.-.

=,=

^.^

Bleach Fanfiction

Don't Hate Me

Genre: Hurt/Comfort (maybe)

Pair: Ichigo Kurosaki x Rukia Kuchiki

Disclaimer: All character belongs to Tite Kubo.

Rated: K menuju ke T lalu menuju ke (kemana aja dah =,=)

Summary: "Apa kau takut? Sehingga kau memutuskan untuk pura-pura mati atau yang sering didengar orang dengan kata koma?" Ichigo mulai bermonolog./"Kau sudah tidak kuat menghadapi aku, he? Kau menyerah?"/Sungguh, Ichigo terlihat bodoh. /Sekumpulan cerita kecil tentang masa lalu/IchiRuki/

Warnings: OOC, Typo(s), alur acak adul dan terlalu cepat (mungkin), diksi hancur. Kritik saran ditunggu, terimakasih XD


Special Thanks to: Naruzhea AiChi, MeoNg, haruki1244, , Poppyholic Uki, Dani Reykinawa, Owwie Owl, Ray Kousen7, Rukaga Nay, Voidy, Zen Haruka, and Nyan Nyanmaru :D


.

.

.

Ichigo Kurosaki tengah memandang perempuan yang berbaring tak berdaya di hadapannya. Pasien ayahnya, ya, orang yang sangat menyebalkan baginya. Orang yang – menurutnya – telah merebut kasih sayang orang tua darinya. Ichigo memandang dengan tatapan mengejek pada pasien kamar nomor 105 ini.

"Apa kau takut? Sehingga kau memutuskan untuk pura-pura mati atau yang sering didengar orang dengan kata koma?" Ichigo mulai bermonolog.

"Kau sudah tidak kuat menghadapi aku, he? Kau menyerah?"

Sungguh, Ichigo terlihat bodoh.

"Kau, mau mengakhiri kegiatan rutin kita? Bertengkar setiap hari, kau yang selalu kalah, dan aku yang selalu menang?"

"Ini sudah lebih dari sebulan, apa kau benar-benar sudah muak denganku, Rukia?" Kali ini terdengar nada frustasi dari pelajar tingkat menengah akhir ini.

Ichigo mendekat, duduk di ranjang yang kini digunakan Rukia untuk berbaring. Ichigo mengulurkan tangan, membelai rambut hitam Rukia dan mencium keningnya.

'Maafkan aku,' gumamnya.

.

.

Beberapa pekan terakhir ini Ichigo berubah menjadi seorang yang lebih pendiam. Nama Kuchiki Rukia, anak yatim piatu yang tinggal di sebelah rumahnya sejak tiga tahun yang lalu, selalu berputar-putar di otaknya. Ia menyesal. Ia sadar, perlakuannya pada Rukia lebih bersifat diskriminasi. Bukan tanpa alasan, Ichigo melakukan ini karena ia merasa Rukia telah merebut perhatian orang tuanya, dan Ichigo tidak suka. Ichigo terlihat kekanak-kanakan memang. Tapi bukan hanya merebut perhatian orang tuanya saja, Rukia juga telah membuat perempuan yang disukainya menjauh darinya hanya dengan mengatakan bahwa Ichigo miliknya. Saat itu Ichigo tanpa aba-aba langsung memarahi Rukia tanpa ampun, tanpa melihat ketakutan yang tersirat di mata ungunya. Jika dipikir, saat itu sedikit saja Ichigo bisa mendapatkan perempuan yang disukainya. Ichigo juga tahu, Rukia juga menyukainya. Tapi Ichigo sudah lebih dulu merasakan rasa benci terhadap Rukia.

Kembali dengan perasaan menyesal, Ichigo mengingat kembali beberapa pertengkarannya dengan Rukia dari pertama mereka bertemu.


.

Tahun pertama

#

Tahun pertama mereka berkenalan tidak berjalan dengan apik. Bagi Ichigo Kurosaki yang baru saja duduk di kelas 3 Karakura Junior High School itu menganggap hari yang buruk dalam sejarah hidupnya. Ichigo bertemu dengan Rukia disaat yang tidak tepat.

