Pernahkah kalian merasa sendirian?
Pernahkah kau dicari oleh seluruh penjahat top wanted kepolisian?
Pernahkah kalian merasa tak dibutuhkan?
Pernahkah disaat kau terjatuh ada orang yang dengan tulus ikhlas mengulurkan tangannya dan mengobati lukamu hingga kau benar-benar pulih?
Pernahkah kau merasakan...
CINTA?
~oOo~
.: Title :.
Seoul Love Story
.: Cast :.
Kim Jaejoong (Hero)
Jung Yunho
Goo Hara
Kim Junsu (Jae's namdongsaeng)
Etc.
.: Inspired by :.
Bangkok Love Story
~oOo~
"Hero, ini tugasmu selanjutnya," seseorang dengan tubuh kekar memberi namja didepannya sebuah kertas foto.
"Nugu?" tanya namja itu.
"Jung Yunho. Seorang praktisi kemiliteran yang baru 5 bulan lalu menikah," terang pria itu sambil kembali ke tempat duduknya. Ia menyalakan korek, lalu membakar ujung batang rokoknya.
"Lalu? Apa kesalahan orang ini hingga harus aku bunuh?" tanya namja itu sekali lagi. Pria tambun itu geram. Tak ayalnya seekor anjing yang sedari tadi ditawari daging padahal sudha 3 hari tak makan.
"Kau itu pembunuh bayaran! Apa gunanya tahu alasan pelangganmu membayarmu, hah?" bentaknya kasar. Gelas vodka yang tergeletak di mejanya sedikit melonjak saat tangan penuh luka bakar dan benda tajam itu mendobrak keras sekeras teriakannya itu. Namun namja itu tetap tak bergeming.
Bukannya memberi alasan, namja itu malah mengambil kertas foto itu.
"Baiklah. Berapa bayarannya?" ujarnya memulai bisnis.
Pria itu tersenyum. Dengan sigap, pena di saku kirinya kini telah membantunya menggoreskan sesuatu di sebuah kertas cek. Setelahnya ia robek dengan kasar.
"Ingat. Dalam waktu 1 minggu aku ingin kau membawanya hidup atau mati. Sebenarnya mati lebih bagus. Namun hidup pun tak masalah. Ah, ani, kau bawa saja dia hidup-hidup," ujarnya sambil tertawa mesum.
Namja itu memandangi lagi foto target barunya itu. Dan bergumam... "Jung Yunho...?"
~oOo~
1st night
Sesosok namja kekar dengan balutan blus putih bergaris biru (atau biru bergaris putih? #plak) tengah duduk manis didalam sebuah cafe. Matanya yang bagai musang menelusuri tiap jengkal jalanan dari segala arah. Ia menunggu seseorang.
Istrinya.
Ia menunggu istrinya.
"Kenapa lama sekali?" keluhnya pada jam tangan yang menurutnya berputar lebih cepat dari keinginannya.
Ia yang berada didalam cafe, duduk bagian paling pojok sehingga dapat dengan langsung melihat ke luar karena jendelanya utuh dari langit-langit hingga lantai. Tak ada hiburan, ia menghembuskan nafas di jendela lalu mulai menggambar yang entah hanya ia dan pikirannya yang tahu artinya.
"Yeobo, mianhaae aku terlambat. Makan malam kali ini aku yang bayar deh," ujar seseorang didekatnya. Itulah istrinya.
"Gwanchanayo, Hara-ya. Duduklah. Pasti kau lelah," uajr namja yang ternyata Jung Yunho itu dengan ramah setelah mencium bibir istrinya dengan singkat.
Kedua suami istri itu tak sadar tengah diperhatikan dari jarak 1 meter oleh seorang Hero, sang pembunuh bayaran. Bahkan mungkin sang target tak tahu apa alasan dibalik dijadikannya ia sebagai target pembunuhan pria tambun itu.
4th night
Sebuah pasar malam! Kedua suami istri yang masih belum dikaruniai anak itu masih saja berjalan-jalan mencari wahana lain yang belum terjamah oleh mereka. Keduanya tampak sangat kompak saat memainkan berbagai macam wahana permainan itu. Sang pria tegap, tinggi, kekar, tampan, dan licah. Sedangkan sang wanita cantik, lembut, ramping, dan menawan. Membuat banyak orang disekitar mereka sudah tersingkirkan terlebih dahulu dengan aura kemesraan yang dimiliki keduanya.
