Melody of You

Disclaimer:
Vocaloid bukan punya saya.

Rating: T

Genre: Romance, Hurt/Comfort, School Life, Drama.

Warning: Mungkin ada typo dan ooc. Mungkin juga gaje. Kata-kata ada yang tidak sesuai EYD.

Note: Untuk IVFA (Indonesian Vocaloid Fanfiction Award): Sing.

Summary:
"Selama waktu masih berputar, bunga masih bermekaran, matahari masih bersinar, dan selama kita masih bisa bernapas, jujurlah akan perasaanmu sendiri."

(A/N: Sebenarnya fic ini untuk IVFA. Karena tiba-tiba dapet ide dan cocok dengan temanya, Suu mutusin ikut. Semoga nggak melanggar guidelines yang ada...)


Rin POV


Aku hanya duduk bertopang dagu di mejaku. Sekolah ini benar-benar membosankan. Kehidupan SMA memang sangat-sangat membosankan. Ingin sekali aku keluar dari sekolah ini. Selain peraturannya ketat, aku tidak begitu akrab dengan teman-temannya, aku juga tidak terlalu tertarik dengan guru-gurunya. Menurutku keadaan SMP masih jauh lebih baik. Ahh... Benar-benar membosankan.

Pada hari pertama masuk, aku sudah gugup. Dan nyatanya apa? Aku tidak terlalu mendapat banyak teman baru. Mungkin hanya teman-teman lama dari SMP yang sama denganku. Itu pun mereka sudah agak sibuk dengan teman-teman baru mereka. Hah... Aku tidak punya teman sekarang. Aku tidak mau menyapa teman-teman baru dan teman-teman baruku pun cuek denganku.

Ada satu yang membuatku cukup muak di sini. Kenapa? Sekolah ini merupakan sekolah khusus anak perempuan, tepatnya asrama. Itu berarti aku dan teman-temanku yang laki-laki harus sekolah terpisah. Kami akan jarang bertemu. Dan aku memiliki seorang sahabat yang sangat dekat denganku. Namanya Len Kagamine.

Oh, iya. Aku belum memperkenalkan diriku sendiri, ya? Namaku Rin Kagamine. Yah... Margaku dan Len memang sama, tapi sejujurnya kami tidak memiliki hubungan darah, kok.

Rambutku berwarna pirang lembut dan mataku berwarna biru langit. Rambutku yang sebahu lebih senang kuberi pita putih besar di atas kepalaku dan empat jepit untuk merapikan poniku. Sedangkan Len memiliki fisik yang sama denganku. Hanya saja rambutnya diikat ponytail ke belakang. Jujur saja, banyak orang yang menyangka kami ini kembar atau kakak beradik hanya karena marga dan tampang kami yang serupa. Yah... Serupa tapi tak sama.

Hobiku adalah membaca. Aku suka membaca, aku juga suka bernyanyi. Bagiku bernyanyi adalah segalanya. Aku bisa melepaskan kepenatan yang ada dalam bernyanyi. Sebagian besar teman-temanku juga suka bernyanyi, termasuk Len. Dulu kami sering sekali bernyanyi bersama, membuat lirik lagu bersama, bermain alat musik bersama, dan melakukan berbagai hal menyenangkan lainnya bersama. Tapi itu dulu.

Len sendiri masuk ke sekolah khusus anak laki-laki. Asrama, sama sepertiku. Ia masuk ke Shonen Crypton Gakuen. Sedangkan aku masuk ke Shoujo Crypton Gakuen. Satu sekolah? Satu gedung? Tidak. Satu kawasan sih iya. Tapi kalau satu gedung, itu nggak mungkin. Gedung sekolahku berada di sebelah kanan dan Len di sebelah kiri.

Kita bisa sering bertemu? Jangan pernah berpikir seperti itu. Justru ada peraturan yang mengatakan bahwa anak-anak perempuan tidak boleh masuk ke kawasan laki-laki, begitu juga sebaliknya. Ahh... Jadi anggap saja seperti kami tidak pernah bertemu lagi. Terpisah, bukan terpisah oleh jarak yang jauh, tapi terpisah oleh peraturan yang ketat. Argh...

