Naruto © Masashi Kishimoto

Stop © Juli Alio

AU, OOC, plot-ness, maaf bila ada pengulangan paragraph, etc...

Selamat membaca…

.

.

Ingin sekali menutup mata. Nyatanya bola mata berwarna lavender itu malah tak berkedip sama sekali. Mata itu seolah lensa perekam yang merekam kejaidan di depan mata. Enggan untuk menghentikan tatapan mata, enggan untuk merusak suasana yang ada di depannya. Cukup berdiri dengan tangan terkepal erat. Biarlah yang ada di depannya itu menyadari kehadirannya.

Lama. Tidakkah dua orang sinting itu menyadari kehadirannya?

Bodoh. Mana mungkin mereka menyadari. Lihatlah mereka. Asyik dengan kegiatan mereka yang panas.

Bercumbu.

Dan sialnya. Pemuda yang sedang bercumbu, tidak, lebih benar jika dikatakan dicumbu itu adalah kekasihnya. Untuk yang wanita. Sungguh ia tidak kenal. Mungkin pemuda itu dapat di jalanan atau pub terdekat.

Otak pemuda itu kemana? Apa dipinjam Shikamaru untuk mengerjakan skripsi?

Setelah kegiatan menyakitkan mata itu selesai. Pemuda berambut raven itu menoleh ke arah gadis yang sedari tadi menontonnya. "Sudah lama?"

"Menurutmu?"

Bukan jawaban yang gads lavender itu berikan, namun pertanyaan balik. Membuat pemuda onyx itu tersenyum kecil. Menyebalkan.

Si wanita entah siapa namanya merapikan sedikit wajahnya, rambut acak-acakannya beserta tangtop yang sedikit terbuka dibagian pinggang. Lantas berdiri, memakai sepatu hak tinggi dan mengambil tas yang tergeletak di meja belakangnya. Tak lupa si wanita sialan itu mencuri satu ciuman dari bibir pemuda onyx yang tengah duduk di sofa cokelat.

"Aku pergi. Hubungi aku lagi kalau kau butuh."

Lagi?

Jadi ini bukan pertama kalinya. Brengsek. Gadis lavender ini kecolongan.

Hinata mencekal lengan kiri wanita itu saat berpapasan. Matanya melihat ke sudut-sudut bibir wanita itu, dengan halus jemarinya mengelap sudut bibir wanita itu. Membuat si wanita sedikit terkejut.

"Bersihkan wajahmu dengan benar, Kak. Nanti tidak cantik lagi lho."

Perkataan Hinata memang halus, lembut tetapi dingin layaknya es kutub utara.

"Tidak apa-apa kok," balas si wanita, canggung.

"Baiklah. Semoga kau baik-baik saja di jalan."

Hinata melepas cekalan tangannya dan tersenyum lembut pada wanita itu. Dan si wanita itu ikut tersenyum -kecut- dengan salam Hinata.

Hening untuk waktu yang cukup lama setelah si wanita itu pergi. Hinata masih berdiam diri diposisinya. Berdiri menatap pintu yang dilalui wanita tadi. Dan Sasuke juga masih duduk di sofa dan memegangi ponselnya. Melihat beberapa pesan.

"Aku mandi dulu, setelah itu kita berangkat," ucap pemuda onyx itu seraya meletakkan ponselnya kembali ke meja.

"Kita putus saja ya, Sasuke."

.

.

Sasuke berbaring di kasur dengan sebelah tangan menutup matanya. Menghalau sinar lampu mungkin. Memori otaknya memutar kejadian beberapa jam lalu. Saat Hinata meminta putus, ah tidak, gadisnya itu memutuskannya secara sepihak. Ia sedikit syok dengan keberanian gadis Hyuuga yang dipacarinya hampir setahun itu. Setelah mengucapkan kalimat laknat bagi sepasang kekasih, Hinata meninggalkan apartemen Sasuke. Dengan memabanting pintu, dengan debaman keras.

Sasuke tidak berniat berlari mengejar Hinata. Ia malah membiarkannya pergi begitu saja.

Mungkin otak jenius Uchihanya memang sedang dipinjam Shikamaru.

Setelah cukup dirasa lama, ia meraih ponsel dan menghubungi nomor Hinata dipanggilan cepat nomor satunya. Dan, ponsel Hinata tidak bisa dihubungi. Berkali-kalipun Sasuke mencoba menghubungi, jawaban yang sama dari oerator yang Sasuke dapat. Dengan kesal, Sasuke melempar ponselnya ke lantai hingga remuk.

Sebenarnya, Sasuke menyadari kedatangan Hinata. Namun Hinata tidak mencoba mengusir atau menghentikannya. Minimal menjambak rambut wanita yang berada di atas pangkuan Sasuke pun tidak. Kesimpulan Sasuke, Hinata tidak terganggu sama sekali. Alasan yang absurd diotak cemerlang seorang Sasuke Uchiha. Hingga akhirnya Sasuke mendengar kata 'putus' dari mulut Hinata tanpa bisa banyak mereson.

