Panda_tao: Besok, pukul setengah tujuh petang. Jangan lupa!

KimKai: Akan kuusahakan, Ge ^^

Panda_tao: Ya! Aku akan membakar studiomu kalau kali ini kau tidak datang! Aku serius!

KimKai: Ge, kau terlalu berlebihan-_-

Panda_tao: Kau harus datang, Jong In-ah… Jaebaaaallll!

KimKai: Hhhh… Baiklah.

Panda_tao: Bagus. I heart you,kkamjong!

KimKai: offline

.

Alteration

By

Nightingale

EXO © EXO itself

Note: Italic part means past

Happy reading!

.

Jong In menjatuhkan helai kelopak bunga Sakura yang jatuh di rambut pirangnya. Ia tidak terlalu menyukai warna merah jambu di musim semi yang menurutnya terlalu terang. Terlihat begitu kontras dengan kulit coklatnya.

Saat ini Jong In seharusnya sedang menyusuri jalan menuju apartemennya, suatu kebiasaan yang dilakukannya sejak ia membuka tempat kursus menari tiga tahun lalu, namun hari ini sedikit berbeda. Jong In sama sekali tidak takut akan ancaman Tao yang akan membakar studionya, hanya saja Jong In merasa benar-benar seperti pengecut jika terus menolak datang untuk yang kesekian kalinya.

Kakinya menyusuri jalan yang dinaungi oleh ranting-ranting pohon Sakura yang tumbuh di kedua sisi jalan. Banyak pasangan muda-mudi yang memenuhi bangku panjang di pinggir jalan tersebut. Mendadak Jong In merasa miris karena dirinya terlihat begitu mengenaskan dengan berjalan sendirian. Tempat yang akan ditujunya masih berjarak sekitar lima belas menit lagi.

Melihat bunga-bunga itu membuat ingatannya menarik beberapa lembar kenangan akan orang-orang yang sebentar lagi akan ditemuinya. Sudut bibirnya terangkat ketika ia mengingat bagaimana dirinya dan ketiga hyung-nya mengintip Sehun dan Luhan yang berciuman dibalik lorong hotel. Waktu itu Jong In berpikir apa yang terjadi diantara mereka hanya sekedar crush, perasaan sesaat. Namun Jong In terbukti salah ketika Sehun memutuskan untuk tidak melanjutkan kontrak kerja samanya dan keluar dari EXO setahun kemudian.

Jong In memberikan satu pukulan keras di wajah Sehun karena keputusan bodohnya, namun Sehun justru tersenyum manis sambil berucap,

"Kau boleh memukulku sepuasmu, karena perasaanku pada Luhan sebanding dengan apa yang telah kukorbankan."

Itu menjadi awal retaknya hubungan mereka semua. Jong In menyebut tahun-tahun itu sebagai 'The Darkest Era'. Keluarnya personil termuda membuat saham agensi anjlok ke titik yang belum pernah dicapainya. Dan keputusan Jong In untuk mengikuti jejak Sehun membuat grup mereka benar-benar hancur total. Setelahnya mereka berpisah dan Jong In tidak pernah berkomunikasi dengan mereka lagi. Termasuk Kyung Soo.

Ia berhenti dari dunia hiburan dan memutuskan pergi ke New York, mendaftar ke sekolah seni terkenal Juilliard dan menjalani kehidupan barunya. Ia benar-benar kehilangan kontak dengan semua mantan rekannya, kecuali satu orang.

"Jong In-ie!"

Ia mengarahkan pandangannya ke sosok pemuda mungil yang sedang asik melambaikan tangan ke arahnya. Mata sipit pemuda itu melengkung indah ketika ia tersenyum. Lelaki itu berdiri tak jauh dari sekolah tempatnya mengajar. Dengan langkah-langkah lebar ia mendekati sosok tersebut.

"Kenapa kau lama sekali?"

Jong In disambut wajah merajuk dari seorang Byun Baek Hyun.

"Benarkah?" Jong In memeriksa arlojinya. "Aku hanya terlambat empat menit."

Baek Hyun mengerucutkan bibir, kebiasaannya jika sedang kesal sejak dulu.

"Kelasku selesai agak cepat, hari ini." Balas Baek Hyun pelan.

"Dan apakah itu kesalahanku?"

"Aish…, sudahlah. Ayo kita pergi saja."

Jong In tersenyum melihat tingkah Baek Hyun. Setelah bertahun-tahun, sikap lelaki itu sama sekali tidak berubah. Dia tetaplah Baek Hyun yang manja dan menggemaskan seperti dulu.

Jong In segera meraih tangan Baek Hyun dan menarik lelaki itu agar mengikuti langkahnya. Mereka menyusuri jalan sambil bercanda dan gelak tawa disela-selanya. Dan karena ini di New York, mereka bisa bergandengan tangan dengan mesra tanpa takut dicela sama sekali.

Karena Jong In tidak mempercayai akan adanya kebetulan, maka pertemuannya dengan Baek Hyun dimasa-masa awalnya di kota ini Jong In sebut sebagai jalinan takdir. Betapa terkejutnya Jong In ketika menemukan lelaki itu duduk di salah satu kursi ketika mengikuti upacara penerimaan murid di sekolah barunya. Tambahan, dengan seragam yang sama.

Ternyata Baek Hyun juga melakukan hal yang sama dengannya, bedanya ia mendaftar di kelas vokal sedangkan Jong In di kelas tari. Sejak saat itu ia kembali mengulang kebersamaannya dengan Baek Hyun seperti sebelumnya, dan hal itu berlangsung sampai sekarang.

"Aku senang kau akhirnya mau datang." Baek Hyun berujar sambil tersenyum.

"Anggap saja aku sudah bosan mendengar omelan hyung."

"Excuse me?!" Baek Hyun memekik dengan mata menyipit.

Jong In tergelak. Menggoda Baek Hyun adalah bagian dari hidupnya sekarang.

Jalinan takdir lain yang terjadi dalam hidup Jong In adalah dua tahun yang lalu, saat ia mengetahui bahwa Yifan dan Tao telah menikah dan menetap di kota yang sama dengannya. Sejak saat itu ia dan Baek Hyun sering datang ke rumah mereka untuk makan malam atau sarapan bersama. Jong In tidak habis pikir kenapa mereka berdua –Yifan dan Tao- rela memisahkan diri dari tempat asal mereka dan tinggal disini hanya agar bisa memiliki satu sama lain.

Aaahh, kekuatan cinta. Jong In mendengus dalam hati.

Tapi, bukankah saat ini ia juga sedang berada jauh dari Negara asalnya? Walau alasannya tidaklah sama.

Dari dua orang itu pula Jong In bisa mengetahui kabar mantan-mantan rekannya yang lain. Sehun dan Luhan masih bersama sampai sekarang -membuat Jong In salut pada sahabatnya itu- dan saat ini sedang merencanakan pernikahan. Chan Yeol telah menjadi aktor Korea yang sangat populer dengan berbagai macam film dan drama yang dibintanginya. Min Seok membuka usaha sebuah restoran seafood, Lay memilih kembali ke negaranya dan melanjutkan karir disana, sedangkan Suho, Jong Dae, dan Kyung Soo menempuh jalur menjadi penyanyi solo.

