Saya bikin fict baru lagi di fandom HM. Setting kali ini HM SI :) ada OC, dan pairing kayaknya bisa ditebak dengan mudah XD saya mencoba menulis dengan Third POV, pengen coba2. Hehehe.

Sudah diedit sesuai saran para reviewer XD dan sudah diusahakan untuk mengitalickan kata2 dalam bahasa Inggris. Mungkin masih ada yang miss, tolong dikasih tau ya~ ^^


Harvest Moon and all of it's characters are Natsume's. The OC and this fict are mine, but nothing else...


,=*La Couleur Inconnue*=,

-=.First Painting : Meeting.=-

Sunflower Archipelago, sebuah kepulauan yang terdiri dari 15 pulau kecil. Pulau-pulau ini masing-masing memiliki keunikannya tersendiri. Mushroom Island, adalah sebuah pulau yang tepat bila Anda ingin berburu jamur, berbagai macam jamur tersebar di segala penjuru pulau ini. Volcano Island, berisikan tidak hanya sebuah gunung berapi tetapi juga sebuah tambang yang sangat dalam, banyak permata dan benda-benda berharga lainnya tersembunyi di balik bebatuan di dalam tambang ini. Mystic Island, pulau tempat Goddess' Pond berada dan juga merupakan rumah bagi 2 orang penyihir. Dan pulau-pulau lainnya yang juga memiliki banyak hal untuk membuat Anda tersanjung. Dua buah pulau yang merupakan pulau berpenduduk terbanyak adalah Verdure Island dan Sprout Island, keduanya dihubungkan dengan sebuah jembatan dan merupakan pusat dari Sunflower Archipelago ini.

Hari yang indah di Sunflower Archipelago. Matahari telah menampakkan wujudnya di sebelah timur, dan beberapa penduduk telah beranjak keluar dari rumah mereka untuk mulai beraktivitas. Sebuah kapal besar menepi di dermaga Sprout Island, di sebelah kapal pesiar milik salah seorang penduduk kepulauan itu. Dari dalam kapal yang baru saja menepi, keluar beberapa orang yang mengangkut barang, ternak, dan beberapa penumpang. Para penumpang segera berpencar ke tujuan mereka masing-masing, ada yang menuju Verdure Island, Hotel dan ada yang menuju Halia's Café untuk beristirahat sejenak.

Hal yang biasa memang, karena penumpang kapal itu adalah orang-orang yang kembali dari kota maupun sedang berlibur di Sunflower Archipelago. Seorang penumpang dengan wajah yang belum pernah ditemui sebelumnya di Sunflower Archipelago ini, turun terakhir dari kapal tadi. Ia menengok ke kanan dan ke kiri, memperhatikan sekelilingnya. Seorang pelaut menghampirinya, penumpang ini menanyakan jalan kepada pelaut itu dan sang pelaut memberikan instruksi menuju Hotel yang terletak di Sprout Island, tempat tujuan penumpang itu. Setelah mengucapkan terima kasih, ia berjalan menuju arah yang ditunjukkan oleh pelaut tadi.

.-=*,=,*=-.

Sekitar pukul 9 pagi, Verdure Island dan Sprout Island mulai ramai oleh penduduknya yang lalu lalang. Tidak terganggu dengan salju yang turun semalam, tetap menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Sesosok pria berambut pirang pucat, mengenakan kaus hitam yang dilapis dengan jaket oranye, jas putih dan celana panjang berwarna putih, terlihat menapakkan kakinya di pantai putih Sprout Island.

"Ah, selamat pagi, Denny!" sapa sosok pirang tadi kepada seorang pemuda berkulit gelap yang sedang memancing di dekat dermaga. Rambutnya hitam keriting, setengah bagian atas kepalanya diikat dengan bandana berwarna ungu. Ia mengenakan singlet berwarna hitam, celana berwarna biru muda yang ujungnya dimasukkan ke dalam sepatu boot hitamnya, kain bermotif ungu kotak-kotak diikat asal pada pinggangnya, selembar handuk putih yang mengitari leher dan seekor burung kecil menemaninya dengan setia, menunggu umpan majikannya termakan.