"Hey, sudahlah, jangan bersedih. Jika kau menangis seperti itu, ibumu pasti juga akan bersedih." Hibur gadis yang seumuran dengan Ichigo yang kini sedang berada di bukit pemakaman Karakura.

"Tahu apa kau! Kau bukan siapa-siapa bagiku. Aku juga tidak mengenalmu!" Jawab Ichigo galak.

"Aku Rukia Kuchiki, salam kenal ya. Ohya, ini sudah sore dan sepertinya akan turun hujan lagi, kau harus pulang, nanti keluargamu yang lain akan mengkhawatirkanmu." Rayu Rukia yang saat itu masih terlihat mungil untuk ukuran siswa kelas 3 Junior High School.

"Aku tidak peduli! Ibuku ada disini, aku ingin menemaninya." Jawab Ichigo masih dengan nada galaknya.

"Ibumu tidak disini, ibumu sudah berada di surga sana. Ayo pulanglah." Masih dengan nada menghibur Rukia mengulurkan tangan, mengajak Ichigo pulang.

"Tidak! Dia berada di bawah tanah dingin ini!" Ichigo menepis kasar uluran tangan mungil Rukia.

"Kau keras kepala sekali! Kau, kau anak laki-laki paling cengeng yang pernah aku temui!" Geram Rukia mulai bosan.

"Apa kau bilang? Kau tidak tahu apa-apa tentang aku, ibuku, dan keluargaku! Jadi, menyingkirlah dari hadapanku!"

Ichigo saat itu masih benar-benar labil. Ia bahkan mendorong Rukia hingga terjatuh.

'Ah.' Pekik Rukia kesakitan ketika tangannya membentur batu di belakangnya.

Ichigo tidak peduli, ia hanya melengos menjauhi gadis mungil itu yang terisak kesakitan.


.

#

Tak menyangka jika pertemuan mereka berlanjut sampai saat itu. Rukia yang memang siswi pindahan, ternyata satu kelas dengan Ichigo, tapi itu tidak membuat hubungan mereka lebih baik. Justru sebaliknya, mereka seperti air dan minyak. Tapi, sang air ini ingin menyatu dengan sang minyak.

"Yes! Kita satu kelompok, Ichigo!" Seru Rukia girang saat mendapat kesempatan satu kelompok dengan Ichigo dalam tugas biologi pengamatan pertumbuhan kacang.

Ichigo hanya diam saja. Ia sama sekali tidak tertarik untuk satu kelompok dengan Rukia –yang menurutnya– sangat merepotkan dan ceroboh.

"Rumah kita kan bersebelahan, jadi, mau memulai tugas itu di rumahmu atau di rumahku, Ichigo?" Tanya Rukia antusias.

"Terserah." Ichigo hanya menganggap omongan Rukia sebagai angin lalu dan mulai beranjak keluar kelas karena memang pelajaran sudah berakhir sekitar sepuluh menit yang lalu.

"Ichigo, tunggu!" Rukia mencoba mengejar Ichigo dan menyamai langkahnya.

"Bagaimana kalau di rumahmu saja, nanti sore aku akan kerumahmu." Tawar Rukia.

Dan Ichigo tidak menanggapinya.


Seminggu telah dilalui, berarti tugas pengamatan itu harus segera dikumpulkan dan dibacakan di depan kelas. Hari ini hanya tujuh kelompok dari limabelas kelompok saja yang akan mempresentasikan hasil pengamatannya. Dan kelompok Ichigo-Rukia mendapatkan nomor acak terakhir.

