Judul sama isinya nggak nyambung baget#ketawa nista author#Lambai-lambai bareng Jongin,

Jongin: Tor lo suka baget nistain aku, mana ceritanya gak jelas lagi#pundung dipojokan.

.

.

.

Insomnia

Pair: Belum Tahu

Warning:

Yaoi, Typo's, dll

.

.

Don't Like Don't Read

.

.

.

"Ayolah, hyungie…"

Seorang namja manis sedang merengek pada hyung semata wayangnya. Kim Jongin sebut saja itu namanya, menakupkan kedua tangannya didepan wajahnya dengan memasang wajah memelas yang ia tiru dari monggu anjing kesayangannya itu seperti tidak dikasih makan selama tiga hari oleh pemiliknya.

"Tidak." Kim Joonmyeon mengalihkan pandangannya agar tidak ingin melihat wajah adiknya itu, sebenarnya ia mau saja menuruti kinginan sang adik untuk jalan-jalan ketaman melihat anggrek bulan, bunga kesukaan sang adik. Tapi karena Jongin sedang sakit dia tidak akan tega, demamnya baru turun tapi sekarang dia sudah meminta jalan-jalan.

"Hyungie, jebal…"

Jongin belum menyerah, dia masih tetap masang wajah andalannya itu. Joonmyeon menghela nafas sejenak sebelum menggeleng keras. "Tidak, kau baru sembuh nanti kalau demammu tinggi lagi bagaimana, hem?"

"Aku janji tidak akan sakit lagi hyung, ayolah hyung sebentar saja ya ya ya,"

"Dari mana kau tahu tidak akan sakit lagi, tidak tidak tidak" Joonmyeon menggelengkan kepalanya keras. Adik dan kakak sama-sama keras kepala.

"Kenapa hyung?" suara berat itu terdengar dipendengaran keduanya, suara berat namun lembut milik pemuda tampan yang belum sempurna dalam pelafalan huruf 's' tersebut membuat Jongin tersenyum lebar.

"Sehun, kau datang? Anak keras kepala ini ingin jalan-jalan ketaman padahal demamnya belum sembuh sepenuhnya." Joonmyeon menjelaskan. Sehun berdiri disamping kursi yang Jongin duduki.

"Baby, kau ingin jalan-jalan melihat anggrek bulan?" tanya Sehun sambil membelai rambut Jongin, Jongin mengangguk antusias.

"Tapi Joonmyeon hyung tidak memberi ijin." Keluhnya.

Joonmyeon menggelengkan kepalanya melihat tingkah adiknya itu, "Hyung biar aku yang menemaninya, aku janji tidak akan lama." Sehun berujar membuat Jongin berbinar senang. "Aku janji akan menjaganya hyung," lanjutnya menyakinkan Joonmyeon.

"Iya hyung, aku janji tidak akan lama. Bolehnya, jebal…"

Joonmyeon bisa apa selain mengangguk pelan, membuat Jongin langsung berdiri dan memeluk hyungnya itu. "Baiklah, tapi ingat jangan lama-lama." Peringatnya.

"Kau yang terbaik, hyung. Aku mencintaimu." Jongin langsung menarik lengan Sehun cepat sebelum Joonmyeon berubah pikiran.

.

.

.

"Sehunnie, lihat ini. Bukankah ini indah?" Jongin menunjuk anggrek bulan kesukaannya pada Sehun dengan senyum manisnya. Taman ini memang banyak ditumbuhi bunga tersebut, pemandangannya juga indah tak ayal banyak orang yang datang ketempat ini untuk menghabiskan waktu libur mereka.

"Bagiku masih lebih indah dirimu, baby." Perkataan Sehun barusan membuat Jongin memerah, dia menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan rona merah yang menjalari wajahnya. "Hei kenapa menunduk?" Sehun mulai menggoda, dia suka melihat wajah namjachingunya itu apalagi kalau sedang memerah seperti itu.

"Sehunnie…" rengeknya manja, "Kau membuatku malu." Lanjutnya. Sehun hanya tersenyum,

"Malu kenapa, eoh?" dia menarik lengan Jongin membawanya duduk dikursi taman tersebut, "Aku bukan orang lain, aku kekasihmu kenapa harus malu, hm?" ujarnya lembut sambil merangkul Jongin dari samping.