"Pagi, Will!" balas pemuda tadi, Denny. "Kau mau ikut memancing? Aku mendapat banyak pagi ini!" tawarnya, menunjuk ke arah ember tempatnya menyimpan ikan-ikan yang telah ia tangkap pagi itu. Benar saja, ember yang ia gunakan hampir penuh dengan ikan-ikan berukuran besar yang tampak masih sangat segar.

"Terima kasih atas tawarannya, tetapi aku harus mengunjungi pamanku untuk suatu urusan. Sampai jumpa," sembari menampilkan senyuman khasnya, Will berbalik dan berjalan menjauhi pantai.

"Ya! Sampai jumpa!" balas Denny, dan kembali melanjutkan kegiatannya memancing di pagi hari.

Winter, salju yang menutupi seluruh permukaan tanah membuktikan winter belumlah usai. Sepanjang jalan menuju rumah pamannya, di antara celah bebatuan Will dapat melihat warna hijau mulai muncul walau hanya sedikit. Spring akan segera datang, itulah apa yang dikatakan oleh pucuk-pucuk bunga yang sedang berjuang untuk tumbuh itu. Salju memang indah, warna putih polos yang dihasilkannya saat meliputi bumi sangatlah memukau, tetapi setiap musim harus berakhir dan berganti dengan musim lainnya. Spring adalah musim yang sangat Will sukai, tidak dapat digambarkan betapa indahnya pemandangan alam yang dapat kau lihat di musim Spring. Ya, warna-warni bunga yang tumbuh di waktu Spring, suatu kekayaan alam yang patut dilestarikan.

"Ouch," rintih seseorang.

Sedari tadi Will memang melamun, ia langsung tersadar saat mendengar suara rintihan tersebut. Terlihat di depannya, seseorang sedang berusaha untuk berdiri. Tampaknya orang itu tersandung sesuatu dan terjatuh.

"Anda tidak apa-apa?" tanya Will sembari mengulurkan tangan dan membantu orang tadi untuk berdiri.

"Ah, tidak," jawab orang itu, menerima uluran tangan Will. Seorang gadis berambut hijau pucat dengan dress yang panjangnya tidak lebih dari lutut berwarna biru tua dan sweater berwarna krem. Ia membersihkan dirinya dari salju yang menempel di bajunya lalu menegakkan diri untuk menatap orang yang telah membantunya berdiri tadi. Bola mata emeraldnya bertemu pandang dengan bola mata berwarna biru jernih milik Will. "Terima kasih," katanya sambil tersenyum datar.

"Sama-sama, senang dapat membantu seorang Lady," Will berkata. Setelah memastikan gadis di depannya tidak apa-apa, ia melanjutkan, "Aku yakin kita belum pernah bertemu sebelumnya? Anda baru pertama kali datang ke kepulauan ini?"

"Ya, aku yakin belum. Aku baru saja sampai di pulau ini tadi pagi," jawab gadis berambut hijau itu.

"Ah, izinkan aku untuk memperkenalkan diriku. Namaku William Terry Louis Andrew Carrick Jonathan Dredge Hams Reading Roger Southwark Alwick Plymouth Junior Regison III," dalam satu tarikan napas Will memperkenalkan dirinya. "Apa boleh kutahu siapa namamu, Miss?" tanyanya sambil tersenyum.

Gadis itu terdiam sejenak mendengar nama pria yang membantunya tadi. "Oh, Caron, Caron O'Niell. Salam kenal William," jawabnya sembari mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

"Senang berkenalan denganmu, Miss O'Niell," Will mengambil tangan yang terjulur itu dan mengecup ringan punggung tangan Caron, sebuah kebiasaan yang diajarkan turun temurun dalam keluarganya dan tentu saja sudah berakar dalam dirinya.

Sedikit terkejut menemui hal yang tidak biasa ini, Caron kemudian kembali melanjutkan, "Panggil saja Caron. Tidak perlu terlalu formal, William."

"Baiklah, Caron. Kalau begitu, panggil saja aku Will," jawab Will setelah ia melepaskan tangan yang dikecupnya tadi dan tersenyum pada lawan bicaranya.