Disaat nomor terakhir disebutkan entah angin apa, tiba-tiba Ichigo maju. Rukia heran, menurut kesepakatannya jika hasil pengamatannya sudah jadi, ia yang akan maju untuk mempresentasikannya. Tapi, yang lebih heran, makalah hasil pengamatannya berada di tangan Rukia. Jadi, itu,

"… Kesimpulannya, cahaya memiliki pengaruh bagi pertumbuhan tanaman. Namun demikian, pertumbuhan biji kacang dalam perlakuan cahaya gelap dan terang tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Terimakasih."

Tepuk tangan terdengar seisi kelas ini.

"Wah hebat Kurosaki, pasti kamu dan Kuchiki sangat kompak untuk mengamati pertumbuhan kacang ini." Puji sang guru, Unohana Retsu.

"Tidak, sensei. Saya mengerjakan sendiri. Gadis Kuchiki itu merepotkan, jadi saya tidak perlu satu kelompok dengannya." Jawab Ichigo kalem.

"Loh?"

Mata Rukia panas, ia merasa hasil pengamatannya selama ini sia-sia. Ia tahu, sebagian besar ia yang mengamati tugas itu. Tapi apa yang dilakukan Ichigo? Ichigo sungguh tak menghargai kerja kerasnya. Ichigo malah diam-diam mengerjakan tugas sendirian. Ichigo tidak mau satu kelompok dengannya? Apa Ichigo begitu benci dirinya?

Rukia mulai bertekad, ia harus membuat Ichigo agar tidak membenci dirinya.


.

#

"Sebaiknya kau jangan jauh-jauh dariku, di sini ramai. Kalau kau hilang aku yang terkena dampaknya." Jelas Ichigo.

"Ya." Rukia menanggapi dengan senyuman. Menurutnya, ini adalah bentuk perhatian Ichigo untuknya.

Ichigo dan Rukia mulai melanjutkan langkah menjelajahi seisi pasar tradisional Karakura. Mereka memenuhi perintah Isshin Kurosaki, ayah Ichigo, membeli bahan makanan untuk makan malam kedua keluarga, Kurosaki dan Kuchiki.

"Ichigo, tunggu! Kenapa kau berjalan terlalu cepat!" Seru Rukia mencoba menyamai langkahnya dengan Ichigo.

Ichigo tidak menanggapinya.

"Baiklah, baiklah. Aku akan berjalan cepat."

Mereka berjalan berdampingan, mencari toko yang menyediakan ikan-ikan yang masih segar. Setelah mendapati toko yang tepat, meraka pun masuk. Melihat-lihat ikan yang dirasa cocok untuk makan malam nanti.

"Ichigo, ikan salmon saja ya, kalau dibakar nanti malam pasti rasanya enak." Tawar Rukia begitu riang.

"Tidak, aku ingin cumi-cumi saja." Jelas Ichigo singkat.

"Tapi aku alergi terhadap cumi-cumi, Ichigo." Protes Rukia dengan nada sedikit manja.

"Aku tidak peduli, itu urusanmu!" Ketus Ichigo.

"Ah, bagaimana kalau lobster saja?" Nego Rukia yang berharap terkabulkan.

"Sekali tidak ya tidak! Kalau kau tidak mau, menyingkirlah dariku!" Bentak Ichigo.

Rukia terkejut, tapi yang lebih ia rasa adalah malu. Bagaimana tidak, mereka berada di depan umum, dan Ichigo membentaknya. Malu dan sakit yang ia rasa, tapi Rukia mencoba tenang dan sekeras mungkin menahan rasa panas di matanya.

"Ba-baiklah, terserah kau saja, Ichigo." Jawab Rukia menurut.

Setelah dirasa kebutuhan belanjanya sudah terpenuhi, mereka lalu pulang. Masih dengan keadaan pasar yang masih ramai mereka berjalan beriringan dengan Rukia yang membawa tas belanjanya. Seorang gadis kecil peminta-minta menarik rok Rukia, dan sontak membuat Rukia terhenti.

"Ada apa?" Tanya Rukia heran.

"Kakak, beri aku uang atau makanan. Aku lapar." Jawab gadis kecil itu memelas.