Jong In cukup senang karena kehidupan teman-temannya berlanjut dengan baik setelah kehebohan besar yang terjadi enam tahun lalu.

Dan hari ini, tiga mantan anggota EXO akan berkumpul di rumah Kris dan Tao.

Tao berkata bahwa Sehun dan Luhan sedang berlibur disini, dan sebagai sahabat yang baik ia harus menemui mereka. Namun yang membuat Jong In akhirnya merubah keputusannya –setelah mengeluarkan berbagai macam alasan untuk menolak- adalah saat ia tahu bahwa Chan Yeol juga akan datang. Tidak ada siapapun yang tahu di dunia ini betapa Baek Hyun sangat merindukan lelaki itu selain Jong In, namun Baek Hyun justru mempersulitnya dengan berkata tidak akan datang jika Jong in tidak ada bersamanya.

Maka disinilah Jong In sekarang.

"Jika mereka melihat kita bergandengan tangan seperti ini, mereka akan mengira kita benar-benar pacaran." Ada nada geli dalam ucapan Baek Hyun barusan.

"Aku tidak mau, posisi itu terlalu rendah dibandingkan kedudukanku sekarang."

"Oh ya? Memangnya apa posisimu?"

Jong In tersenyum sebentar kemudian menjawab. "Your family."

Baek Hyun mendengus namun tak urung ia ikut tersenyum. "Kau benar."

Jong In sudah lama tidak mengenal lagi apa itu cinta, karena seingatnya terakhir kali ia mengaku pada dirinya bahwa ia jatuh cinta adalah ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana hal itu justru menghancurkannya. Meski begitu Jong In tetap bersyukur karena hidupnya tidak sekosong anggapannya. Masih ada cinta terakhir dihatinya walau dalam bentuk yang berbeda.

Matanya otomatis terarah ke bentuk 'cinta'-nya yang lain dengan senyum lembut yang menghiasi sudut bibirnya. Genggamannya pada tangan Baek Hyun tanpa sadar ia eratkan.

Ode to a Nightingale

Jong In menutup halaman internet yang memuat artikel tentang masalah Sehun dan grupnya. Ada banyak anggapan yang tersebar tentang alasan Sehun mengakhiri kontrak kerja samanya dengan pihak agensi, dan komentar para Netizen sama sekali tidak membuatnya lebih mudah.

'Sudah kuduga, grup mereka hanya seumur jagung. Memangnya apa yang bisa diharapkan dari boyband yang hanya mengandalkan wajah mereka saja?'

'Manajemen diantara mereka sangat buruk. Mereka bahkan memiliki leader yang tidak bisa mengatur anggotanya sama sekali.'

'Ada yang bilang kalau sebagian dari anggota grup itu adalah gay. Benar-benar tidak bisa dipercaya. Menjijikkan.'

'Ada yang tidak gay, tapi kelakuannya benar-benar tidak baik. Salah satu dari mereka ternyata sangat suka pergi ke hotel dengan pasangan yang berbeda-beda.'

Jong In menggeram. Komentar itu membuat amarahnya hampir meledak dan melukai hatinya disaat yang bersamaan.

Hari itu dorm mereka terlihat sangat sepi. Sehun benar-benar telah dihapus dari daftar anggota, dan semalam lelaki itu meninggalkan dorm dengan membawa semua barang-barangnya. Jong In menghiraukan panggilan orang tuanya dan juga email dari kedua kakaknya. Keluarganya pasti sudah mendengar hal ini di media, namun saat ini Jong In benar-benar tak berniat untuk menjelaskan apapun kepada siapapun.

Ia berniat mengunjungi kamar Baek Hyun karena ia tahu hyung-nya saat ini pasti sedang sangat tertekan. Diantara semua member, Baek Hyun lah yang paling bahagia karena bisa menjadi bagian dari EXO, sehingga kemungkinan bubarnya grup ini pastilah membuatnya frustasi.

Ia membawa langkahnya menuju kamar Baek Hyun yang berada di lantai dua, namun kaki Jong In seolah terpaku ke tanah ketika ia melewati kamar yang dulu adalah tempat Sehun. Pintu kamar itu sedikit terbuka, dan manik gelap Jong In melebar karena apa yang dilihatnya.

Diatas tempat tidur dua lelaki sedang melakukan pergulatan bibir dengan posisi saling menindih satu sama lain. Sesuatu di dalam dadanya terasa retak ketika ia melihat tangan pucat Kim Joon Myeon bergerak-gerak di dalam kaus lelaki yang sedang ditindihnya.

"Kyung Soo-hyung…"

Mata bulat sosok itu melebar begitu ia melihat Jong In yang berdiri mematung di depan pintu. Dalam satu hentakan ia mendorong tubuh Suho hingga lelaki itu terjatuh dari tempat tidur.

"Aww…" suara rintihan Suho samar-samar terdengar.

Kyung Soo sudah hampir meraih tangan Jong In ketika sosok lain datang dan menarik Jong In ke dalam pelukannya. Mengalihkan pandangan lelaki itu dan menariknya ke dalam ceruk lehernya.

"Jangan." Baek Hyun menatap Kyung Soo dingin dibalik pundak Jong In. "Ini terakhir kali kau menyakitinya, Do Kyung Soo-ssi. Aku bersumpah."

Baek Hyun segera membawa Jong In pergi dari sana ketika dirasakannya wajah Jong In membasahi lehernya. Itu adalah pertama kalinya Jong In membiarkan dirinya menagis meraung-raung di hadapan orang lain, sekaligus menjadi hari terakhir Jong In melihat Do Kyung Soo.

Ode to a Nightingale

"Kau memikirkannya lagi."

Ucapan Baek Hyun menarik Jong In ke waktu sekarang dan menemukan dirinya dan Baek Hyun sedang berdiri di depan rumah minimalis berwarna kuning pucat dengan berbagai macam tanaman di pekarangannya. Sepertinya ia benar-benar melamun hingga tak sadar bahwa ternyata mereka telah sampai di depan rumah Kris dan Tao.

Jong In memberikan senyuman minta maaf ke Baek Hyun.

"Kita bisa kembali kalau kau belum siap untuk bertemu dengan Sehun." Ujar Baek Hyun lagi sambil membelai pipi Jong In.

"Dan membuatmu kehilangan kesempatan untuk bertemu Chan Yeol hyung?"

Jong In balik bertanya. Ia bisa melihat sorot sedih dalam iris bening Baek Hyun meski bibirnya membentuk senyum tipis.

Lelaki itu menghela napas pelan. "Aku memang ingin bertemu dengannya, tapi itu tidak sebanding dengan melihatmu sedih. You're my family, remember?"

Dada Jong In menghangat. Ia tahu betapa rindunya Baek Hyun akan sosok lelaki jangkung tersebut. Bahkan setelah bertahun-tahun perasaannya pada Chan Yeol masih tetap sama.

"Kalau kita bertukar posisi aku yakin kau pun akan mengatakan hal yang sama." Lanjutnya.

"Percaya diri sekali." Jong In menyahut dengan nada menggoda.

"Tentu saja. Kau kan sangat menyayangiku."