"Hmm, tapi tetap saja aku malu." Akunya, menenggelamkan wajahnya didada bidang Sehun.

"Aku suka dirimu yang semperti ini, baby." Sehun menarik tubuh ramping itu kedalam pelukkannya. Dibelainya surai hitam itu, "Aku benar-benar mencintaimu," bisik Sehun tepat ditelinganya.

"Jonginnie…"

"Hm" Jongin mendongak menghadap Sehun. Sehun mendekatkan wajahnya ia membiarkan jarak diantara mereka tak tersisa.

Ia merapatkan bibirnya dibibir Jongin yang sedikit tebal dan manis. Ia melumat bibir itu dengan perasaan cintanya. Sedetik, dua detik, hingga berganti menit Sehun pun menanggalkan ciuman tersebut.

"Saranghae, jangan pernah tinggalkan aku,"

"Nado saranghae, hmm aku janji."

.

.

.

Malam pun tiba hujan turun dengan derasnya. Demam Jongin semakin tinggi, tubuhnya menggigil. Joonmyeon memasuki kamar adiknya membawakan kompresan.

"Berapa kali hyung bilang, kenapa kau terus memaksa. Lihat sekarang demam mu semakin tinggi." Gumam Joonmyeon sambil mengkompres kening Jongin. Dilihatnya sang adik yang tidak nyaman dalam tidurnya, keningnya berkerut dan keringat dingin membanjiri wajahnya. Sesekali ia mengelap keringat dengan handuk kecil.

"Cepatlah sembuh, saengie…"

Tiba-tiba suara ribut terdengar dari ruang depan.

Apa lagi sekarang?

Cklek

"Bagaimana adikmu, myeon?" sang ayah memasuki kamar dengan berpakaian rapi.

"Demamnya semakin tinggi, appa." Ucap Joonmyeon. "Appa mau kemana?" tanyanya, Tuan Kim tersenyum setidaknya agar putra sulungnya sedikit tenang. "Kau tahukan orang-orang itu akan mendirikan lahan pabrik di tempat kita, appa akan mengurusnya."

Joonmyeon mengangguk mengerti, "Hati-hati appa," Tuan Kim tersenyum ia mengusak surai putra sulungnya dan mengecup kening Jongin sebelum pergi.

.

Hujan mengguyur pemukiman itu dengan derasnya, bendungan yang menampung air tersebut semakin meluap. Warga juga tengah berjuang mempertahankan hak mereka, lahan ini memang luas, lahan milik warga busan. Dan orang-orang egois itu akan menjadikan lahan tersebut untuk mendirikan lapangan pekerjaan, namun warga harus mengosongkan lahan tersebut malam ini juga. Ck tidak punya belas kasihan apa, tidak memikirkan bagaimana nasib mereka selanjutnya.

"Kalian harus mengosongkan lahan ini sekarang." Ucap salah satu dari mereka.

"Kenapa kami harus melakukan itu semua, sedangakan ini lahan kami. Kami bahkan memiliki sertifikatnya." Ujar seorang warga.

"Tapi Tuan kami sudah membeli semua tanah kalian." Katanya keras kepala.

"Kapan? Bahkan kami tidak menerima sepeserpun uang dari kalian."

"Kami tidak mau tahu, kami sudah membayar mahal. Kalau kalian mau menuntut, tuntulah wali kota kalian."

Keputusan final, beberpa minggu yang lalau kepala wali kota mereka memang sudah menandatangani surat perjanjian jual beli tanah itu dan ia sudah menerima uang bayarannya yang cukup tinggi. Siapa yang tidak akan tergiur dengan bayaran mahal tersebut, namun sayang wali kota mereka bukanlah orang yang seperti mereka fikirkan ketika kota mereka telah melarikan diri beberapa hari setelahnya dengan membawa uang yang bukan miliknya.

Setelah mendengar itu, para warga bubar meninggalkan tempat dimana mereka tadi berdebat. Hujan semakin deras mengguyur kota, air bendungan sudah meluap dan siap memuntahkan beban yang tidak dapat tertampung itu.

"Gawat air dibendungan sudah meluap, bagaimana ini?!" panic seorang warga ketika melihat air yang siap membanjiri pemukiman mereka.