"Yeobo, kau mau kembang gula itu?" tanya sang istri. Yunho menggeleng lemah.
"Kau mau?" tanyanya balik. Dan wanita manis itu mengangguk semangat. Dengan balasan senyum dan pamit sebuah kecupan ringan, Yunho berjalan menyebrangi jalan parkiran untuk mendapatkan keinginan istrinya itu.
Tak disangka sebuah motor yang sepertinya sengaja mengerem mendadak didekat tubuh Yunho.
CKIIIITT!
Karena ia memakai helm pembalap, wajahnya tak terlalu jelas di mata Yunho. Namun kelamnya iris hitam yang dimiliki pengendara itu seakan-akan merebut hatinya untuk mengikuti kemanapun ia pergi. Lupakan soal permintaan Hara yang memang tak begitu penting dalam hidupnya. Namun iris hitam mengkilat itu jauh lebih mencuri kelamnya malam itu bagi seorang Jung Yunho.
6th night, the last day. The day of bringing Jung Yunho to the asker.
Masih malam. Jung Yunho kembali makan malam di luar dekat pinggiran kota Seoul yang tak terlalu ramai hingga suasana jadi sedikit romantis. Tak sedikit pasangan lain yang juga mengajak kekasih maupun suami/istrinya ke tempat itu. Mereka terlihat menikmati makan malam itu meskipun suasana ramai dan berisik disekitar mereka. Tak jarang mereka terkikik pelan tiap kali melihat sang penjual menggoda beberapa gadis maupun ibu-ibu disana.
Keduanya saling menukar suapan, dan dilanjutkan dengan melingkarkan lengan lalu meminum soju bersama-sama. Ah, indahnya masa-masa awal pernikahan.
Tiba-tiba, sebuah suara pistol mengagetkan tempat itu. Anak pelurunya berputar dan menembus botol soju miliknya yang terletak memang didepan dadanya. Merasa istrinya juga dalam bahaya, Yunho dengan sigap langsung menarik lengan istrinya yang tadi masih berada dalam lingkaran lengannya saat berbagi soju. Mereka berdua langsung menyembunyikan diri dibawah meja bundar tempat mereka menaruh kedua cangkir dengan soju dan makanan makan malam mereka. Tak peduli basahnya alkohol membungkus mereka, jantung lebih penting saat ini!
Kerusuhan pun tak dapat dihindari. Suara tembakan itu tak henti-hentinya memporak-porandakan warung sederhana yang bahkan biaya sewanya belum selesai di cicil. Pecahan kaca dari tiap botol soju yang tersentuh oleh putaran kencang dari peluru itu merobek setiap kain yang ada disekitarnya. Tak terkecuali mereka-mereka pelanggan warung tersebut.
Baik taplak meja, korden, kain penutup warung, kursi, dan segala perabotan yang terletak di luar sudah berlubang akibat peluru yang dengan beringas dan tak henti-hentinya menyerang seperti memberi peringatan sebuah invasi sesuatu yang sangat berbahaya.
Dengan hati-hati, Yunho yang masih menggandeng Hara, istrinya, mulai berjalan pelan merangkak keluar dari tempat pusat penembakan. Ia sadar bahwa yang menjadi sasaran peluru itu hanya di daerah warung itu. Ia bersiasat untuk sedikit menyingkir dari sana dan tempat itu sedini mungkin. Sayang bukan itu alur ceritanya.
Dengan sangat memaksa, sekelebat bayangan mendatangi kedua suami istri itu dan langsung mendorong dengan kasar wanita itu entah kemana. Ia mengaduh karena kepalanya terbentur lantai dan kulitnya terkoyak kaca dari botol-botol soju yang berjatuhan di lantai. Dengan sangat kasar bayangan tadi langsung menarik suaminya yang sudah tak sadarkan diri akibat tengkuknya dipukul kuat dengan tangan bayangan itu.
Setelah kedua orang itu pergi, suasanya kembali tenang. Tak ada suara tembakan lagi. Jumlah peluru sudah tak bertambah lagi. Mereka mulai bangit dan membereskan tempat itu secara bersama. Melupakan seorang wanita yang tengah terdiam. Memutar kembali ingatannya yang belum lama terjadi sebelum ini. Mengingat-ingat seperti apa yang sedang terjadi.