"Tidak juga."

"Benarkah? Serius? Hm?"

Jong In tergelak melihat Baek Hyun yang menaik-turunkan alisnya dengan lucu. Lelaki mungil itu selalu tahu bagaimana membuat perasaannya berubah menjadi lebih baik.

"Tidakkah menurut hyung kita berdua sangat menyedihkan?" Tanya Jong In tiba-tiba.

"Menyedihkan kenapa?"

"Setelah bertahun-tahun masih tetap mencintai orang yang sama."

Sinar di mata Baek Hyun terlihat meredup. Dengan senyum sedih ia membalas,

"Maybe we are, but it's okay, karena aku punya Jong In-ie disisiku."

Jong In membalas dengan senyuman yang sama. "Yeah, you have me."

Ya, itu benar. Bukankah sejak dulu mereka sudah saling menguatkan? Jadi menurut Jong In tidak peduli betapa menyedihkannya mereka. setidaknya ia dan Baek Hyun saling memiliki.

Jong In tidak bermaksud mengulur waktu, hanya saja ia butuh untuk membuat hatinya sedikit lebih tenang agar ia siap menghadapi orang-orang di dalam rumah itu. Terasa lucu karena dulunya mereka bahkan berbagi kamar mandi dan dapur yang sama. Mereka terus saja mengelu-elukan 'we are one' walau kenyataannya mereka hanyalah sekumpulan lelaki yang asing dengan lainnya namun harus berada dalam lingkaran yang sama karena tuntutan impian mereka.

"Sampai kapan kalian mau berdiri disana?"

Suara itu membuat keduanya menoleh. Di depan pintu sesosok lelaki dengan kantung mata tebal menatap Jong In dan Baek Hyun dengan jengkel. Ekspresi garangnya sekarang sangat berbeda jauh dengan apron ungu pucat bergambar panda yang menempel manis di tubuhnya.

Sosok itu melangkah mendekat untuk membukakan pintu pagar.

"Kalau saja tadi aku tidak mengintip melalui jendela aku tidak akan tahu kalau kalian sudah sampai."

Jong In tidak menanggapi gerutuan si pemilik rumah. Ia justru tersenyum sangat lebar dan langsung merangkul sosok itu.

"Miss you too, gege…"

"Aku sama sekali tidak merindukanmu, dasar adik durhaka tidak tahu diri." Balas Tao sengit.

"Jangan marah Tao sayang, setidaknya kami datang kan?"

Baek Hyun langsung menarik Tao masuk agar lelaki itu berhenti merajuk. Tao yang setengah diseret Baek Hyun hanya bisa menghela napas menyerah.

"Terima kasih sudah membawanya kesini hyung, jika tidak aku benar-benar akan membakar studionya besok."

Jong In menatap Tao dengan pandangan katakan-kalau-kau-sedang-bercanda-gege! Namun yang ditatap hanya mendengus jengkel. Baek Hyun tergelak melihat wajah ngeri Jong In.

Langkah pertama Jong In memasuki rumah itu, ia langsung disambut dengan aroma masakan yang membuat perutnya bergemuruh. Ia baru teringat jika tadi ia hanya membeli hotdog dan secangkir kopi untuk makan siangnya.

"Kkamjong-ah!" Jong In terdorong ke belakang ketika seseorang setengah berlari menubruk tubuhnya.

"Luhan hyung…" Jong In membalas pelukan Luhan sambil tersenyum.

"Aku sangat merindukanmu!" pekik Luhan didekat telinganya.

Suara deheman seseorang membuat Luhan buru-buru melepas pelukannya pada Jong In. Sehun berdiri tak jauh dari mereka dengan wajah datar yang membuat kekasihnya memutar bola mata.

"Dasar cemburuan." Luhan menggerutu sambil beralih ke Baek Hyun dan melakukan hal yang sama dengannya.

Jong In melangkah mendekati Sehun. Dari sudut matanya ia melihat Yifan sedang menata meja makan sedang tersenyum padanya.

"Hai, Sehun-ah." Jong In menyapa dengan kikuk.

Rasa canggung merambati dadanya mengingat saat terakhir kali mereka bicara diakhiri dengan sudut bibir Sehun yang robek karenanya. Apakah Sehun masih marah padanya?

"Setelah bertahun-tahun, hanya itu yang bisa kau katakan?"

Wajah pemuda berkulit pucat itu memang masih sedatar sebelumnya, namun nada sarkastis dalam ucapannya membuat Jong In semakin diliputi rasa bersalah.

"A-aku-"

GREP!

Ucapannya terpotong karena Sehun sudah langsung memeluknya lebih erat dibanding Luhan.

"Dasar bodoh! Bertahun-tahun mencarimu, ternyata kau bersembunyi disini." Sehun melepaskan pelukannya. "Aku merindukanmu, sialan!"

Sehun menjitak kepala Jong In keras, namun Jong In tidak membalasnya. Ia justru menampilkan cengiran lebarnya dan kembali meraih tubuh Sehun.

"I miss you too, buddy. I'm sorry." Mereka berpelukan cukup lama sampai seseorang menarik lengan mereka hingga rangkulan itu terlepas.

"Ya! Sehun-ah! Apakah kau tidak merindukanku?"

Baek Hyun datang menyela, dan selanjutnya Sehun melakukan hal yang sama pada Baek Hyun. Hanya saja jitakan di kepala Jong In berubah menjadi cubitan gemas di pipi Baek Hyun.

"Hey! Kenapa dengan Baek Hyun-hyung justru hanya dicubit?" protes Jong In.

Sehun menatapnya dengan pandangan jengah setengah jijik. "Kau mau aku mencubit pipimu juga? Jangan harap!"

Setelahnya ruangan itu depenuhi oleh gelak tawa yang datang dari mereka semua, sampai kemudian suara lain menarik perhatian mereka.

"Kris hyung, bolehkah aku meminjam kaosmu? Aku tidak sengaja menumpahkan…"

Chan Yeol menghentikan langkah tanpa sadar begitu melihat seseorang yang sedang berdiri di sebelah Luhan. Senyum Baek Hyun segera luntur begitu matanya menangkap sosok Chan Yeol yang berdiri tak jauh darinya.

Suasana ruangan itu menjadi hening melihat Chan Yeol dan Baek Hyun yang seolah lupa bagaimana cara mengerjap.

"B-baek-ie…" Chan Yeol mengucap nama Baek Hyun tanpa sadar.

Baek Hyun sudah bersiap untuk berbalik dan mengambil langkah seribu pergi dari sana namun tangan Jong In menahan punggungnya. Ia mendongak menatap Jong In putus asa namun lelaki itu menggeleng.

"Tidak apa-apa hyung, I'm here. Bicaralah padanya." Ucap Jong In sambil mengusap punggung Baek Hyun pelan.

Dengan ragu Baek Hyun kembali menoleh ke Chan Yeol yang masih berdiri di tempatnya. Chan Yeol masih masih sama menawannya dalam ingatan Baek Hyun. Mata besar yang menyorot lembut dan bibir penuh. Tinggi, tampan, memikat. Dimata Baek Hyun, Chan Yeol tetap sesempurna dulu bahkan dengan noda saus di kemejanya.