"Sebaiknya kalian kembali kerumah masing-masing, selamatkan apapun yang bisa kalian selamatkan." Intruksi Tuan Kim.

"Jangan lupa selamatkan anak-anak kalian," tambah Tuan Oh.

.

.

Kejadian itu sungguh cepat, Joonmyeon segera berlari kekamar sang adik dan melihat keadaan kamar yang sudah berantakan tidak berbentuk.

"Jongin, eodiga?" teriaknya panic, ketika tidak melihat keberadaan sang adik dimana pun. "Jongin…" teriaknya ia membuka pintu kamar mandi mungkin saja tadi dia kekamar mandi, itu yang ada dipikirannya. Tadi Joonmyeon meninggalkan sang adik untuk membeli obat penurun demam, padahal dia hanya meninggalkannya sebentar saja. Namun ketika ia kembali keadaannya sudah mengenaskan, air ada dimana-mana.

Banjir itulah yang terjadi, bendungan yang dibangun tidak dapat menampung air lebih dari kapasitasnya. Sehingga bendungan itu jebol yang menyebabkan banjir melanda pemukiman mereka, kebetulan rumah keluarga Kim berada diataran rendah.

"Jongin." Ia membuka jendela kamar sang adik yang sudah terbuka lebar, apa Jongin menyelamarkan dirinya lewat jendela? Tapi kenapa dia tidak ada dimanapun.

"Jongin… hiks… hiks… kau kemana? Kenapa meninggalkan hyung?" tubuh Joonmyeon jatuh kelantai tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya. Tuan Kim membantu putra sulungnya berdiri, membawanya kepelukannya.

"Maafkan appa, karena appa tidak bisa berbuat apa-apa." Joonmyeon menggeleng dalam pelukkan sang appa.

"Tidak, aku yang tidak bisa menjaganya. Seharusnya malam itu aku tidak meninggalkannya." Joonmyeon menangis dipelukan sang appa, dia menyesal kenapa malam itu ia meninggalkan sang adik yang tengah demam tinggi. Seharusnya ia tidak meninggalkannya sendirian.

"Jongin, appa hiks…hiks…"

"Kita cari lagi, okey. Sekarang tenangkan dirimu dulu bagaimana kita mencarinya kalau kau seperti ini."

"Tapi appa, ini semua salahku."

"Sttt, Jongin tidak akan suka melihatmu seperti ini."

Joonmyeon mengangguk, meski air matanya masih mengalir. Penyesalan memang selalu datang terakhir bukan?

.

.

.

"Hyung, bagaimana Jongin sudah ketemu?" Sehun bertanya dengan wajah berantakan. Dia sudah mencari kekasihnya itu kemana-mana ketika mendengar Jongin hilang beberapa hari yang lalu. Joonmyeon menggeleng lemah.

"Ini semua salahku," Joonmyeon masih menyalahkan dirinya sendiri.

"Tidak hyung tidak, ini salahku seharusnya hari itu aku menuruti ucapanmu." Sehun ikut menyalahkan dirinya, seandainya ia tidak menuruti keinginan Jongin dan lebih menuruti Joonmyeon, Jongin tidak akan sakit dan tidak akan menghilang seperti sekarang, mungkin saja Jongin masih ada diantara mereka sekarang ini.

"Ini salahku, aku bukan hyung yang baik. Aku tidak bisa menjaganya."

.

.

.

Kris berjalan-jalan sendiri di pinggir Sungai Han kebetulan hari ini cuacanya cerah, dan dia memilih menghabiskan waktu liburnya dengan berjalan-jalan. Jarang sekali ia memiliki hari libur seperti ini, biasanya ia akan menghabiskan waktu liburnya dengan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Maklum saja dia seorang mahasiswa tingkat akhir.

Ia memejamkan matanya, menghirup udara segar sore ini. Setelah beberpa detik matanya terbuka, mata tajam itu melihat sesuatu yang teronggok di pinggir sungai dengan seekor anjing yang menggonggong disekitarnya.