Aku masih duduk di kelas dengan tenang. Karena tidak ada guru, tentu saja teman-temanku berteriak-teriak senang. Mereka mengobrol, berpindah tempat duduk, juga berteriak-teriak. Aku? Hanya duduk diam, seperti anak teladan. Huh, membosankan.

Karena tempat dudukku berada di dekat jendela, maka memudahkan untuk melihat ke arah luar. Aku menoleh ke arah luar. Terlihat jelas olehku sebuah gedung besar yang berwarna biru. Itulah Shonen Crypton Gakuen. Tempat Len dan teman-temannya bersekolah. Aku menarik napas yang sudah sekian banyak pada hari ini.

"Hei, mikirin Len lagi, ya?" Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku. Aku menoleh dan tersenyum masam. Di hadapanku ada seorang gadis dengan rambut berwarna merah lembut panjang. Dia adalah sahabatku yang bernama Miki Furukawa.

Aku mengangguk pelan karena memang itu kenyataannya. Walaupun sepenuhnya aku tidak memikirkan Len juga, sih. "Aku juga memikirkan teman-teman yang lainnya," kataku menambahkan. Miki hanya mengangguk-angguk. Kemudian ia kembali ke tempat duduknya yang berada di belakangku. Aku memutar tubuhku ke belakang, agar lebih mudah berbicara dengannya.

"Aku kangen dengan teman-teman yang lain," kata Miki. Bisa kupastikan, ia kangen dengan teman-teman yang laki-laki, pastinya. Aku hanya mengangguk.

"Tapi ada satu kegiatan di mana kita akn digabung, lho!" seru Miki cepat. Dapat kulihat dari pandangan matanya bahwa ia bahagia. Seketika aku menjadi bersemangat. Apa? Melakukan kegiatan dengan teman-teman lama? Apa ada yang lebih menarik dari itu?

"Serius? Kamu nggak bohong, kan?" tanyaku memastikan. Bisa saja ini tipuan belaka. Miki hanya menggelengkan kepalanya.

"Aku nggak pernah bohong, tahu?" balasnya sambil mengedipkan matanya. Tanpa sadar aku tersenyum lebar. Kegiatan apakah itu?

.

.

Aku masuk ke kamarku yang berada di lantai atas. Begitu juga Miki. Perlu diketahui, satu kamar berisi dua orang. Maka aku memilih untuk sekamar dengan Miki. Aku mengganti bajuku dengan piyama yang kuambil dari lemariku. Setelah aku selesai berganti pakaian, aku keluar dari kamar mandi dan Miki masuk ke dalamnya.

Aku membuka album yang berada di laci samping tempat tidurku. Aku membukanya perlahan. Di situ banyak sekali foto-foto mulai dari TK sampai dengan SMP. Banyak sekali fotoku dengan Len. Begitu juga teman-teman lainnya, Miki, Piko, Mikuo, Miku, dan lain-lain. Aku hanya tersenyum saat melihat foto-foto itu.

"Hei, lagi ngapain?" tanya Miki. Ia duduk di sampingku, tepatnya di kasur. Aku hanya memberikan album yang sedang kulihat padanya. Miki melihatnya sebentar. Beberapa detik kemudian dia memberikannya lagi padaku.

"Ah, tiap malam kau pasti selalu memelototi album itu. Apalagi fotomu dengan Len. Nggak bosan apa?" keluh Miki. Aku menggelengkan kepalaku kuat-kuat.

"Sebagai sahabatnya, aku kangen sekali padanya," balasku. Miki hanya tersenyum iseng melihatku. Aku mengerutkan kening.

"Kau suka sama Len, ya?" goda Miki. Nah. Ini merupakan ledekan yang tak jarang dikeluarkan Miki untuk meledekku. Ah... Aku dan Len hanya sahabat, hubungan kami tidak lebih, tidak kurang, kok.