Dengan langkah pelan Baek Hyun mendekat ke arah Chan Yeol.

"Hai, Yeol-ie…" Baek Hyun menyapa dengan suara bergetar.

Chan Yeol yang sejak tadi mengira sedang berhalusinasi akhirnya yakin jika sosok yang sedang ditatapnya benar-benar nyata. Lelaki itu, Byun Baek Hyun, ada di depannya sekarang. Tersenyum dengan cara yang sejak dulu sangat disukai Chan Yeol, sekaligus dirindukannya.

Maka dengan segenap kesadarannya ia menarik Baek Hyun dan memeluknya erat seolah ingin menyatukan tubuh mereka. Baek Hyun yang tidak siap dengan tindakan Chan Yeol hanya diam dengan tubuh yang menegang. Apa yang dilakukan Chan Yeol sama sekali diluar perkiraannya.

"Baek-ie… Baek-ie… Baek-ie… kau disini." Chan Yeol berbisik disamping telinga Baek Hyun. "Aku rindu padamu. Aku sangat merindukanmu…"

Mendengar suara Chan Yeol yang bergetar membuat tangis Baek Hyun perlahan pecah. Ia akhirnya mengangkat tangannya untuk membalas pelukan Chan Yeol.

"Aku juga merindukanmu, Yeol-ie…" ujarnya sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Chan Yeol.

Rasanya sudah lama sekali Baek Hyun tidak menghirup wangi ini. Aroma tubuh Chan Yeol yang terasa seperti hujan di pagi hari, aroma yang selalu mampu membuat dadanya berdebar kencang. Dan kini Baek Hyun bisa merasakannya lagi.

Sudut bibir Jong In terangkat melihat dua sosok itu berpelukan dalam tangis. Ia tahu betapa Baek Hyun menantikan hari ini, namun selalu terhalang jarak. Baek Hyun bisa saja pulang ke Korea dan menemui Chan Yeol disana, tapi Jong In tahu lelaki itu tidak mau meninggalkan Jong In sendirian.

Acara melepas rindu itu dihentikan oleh suara Tao yang memberitahukan bahwa makan malam mereka sudah siap. Jong In menyempatkan diri untuk berjabat tangan dan merangkul Chan Yeol singkat sebelum mendekati meja makan. Meja dengan empat sudut tersebut dipenuhi dengan berbagai macam menu makanan yang membuat air liur Jong In menumpuk di mulut. Ada delapan kursi dengan masing-masing dua kursi di tiap sisinya. Ia baru saja hendak memanggil Baek Hyun agar duduk di sebelahnya namun Chan Yeol sudah lebih dulu menarik lelaki itu dan berakhir duduk di hadapan Jong In.

Mereka semua sudah menduduki kursi masing-masing. Chan Yeol dan Baek Hyun yang duduk di depannya sedikit-sedikit saling melirik malu-malu. Luhan terlihat sibuk mengambilkan makanan untuk Sehun, Tao pun juga melakukan hal yang sama pada suaminya. Hanya kursi di sebelah Jong In yang tersisa kosong.

Alis Jong In mengernyit heran melihat ada delapan alat makan yang disiapkan di meja namun hanya ada tujuh orang yang duduk disana. Jong In lalu mengarahkan pandangannya ke Kris.

"Hyung, apakah kita masih menunggu satu orang lagi?"

"Ah, ya, kursi itu milik- awww!"

Jong In sedikit terkejut karena ucapan Chan Yeol yang terpotong. Ia hanya menatap bingung Chan Yeol yang mengarahkan tatapannya pada Kris sambil sedikit membungkuk. Sepertinya Kris menginjak kakinya.

"Kai, tolong ambilkan botol saus di dapur." Kris berujar tenang. "Sepertinya Chan Yeol membutuhkannya."

"Hah? Tapi aku tidak memin- aduh!" Chan Yeol lagi-lagi mengaduh. "Kris hyung kenapa menendangku terus?!" Chan Yeol bertanya gusar sambil mengelus tulang keringnya yang baru saja bertemu dengan ujung sendal Yifan.

Yifan menatap Chan Yeol seolah berniat membunuhnya. Jong In yang melihat semua itu hanya bisa menautkan alis. Ia bertukar pandang dengan Baek Hyun yang duduk di sebelah Chan Yeol dan melihat lelaki itu pun sama bingungnya.

"Cepat ambil sausnya, Kai." Suara Luhan menarik perhatian Jong In.

Ia mengedikkan bahu acuh, tidak mau pusing dengan apa yang terjadi antara Chan Yeol dan Yifan. Ah, harusnya ia tidak melupakan fakta tentang sifat ajaib rekan-rekannya dulu, dan Jong In menyadari bahwa waktu yang berlalu ternyata sama sekali tidak merubah hal tersebut.

Yah, tidak buruk juga. Pikir Jong In. Setidaknya ada beberapa hal yang masih tetap sama meski waktu terus bergulir.

Mata Jong In sempat menangkap Sehun yang sedang tersenyum penuh arti padanya, juga Luhan yang menggerakkan bibirnya membentuk sebuah 'Good luck, kkamjong-ah' tanpa suara. Jong In sekali lagi mengingatkan dirinya sendiri bahwa teman-temannya tidak pernah masuk dalam kategori common people sehingga ia harus membiasakan diri.

Ia masih bisa mendengar suara Chan Yeol dan juga kikikan Luhan ketika kakinya mencapai pintu. Namun Jong In langsung melupakan tujuannya mendatangi dapur ketika matanya bertemu dengan sepasang mata lain di ruangan tersebut.

Seorang laki-laki dengan mata bulat sedang berdiri di depan meja dapur dengan apron biru muda terpasang di tubuhnya. Wajah lelaki itu sedikit belepotan dengan sedikit tepung di bagian pipi dan hidung. Matanya membelalak dengan mulut menganga. Hal yang sama terjadi pada diri Jong In.

Sampai beberapa detik yang lalu Jong In tidak pernah menyangka akan menyebut nama itu lagi.

"Kyung Soo-hyung?"

Ode to a Nightingale

"Apa maksud hyung dengan aku yang butuh saus?"

Chan Yeol bertanya begitu Jong In melangkah meninggalkan meja makan.

Kris menghela napas sedangkan Tao memutar bola matanya.

"Itu hanya alasan Chan-ie." Luhan menyahut.

"Hanya alasan?" Baek Hyun membeo dengan kening mengerut.

"Hm-hm." Tao mengangguk enteng. "Itu hanya alasan agar Jong In pergi ke dapur."

"Uhh, boleh aku tahu kenapa Jong In-ie harus pergi ke dapur?"

"Ah! Sekarang aku mengerti!" Chan Yeol menyahut cepat. Otaknya sudah bisa memproses maksud yang sebenarnya.

Baek Hyun yang sama sekali tidak bisa nyambung dengan maksud teman-temannya semakin merasa penasaran. Batinnya tiba-tiba merasakan bahwa ada yang disembunyikan darinya dan Jong In.

"Kris menyuruhnya ke dapur agar dia bertemu dengan Kyung Soo yang sejak tadi bersembunyi disana." Ujar Luhan sambil mengulum senyum.