Awalnya ia acuh, tapi lama-kelamaan gonggongan itu mengganggunya juga. Ia menghampiri anjing tersebut dan betapa terkejutnya ia ketika melihat sesuatu yang teronggok tersebut merupakan seorang pemuda mungkin? dengan keadaan yang mengenaskan. Wajah pucat dengan bibir yang membiru, badannya basah kuyup dan kotor. Kris segera memeriksa denyut nadinya dan untung saja masih berdenyut meskipun lemah, namun itu menunjukkan masih ada kehidupan.

"Astaga, apa yang terjadi dengannya." Ujarnya panic, saking paniknya ia langsung menggendong pemuda itu di punggungnya dan membawanya ke rumah, kebetulan rumahnya tidak jauh dari sana.

Kris memasuki rumahnya yang langsung disambut oleh beberapa maid.

"Omo, Tuan muda dia kenapa?"

"Aku tidak tahu, mungkin dia hanyut. Ahjumma tolong siapkan air hangat untuknya." Maid tersebut menurut langsung bergegas menyiapkan air hangat, Kris membawa pemuda itu kekamarnya.

"Airnya sudah siap Tuan, apa dia baik-baik saja?"

"Aku tidak tahu, tapi nadinya masih berdenyut. Tolong panggilkan dokter ahjumma."

Setelah membersihkan pemuda tidak dikenal itu-Kris sendiri yang melakukannya. Ia langsung membaringkan pemuda tersebut di ranjangnya, tidak lama kemudian seorang dokter memasuki ruangan tersebut.

"Uisa tolong periksa keadaannya." Kris berujar, dokter Park melihat pasiennya dan mulai memeriksanya.

"Dia siapa Kris? Kau mengenalnya" tanyanya. Kris menggeleng.

"Aku tidak tahu dia siapa. Aku menemukannya dipinggir sungai han, mungkin dia hanyut dan terbawa arus." Jelasnya.

Dokter Park mengangguk mengerti, tapi yang ia tidak mengerti kenapa Kris melakukan itu semua. "Bagaimana?" tanya Kris setelah dokter Park selesai memeriksanya.

Dokter Park membereskan peralatannya yang tadi ia gunakan, "Dia baik-baik saja, kita tunggu sampai ia sadar. Baiklah aku masih harus memeriksa pasien dirumah sakit." Ia menepuk punggung Kris.

.

.

.

Beberpa bulan kemudian…

.

"Myeonnie, hyung kau tidak akan meninggalkanku kan?"

"Tentu saja, hyung tidak akan pernah meninggalkanmu. Apapun yang terjadi, tapi kau harus berjanji tidak akan meninggalkan hyung juga." Jongin tersenyum dia memeluk hyung kesayangannya.

"janji?" Jongin menjulurkan jari kelingkingnya yang disambut oleh jari kelingking Joonmyeon.

"Hmm, janji."

"Hyung, suatu saat kau harus membawaku ke Seoul. Kata teman-teman disana sungguh indah." Joonmyeon tersenyum mendengar keinginan sang adik, Jongin sudah lama dia ingin pergi ke Seoul namun mereka belum punya waktu untuk itu.

.

"Kau dimana? Bahkan sekarang rumah kita sudah pindah ke Seoul, seperti yang kau inginkan." Joonmyeon bergumam sendiri mengingat kenangannya bersama Jongin.

Setelah kejadian itu mereka memang pindah ke Seoul, namun mereka tidak berhenti melakukan pencarian Jongin dan mereka telah menyerahkan semuanya ke pihak kepolisian. Namun itu bukan berarti mereka berhenti mencari, mereka tetap mencari dan sesekali mereka pergi ke Busan siapa tahu saja Jongin disana meski kemungkinannya kecil. Korban yang hanyut terbawa air tidak mungkin masih baik-baik saja, apa lagi dalam keadaan sakit, tapi siapa yang tahu?

Sehun berdiri dibelakangnya memperhatikan Joonmyeon hyung nya Jongin, ia membiarkan Joonmyeon karena ia sendiri pun tidak tahu harus berbuat apa. Sampai saat ini belum ada kabar apapun dari kepolisian.