"Apa? Kau sudah sering menanyakan hal itu berulang kali. Sampai aku malas menjawabnya. Nggak lah. Nggak mungkin kali aku suka sama dia. Soalnya kita ini cuma teman dekat, tahu. Nggak lebih nggak kurang," balasku panjang lebar. Miki hanya menguap.

"Hah... Apanya yang tidak mungkin? Melihat kalian yang dekat begitu, aku yakin banyak orang ngira kalian pacaran," lanjut Miki. Ini anak nggak ada capeknya menggodaku. Ya sudah, kuledek balik saja.

"Kau sendiri? Gimana dengan Piko?" ujarku sambil menjulurkan lidahku. Aku melihat wajah Miki memerah. Aw... Tepat sasaran.

"Apa? Aku nggak suka sama dia! Camkan itu!" seru Miki sambil cemberut. Aku hanya tertawa kecil.

"Sudahlah, jujur saja. Nggak usah tsundere," balasku. Miki hanya mengeluh.

"Aku nggak tsundere. Kau itu... Argh... Sudahlah. Aku sudah mengantuk. Lebih baik kita tidur saja atau besok tidak bisa bangun. Mungkin kegiatannya dilakukan mulai besok," kata Miki. Ia turun dari ranjangku dan naik ke ranjangnya yang berada di samping ranjangku.

"Tahu dari mana?" tanyaku. Aku melihat Miki menarik selimutnya ke atas, sampai ke dagunya.

"Kamu nggak lihat papan pengumuman, ya? Ah, nggak heran. Kamu nggak pernah peduli sama papan itu, lagipula. Sudahlah, lihat saja besok," balas Miki. Ia memeluk guling dan merubah posisi membelakangiku. Aku hanya naik ke kasur dan menarik selimutku. Setelah itu aku mematikan lampu.

"Oyasumi, Miki."

"Oyasumi ne, Rin."

.

.

Aku bersemangat pagi ini untuk menjalankan aktivitas. Ternyata benar. Hari ini akan dimulai kegiatan bersama anak-anak dari Shonen Crypton Gakuen untuk memperingati ulang tahun sekolah. Maka kami bekerja sama mempersiapkan acaranya dan juga hiasannya.

Aku baru tahu setelah diberi tahu secara detail oleh Gumi. Maka aku segera masuk ke kamar mandi tanpa memedulikan Miki yang masih berada di bawah selimutnya. Setelah mandi aku mulai merapikan rambutku. Karena terlalu bersemangat, maka aku seperti membanting-banting alat riasku.

"Aduh! Haruskah kamu membanting alat-alat itu hingga berisik begini?" keluh Miki. Ia membuka selimutnya dan duduk menatapku. Aku balik menatapnya. Rambutnya berantakan, wajahnya tak karuan. Aku cekikikan.

"Ini sudah siang. Saatnya bangun. Siap-siap sana," ujarku. Miki mengangguk.

"Hari ini nggak ada pelajaran, kan?" tanyanya sebelum memasuki kamar mandi.

Aku menggeleng sementara pandanganku fokus ke cermin yang memantulkan bayangan diriku. "Kan hari ini mulai kegiatan bersama anak-anak dari gedung sebelah. Nggak ada pelajaran lah mulai hari ini," jawabku. Miki mengangguk lalu masuk ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian kami sudah siap. Aku memakai sepatuku, begitu juga Miki.

Kami berdua turun ke ruang makan. Setelah sampai di sana, kami memilih meja untuk berdua.

"Mau ambil makanan dulu?" tanya Miki. Aku hanya mengangguk-angguk. Setelah mengambil makanan, kami berdua kembali ke meja yang tadi sudah kami pilih dan mulai makan. Tentunya sambil mengobrol.

"Katanya kegiatan ini untuk memperingati ulang tahun sekolah?" Aku memulai pembicaraan. Miki hanya mengangguk.

"Jadi nanti ada acara yang diselenggarakan oleh murid-murid dan juga kita yang menghias sekolah," tambahnya.

"Nanti kegiatannya tidak terpisah, kan?" tanyaku bersemangat.