"Apa?!" Baek Hyun memkik kaget. "Jadi Kyung Soo juga di rumah ini?"

"Positive." Tao menyahut cepat.

"Kenapa kalian tidak memberitahu kami?" Tanya Baek Hyun gusar.

"Karena aku yakin kau tidak akan mengijinkan Kai datang jika aku mengatakannya."

Baek Hyun menatap Tao tajam dan membalas dengan nada dingin. "Jelas saja aku akan melarangnya jika itu akan membuatnya terluka."

"Tapi ini sudah enam tahun lamanya, hyung…" Sehun menimpali.

"Ya. Dan selama itu pula tak sekalipun Jong In bisa melupakan Kyung Soo." Baek Hyun berdiri dari kursinya. Sekuat tenaga ia menahan amarah yang menguasai hatinya dengan cepat. "Tidakkah kalian menyadari apa kalian lakukan?"

"Kami mengerti, Baek-hyung… kami mengenal Jong In, dia pasti mau memaafkan-"

"Kalau kalian mengenal Jong In-ie-ku harusnya kalian tidak melakukan ini!"

Baek Hyun memotong ucapan Tao dengan kasar. Sementara disebelahnya Chan Yeol terdiam dengan alis bertaut lemah. Ia tadi dengan jelas mendengar Baek Hyun menyebut Jong In sebagai miliknya.

"Akulah yang paling mengenal Jong In disini! Aku yang melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa hancurnya ia ketika melihat Kyung Soo berciuman dengan Suho-hyung enam tahun lalu!"

"Tapi itu semua salah paham, Baek." Kris ikut menyahut.

Cara bicaranya tetap tenang dan sama sekali tidak terintimidasi dengan tatapan tajam Baek Hyun.

"Ini tidak bisa dibiarkan. Ide ini sangat konyol. Aku akan membawa Jong In pergi dari sini."

Empat lelaki lain di meja itu menatap tidak percaya terhadap Baek Hyun yang melangkah menuju dapur dengan cepat. Mereka dengan sigap langsung mengikutti langkah kaki kecil Baek Hyun, berusaha mencegah apapun yang ingin dilakukan pemuda bertubuh mungil tersebut. Sedangkan Chan Yeol hanya bisa terpaku di tempatnya memandang punggung Baek Hyun yang menghilang ditelan tembok. Sesuatu di dadanya berdenyut nyeri melihat betapa Baek Hyun sangat mementingkan Jong In.

Mendadak ia merasa bahwa keputusannya untuk bertemu lagi dengan lelaki itu adalah keputusan yang salah.

Ode to a Nightingale

Kyung Soo membatu di tempatnya. Meski ia sudah mendengar suara Jong In sejak tadi tapi tetap saja otaknya sulit percaya bahwa kini ia berhadapan dengan sosok Kim Jong In.

"H-hai, hyung." sapa Jong In kaku.

Kyung Soo menelan ludah dengan gugup kemudian membalas. "Hai."

Suasana di sekitar mereka berubah canggung. Meski begitu Kyung Soo diam-diam menahan diri untuk menghambur ke dada lelaki itu, sedangkan Jong In yang sama sekali tidak tahu harus berkata apa, memilih untuk bersembunyi dibalik dalih yang bisa didapat otaknya.

"Makan malam sudah siap, yang lain sudah menunggu di meja."

"Ah, oh, eh.. ya." Tidak tahu harus menjawab apa, Kyung Soo akhirnya mengangguk. Dalam hati ia mengumpati isi kepalanya yang tak ubahnya seperti mesin rusak.

Merasa tidak ada lagi yang perlu diucapkan, Jong In berbalik dan berjalan ke meja makan dengan Kyung Soo yang mengikutinya di belakang. Ia bahkan tidak ingat tentang saus yang tadi diminta oleh Yifan. Di tengah jalan ia berpapasan dengan Baek Hyun dan empat lelaki lain yang mengekor di belakangnya.

"Hyung?" sapa Jong In heran.

"Jong In-ie, ayo kita pulang." Ucap lelaki itu tegas.

"Hah? Kenapa?" Jong In menautkan alis bingung.

"Kalau saja aku tahu orang itu juga diundang, aku pasti tidak akan mengajakmu kesini." Baek Hyun berujar ketus dengan mata melirik dingin pada seseorang di belakang Jong In. Setelah itu ia langsung menyambar tangan Jong In dan menariknya berjalan mendekati pintu keluar.

Yifan mengacak rambutnya frustasi, sedangkan Tao dan Luhan mengikuti Baek Hyun. Kyung Soo dan Sehun hanya diam tidak tahu harus berbuat apa.

"Hyung…" Jong In memanggil Baek Hyun.

Baek Hyun menoleh dan menatap Jong In dengan sorot menyesal.

"Maafkan aku, Jong In-ie, Kris-hyung dan Tao tidak memberitahuku kalau ternyata dia juga datang. Aku pasti sudah menolaknya dari awal kalau aku tahu."

Jong In terdiam tanpa tahu harus membalas apa.

"Ayo kita pergi dari sini, aku tidak bisa membiarkannya menyakitimu lagi."

Baek Hyun kembali menarik tangan Jong In agar mereka secepatnya bisa pergi dari sana. Yang ada di kepala Baek Hyun saat ini adalah membawa Jong In sejauh mungkin dari lelaki itu. Lelaki yang sudah membuat Jong In terluka sangat dalam. Ia sudah pernah bersumpah tidak akan membiarkan Jong In menangisi Kyung Soo lagi apapun yang terjadi. Ia bahkan tidak memperdulikan rasa sakit di dadanya melihat sorot mata Chan Yeol yang terluka karena tingkahnya.

Kebahagiaan Jong In lebih penting dari perasaannya sendiri.

"Tidak, hyung."

Jong In menahan tangan Baek Hyun yang sejak tadi terus menariknya. Baek Hyun menoleh dengan cepat, pandangan matanya penuh dengan pertanyaan apa-maksudmu?

"Aku tidak apa-apa." ujar Jong In sambil tersenyum tipis. "Aku mungkin memang masih mencintainya, tapi aku sudah merelakannya hyung. Dia tidak akan bisa menyakitiku lagi."

Baek Hyun diam. Tatapannya menelisik ke dalam mata Jong In mencoba mencari kebohongan yang mungkin terselip dikalimat lelaki itu.

"Kita tidak seharusnya mengacaukan acara makan malam yang sudah Kris-hyung dan Tao-hyung siapkan hanya karena satu orang. Mereka pasti akan sedih sekali."

"Tapi bagaimana dengan Jong In-ie?"

"Tenang saja, hyung…" Jong In membelai kepala Baek Hyun dengan sayang. "Aku baik-baik saja. Biar bagaimanapun dia tetaplah teman kita. Jadi kita harus bersikap baik padanya, right?"

Keraguan masih tersirat dengan jelas dari raut wajah Baek Hyun. Ada rasa senang yang menyelip ke dalam dadanya melihat Baek Hyun yang menempatkan perasaannya jauh diatas rasa rindunya terhadap Chan Yeol. Maka untuk menghapus rasa gundah dalam diri lelaki itu, Jong In melakukan satu-satunya hal yang diketahuinya mampu membuat perasaan Baek Hyun berubah tenang.