Sasuke berteriak sambil menarik keras rambutnya. Berharap emosi atau apalah yang bergejolak di dalam dadanya lenyap. Nyatanya, rasa itu malah semakin menjadi-jadi. Jantungnya ikut meramaikan gejolak itu dan otaknya sakit. Bantal dan guling ia lemparkan asal. Hasilnya sama saja.

"HINATA!" teriak Sasuke kalap.

Pintu kamar Sasuke terbuka, menampilkan sesosok laki-laki yang mirip Sasuke. Yang membedakannya hanya dua garis di sekitar matanya dan rambut hitam panjang itu. Dia, Itachi Uchiha, kakak kandung Sasuke. Putra pertama pasangan Fugaku Uchiha dan Mikoto Uchiha.

Sasuke bahkan tidak menyadari Itachi masuk ke dalam kamarnya. Menutup dan menyenderinya, "Jadi sudah ketahuan?"

"Diam!"

Itachi terkekeh melihat adiknya yang terlihat frustasi itu. "Jangan bilang aku belum memperingatimu, Sasuke."

Sasuke mengerang tertahan. Itachi pamit pergi dan tidak mendapat tanggapan dari Sasuke. Bukan hal baru.

Sepenginggal Itachi, Sasuke mendudukkan diri dan kembali mengacak surai ravennya.

Itachi benar. Ia sudah berkali-kali diingatkan oleh kakaknya. Ia membatu, otaknya batu. Sekarang, Sasuke mendapat hasilnya. Sakit.

Secepatnya ia harus bertemu Hinata. Bicara baik-baik tidak sulit 'kan?

.

.

Hinata merutuki dirinya yang selama tiga hari ini hanya menangisi Sasuke. Ia tersadar saat pikirannya bermonolog, belum tentu Sasuke sekacau dirinya saat ini. Ia sengaja mematikan ponselnya. Setelah sampai rumah hari itu, Hinata dihadang kakaknya, Neji. Dan Hinata memulai aksi curhatnya. Neji hanya menyuruhnya ke kamar dan mandi, setelah menyelesaikan curhatannya. Neji tidak akan melapor pada ayah mereka dan Neji akan tutup mulut bahkan berusaha untuk tidak ikut campur. Walau sebenarnya Neji ingin sekali menghajar Sasuke.

Selesai mandi, Hinata menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja belajar, ponselnya sedikit berdebu. Tiga hari lamanya ia tak menyentuj ponselnya. Menghidupkan ponsel dan duduk dikasur. Hinata menerawang jauh pada satu titik.

Lamunannya buyar karena getaran dari ponsel yang dipegangnya. Serombongan pesan masuk ke ponsel Hinata. Bisa ngeblank ponselnya kalau bergetar terus karena pesan yang tak kunjung berhenti masuk. Ada pesan dari operator bahwa nomor Sasuke mencoba menghubungi nomor Hinata, limapuluh kali. Wow. Ada nomor Ino, Shion, Ten Ten, dan Kiba yang menanyakan keadaan dan berada dimanakah Hinata sekarang. Beberapa pesan promo dari sim card yang digunakannya. Sisanya, dari Sasuke, seratus tigabelas pesan, kebanyakan hanya berisi 'hidupkan ponselmu'.

Hinata menghembuskan napas panjang. Hinata kira dengan ia mematikan ponselnya, Sasuke akan bertindak diluar batasnya. Semisal mendatangi kamarnya saat malam dan menceritakan apa yang terjadi. Pikirannya salah.

Hinata menepuk dahinya keras. Ia baru sadar. Ia memutuskan Sasuke tiga hari yang lalu. Hinata bodoh. Bagaimana bisa ia melupakan itu. Hinata sendiri yang memutuskan Sasuke. Bahkan Sasuke tidak berniat mengerjarnya. Lelaki macam apa itu.

Padahal, kunjungannya waktu itu sangatlah istimewa. Ada hal penting yang akan ia sampaikan pada Sasuke.

"Kau memang bodoh," ucap Hinata.

Ucapan itu entah ia tujukan untuk Sasuke atau untuk dirinya sendiri.

.

.

Hari ini Sasuke sengaja mengunjungi cafe kesukaan Hinata. Cafe yang cukup lumayan dekat dengan apartemennya. Ia memesan kopi pahit, Cinnamon roll dan green tea. Di meja depannya Cinnamon roll ukuran jumbo dan green tea ia pandangi sendu. Itu dua hal kesukaan Hinata saat di cafe ini. Sasuke seperti sedang mengenang Hinata disini. Gadis itu selalu bisa membuat Sasuke tersenyum lepas. Hinata akan menceritakan kesehariannya di sekolah dan akan menanyakan keseharian Sasuke. Semua itu membuatnya kangen. Sasuke tersenyum kecut.

Sasuke mengeluarkan ponsel pintarnya. Menekan tombol di sisi kanan atas dan menggeser papan tombol kunci dilayar. Fotonya dan Hinata menjadi wallpaper utama ponsel Sasuke. Ibu jari kanannya mengelus sayang foto Hinata yang tengah memelukanya dari samping.

"Sasuke."

-TBC-