"Senang bisa bertemu denganmu, Will. Maaf aku tidak bisa mengobrol lama, aku ingin mengunjungi beberapa tempat."

"Oh, maaf telah menyita waktumu. Sebenarnya aku juga harus pergi ke suatu tempat. Semoga harimu indah, Caron."

Mereka lalu kembali meneruskan perjalanan masing-masing. Will menuju rumah pamannya, Regis, seorang pengusaha pertambangan yang terkenal bernama Regis' Mining Company.

.-=*,=,*=-.

Tidak lama setelah pertemuan singkat dengan pendatang baru tadi, Will tiba di rumah Regis atau lebih tepatnya Regis' Mansion dengan ukuran yang jauh lebih besar dari rumah-rumah penduduk kebanyakan. Sebuah kebun kecil berisi beberapa pohon dan tanaman-tanaman berukuran kecil membatasi daerah rumah Regis dengan jalan di Sprout Island. Bangku taman berwarna abu-abu muda diletakkan di dalamnya, air mancur kecil yang walaupun sedang tidak mengalirkan air terletak di dekat bangku taman itu. Rerumputan, semak-semak dan pepohonan tertutup oleh salju, tetapi mereka tetap berjuang melawan dinginnya angin musim dingin. Pada musim semi nanti, jerih payah mereka akan berbuah. Kebun ini akan kembali menampilkan flora indah yang ada di dalamnya.

Tok, tok.

Pintu kayu berwarna coklat tua itu diketuk, dan tidak lama kemudian muncul seorang gadis dengan tinggi tidak lebih dari bahu Will dari balik pintu itu. Ia mengenakan gaun ungu panjang bermotif kotak-kotak dan sweater dengan warna pink muda.

"Ya?" tanya gadis itu.

"Selamat pagi, Sabrina. Apakah paman ada?" tanya Will pada Sabrina, sepupunya. Gadis berambut hitam mengkilat yang diikat setengah ke belakang dengan sebuah pita besar berwarna pink itu mengangguk dan membuka pintu lebih lebar lagi, mempersilahkan Will untuk masuk ke dalam.

"Ayah ada di ruang kerjanya. Masuklah, Will," tawar Sabrina dengan seulas senyuman manis di wajahnya.

"Terima kasih, Sabrina," balas Will dengan seulas senyuman pula. Ia lalu melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Regis, tidak jauh dari pintu masuk, hanya sedikit berjalan dan sekali berbelok.

Tidak hanya bagian luar Regis' Mansion yang terlihat elegan dengan cat berwarna lavender dan taman bernuansa klasik, bagian dalam Regis' Mansion penuh dengan beragam benda-benda antik. Di setiap penjuru dindingnya selalu terdapat lukisan, pemandangan, hewan, bahkan ada beberapa lukisan diri Regis. Vas-vas indah menghiasi setiap sudut mansion itu, entah dari negara mana saja vas itu berasal, berbagai macam budaya terukir pada setiap vas. Ornamen-ornamen kecil maupun besar berada di berbagai tempat, berbagai macam corak, berbagai macam bentuk. Karpet berwarna merah marun melapisi lantai dasar Regis' Mansion. Hiasan lampu berwarna emas tergantung di langit-langit, tetapi bukan itu sumber cahaya yang menerangi Regis' Mansion ini. Beberapa jendela berukuran besar dihiasi gorden berwarna merah tua yang digulung ke samping, jendela-jendela ini merupakan sumber masuknya sinar mentari ke dalam Regis' Mansion.

Tok, tok.

Terdengar suara pintu ruang kerja Regis diketuk. "Paman Regis? Ini aku, Will," panggil Will dari balik pintu berwarna putih itu.

"Masuklah," terdengar suara Regis dari dalam.

Will membuka pintu ruang kerja Regis dan mendapati pamannya sedang memandang keluar jendela yang terletak di balik meja kerjanya. Ruang kerja Regis sebenarnya berukuran besar bila tidak dipenuhi dengan sofa dan meja di tengah-tengah dan berbagai rak buku di sekelilingnya. Meja kayu berwarna coklat tua dengan sofa berwarna hitam di belakangnya, di tempat itulah Regis biasanya bekerja.