Jong In memeluk Baek Hyun.

"It's okay, hyung…" Jong In mengusap punggung Baek Hyun pelan. "I'll be alright. I have you, remember?"

Baek Hyun tersenyum karena Jong In menggunakan kalimat yang sering dikatakannya untuk menghibur lelaki itu. Kini Jong in melakukan hal yang sama padanya. Ia melonggarkan pelukan mereka supaya bisa mendongak dan menatap wajah Jong In.

"You're right, you have me." Ujar Baek Hyun dengan senyum lebar.

Jong In tergelak kecil sebelum mengecup puncak kepala Baek Hyun sekali. Dengan nada ringan ia bertanya, "Jadi, bisakah kita kembali? Aku kelaparan."

Ode to a Nightingale

"Tao, aku mulai merasa mempertemukan mereka adalah ide yang buruk."

Luhan berujar dengan pandangan yang terarah ke Jong In dan Baek Hyun yang sedang bicara di depan pintu. Ia dan Tao memutuskan untuk melihat dari jauh agar dua orang itu memiliki privasi untuk bicara.

"Entahlah, ge… aku juga bingung sendiri."

"Kalau saja kau tidak berkali-kali meyakinkanku, aku tidak akan percaya kalau hubungan mereka hanya sebatas teman." Lanjut Luhan.

Meski mereka tidak bisa mendengar apa yang dua sosok tersebut bicarakan, namun siapapun bisa melihat bagaimana dua orang itu saling menatap seolah mereka sedang menggenggam dunia di tangan mereka masih-masing. Seolah hal di sekitar mereka tidak penting karena yang paling berarti ada di hadapan mereka.

"Entahlah…" Tao mendesah lelah. "Hubungan mereka lebih rumit dari itu, ge. Jong In sudah seperti salah satu bagian tubuh Baek-hyung sendiri, dan Baek-hyung adalah sandaran terakhir Jong In yang sangat berharga. Cinta mereka tidak sama dengan cinta gege pada Sehun, apa yang mereka rasakan lebih seperti kasih sayang pada keluarga namun dengan intensitas yang sangat tinggi."

"Brother complex?" tebak Luhan.

"Maybe."

Tao mengangkat bahu. Wajah Luhan berubah cerah ketika melihat Jong In menggandeng tangan Baek Hyun mendekat ke arah mereka.

"Baek-hyung, aku minta maaf jika tindakanku sudah membuatmu marah." Ucap Tao dengan mimik sedih.

Baek Hyun justru menggeleng sambil tersenyum. "Tidak, Tao, aku yang salah. Maaf sudah membentakmu tadi."

"Nah, karena semuanya sudah lengkap, ayo kita kembali ke meja makan. Aku yakin Sehun-ie-ku sudah kelaparan menunggu kita." Ajak Luhan dengan nada senang.

Ode to a Nightingale

Suasana makan malam itu diramaikan dengan candaan dari Luhan dan Tao. Semuanya berjalan lancar walau di awal sempat muncul kecanggungan diantara mereka. Hal itu dikarenakan Baek Hyun yang berpindah tempat duduk ke sisi Jong In sehingga Kyung Soo harus mengambil tempat di sebelah Chan Yeol.

Setelah makan malam mereka semua berkumpul di ruang tengah sambil menikmati Pie Cherry buatan Kyung Soo. Bukan hal yang mengherankan mengingat salah satu kemampuan alami Kyung Soo selain di bidang tarik suara, lelaki itu juga sangat pandai memasak.

Mereka bererita tentang berbagai hal. Mulai dari kehidupan mereka yang sekarang hingga mengenang kejadian-kejadian yang terjadi sewaktu mereka masih menjadi sebuah grup boyband.

"Hey, ingat sewaktu kita syuting MV Growl yang hanya satu kali take dan kita harus mengulangnya sampai lima belas kali?" Luhan bertanya antusias.

"Ya, aku ingat." Baek Hyun menyahut cepat. "Waktu itu Jong In-ie sangat frustasi karena Kris-hyung sering salah."

Yang dimaksud hanya bisa melotot tajam pada Baek Hyun meski wajahnya dihiasi rona merah karena malu.

"Hell yeah, kemampuan menari Kris hyung memang sangat menyedihkan" Jong In menyahut.

Kris membunuh Jong In berkali-kali dalam benaknya dengan cara yang paling menyakitkan.

"Oh, ingat sewaktu kita menjadi bintang tamu di acara Running Man? Saat itu Kris menabrak pintu kaca dan terjerembap." Ujar Luhan sebelum tertawa terbahak-bahak.

Kris menutup wajahnya yang semakin memerah, sedangkan Tao yang duduk di sebelahnya menggigit bibir bawahnya berusaha menahan gelak walau pada akhirnya gagal. Chan Yeol dan Jong In memegangi perut mereka yang sakit.

"Oh, astaga, itulah pertama kalinya aku melihat image Kris-hyung sebagai The Dragon hancur seketika." Jong In menambahkan. "Wajahnya waktu itu benar-benar sangat konyol."

"Great, terus saja tertawakan aku. Asalkan kalian senang, aku ikhlas." Kris berujar dengan nada paling ketus yang ia bisa. Ia merutuki nasibnya karena memiliki teman sekaligus adik kurang ajar seperti Jong In.

"Hey, ada yang masih menghapal lagu kita? Aku tiba-tiba ingin mendengarnya." Celetuk Sehun ketika tawanya mereda.

Mereka semua terdiam sesaat sambil melirik satu sama lain.

"Aku mendengarkan lagu-lagu kita setiap hari, jadi yah… aku masih menghapalnya." Ujar Baek Hyun.

"Aku juga masih menghapal bagian rap-nya." Chan Yeol menyahut.

"Memangnya kalian mau mendengar lagu apa?" Tanya Luhan. Namun sebelum ada yang menjawab Luhan buru-buru menambahkan. "Tapi harus dari album sebelum Kris, aku, dan Tao keluar!"

"Itu berarti hanya album MAMA, XOXO, Miracle In December, dan Overdose saja?" Tanya Sehun sambil menghitung dengan jarinya.

"Yup!" Luhan mengangguk keras.

"Bagaimana kalau 365?" Tao memberi saran lebih dulu.

"The First Snow?" sahut Kris.

"Machine?" Jong In ikut berpendapat.

"Moonlight?" tanya Baek Hyun. "atau Love, Love, Love?"

"Bagaimana kalau Playboy saja?"

Yang terakhir adalah saran Chan Yeol dan hal itu sukses membuatnya mendapat jitakan maut dari Kris.

"Bukankah tadi sudah dikatakan hanya album dengan member lengkap saja?" Tanya Kris kesal.

Chan Yeol yang sedang mengelus kepalanya bertanya dengan wajah polos. "Eh, memangnya lagu yang tadi tidak termasuk ya?"

"Lagu Playboy masuk ke album Exodus, hyung…" Jong In menjawab dengan nada lelah.