"Ya iyalah. Kenapa? Kayaknya kamu seneng banget? Mau ketemu Len?" Miki memasang watados alias wajah tanpa dosa. Padahal aku bisa menebak kalau ia menertawakanku dalam hati.

"Kamu juga. Pasti mau ketemu Piko, kan?" sahutku balik.

"Halah. Nggak ada hubungannya sama dia. Kenapa kamu nggak jawab pertanyaanku?" Miki malah mengubah topik pembicaraan. Giliran diledek tidak bisa jawab. Tapi kalau ngeledek orang paling jago. Dasar Miki.

"Kamu sendiri? Lagipula Len juga nggak ada hubungannya," jawabku.

"Ya sudahlah. Kita ganti topik saja," ujar Miki sambil mengangkat bahu. Kami melanjutkan makan sambil melanjutkan obrolan, dengan topik yang berbeda tentunya. Setelah makan, kami berjalan menuju aula. Aku dapat melihat banyak anak perempuan yang memakai seragam yang sama dengan kami, duduk dan mengobrol di sana.

"Sudah kumpul semua?" tanya Meiko-sensei, seorang guru di sekolahku. Semua murid diam dan mengatur duduk menghadap ke depan. Begitu juga aku dan Miki. Di samping Meiko-sensei ada Luka-sensei, Haku-sensei, dan Lily-sensei.

"Kalian tahu bahwa kita akan mempersiapkan pesta ulang tahun sekolah bersama anak-anak dari Shonen Crypton Gakuen?" ujar Meiko-sensei membuka pembicaraan. Hampir semua murid menjawab "iya" atau mengangguk saja. Aku hanya mengangguk.

"Maka sebentar lagi kita akan masuk ke wilayah Shonen Crypton Gakuen dan mulai bekerja sama dengan murid-murid di sana. Jangan lupa untuk jaga sikap," lanjut Meiko-sensei dingin. Aku hanya tersenyum sendiri. Sebenarnya aku ingin sekali berteriak kegirangan. Tapi hal itu tak mungkin kulakukan di sini, kan?

.

.

Aku berjalan ke wilayah Shonen Crypton Gakuen dengan perasaan senang bersama Miki. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan Len dan teman-teman yang lain! Bayangkan saja bagaimana perasaanku saat ini. Aku sudah kangen berat sama mereka. Semenjak liburan panjang, kami tidak pernah bertemu lagi.

"Eh? Ini Shonen Crypton Gakuen?" Kata-kata Miki membuatku sadar dari alam mimpiku. Aku menatap bangunan yang ada di hadapanku. Sebuah gedung berwarna biru terang. Ini sekolah Len? Aku melangkahkan kaki ke dalam bersama teman-teman yang lain.

Lapangan sekolah ini luas dan asri, seperti sekolahku. Di sini banyak sekali anak-anak laki-laki berlalu lalang, berlari-lari, dan juga berjalan. Sepertinya mereka juga sedang bebas, makanya lapangan ini ramai sekali. Aku menengok ke kiri dan ke kanan, mencari sosok yang selama ini ingin kutemui.

Len, kau di mana?


Len POV


Aku hanya duduk diam mendengarkan ocehan Kaito-sensei. Kami dikumpulkan di aula, katanya untuk diberi pengarahan sebelum melakukan kegiatan dengan anak-anak dari Shoujo Crypton Gakuen.

Sebelumnya, aku memperkenalkan diri dulu? Apa itu lebih baik?

Namaku Len Kagamine. Aku baru di SMA ini. Dan menurutku ini adalah sekolah yang membosankan. Belajarnya nggak santai dan peraturannya ketat banget. Untung mulai hari ini kami tidak belajar lagi karena ada kegiatan dengan anak-anak dari Shoujo Crypton Gakuen.

Aku punya sahabat yang bernama Rin. Aku yakin kalian sudah kenal dengannya, bukan? Ia bersekolah di gedung berwarna kuning yang berada di samping gedung sekolahku. Hahaha. Takdir tidak mengijinkan kami bertemu, begitu pikiranku selama ini.