"Yun... Yunnie ya... Yeobo..," panggil wanita itu lemah. Entah pada siapa mengingat yang dipanggilnya itu telah dibawa pergi oleh seseorang.
"Yunho! Jung Yunhooo! JUNG YUNHOOO!"
Dibawa oleh sang Hero.
The only one who made this big mess.
~oOo~
Tak butuh lama menanti hingga kedua mata indah milik seorang militaris sepertinya membuka lebar. Kesadarannya belum jua tercampur dalam raga, wewangian alkohol sudah memaksanya mengumpulkan seluruh kesadarannya. Menyadari tempat asih, otomatis ia berdiri dan mencari informasi.
Sia-sia. Dia diborgol.
"Apa-apaan ini?" tanyanya pada diri sendiri.
"Bos, Jung Yunho sudah sadar," ucap seseorang. Yunho yang mendengarnya langsung melarikan visualnya menyusuri sebuah tempat kumuh nan penuh lumut itu. Jangan pikirkan seberapa bersihnya tempat itu karena aku bicara lumut, tempat ini adalah tempat kosong sebelum beberapa hari yang lalu dipakai oleh namja kekar pembuat deal dengan Hero.
Sesosok namja tinggi dan kekar mendatanginya. Tangannya yang tidak kalah kekar meronta-ronta tapi sayang borgol itu terbuat dari material keras. Dengan hentakan yang terasa seperti kebanggaan dan kesombongan, namja itu semakin mendekati tokoh utama kita. Ketika sudah benar-benar dekat, Yunho bisa dengan jelas melihat wajah namja itu.
"Siwon ssi," ucap Yunho yang terdengar oleh namja yang dipanggil Siwon itu sebagai sebuah desisan tak penting.
Ia mendekatkan diri pada tubuh Yunho yang sudah terikat kuat kakinya dan kedua tangan yang terikat borgol. Dengan gerakan seduktif, jarinya yang panjang menyusuri bagian jantung, tulang selangka, leher, dagu, pipi, hidung, dan mulut. Lalu didekatkan bibirnya di telinga milik Yunho.
"Senang dengan kehidupan barumu, Jung Yunho ssi?" tanya Siwon sambil meremas penis Yunho yang masih tertutup celana jeansnya. Namja itu akhirnya melenguh pelan merasakan friksi kenikmatan dibagian tubuhnya yang barusaja diberikan sentuhan keras.
"K-kau tak perlu ikut campur Siwon. Kau juga punya kehidupan sendiri!" bentak Yunho. Siwon terkikik pelan melihat Yunho membentaknya saat pria itu masih dalam terikat membentaknya yang terdengar seperti cicitan di telinganya.
Dengan sekali gerakan, ia menempelkan bibirnya di bibir milik Yunho. Hanya mengecup sekilas, karena selanjutnya ia langsung bangkit dan mendekati seseorang di pojok ruangan sempit itu.
"Hero, habisi dia saat ini juga. DIDEPAN MATAKU!" perintah Siwon pada namja dengan perawakan kekar namun mungil yang terbungkus sebuah singlet ketat dan celana jeans kedodoran.
Namja itu berjalan pelan kearah Yunho. Ia mulai mengeluarkan revolver miliknya yang tersembunyi dibalik celana kebesarannya itu. Sebuah suara pembuka kunci sudah bercicit, tinggal menunggu ia menarik pelatuh yang moncongnya sudah disentuhkan kearah pelipis Yunho. Namja yang terikat hanya bisa menutup matanya.
"Aku tak bisa," ucap Hero. Siwon membelalakkna matanya.
"Aku menugaskanmu untuk membunuhnya, KIM JAEJOONG!" bentak Siwon. Hero yang dipanggil Kim Jaejoong langsung membalikkan badan dan menghadap Siwon.
"Jangan pernah memanggilku dengan nama itu saat aku sedang bekerja. Aku tak sudi nama itu ternodai darah pelaku kejahatan seperti kalian semua!" bentak Hero. Siwon mendesis tak suka.
"Hah, kalau begitu, kalian saja yang menghabisi kalian berdua," ucapnya sambil menjentikkan jarinya.
Tiba-tiba dari belakangnya keluar banyak pria yang sudah siap dengan senjata apinya. Beberapa malah sudah mengeluarkan peluru lebih dari tiga butir tiap tekanan pelatuk. Menyusahkan perlindungan untuk Hero sendiri. Dengan sigap Hero menarik Yunho dan berusaha menghindari tiap butir peluru yang dengan beringas mengincar jantungnya.
