain' bersama mereka dan itu adalah ha terkahir yang ia ingin lakukan.

Dan untuk ayahnya, Rin lebih memilih diam daripada harus membicarakan pria yang sehari harinya dihabiskan untuk bekerja daripada bersama keluarganya.

Rin berbelok menghindari gang sempit yang gelap. Disana beberapa orang pria bersiul menggodanya. Rin tidak meyukai itu dan berjalan lebih cepat. Tetapi 2 orang dari sekumpulan pria itu justru mengejarnya. Ketakutan mulai menguasai jiwanya dan dia mulai berlari. Keringat dingin mengalir dari dahinya dan jantungnya berdetak lebih cepat. Dia menemukan sebuah gang dan tanpa membuang waktu melangkahkan kaki menuju kesana guna menghindari para srigala kelaparan itu. Tapi tuhan yang maha pengasih dan penyayang memutuskan membuat tembok beton setinggi tiga meter di ujung gang yang sempit dan kotor itu. Bagus.

Jantung Rin berhenti berdetak saat melihat tembok penuh noda itu. Mengejeknya. Dan reaksi paniknya tidak membantu saat dua pria itu berdiri di ujung gang, tepat dibelakang Rin.

'Kami sama, apa salahku sehingga kau mengirimkan dua iblis ini padaku?' jeritnya dalam hati.

Well, dia memang melakukan kenakalan yang cukup luar biasa pagi ini dengan menghancurkan mobil kakaknya dengan menggilasnya dengan road roller kesayangannya. Tapi ayolah, tidakkah ada hukuman yang lebih ringan untuk gadis malang sepertinya?

"Hai manis. Ayo bermain bersama kami~" tawar salah satunya dengan wajah dan tawa yang memuakkan.

Rin tidak melangkah se inci pun saat dua orang itu mendekatinya. Tangannya mencoba mencari benda yang mungkin dapat menolongnya dan dia menemukannya di salah satu tong sampah disampingnya; sebuah botol bir yang cukup besar. Kedua pria itu melangkah lagi dan Rin telah siap dengan botolnya-

"Apa yang kalian lakukan? Lepaskan gadis itu!"

Mereka menoleh dan bertemu pandang dengan manik biru laut seorang pria. Rin menatap orang itu dengan penuh rasa syukur dan kagum melihat wajah penolongnya yang cukup dengan dua pria didepannya yang jelek, bau dan tidak tahu kebersihan diri. Dia meneliti setiap inci fisik penolongnya, berusaha menyimpan sosok ksatrianya kedalam memorinya yang hanya sebesar ikan mas itu.

Catatan: ucapkan terimakasih dan tanyakan nomornya segera, setelah ini.

Kedua orang itu menggerutu, tetapi berbalik dan meninggalkan Rin. Meskipun mereka berbisik tapi Rin sempat mendengar mereka berkata 'anjing Dragon'. Rin mengernyit mendengar kata kata itu, tapi segera menggelengkan kepalanya dan menghadap ksatrianya yang berdiri dengan gagah di ujung gang disana.

"Kau tidak apa apa?" tanya penolongnya. Rin mengangguk.

"Terima kasih." Jawab Rin disertai senyuman manis.

"Disini sangat tidak bagus untuk gadis sepertimu berjalan jalan dimalam hari, kau tau. Kau ingin kemana?" tanya orang itu lagi.

Rin memperhatikan dinding yang berlumut tatupun lantai yang penuh dengan sampah berbau busuk. Benar benar bukan tempat yang bagus untuk bertemu seorang ksatria.

"Aku tudak tahu. Aku hanya tidak ingin berada di rumah saat ini." Jawab Rin tanpa mengalihkan tatapannya pada tong yang penuh sampah menjijikkan tidak jauh darinya. Heran kenapa dia belum muntah juga.

"Begitukah? Kalau begitu ikutlah denganku."

Tanpa menunggu jawaban dari Rin orang itu menarik tangan Rin dan membimbingnya keluar dari gang sempit itu. Dia tersenyum dengan cara yang sangat keren membuat Rin tersipu.

"Namaku Kaito."

"Panggil aku Rin."


Catatan: lupakan ucapan terima kasih dan nomornya. Pukul saja dia di tempat yang paling sakit.

Rin merengutkan wajahnya melihat ksatrianya kini tengah memainkan perannya yang lain sebagai kelinci denganmenari dengan beberapa penari striptease disebuah diskotik. Sama sekali lupa tentangnya. Rin duduk di salah satu meja bar meminum air putih, satu satunya cairan yang tidak membuatnya mabuk seraya menolak ajakan menari dari beberapa laki laki.

Rin menghentakkan kakinya kelantai. Dalam hati dia mengutuk kebodohannya karena mengiyakan ajakan Kaito tanpa berpikir panjang. Seharusnya dia berada di kamarnya sekarang, memeluk orenji boneka kesayangannya dengan selimut tebalnya yang hangat dan bertualang kedunia mimpi. Lagipula sekarang adalah jam tidurnya!

Rin hampir saja jatuh tertidur saat dia mendengar suara ledakan yang cukup keras.