Tapi ternyata aku salah. Pada pagi hari ini Piko langsung meloncat-loncat di kasurnya dengan girang. Ketika kutanya, alasannya adalah ia senang karena kami akan melakukan kegiatan dengan anak-anak perempuan di gedung sebelah. Ya ampun, bilang saja senang karena bisa ketemu sama Miki lagi.

Aku sendiri tertegun begitu mendengar kami akan bekerja sama dengan anak-anak perempuan. Dengan begitu aku bisa bertemu dengan Rin lagi, kan? Harusnya sih, aku senang. Bukankah begitu? Tapi entah kenapa aku merasa gugup dan tidak siap. Apa karena aku jarang bertemu dengannya lagi?

Kaito-sensei terus memberikan kami pengarahan sampai aku bosan. Aku menoleh ke samping dan melihat Piko yang duduk dan memasang wajah masam. Sepertinya ia sudah tidak sabar menunggu dan ingin segera bertemu Miki.

Dell-sensei, Gakupo-sensei, dan Akaito-sensei (yang merupakan adik dari Kaito-sensei) hanya sweatdrop di tempat yang melihat Kaito-sensei yang terus berbicara.

"Ara... Topikmu melenceng," ujar Gaku-sensei mencoba mengembalikan kesadaran Kaito-sensei yang kini berbicara tentang es krim rasa blueberry. Kaito-sensei langsung sadar dan berdehem pelan.

"Maafkan saya. Saya bicara tentang es krim tanpa sadar. Etto... Sepertinya murid-murid dari Shoujo Crypton Gakuen sudah tiba. Kalian bisa keluar untuk menyambut mereka. Ingat, jangan..." Sebelum Kaito-sensei sibuk ceramah lagi, kami semua sudah bangkit dari duduk dan berlari ke arah lapangan. Beberapa temanku ada yang bersorak senang, ada yang tersenyum-senyum, dan masih banyak lagi. Yah... Mereka sudah lama nggak cuci mata, mungkin?

Aku berjalan keluar dengan santai, tidak seperti Piko yang langsung lari-lari bersama teman-temanku yang lainnya. Aku memandang sekeliling. Tampaknya cuaca sore ini agak berawan, jadi tidak sepanas tadi siang. Anginnya juga sejuk.

"Len! Mana Miki dan Rin?" Tiba-tiba aku diseruduk Piko. Aku mengelus sikuku yang diseruduknya.

"Aduh... Mana aku tahu. Aku kan, baru sampai. Kamu cari mereka, deh!" seruku.

Piko berlari meninggalkanku. Aku hanya mendengus.

Aku menatap sekeliling. Banyak sekali teman-temanku yang sudah mengobrol dengan anak-anak perempuan dari gedung sebelah. Banyak juga yang masih mencari. Tapi mataku berhenti saat menangkap sesosok anak perempuan yang tak asing bagiku. Dengan tinggi yang agak pendek dan rambut berwarna pirang lembut. Aku tidak melihat wajahnya karena ia berdiri membelakangiku. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan seakan sedang mencari seseorang.

Darah seakan berhenti mengalir di seluruh tubuhku. Aku membeku di tempat ketika gadis itu membalik tubuhnya dan menoleh ke arahku. Untung beberapa saat, mata kami bertemu...


Rin POV


Len di mana, sih? Aku masih terus mencarinya. Aku tak berani melangkahkan kakiku lebih jauh. Aku tidak kenal tempat ini. Sedangkan teman-temanku sudah berbaur dengan anak-anak sekolah ini dengan cepat. Mana Len? Aku tidak dapat menemukannya.

"Len mana, sih?" aku bertanya pada Miki. Miki sendiri juga bingung.

"Aku nggak tahu. Aku cari di sana, ya," ujar Miki sebelum pergi.

"Mencari Len atau Piko?" ledekku.

"Dua-duanya," jawab Miki sambil cemberut. Oh bagus, ia meninggalkanku sendiri di sini, di tempat yang asing bagiku. Aku harus bagaimana sekarang?