Setelahnya Chan Yeol hanya menyengir lebar dengan wajah tak berdosa andalannya. Baek Hyun yang melihat tersebut mengulum senyum. Senyum Chan Yeol tidak berubah, begitupun dengan perasaan Baek Hyun padanya.

"Bagaimana denganmu, Kyung?" Luhan menoleh ke seseorang yang sejak tadi hanya diam mendengarkan di sebelahnya.

Kyung Soo melihat teman-temannya sekarang memandang ke arahnya dengan tatapan penasaran.

"Ada saran lagu yang bagus?" Tanya Luhan lagi.

"Ba-bagaimana kalau Baby, Don't Cry?" tanyanya dengan nada ragu.

Semua orang dalam ruangan itu saling berpandangan. Tidak ada yang membuka mulutnya sampai Jong In berujar dengan nada ringan.

"Ide yang bagus. Itu adalah lagu kesukaanku."

"Ya, itu saja. Disini kan ada Baek Hyun, Chan Yeol, dan Kyung Soo." Sehun ikut menimpali.

"Tapi siapa yang akan menggantikan Suho-hyung?"

Tanya Luhan yang teringat akan si leader yang juga memiliki bagian dalam lagu itu.

"Bagaimana kalau kau saja, Jong In-ie?"

Jong In menatap Baek Hyun dengan mata membola. "Hah?"

"Kenapa? Kau menghapal lagu itu dengan sangat baik, kita kan sering menyanyikannya berdua."

"Tapi kau kan tahu suaraku tidak sebagus milikmu, hyung…"

"Tidak masalah, aku suka suaramu kok." Baek Hyun menggoncang tubuh Jong In pelan. "Ayolah Jong In-ie… please?"

Kadang Jong In merutuki dirinya sendiri karena sejak dulu tidak pernah sanggup mengatakan tidak pada Baek Hyun yang sedang mengerjap-erjapkan matanya polos seperti ini. Dan Baek Hyun yang mengetahui hal itu memanfaatkannya dengan baik. Dengan berat ia akhirnya mengangguk pelan. Baek Hyun berseru senang, ia tersenyum lebar dan matanya melengkung seperti bulan sabit. Senyum Baek Hyun selalu berhasil menular ke Jong In dan membuat lelaki itu mengecup puncak kepalanya dengan gemas.

Luhan dan yang lain tertegun melihat interaksi dua laki-laki tersebut. Ia kembali melirik ke arah Tao dan bertanya melalui matanya. Tao yang melihat itu segera menarik perhatian dengan berteriak semangat.

"Well, kalau begitu ayo kita berkaraoke ria!"

Kris menyalakan home theater serta mengecek soundsystem, Tao memasang mic, sedangkan yang lain mengatur sofa dan meja yang ada di ruang karaoke rumah itu agar terasa lebih luas.

Jong In, Baek Hyun, Chan Yeol, dan Kyung Soo mengambil mic masing-masing sedangkan Tao mulai memutar lagu tersebut. Sisanya mencari posisi yang nyaman untuk menikmati penampilan mereka.

Jong In menelan ludah gugup. Ia sudah lama sekali tidak melatih vokalnya, dan sekarang ia harus bernyanyi dengan dua mantan vokalis utama EXO yang sama-sama memiliki suara seperti lelehan coklat. Setidaknya Chan Yeol tidak terlalu gugup karena ia hanya mengambil bagian rap -nya saja. Ia melirik Baek Hyun yang sedang tersenyum manis berdiri di sebelahnya. Sepertinya lelaki mungil itu menyadari rasa gundah Jong In sehingga ia meraih tangan Jong In yang bebas dan meremasnya.

Kyung Soo yang berdiri di sisi yang satunya melihat tangan yang saling bertautan itu dengan perasaan campur aduk.

Musik mulai mengalun dan Baek Hyun yang mengambil bait pertama bersiap-siap.

deoneun mangseoriji ma jebal
nae simjangeul geodueo ga
geurae nalkaroulsurok joha
dalbit jochado nuneul gameun bam

Jong In tersenyum melihat betapa Baek Hyun terlihat mempesona ketika sedang bernyanyi. Namun sosok yang berhasil membuat Jong In seolah tersedot justru lelaki yang berdiri di sebelah Baek Hyun-nya.

na anin dareun namjayeotdamyeon
huigeuk anui han gucheurieotdeoramyeon
neoui geo saranggwa
bakkun sangcheo modu taeweobeoryeo

Lalu mereka semua bersamaan menyanyikan bagian reff-nya. Jong In menemukan debaran yang familiar mengetuk-etuk dadanya. Debaran yang sama dengan enam tahu lalu ketika ia berdiri di atas panggung bersama teman-temannya. Bersama EXO.

Disaat Jong In menyanyikan bagiannya –yang sebenarnya adalah bagian Suho- Chan Yeol tiba-tiba menarik Kyung Soo hingga ia bertukar tempat dengan lelaki itu. Jong In yang melihatnya segera melepaskan tangan Baek Hyun dan berpindah untuk memberikan Chan Yeol kesempatan.

Pada bagian reff kedua, Baek Hyun berhadapan dengan Chan Yeol. Sedangkan Kyung Soo bernyanyi sambil menatap Jong In.

Baby don't cry tonight
pokpungi morachineun bam
(Woo~ haneuri muneojil deut)
Baby don't cry tonight
jogeumeun eoullijanha
(janha)
nunmulboda charanhi binnaneun i sungan
neoreul bonaeya haetdeon
(yeah)
So Baby don't cry
(don't cry) cry (cry)
nae sarangi gieokdwel teni

Chan Yeol membawakan bagian rap sambil menggenggam tangan Baek Hyun. Sedikit banyak ia berharap lelaki itu mengerti bagaimana perasaannya melalui lirik lagu tersebut.

Mereka membawakan lagu itu dengan baik hingga akhir. Jong In mendapati darahnya berdesir setiap kali Kyung Soo menyanyikan bagiannya dengan tatapan yang terarah padanya. Ia bahkan tanpa sadar membawa kakinya semakin dekat ke Kyung Soo hingga jarak mereka yang tipis membuat Kyung Soo harus mendongak agar bisa bertatapan dengannya.

ireun haesari noga naerinda
neoreul dalmeun nunbusimi naerinda(falling down~)
gireul irheun nae nuneun ijeya Cry cry cry(oh~)

Musik sudah lama berhenti, namun empat orang tersebut seolah terlalu larut dengan tatapan mata lawan masing-masing hingga tidak menyadari bahwa suasana ruangan tersebut sudah berubah hening.

"Woah! Keren!"

Suara tepuk tangan Luhan membuat empat orang tersebut sadar dan segera mengalihkan pandangan. Baek Hyun yang paling cepat menguasai dirinya segera meletakkan mic yang dipegangnya dan berjalan menuju sofa. Jong In dan Kyung Soo melakukan hal sama. Chan Yeol masih berdiri di tempatnya ketika yang lain heboh memuji keindahan suara Baek Hyun dan Kyung Soo.

Chan Yeol merasa bahwa ini adalah kesempatannya.

"Ehem, guys, boleh minta perhatiannya sebentar?"