Regis memiliki rambut hitam pendek, postur tubuhnya ramping dan tegap. Bila dibandingkan, ia sekitar 10 cm lebih tinggi dari Will. Kemeja berwarna coklat dan celana bahan berwarna sama, dilapisi dengan cape panjang berkerah tinggi berwarna coklat juga. Untuk mudahnya, Regis memiliki figur tidak jauh dari seorang vampir dalam film-film lama yang tinggal dalam sebuah puri angker di suatu daerah pedalaman dan hal ini sangat didukung oleh kulitnya yang berwarna pucat.

"Duduklah, William," kata Regis sambil mengarah pada sofa yang terletak di tengah-tengah ruangan.

Will membalas dengan sebuah anggukan kecil, ia lalu berjalan menuju tempat yang ditunjuk oleh pamannya tadi. Ada dua buah sofa untuk satu orang dan sebuah sofa untuk tiga orang mengitari sebuah meja kaca kecil. Will memilih untuk duduk di sofa untuk satu orang yang letaknya berseberangan dengan sofa untuk satu orang lainnya. Menempatkan dirinya di posisi yang nyaman, lalu menunggu pamannya untuk duduk juga.

Regis kemudian duduk di sofa yang terletak berseberangan dengan sofa yang diduduki Will. Ia lalu menatap keponakannya dalam-dalam.

Menghela napas, Regis memulai pembicaraan, "Tadi malam, orang tuamu menelepon. Mereka menyuruhku untuk menyampaikan suatu hal padamu."

Will tidak menjawab, hanya mengangguk kecil dan kembali menunggu pamannya melanjutkan.

"Kedua orang tuamu ingin kau segera menentukan pasangan hidupmu. Mereka ingin kau sudah menentukan pilihanmu hingga akhir winter tahun depan. Bila hingga saat itu kau belum menentukannya, mereka yang akan memilihkan seorang istri untukmu. Saat ini pun mereka sudah menyiapkan beberapa calon dan sedang memilah-milah untuk mencari yang terbaik untuk kau nikahi," jelas Regis.

...

...

...

Hening. Waktu serasa berhenti selagi Will mencerna kata-kata yang baru saja keluar dari mulut pamannya.

"Pasangan hidup? Menikah?"

-=.First Painting : Meeting.=-


Yeah, saya bingung sama cara ngomong Will klo ditranslete ke bahasa Indo -_-; tolong dikasih tau klo ada yang OOC ya! Trus baju Sabrina itu dress atau sekadar onepiece? Trus yang dipake OC saya itu juga dress atau onepiece? Onepiece itu sebenarnya definisi untuk baju model apa? *frustasi sendiri*

Third POV kayaknya memaksa saya untuk ber-OOT ria di berbagai tempat yang butuh deskripsi~ antara senang dan ngak nih, tapi kayaknya kalimat2nya bagus dan nyambung2 aja sama suasana sih :) tapi yang tulisan2 ngaco yang saya tulis itu diitung OOT ngak ya?

Masalah rumahnya Regis, itu ngasal. Saya cuma sembarang nginget2 rumahnya Regis trus dibikin plus2 X9 ternyata deskripsinya bisa panjang banget. Wkwkwk, bisa banyangin? Saya aja susah XD

Umm... Aneh ngak pertemuannya? Alur ceritanya juga kayaknya biasa aja ya -.- disuruh nyari pendamping gini gitu. Habis cuma ini yang kepikiran, klo ada ide tolong bagi2 ya. Karena cerita ini bakal mandek cuma sampai disini klo saya ngak dapet ide apa2.

Btw, klo mau ngeliat kayak gimana sih OC buatan ni author yang warna rambutnya melenceng dari hukum alam (dan entah kenapa bisa sama kayak warna rambut dan warna mata H.G), saya ada gambarnya tapi hitam-putih. Klo diwarnain feelnya jadi beda -.- dan saya ngak ada mood buat ngewarnain... klo ada yang mau bantu sih, silahkan sekali. Linknya ada di profile saya, silahkan dilihat :)

Review, guys? :) Bilang aja klo fictnya gaje atau apapun, ngak usah malu2, saya terima semua pujian dan makian dengan tangan terbuka :D