"Jung Yunho! Kau belum selesai berurusan denganku!" teriak Siwon dari mulut pintu yang sudah dikawal oleh beberapa orang kekar.
"Ya! Kau bahkan belum membayarku!" teriak Hero kesal. Ia masih berusaha menghindari tiap serangan yang dilakukan pria-pria beringas tak kenal ampun – sepertinya preman pasar sebelah – dan membuatnya terjatuh beberpaa kali.
Yunho dengan setengah tenang mencari benda yang bisa membuka ikatan di tangannya. Tak disangka ia menemukan pecahan beling yang membuatnya bisa memutus ikatan tali itu. Perlahan tapi pasti, ia menggeser tubuh yang dibalut singlet putih ketat dan kemeja tipis itu kearah pecahan botol. Karena kegaduhan yang dibuat oleh oorang orang yang baru datang tadi membuat seluruh perhatian tertuju pada Hero, dan malah melupakan sosok Yunho sang korban penculikan.
Setelah ia sampai di pecahan kaca, ia mengambil satu pecahan kaca dan menggenggamnya. Tangannya yang diborgel dibelakang tubuhnya membuat ia kesusahan untuk menyentuh kakinya. Jika diangkat, malah mematahkan tangannya. Lalu ia berinisiatif untuk menekuk kakinya, lalu dimasukkannya kedalam lingkaran tangannya yang terikat borgol. Akibat terlalu konsentrasi dengan pergerakan kakinya, emmbuat ia menggenggam kepingan kaca itu terllau kuat.
"Ikh... Perih," desisnya pelan. Ia cukup tahu diri dengan keadaan.
Dengan basic militernya, ia lalu menggoreskan secara berulang-ulang pada seutas tali yang membekap kakinya. Setelah satu tali itu lepas, dengan perlahan ia membuka belitan tali itu yang memang tak terlalu erat setelah satu tali paling luar terlepas.
Pandangannya tiba-tiba tertuju pada satu sisi kotak yang dirasanya sangat familiar. Kotak itu berwarna kuning tua keemasan. Sebuah kotak yang entah mengapa mengingakannya pada sesuatu yang disembunyikan dibalik celana jeansnya.
Bukan 'benda rahasia kelelakian' Yunho, lebih kecil dari itu. Sebuah Seecamp LWS 25 ACP! Sebuah pistol mini segenggam tangan yang dengan sangat sengaja ia simpan dibalik celana jeansnya. Saku sebelah kirinya memang sengaja ia lubangi sehingga mudah untuk mengambil pistol mini berkaliber 6 mm. Sangat kecil sehingga bila dibandingkan dengan... ah sudah lah, bukan waktunya untuk membahas ukuran.
Cukup kesusahan mengingat tangannya yang masih di borgol. Namun bukan Jung Yunho kalau tidak bisa melakukan itu. Setelah yakin pistolnya sudah berada di tempat yang seharusnya, ia mulai berdiri dan memasuki arena pertarungan itu.
Dengan brutal juga ia menarik pelatuk demi pelatuk. Tiap butirnya dengan tepat mengenai entah jantung maupun pelipis dari para korban. Hero yang sedikit kewalahan mau tak mau terbantu juga dengan kehadiran pistol ditangan Yunho yang ia sendiri tak tahu datang dari mana.
BANG!
Sebuah peluru dengan sangat tidak sengaja tertembus di lengan sebelah kanan milik Hero saat sedang setengah lengah. Dengan segera ia kehilangan banyak darah dan ambruk. Seperempat kesadarannya mengalir bersamaan dengan banyaknya cairan merah berhaemoglobin yang keluar dari lengan berlubangnya. Yunho sadar akan keadaan ornag yang menculiknya, entah dapat ide dari mana langsung menangkap tubuh mungil berotot milik Hero. Dirasa sudah tak sepadan, ia memutuskan untuk melarikan diri.
Lawan sudah banyak yang tumbang akibat perkelahian sengit mereka barusan, namun masih menyisakan beberapa yang sedikit menghalangi mereka untuk keluar dari markas tersebut. Dengan memapah Hero di sebelah kiri, dan tangan kanan menggenggam erat pistol yang masih berisi sekitar 11 peluru berdiameter 6 mm itu.
