Luhan tahu Sehun telah terbangun untuknya. Menjadi seorang istri yang baik bukan bagian dari dirinya. Maka, hal yang mengusik intuisinya di pagi hari seperti ini ialah tetap berbaring tenang di dalam pelukan Sehun. Terbangun oleh gerakan Sehun atau tatapan Sehun yang seakan-akan memukul tangannya supaya terbangun sudah biasa terjadi. Tapi matanya selalu memberikan respons yang sama; seperempat membuka dan tak berapa detik kemudian tertutup lagi. Luhan tidak memiliki niat untuk sekadar terbangun, mungkin membuat sarapan, bahkan ketika ia bisa merasakan suatu kenyal menekan keningnya—kecupan pagi Sehun, yang terasa sangat hangat dan romantis. Pada kenyataannya, sesuatu yang membuat Luhan merasa seperti dibutuhkan dan dikasihi, Sehun, beranjak pergi dari ranjang.
Sehun tidak bisa berlama-lama menghadapi wanita seperti Luhan. Di sisi lain, hal yang menampar Sehun adalah… bagaimana cara wanita itu tidak mengacuhkannya sedikit pun.
Luhan selalu mengabaikannya.
Sehun tidak tahu punya salah apa dirinya pada Luhan. Mungkin ia trauma. Luhan hanya tak suka dengan aturan. Suka bebas, menyalahi aturan, atau kemungkinan… Luhan terlalu menyedihkan untuk bisa mentaati aturan. Karena pada dasarnya Sehun tahu, Luhan sangat membenci aturan yang telah menggarisi kakinya supaya terus melangkah, untuk tetap berhenti berpijak pada suatu hal yang agak membuat perut Luhan mual; perjodohannya dengan Sehun.
Hanya karena sebuah skandal bajingan.
.
.
.
.
.
-The Feelings-
.
.
.
© Copyright 2015, seluddict. All Rights Reserved. Inspired from a novel; The Ruthless Charmer.
.
.
HunHan | Gender Switch | Hurt/Comfort
.
.
.
.
.
Sebuah vas bunga berbahan kaca berwarna biru transparan pecah berkeping-keping ketika menghantam lantai di hadapan Sehun. Dengan beringas Luhan ikut menarik alas meja tamu dan mencoba melemparkannya pada Sehun yang nihil menyentuh sedikitpun kulit pemuda pucat itu sebab alas mejanya terlalu ringan dan terbang tak terkendali, lalu tercampak miris tepat di ujung sepatu kerja mengkilat Sehun. Derai air mata yang mengalir di kedua mata madu Luhan membuat Sehun tidak tahan. Tak sanggup lagi supaya terus bertahan di posisi berdiri untuk tidak menarik Luhan ke dalam pelukannya. Tetapi dari tindak Luhan, Sehun sangat mengerti jika dirinya sedang tak diperlukan di sisinya, walaupun Sehun berniat untuk menenangkan situasi.
"Aku tak mau tahu, kau sudah memperlakukanku sebagai pelacur! Di mana lagi harus kutaruh harga diriku?"
Menindih Luhan di atas meja kerja Sehun, bukan lain hanyalah hasrat semata. Toh, Sehun ingat betul jika Luhan tadi tidak menolaknya sama sekali. Luhan melahirkan sebuah paham, kalau Sehun yang salah. Dan Luhan telah membuat aturannya sendiri bahwa Sehun salah dan hal tersebut mutlak. Tak bisa diubah lagi.
"Luhan…"
"Jangan mendekat, Brengsek!" Luhan mengangkat tangannya ke arah Sehun. Kaki Sehun diam. Terpaku ketika sebutan itu meluncur sangat licin dari lidahnya dan melesak masuk melewati rongga dada Sehun. "Beberapa jam lagi ayah akan tahu dan kuyakin, kepalaku sudah tergantung di atas lampu ruang makan besok pagi!"
"Ayahmu takkan pernah berani melakukan itu." Sehun sangat ingin mendekati Luhan, tapi dia setengah was-was, mungkin saja Luhan menendang kejantanannya tiba-tiba. Dan Sehun rasa itu sudah lebih dari mengerikan untuk sekadar dibayangkan. "Jangan berpikir sebegitu rendah, Luhan."