Angin sore ini sangat sejuk. Aku bersyukur sore ini tidak sepanas tadi siang. Cocok sekali untuk bertemu dengan teman-teman lamaku yang sudah lama tak berjumpa.

Aku menoleh ke belakang secara spontan, entah apa yang mendorongku untuk melakukan hal itu. Mataku tiba-tiba tertuju pada seorang anak laki-laki yang mirip denganku yang kini sedang menatap ke arahku. Aku diam untuk sesaat. Aku kenal dengannya. Dia adalah... Len.

Aku segera berlari ke arahnya. Ia sendiri masih diam di tempat. Ketika sampai di tempatnya, aku mengatur napas sebentar lalu memastikan kalau itu adalah Len. Ya, benar. Dia adalah Len.

"Len!" seruku yang langsung memeluknya. Len sendiri menahan keseimbangannya agar tidak jatuh tertimpa olehku. Aku tidak merasakan ia membalas pelukanku. Biarlah, yang penting aku sudah bertemu dengannya sekarang.

"Rin?" balasnya. Aku melepaskan pelukanku dan menatapnya. Ia juga menatapku.

"Aku kangen padamu," ujarku terus terang. Aku dapat melihat wajah Len memerah.

"Rin, ini nggak seperti dulu lagi," ujarnya sambil memegang bahuku, menjauhkan dirinya dengan diriku. Aku hanya menatapnya dengan pandangan bingung. Apa yang dimaksud Len bahwa ini bukan lagi seperti dulu? Len nggak suka bertemu denganku lagi?

"Len, kau nggak suka bertemu denganku lagi?" tanyaku berharap-harap cemas. Semoga tidak. Aku benar-benar kangen padanya!

"Bukan begitu. Hanya saja kita tidak bisa seperti dulu lagi," jawab Len sambil menghela napas. Ia melepaskan pegangannya dari bahuku. Aku masih bingung. Kita... nggak bisa seperti dulu lagi?

"Aku mohon. Kita harus jaga jarak. Kita nggak bisa seperti ini untuk selamanya. Kita nggak punya hubungan apa-apa, Rin. Kita cuma teman. Pada suatu saat kau akan menjadi milik seseorang, begitu juga aku. Jadi lebih baik kita jaga jarak untuk sementara ini, oke?" jelas Len panjang lebar. Aku hanya bisa menatapnya dengan pandangan kosong ketika Len mengutarakan perasaan yang sesungguhnya selama ini. Jadi dia nggak suka bersamaku? Fine.

"Cuma teman kamu bilang? Kamu itu lebih dari teman bagiku! Apa artinya semua hubungan kita selama ini? Cuma teman? Aku kecewa sama kamu!" seruku blak-blakan, tidak peduli dengan air mata yang membendung di sudut mataku. Air mata mulai turun satu per satu dari mataku yang berwarna biru. Pandanganku menjadi kabur.

Len kaget dengan ucapanku. Ia hendak membuka mulut. Tapi aku sudah mendahuluinya.

"AKU BENCI SAMA KAMU!" teriakku keras-keras di depannya. Setelah itu aku melangkahkan kaki menjauh darinya. Aku dapat mendengar Len menyusulku. Karena itu aku mempercepat jalanku dengan berlari. Len terus mengejarku sambil memanggil-manggil namaku. Tanpa memedulikannya lagi, aku berlari meninggalkannya dan memasuki gerbang Shoujo Crypton Gakuen.


Len POV


Aku benar-benar nggak bisa kembali seperti dulu lagi dengan Rin. Sekarang ini sudah berbeda. Dan aku sebenarnya juga nggak tega untuk mengatakan semua itu pada Rin. Dia pasti terpukul, dan dugaanku benar. Aku menghela napas sesaat.

Aku mengepalkan tinjuku ke pohon yang berada di sampingku. Cepat atau lambat, Rin harus tahu akan hal itu. Aku nggak bisa diam begini terus.

"Len, kamu kenapa?" tanya Piko. Kini ia berada di sampingku bersama Miki. Miki menatapku dengan pandangan bingung.