Dengan tergopoh-gopoh, mereka menjauhi tempat itu. Sejatinya sebuah tubuh yang berotot memiliki kekuatan yang lumayan besar, Yunho pun tak terlalu kesusahan saat membawa pergi tubuh Hero menjauh dari tempat karena tangannya yang masih terborgol saja yang membuatnya tak bisa bergerak terlalu bebas. Sedangkan Hero hanya merutuki dirinya sendiri bagaimana bisa dia kehilangan konsentrasi disaat genting seperti tadi.
Dengan penuh ketelitian mengingat bulir pelurunya semakin sedikit, Yunho semakin berhati-hati menggunakannya. Setelah ia keluar dari tempat itu, Ia baru sadar bahwa tempat itu bukanlah tempat yang asing karena lumayan dekat kota. Berarti dekat dengan rumah sakit.
"J-jangan... rumah.. sakit...," erang Hero yang sudah hampir kehilangan seluruh kesadarannya. Yunho kaget dengan orang yang dipapahnya, bagaimana bisa tahu pikirannya?
"Lalu mau kemana?" tanya Yunho bingung.
"Ke rumahku... dulu.. Lalu ke tempat... tinggalku... hhh," ucap Hero sedikit kesusahan karena lukanya semakin parah. Melihatnya, Yunho sadar sudah bukan lagi waktunya meminta penjelasan apalagi berdebat. Orang yang dipapahnya butuh pertolongan secepatnya.
"A-aku ada.. motor...," ucap Hero pelan. Ia menunjuk pada sebuah motor yang terparkir manis. Sebuah motor besar yang terlihat tua namun kuat.
"Baiklah. Kuncinya mana?" pinta Yunho. Hero merogoh sakunya, namun ia terllau lemah sehingga mengangkat tanganpun seluruh tubuhnya bisa bergetar tak kuat. Yunho mendesah pelan.
"T-tolong ambilkan... di saku celana.. belakangku...," pinta Hero memelas. Ia sudah tak peduli dengan reputasinya sebagai seorang pembunuh bayaran malah memelas pada targetnya.
Yunho mengalungkan tangannya yang masih teborgol dan merengkuh tubuh mungil Hero. Jarak tubuh mereka saat ini hanya dibatasi oleh kau singlet yang mereka berdua kenakan. Tangan kanannya mulai masuk ke saku celana belakang milik Hero.
"Ah.. Engh...," entah bagaimana ceritanya Hero mendesah pelan. Meskipun begitu Yunho tetap mendengarnya karena wajah Hero hanya sebahunya. Itu berarti telinganya dekat dengan bibir Hero yang barusan mengeluarkan desahan halus.
Yunho sadar bahwa tangannya dibawah sana ukannya mengambil kunci, malah meraba-raba pelan pantat milik Hero. Tak ayal, Yunho kelabakan sendiri.
"Mian," maaf Yunho tapi tangannya masih tak berpindah jauh dari pantat Hero. Dan namja itu mengangguk mengerti. Terlalu lemas untuk memproses kejadian yang baru saja ia alami.
Yunho kembali meraba saku satunya, dan dia menemukan dua buah kunci yang ia yakini kunci borgolnya dan juga kunci motor. Begitu ia melepaskan borgolnya sendiri, dengan kasar ia sobek lengan kemeja tipisnya dan diikatkan pada lengan Hero yang berdarah. Sayang sekali Hero sudah hampir meninggalkan dunia kesadarannya.
Dengan pasti, Yunho menempatkan Hero dibelakangnya. Sesuai dengan petunjuk Hero, ia menjalankan motor itu untuk nantinya sampai ke rumah Hero, sesuai permintaan namja itu.
.
~oOo~
.
Sebuah rumah susun kumuh tempat dimana mereka berdua berdiri saat ini.
"Nomor 17. Katakan pada laki-laki yang ada didalam rumah itu, bahwa kakaknya tak bisa pulang dalam waktu yang lama karena pekerjaannya. Kalau dia tanya lebih banyak, bilang saja kakaknya hanya pesan itu," pesan Hero sebelum Yunho masuk kedalam apartemen itu.
Setelah ia menemukan rumah nomor 17, ia mengetuk tiga kali pintunya. Sesosok pria mungil yang tingginya hampir sama dengan Hero. Wajahnya lebih bulat, namun matanya lebih sipit. Kulitnya pucat, terlihat jelas meskipun hanya diterangi temaram lampu kuning beberapa watt ini.