Kau berjanji tidak akan meninggalkanku, kau dimana? Sehun memandang keluar jendela. Kau akan menyukai ini kalau kau melihatnya, Jonginnie aku merindukanmu. Sehun tersenyum ketika melihat taman anggrek yang sengaja di tanam untuk Jongin. Anak itu memang menyukai bunga itu, katanya indah dan warnanya yang putih akan mengingatkannya pada Sehun dengan alasan karena kulitmu putih sama seperti anggrek itu.

"Sehun," Sehun menoleh mendapati Joonmyeon yang sedang tersenyum. "Apa kau akan selalu menunggunya? Maksudku—"

"Apa yang kau katakan, hyung?" dia memandang keluar jendela lagi, "Tentu saja aku akan selalu menunggunya."

"Tapi kita tidak tahu, dia masih hidup atau—"

"Kenapa kau seperti ini, hyung. Aku percaya dia masih hidup, hatiku mengatkan dia masih hidup dan dia baik-baik saja."

"Sehun aku hanya tidak ingin kau menunggu yang tidak pasti—"

"Apa maksdumu, hyung? Jadi kau lebih percaya apa yang orang-orang katakan?" Sehun mulai emosi. Kenapa Joonmyeon mengatkan itu, apa dia sudah putus asa. Bahkan ini baru beberpa bulan belum tahun.

"Bukan begitu Sehun, hyung hanya tidak ingin kau—"

"Jangan dilanjutkan hyung, bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan sepertinya otakmu butuh refresing, hyung."

.

.

.

"Kau sedang apa Kai?" Kris bertanya sambil melingkarkan kedua tangannya dipinggang seseorang yang dipanggil Kai tadi olehnya.

"Kau membuatku kaget, Kris." Kai orang tersebut berbalik dan mengerucutkan bibirnya membuat Kris mencuri satu kecupan singakat disana.

"Jangan menggodaku seperti itu," Kris berujar meski begitu ia semakin mengeratkan pelukannya dipinggang Kai. Kai dengan senang hati mengalungkan kedua tangannya dileher jenjang Kris.

"Aku tidak menggodamu," ucapnya manja.

"Tapi kau selalu terlihat menggoda," Kris menenggelamkan kepalanya di perpotongan leher Kai, "Apa kau sudah mengingat sesuatu?" tanyanya. Dirasakannya Kai menggeleng pelan.

"Aku selalu merasa pusing ketika ingin mengingatnya, maaf aku membuatmu repot."

Setelah sadar dari pingsannya waktu itu, seseorang yang ditolongnya tidak mengingat apapun. Bahkan namanya sendiri ia tidak ingat, karena tidak tahu Kris akan memanggilnya apa maka ia memberikan nama Kai. Kris bahkan membiarkan Kai tinggal dirumahnya, berhubung ia tinggal sendiri dan hanya ditemani beberapa maid saja.

Kris membiarkan Kai melakukan apapun yang ia mau, ia tidak melarangnya. Kris juga sering memeriksakan Kai ke dokter dan yang dikatakan dokter dia harus menunggu waktu, Kai dilarang mengingat terlalu keras karena ia akan jatuh pingsan ketika memaksa itu.

Tinggal beberapa bulan membuat Kris jatuh hati pada pemuda dengan kulit tan itu, dan Kai juga tidak memungkiri kalau dia juga menyukai orang yang telah menolongnya itu. hingga akhirnya sekarang mereka menjalin hubungan sepasang kekasih.

"Jangan berkata seperti itu, kau sama sekali tidak membuatku repot." Kris mengangkat kepalanya menatap mata indah Kai dalam, "Aku malah senang kau ada disini, menemaniku dan mencintaiku."

Mata Kai mulai berkaca-kaca, ia menjadi terharu. "Hei kenapa menangis?" Kris menghapus air mata yang mulai membasahi pipi mulus itu.

"Ini karena aku bahagia, masih ada yang mencintaiku." Kris tersenyum lembut, "Maafkan aku, aku masih belum bisa mengingat apapun."

"Jangan memaksa, kalau kau tidak bisa." Ia mengecup sekali lagi bibir merah itu, "Bagaimana kalau hari ini kita keluar, eoh?" Kai mengangguk antusias, dia memang suka jalan-jalan.

.

.

.

"Kau lelah?" Kris berkata lembut, sekarang mereka berada di Lotte Word dan mereka telah menaiki beberapa permainan.