"Mana Rin?" tanya Miki. Aduh! Bisakah kalian diam? Jangan beri aku pertanyaan seperti itu. Benar-benar membuatku nggak bisa berpikir jernih.

"Aku nggak kenapa-kenapa. Rin? Nggak tahu. Aku belum ketemu sama dia," jawabku berbohong. Daripada mereka berdua membanjiriku dengan pertanyaan-pertanyaan lagi? Maaf, aku terpaksa berbohong.

"Masa? Kalau begitu lebih baik kita cari dia," usul Piko. Miki mengangguk.

"Tadi dia nyariin kamu," balas Miki padaku. Aku cuma mengangguk. Aku tahu. Rin aja bilang kalau dia kangen sama aku. Tapi sekarang keadaannya berubah. Dia benci sama aku.

"Miki, kamu cari di sana. Aku cari di sana. Len, kamu cari Rin di situ," ujar Piko yang sudah membagi tugas. Hah? Aku tahu usaha kalian bakal sia-sia. Maka ketika Piko dan Miki berlari untuk mencari Rin, aku hanya diam dan duduk di bata yang mengelilingi pohon yang kutinju tadi.

"Hei, Len," seorang temanku duduk di sampingku. Aku menoleh. Ketika mengetahui itu siapa, aku membuang muka.

"Masih ingat dengan perjanjian kita?" katanya. Aku hanya mengangguk-angguk.

"Sebagai teman, kau mau kan membantuku?" tanyanya lagi. Aku mengangguk lagi.

"Kau tahu kalau aku suka dengan Rin, kan? Kau mau membantuku, kan?" Ini merupakan pertanyaan yang paling nyesek bagiku. Aku menghela napas kemudian mengangguk. Apa yang bisa kuperbuat selain ini?

.

.

"Ketemu Rin?" tanya Piko sambil berlari menghampiriku. Ia menunduk sedikit untuk mengatur napasnya yang tak beraturan itu. Aku hanya menggeleng. Toh aku memang tidak mencari. Dan aku yakin mereka tidak dapat menemukannya.

Miki berlari ke arah kami. Tanpa Rin. Sudah kuduga, semua akan sia-sia.

"Aku nggak ketemu sama Rin," ujar Miki. Piko hanya mengangguk.

"Dia ke mana, ya?" tambah Piko.

"Hei, sudahlah. Rin melulu. Lebih baik kita berkumpul saja. Tuh, Kaito-sensei dan... siapa nama gurumu itu? Nggak tahu lah. Pokoknya kita udah disuruh berkumpul," ujarku memotong pembicaraan mereka. Piko dan Miki menatapku tajam.

"Len, kok kamu gitu, sih? Bukannya Rin itu sahabatmu?" tanya Miki.

"Len, kamu aneh, deh," tambah Piko sambil mengerutkan kening.

Aku merasa ingin melarikan diri dari sini. Bisakah mereka mengganti topik sekarang juga?

"Yah... Mungkin Rin ada perlu, jadi dia pergi sebentar dari sini. Ano... Ngomong-ngomong, kita ikut ngumpul, yuk!" seruku sambil mengajak mereka untuk berkumpul lagi. Aku mendorong punggung pasangan baka itu ke kumpulan anak-anak dari Crypton Gakuen.

Aku sendiri sebenarnya mengkhawatirkan keadaan Rin. Di mana dia sekarang? Rin itu anaknya nggak kenal takut. Ia bisa berbuat semaunya kalau perasaannya kacau, asal semua itu akan membuatnya senang. Rin, sejujurnya, aku juga kangen padamu. Aku sayang sama kamu. Tapi sayangnya aku nggak bisa mengutarakan semua itu. Temanku suka padamu. Sebagai teman, aku harus membantunya...

.

.

TO BE CONTINUED


(A/N: Mungkin unsur musik di chapter kali ini belum kerasa, ya. Tapi di chapter depan-depannya pasti ada, kok. Suu usahakan secepat mungkin, oke? Mohon RnR-nya, Minna?)