:: in silence ::
©mitarafortunadow
{ disclaimer : tunnels © roderick gordon & brian williams }
.
.
.
-:-
My hate is stronger than the dimensions, stronger than memory, stronger than time. My hate is now the truest part of who I am.
—Marguerite Caine, "A Thousand Pieces of You"
-:-
.
.
.
Kau memimpikannya hampir setiap malam di hari-hari awal kehidupanmu di Topsoil. Dari kegelapan, sosoknya akan muncul seperti sketsa yang perlahan-lahan ditorehkan. Kau akan melihat tangannya yang terulur, berusaha menghentikanmu pergi, tetapi akan jatuh kembali ke sisi tubuh begitu kau terisak dan menggumamkan 'maaf' berkali-kali. Lalu pandangmu akan mengarah pada wajahnya yang tanpa senyum. Bila kau bisa menatap matanya sebelum terbangun—yang dingin dan terus memintamu untuk menyerah—rasa bersalahmu akan lenyap dan kau akan menyambut realita dengan kebencian berkobar di dalam dada. Namun bila kau hanya bisa melihat raut wajahnya, tanpa pandangan mata yang mencela, kau akan terbangun dan terhantam perasaan rindu, terlebih ketika mengangkat kepala dan melihat langit fajar Topsoil yang terlihat seperti lukisan cerah dari krayon.
Kau mencintainya seperti kau mencintai kampung halamanmu. Seperti rumah. Sebagai tempat kembali. Sebagai pengingat akan asal-usulmu. Kau membencinya dengan cara yang sama, seperti api hitam yang dingin tetapi masih mampu membakar. Sebagai bagian dari dirimu yang tidak kau inginkan.
Namun John, ah, John. Lelaki yang menerima tanganmu dalam pernikahan dengan kebisuan. Yang membangunkanmu sebuah rumah, mengisinya dengan ruangan-ruangan bernuansa hangat, dan memberimu kuasa untuk menghias semua dinding dengan kenangan. John yang memberimu dua orang putra, memberimu dua juta kebahagiaan. John yang mematikan lampu dan merengkuhmu di antara kegelapan. John, yang berkata bahwa dia mencintaimu karena kau adalah segala hal yang bukan dirinya dan semua hal yang ia inginkan.
John, John, John. John tersayang. John yang kaubenci hingga memaksamu melarikan diri dari Colony. John yang kau cintai dan selalu menjadi tempatmu untuk kembali.
Sayangnya, sebesar cintamu padanya, sebesar itu pula keenggananmu untuk bertemu muka. Karena itu kau meninggalkannya, berusaha untuk tak melibatkannya dalam berbagai urusanmu yang menantang bahaya. Tam dan ibumu mati. Cal mati. Will mungkin tak punya kesempatan hidup lagi. Tidak ada yang tersisa dari keluargamu kecuali dirinya, dan kau ingin menjaganya tetap aman.
Maka kau melompat, tanpa sesal, mengambil langkah terakhir yang kau mampu untuk menyelamatkan dunia dan dirinya. Karena seperti sebagaimana kalian bertemu, begitu pula seharusnya kalian berpisah.
Tanpa kata.