"Aku haus,"

Kris melirik sekelilingnya, "Kau tunggu disana, aku akan membeli minum." Kris menunjuk bangku kosong dibawah pohon rindang dekat mereka berdiri sekarang. Kai mengangguk patuh. "Aku tidak akan lama." Tambahnya.

"Hm,"

Kris berjalan meninggalkan Kai, ia membeli bubble tea tidak jauh dari sana. "Astaga kenapa panjang sekali antriannya," gerutunya, orang disebelahnya yang mendengar gerutuan Kris menoleh.

"Err kau mau membeli bubble tea? Bagaimana kalau kau ambil punyaku satu kebetualan Joonmyeon hyung tidak menyuakinya." Orang tersebut yang ternyata Sehun menawarkan. Kris memandang orang asing tersebut—dia tidak mengenalnya—ragu. "Tenang saja aku orang baik-baik," lanjutnya menyadari pandangan ragu Kris.

Kris awalnya ingin menolak tapi mengingat antrian yang masih panjang dan itu akan membuat Kai menunggunya semakin lama akhirnya mengangguk. "Apa tidak apa-apa?" tanyanya.

"Tidak apa, Joonmyeon hyung tidak menyukainya. Ah aku permisi Joonmyeon sudah menunggu lama." Sehun mulai melangkah menuju dimata Joonmyeon menunggunya.

"Tunggu!" panggil Kris, Sehun berhenti dan menoleh. "Kau mau ketaman juga?" Sehun mengangguk, "Bagaimana kalau kita pergi bersama, kebatulan Kai juga menungguku disana." Jelasnya.

"Okey,"

.

Kai sudah terlihat bosan menunggu dia memandang ponselnya—tentu saja pemberian Kris—dan memasukkannya kesaku celananya. Ia berdiri dan melihat Kris berjalan bersama seseorang yang entah siapa.

"Kris," panggilnya sedikit berteriak sambil tersenyum.

Joonmyeon yang memang tidak jauh dari tempat Kai menoleh merasa mengenali suara itu. tapi ia tidak dapat melihat orang tersebut karena posisinya yang membelakanginya.

"Maaf membuatmu menunggu lama." Kata Kris, ia memberikan bubble tea pada Kai. Sehun yang memang mengenali sosok itu ia berdiri mematung, disebelah Kris.

Jonginnie? Benarkah itu kau?

"Baru saja aku akan menyusulmu," ia melihat seseorang yang berdiri mematung dibelakang Kris, "Dia siapa?" tanyanya.

Kau tidak mengenalku? Apa yang terjadi padamu?

"Oh, dia Sehun kebetulan tadi bertemu dikedai bubble tea." Jelas Kris. Kai mengangguk, "Sehun kenalkan dia Kai." Sehun tersadar dari lamunannya.

"Sehun… Jongin? Benarkah ini kau?" Joonmyeon yang melihat Sehun langsung menghampiri mereka dan terkejut ketika melihat—Jongin—Kai, ia langsung memeluk tubuh itu. yang selama ini ia cari, ia begitu merindukan sosok itu.

"Jongin, nugu?" tanya Kai bingung dalam pelukan Joonmyeon. Sedangkan Sehun kembali mematung, karena Jonginnya tidak mengenalinya juga Joonmyeon kakak kesayangannya.

"Hiks… aku menemukanmu Jongin… hiks… kau kemana saja?" Joonmyeon malah menangis terisak masih sambil memeluk Jongin.

Kris yang melihat itu hanya memperhatikan keduanya, tidak tahu harus berkata apa? Kai selama ini memang hilang ingatan dan mungkin saja orang itu adalah keluarganya.

"Kau siapa aku tidak mengenalmu," perkataan Kai barusan membuat Sehun tersadar, Joonmyeon melepaskan pelukkannya memandang Kai tak percaya.

"Aku Joonmyeon, hyung mu"

Kai memandang Joonmyeon tiba-tiba kenangan itu berkelebat sekilas dalam kepalanya, ia menggeleng keras. Kris yang melihatnya segera menenangkannya, namun Kai berontak tidak lama kemudian ia merasa kepalanya semakin pusing dan pandangannya mulai mengabur, semuanya gelap.

Jongin?

.

.

.

.

To be Continue…

or END?