"Kakak tidak punya uang, eh, tapi tunggu." Rukia menurunkan tas belanjanya lalu mencari sesuatu di tas belanjanya tadi.

"Ini, untung tadi kakak sempat membeli roti. Tapi ini untukmu saja." Jelas Rukia sambil menyerahkan sebungkus roti berisi coklat disertai senyum manisnya.

"Terimakasih kak." Ucap gadis kecil itu tulus lalu beranjak pergi.

"Ya."

Rukia kembali mengangkat tas belanjanya, tiba-tiba ia tersadar akan sesuatu. Ia sudah tak bersama Ichigo lagi. Rukia kalut, ia tak mengerti daerah pasar ini. Ia tidak tahu harus keluar lewat pintu mana.

'Bagaimana ini?' Batin Rukia kacau.


Hujan membasahi seluruh tanah di Karakura, tapi ini membuat Ichigo semakin kesal. Ia baru saja terkena amarah dari ayahnya dan Kuchiki Byakuya, ayah Rukia, karena telah meninggalkan Rukia begitu saja di pasar yang hingga kini belum sampai juga di rumah.

"Ini bukan salahku! Salahkan saja gadis ceroboh itu!" Umpat Ichigo kesal sambil membuang bantal tidurnya entah kemana.

"Ichi-nii," Seru gadis kecil berambut coklat pendek dari depan pintu.

"Apa?" Jawab Ichigo masih dengan nada kekesalan.

"Rukia-nee, sudah sampai. Kata ayah, Ichi-nii harus turun." Jelas gadis kecil itu, adik Ichigo.

"Menyebalkan!"

Bagaimanapun, mau tak mau Ichigo harus turun. Ia tidak mau mendapat omelan lagi dari ayahnya.

"Ada apa, yah?" Tanya Ichigo basa-basi yang kini sudah berada di ruang tamu.

"Ichigo, lain kali kau harus bisa menjaga Rukia. Lihat keadaannya, ia basah sampai kedinginan seperti itu. Kau itu lelaki, kau seharusnya bisa melindungi perempuan. Apa kau mau dibilang lelaki pengecut, Ichigo?"

Nasehat Isshin malah membuat telinga Ichigo semakin panas. Tetapi, saat melihat keadaan Rukia yang basah terkena siraman hujan, baju kotor, rambut berantakan, membuat dirinya sedikit merasa bersalah. Tapi karena rasa egonya lebih tinggi, ia malah merancau tak jelas.

"Tapi yah, Rukia sangat merepotkan! Ceroboh! Dan menyebalkan! Salah sendiri kenapa ia harus berjalan lambat seperti siput kurang ma-"

"DIAM, ICHIGO!" Isshin berteriak marah.

"Kenapa? Ayah membela gadis merepotkan itu? Kenapa ayah membela dia? Anak ayah itu aku, bukan gadis Kuchiki bodoh itu!" Ichigo ikut kesal, matanya memerah entah menahan amarah atau karena ingin menangis.

"Sudahlah, aku yang salah, paman. Lebih baik aku pulang." Tukas Rukia lirih sambil menaruh tas berisi belanjanya tadi ke atas meja.

"Baiklah, paman antar y-"

"Pulang saja sana! Dan tak usah berurusan denganku lagi!" Usir Ichigo keras.

"Ba-baiklah Ichigo." Jawab Rukia dengan menahan tangis dan perasaan yang amat menyakitkan.

"Cepat pulang!"

.

.

.

TBC…


Apa Ichigo terlihat jahat? Tidak lah ya =.=V
Pendek banget ya? Oh ya jangan bingung tentang Rukia yang yatim piatu, nanti saya akan jelaskan (karena saya juga sedikit bingung) =,=
Untuk author senpai, bagaimana perkembangan fict ketiga saya ini, genre, judul, apakah sudah pas? Penggunaan tanda baca, typo, bagaimana?
Engg,, apa lagi ya? =="
Review yak! agar tahu pendapat reader tentang fict saya ini :)

Sankyuu :D