"Saya teman dari kakakmu. Dia ingin pamit karena tak bisa pulang lama karena pekerjaannya," ucap Yunho akhirnya. Pria mungil itu mengangguk imut. Wajahnya sedikit ditekuk karena mulutnya ia mjukan sedikit kedepan.
"Lalu, Jejoongie hyung pergi kemana?" tanyanya.
"Dia ke...,"
"...Kalau dia tanya lebih banyak, bilang saja kakaknya hanya pesan itu,"
Yunho berpikir sebentar.
"Ke... Entahlah. Aku hanya disuruh menyampaikan itu. Kakakmu hanya pesan," ucap Yunho sesuai dengan keinginan Hero. Anak itu mengangguk mengerti.
Tiba-tiba sesosok wanita dengan rmabut acak-acakan keluar dan menerobos badan anak itu.
"Aigo..., Jaejoongie sudah pulang? Kau tahu eomonim tak bisa minum obat kalau bukan denganmu," ujar wanita itu sambil memeluk lengan Yunho. Yunho yang tiba-tiba dibegitukan jadi merasa agak risih.
"A-ahjumonim, s-saya bukan Jaejoong ssi. Nama saya Jung Yunho," ucap Yunho memperkenalkan dirinya. Wanita itu melepaskan lengannya, dan menatap lekat-lekat dirinya.
"Aih, benar kah? Lalu Jaejoongie ku kemana? Junsu ya, kau tahu dimana hyungnim-mu?" tanya wanita itu balik. Junsu menggeleng pelan.
Yunho tersenyum miris. Inilah keluarga Hero. Entah apa yang terjadi hingga ia tega meninggalkan mereka berdua yang sepertinya kurang terawat dan malah tinggal di tempat lain.
"Eomma masuk dulu, akan kubuatkan bubur lagi nanti," ujar laki-laki yang dipanggil Junsu itu pada wanita itu.
"Junsu ya, ini juga titipan dari kakakmu," ucap Yunho sambil menyerahkan beberapa lembar uang. Junsu memiringkan kepalanya.
"Katanya untuk obat," bohong Yunho. Iya lah, jangankan bayaran, uang saja Jaejoong tak bawa sekarang.
"Eung," jawab Junsu sekenanya.
"Kalau begitu saya pamit. Permisi," pamit Yunho sedikit membungkukkan badan lalu mulai beranjak dari tempat itu.
Junsu memandang kembali segepok uang yang baru saja ia dapat.
"Sejak kapan hyung mempercayakan pembelian obat padaku?" herannya. Tapi itu tak ia pedulikan, sehingga ia langsung masuk kembali kedalam rumah untuk kembali meng
"Sudah kau berikan?" tanya Hero yang masih berusaha sadar. Yunho yang berlari dari lantai tiga ngos-ngosan dan mengambil nafas secara terburu-buru. Memenuhi kadar oksigen yang kurang di dadanya.
"Ayo obati lukamu," ajak Yunho. Hero mengangguk.
Dan mereka mulai membelah kelamnya malam diatas motor, berdua.
*TBC
*Kotak Curhat Author (KACA)*
Ini yunjae pertama saya XD. Ada yang udah pernah nonton Bangkok Love story? Agak-agak sama, tapi aku bikin beda. Intinya sih sama, tapi alur jalannya yang beda. Soalnya ingatanku nggak terlalu kuat jadinya ya sekadar jalan kasar dari Bangkok Love Story ^^
Eum, ada yang bingung dengan pembicaraan saya soal pistol Seecamp LWS 25 ACP itu? Hehe, kalo bukan karena bikin ff ini pun aku juga ga bakalan tau ada pistol kecil banget kayak gitu. Panjangnya hanya dari jari hingga pergelangan tangan. Mungiiiil banget. Emang pistol ini buat jarak dekat, jadinya ya pelurunya juga cuman 6 mm. Kaliber itu istilah diameter peluru itu. Peluru yang dipake selama ini satuan pengukuran kalibernya ada 2 cara, yang pertama pake mm lalu yang kecua pakenya cal. Biasanya yang pake cal itu buat inchi x 100 kalo ga salah. Hehe
Kalo yang udah nonton Bangkok Love Story pasti tau endingnya. Tapi aku harap nggak bikin bosen ya? :)
Merci~