"Rendah, katamu?" Tanpa alasan yang Sehun tahu pasti, Luhan tertawa sarkastik. Suaranya mengalun layaknya deringan halus, namun menjengkelkan. Dahi Sehun mengernyit, perasaannya campur aduk melihat hidung bangir Luhan yang memerah, pipi yang lembap, dan bibir yang terkuak begitu indah ketika ia tertawa. Tak pernah ia melihat Luhan sekacau ini, atau… sudah lama Sehun tak melihat Luhan kacau. Sehun terperangah. "Kau yang membuat pikiranku rendah, Tuan Oh. Bangga akan dirimu, hm? Mencoba memenuhi kenikmatanmu di dalam ruangan yang bahkan pegawaimu bisa melihat ke dalamnya? Ya Tuhan, kupikir kau cukup cerdas!"
Sehun benar-benar perlu menegaskan kalau ia nekat menindih Luhan di atas meja kerjanya karena Luhan yang tak menunjukkan sifat defensif. Akal Sehun hilang kala itu, tak ingat jika ruangannya hanya berbataskan etalase tebal. Entah mengapa tiba-tiba rahang Sehun mengeras. Lumayan tersinggung saat Luhan membahas sesuatu yang menjadi potensial kesuksesannya selama ini. Luhan salah, ya, Sehun tahu jelas akan hal itu. Semua bukan tentang kecerdasannya, namun gairah yang meluap ketika melihat dada Luhan terapit oleh lengannya sendiri hingga menciptakan garis sensual di antaranya, serta belahan rok yang nyaris menghancurkan pertahanan Sehun untuk tidak menyibak rok hitam itu dengan tergesa-gesa. "Luhan, dengarkan aku. Aku tak mau kau berpikiran bahwa ayahmu akan melakukan hal sekeji itu. Astaga, ayahmu juga laki-laki, dia tahu apa yang kurasakan dan dia merasakan apa yang telah kuperbuat pada putri tunggalnya!"
"Itukah alasanmu supaya aku tidak khawatir?"
"Kubilang saja ya, alasan satu-satunya supaya kau tak perlu khawatir adalah ikut sadar, bahwa kau juga tidak menolakku tadi. Atau setidaknya, itu telah menjelaskan dari mana datangnya ketenanganku karena telah meraba areamu."
"Persetan, Oh Sehun! Intinya, reputasiku sudah hancur karenamu."
"Hancur? Karenaku lagi?" Dari tadi Sehun sangat ingin tertawa mendengar pembelaan Luhan terhadap dirinya sendiri, namun untuk kali ini, tawa yang ditahannya sungguhan lepas. Menertawai Luhan, itulah yang terjadi. Luhan hanya mengejar reputasinya saja. "Kurasa kau yang menghancurkan reputasimu sendiri."
"Ini yang kubenci. Laki-laki selalu egois." Sehun tidak seegois itu. Dia merelakan seseorang yang dicintainya mengatakannya "Brengsek". Tak terhitung sudah berapa lama satu orang wanita yang bersangkutan masalah percintaan dengannya mengatai brengsek. Sehun tidak pantas untuk sebutan itu dan Luhan telah melabelinya dengan status Brengsek. Semua hanya berasal dari perutnya dan turun ke kejantanannya demi memuaskan gairah yang dipendamnya selama tiga tahun ini pada Luhan. Sesederhana itu. Luhan terlalu indah. Dan Sehun buta karenanya, hingga sampai saat ini lagi-lagi Sehun hampir melupakan fakta jika Luhan telah menyebutnya brengsek.
"Aku menawarkan padamu, Luhan, sungguh. Jika kau pikir aku-lah yang sepenuhnya merusak reputasimu," kata Sehun pelan. Ada sedikit jeda yang membuat Sehun merasa semakin gamang sekaligus tak mampu membuat sulut api Luhan mereda. Sehun mulai merasakan urat di pelipisnya berdenyut-denyut. Kemudian ia berkata, "Biarkan aku menikahimu, kalau begitu."
Sehun akan bersyukur.
Kecuali cintanya bertepuk sebelah tangan.
.
.
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
Dateng bawain FF revolusi Luhan berdada penuh dan bergaris pantat tembus karena rok kerjanya hewhew :v
Ini FF perwujudan challenge giveaway dari HunHan Indonesia.
Ada yang bingung sama status HunHan apa? Siapa yang tersiksa dan menyiksa? Ada apa dengan reputasi Luhan? Bagaimana masa lalu mereka? Bagaimana perasaan Sehun dan Luhan satu sama lain? Bhaks. Kelewat banyak yang masih gantung. New things and more fresh parts will be revealed soon! Pokoknya, next chapter bakal ngejawab pertanyaan-pertanyaan kalian. Jadi, tungguin chapter selanjutnya aja, yaa.
Mind to Review?