Kaito mengucurkan keringat dingin. Kepalanya terkulai tanpa dapat bergerak bebas. Tangan dan kakinya terikat dibelakang dan dia pandangannya mengabur oleh darah yang mengalir dari dahinya. Dia tahu seharusnya dia idak mengabaikan perintah tuannya dan menjalankan misi dengan baik. Dengan begitu dia tidak harus tertangkap anak para Mirror dan menghadapi kekejaman pemimpinnya.

Sebuah hantaman keras mengenai kepala belakang Kaito dan dia meringgis. Hantamanitu sangat kuat hingga membuat posisinya yang tadinya berlutut berubah menjadi telungkup. Kaito menahan nafas saat sebuah kaki menginjak kepalanya.

"Jadi kau anjing Dragon, huh? Berani juga masuk ke wilayahku."

Kaito mengerang saat kaki itu menginjak kepalanya lebih keras. Sedikitpun dia tidak dapat melihat wajah orang itu tapi dia tahu bahwa dia adalah pemimpin dari mirror itu sendiri.

"Kau dengar, anjing Dragon. Jika kau selamat dari sini, katakan pada Mikuo untuk menghitung nyawanya." Orang itu tertawa sebelum melepaskan kaki Kaito.

"Len, dia membawa seseorang bersamanya."

Orang bernama Len itu memutar kepalanya dan melihat anak buahnya membawa seorang gadis. Dia menyipit, sayangnya ruangan ini terlalu gelap dan hanya sebuah lampu dengan cahaya redup menerangi ruangan.

"Mendekatlah," perintah Len sambil mengisyaratkan dengan tangannya.

Anak buahnya mendorong gadis itu sehngga membuat si gadis hampir terjatuh dihadapannya. Len tidak menolongnya, atau mengatakan apapun. Dia hanya berdiri melihat gadis itu membungkuk dihadapannya. Mengeluarkan gerutuan, sang gadis menegakkan tubuhnya yang tidak lebih tinggi dari Len. Cukup terkejut juga Len mendapati bukanlah air mata atau raut wajah ketakutan yang dipasang gadis itu. Sebaliknya matanya menatap lurus mata Len, seolah menantangnya.

Len tidaklah tau apa yang membuatnya begini, tapi dia ingin mengenal lebih dekat gadis dihadapannya kini.

"Tidak..."

Tangan dingin menggenggam kaki Len dengan lemah. Dan Len yang tahu jalas milik siapa tangan itu menatap pemiliknya jijik.

"jangan ganggu dia. Dia tidak ada hubungannya dengan dunia kita." Kaito berkata perlahan. Len melepaskan kakinya dan tanpa berkata apapun menginjak kaki Kaito lagi. Membuat Kaito mengerang kesakitan.

"Apa yang kau lakukan pada kaito!?" gadis itu berseru dan bersimpuh dihadapan Kaito lalu memeriksa luka yang didapatnya.

"Itu adalah hukuman karena memasuki wilayah Mirror, dan kau tidak ada hubungannya dengan ini. Jadi pulanglah bermain dengan teddymu dan biarkan aku menyelesiakan urusanku." Len berkata dingin. Tidak tahu juga kenapa dia kesal melihat gadis itu perhatian pada musuhnya.

"Tidak." Gadis itu berkata tegas.

Len naik darah. Ditariknya tangan sang gadis keatas hingga sang gadis berlutut disampingnya.

"Dengar gadis kecil. Menyingkirlah atau kau mati." Len mengancam dengan keseriusan di tiap kata katanya.

"Tidak akan." Sang gadis berkata lagi. Matanya menantang mata Len. Dia baru tersadar Len memiliki mata violet yang indah dan dalam. Rambut Len yang setingkat lebih muda darinya tampak berantakan dan diikat sekenanya dari belakang. Jarak mereka yang cukup dekat membuat dia mendapat mencium aroma tubuh Len yang menguak.

Kontak mata mereka berakhir saat dia mendengar suara Kaito yang lemah.

"Jangan pedulikan aku, Rin. Pulanglah kerumahmu."

"Tapi..." Rin memprotes. Bagaimanapun juga dia tidak ingin meninggalkan seseorang yang dikenalnya berada dalam bahaya.

"Kau dengar perkataannya gadis kecil, sekarang jadilah anak baik dan pulanglah." Len berkata.

"Tidak. Aku tidak akan pergi kemanapun kecuali kau membebaskannya." Kata Rin dengan tangan dilipat.

Pemuda yang sedari tadi berada dibelakang panggung merasa kesal. Berani sekali Rin mengacuhkan perintah bosnya. Dia hampir selangkah lagi sampai dan menampar Rin, tapi sebuah tangan menghalanginya. Ekspresinya yang kaget bercampur heran terlihat diwajahnya saat melihat Len menatap Rin tanpa berkedip, tangannya masih melintang dihadapan pemuda itu.

"Len sama...?" gumamnya tidak mengerti.

"Siapa namamu, gadis kecil?" tanya Len.

"Aku bukan gadis kecil! Namaku Rin." Jawabnya dengan tambahan glare hanya untuk Len.

Len menyeringai. Menarik adalah kata yang ingin dikatakannya untuk gadis ini.

"baiklah, Rin. Bagaimana kalau kita buat kesepakatan. Kau akan menjadi tahananku disini sedangkan Kaito akan kubebaskan."

"Baiklah." Jawab Rin tanpa pikir panjang.