Semua orang di ruangan itu menoleh ke arah pemuda jangkung yang sedari tadi belum beranjak dari tempatnya. Chan Yeol berdiri dengan kaku dan wajah gugup. Ia menelan ludah beberapa kali sebelum melanjutkan.

"Aku ingin mengatakan sesuatu." Lalu matanya menatap Baek Hyun. "Aku ingin mengakui perasaanku padamu."

Ruangan itu kembali diliputi keheningan. Mendadak dada Baek Hyun bergemuruh dan oksigen di sekitarnya seolah terenggut darinya. Sebuah tangan meraih miliknya dan menggenggamnya lembut. Baek Hyun menoleh dan melihat Jong In sedang tersenyum tipis kemudian mengangguk yakin padanya. Ia kembali menatap Chan Yeol yang kembali mendekatkan mic ke bibirnya.

"Baek-ie, I'm not a word person, so I'll just tell you by another song."

Sometimes, I close the door and fall into my thoughts
Thinking about myself on stage

You even liked my clumsy moments
But I wonder if I even deserve that love

Baek Hyun tahu lagu itu, terlalu tahu. Chan Yeol menyanyikan lagu Promise dari album kedua mereka tanpa diiringi musik. Suara baritone Chan Yeol mengisi tiap sudut ruangan. Memang tidak sebagus dirinya atau Kyung Soo, tapi Baek Hyun menangkap setiap lirik Chan Yeol dengan jelas.

Even after time, I couldn't say anything and just swallowed my words
Words saying, I'm sorry, I love you,
please believe in me like you do now

I'll hug you, I'll hold your hands
If your heart can be at rest
I'll give it my all

Chan Yeol tersenyum disela-sela nyanyiannya. Ia agak kerepotan karena harus membawakan seluruh bagian lagu yang memiliki tempo cepat di beberapa bagian.

I know I can't turn back a promise that I've already broken
But I want to live and breathe next to you for all my life
I pray that you'll be happy like you were in the beginning

Thank you, I'm sorry, I love you
Even if I give you my everything, it's not enough
My love, I'll protect you forever
Just follow me

Namun ia sama sekali tidak keberatan, karena dengan cara inilah ia bisa menyampaikan perasaannya pada Baek Hyun.

I'll hug you, I'll hold your hands
If we can be together forever
I'll give you my all

I promise you.

Tidak ada yang bersuara begitu Chan Yeol selesai bernyanyi. Lelaki tinggi itu masih berada di tempatnya sambil memandang Baek Hyun yang juga sama-sama terpaku di tempatnya. Niatnya untuk menghampiri Baek Hyun lenyap ketika lelaki itu justru berbalik dan berlari meninggalkan ruangan itu.

"Baek Hyun!" Panggil Luhan namun tak dihiraukan oleh Baek Hyun.

"Biar aku saja yang mengejarnya, hyung tunggu disini. Aku akan bicara dengannya."

Jong In segera berdiri dan ikut meninggalkan ruangan sebelum Chan Yeol atau yang lainnya sempat mendahuluinya. Pada akhirnya mereka membiarkan Jong In mengejar Baek Hyun sendirian sementara Chan Yeol berjalan menuju ruang tengah dengan langkah berat dan kepala tertunduk.

"Jangan menyerah, Chan-ie, Jong In pasti bisa meyakinkan Baek Hyun." Luhan mengelus lengan Chan Yeol pelan disertai kata-kata penghibur agar lelaki tinggi itu tidak putus asa.

"Aku mengerti jika dia bersikap seperti itu." Chan Yeol menghela napas panjang. "Aku memang pantas mendapatkannya."

"Tapi kau juga mencintainya." Luhan membalas.

"Ya, dan yang kulakukan selama bertahun-tahun hanyalah berusaha mengingkarinya!" Chan Yeol meremas rambutnya frustasi. "Aku terlalu sibuk memikirkan tanggapan orang-orang yang belum tentu benar dan melupakan perasaannya!"

Chan Yeol mengangkat kepalanya. Ia menatap Kris yang tangannya memeluk pinggang Tao dengan posesif, lalu beralih ke Luhan yang bersandar manja ke dada Sehun. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana mereka menatap pasangannya masing-masing dengan tatapan penuh cinta dan pemujaan. Suatu hal yang tidak pernah ia lakukan kepada Baek Hyun walau hatinya terus menjerit meminta.

"Aku… aku tidak seberani kalian. Aku terlalu pengecut untuk memperjuangkan cintaku." Matanya kini berkaca-kaca dengan bibir yang tertekuk ke bawah. "Aku sengaja bermesraan dengan banyak perempuan agar ia melupakan perasaannya. Namun disaat dia benar-benar pergi aku justru berharap agar ia kembali ke sisiku. Aku benar-benar brengsek."

Sehun menghela napas, ia merasa kasihan melihat Chan Yeol yang terus menggumamkan kalimat 'I'm such an asshole' dengan kepala menunduk. Walau pun ia tidak bisa melihat wajah lelaki itu, tapi ia tahu Chan Yeol sedang menangis. Terbukti dari bulatan-bulatan air yang menggenang di lantai tepat di bawah wajah Chan Yeol.

Ia menoleh ke arah Yifan yang sejak tadi hanya mengatupkan bibir, wajahnya dingin seperti biasa. Sedangkan Tao sesekali menghela napas pelan dengan alis yang bertaut nampak berpikir keras. Pada akhirnya memang tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mendoakan yang terbaik untuk dua orang tersebut.

Mereka terlalu sibuk memikirkan hubungan Chan Yeol dan Baek Hyun hingga tidak menyadari bahwa ada satu orang yang tidak berada di sekitar mereka. Kyung Soo duduk di sofa ruang karaoke sendirian, bergelut dengan rasa sesak di dadanya.

Tbc

Night's footnote:

Haaaaiiii!

Buat yang minta sekuel, nih udah saya publish.

Awalnya saya berniat untuk menjadikannya oneshot juga, tapi setelah saya ketik dan ff ini ternyata mencapai 10k+, akhirnya saya memutuskan untuk membaginya menjadi dua chapter.

So, how's it? Do you guys like it?

Apapun kesan kalian tentang ff ini, tumpahkan semuanya ke dalam kolom review saya. I'd love to read it.

Dan terima kasih untuk kalian yang sudah bersedia membaca ff perdana saya di fandom ini, bahkan ada yang menjadikannya favorite, ugh, saya terharu sekali… ;)

Maaf karena tidak bisa membalas review kalian satu-satu, tapi semua review itu saya baca kok. Review kalian membuat saya senyum-senyum sendiri seperti orang gila, but I like it. So, jangan bosan mengirimkan komentar yah!

PS: kalau ada yang ngerasa judulnya gak nyambung sama ceritanya, tolong maklumi saja. Sebenarnya saya sangat buruk dalam menentukan judul. *lompat ke jurang*

Special thanks to:

Lueksoluosby, DyOnly One, hunhanrakaisoo, loveHEENJABUJA, GameSMI, , Kim YeHyun, julihrc, KutangSeLu, ExoL123, Kim MinHyun, Guest(s), yeolsoo, park chanhyun, Oh Han, anonim, Yuseong Han, & v42kuro.

See you in the next chap. Bye!

With love, Nightingale.