Hikari: Om, minta Sasuhina-nya ya?*kitty eyes no jutsu*

Kishimoto: *deathglare

Hikari: *Nelen ludah* ngak jadi deh… Q minjem aja bentar

Pairing: Sasuhina

Gendre: romance/general

Rating: T(15+) sesuai mood author*dibom*

Warning: OOC, AU, Typo mungkin akan ditemukan, gaje, dll.

Happy reading aja deh (^_^)V

"Apa dia masih hidup?"

"Tentu saja, hei… Hinata jangan mengganggunya!"

Dua orang bocah tengah berdiri di depan sebuah ranjang susun dimana terdapat seorang anak laki-laki yang terbaring lemah tak sadarkan diri. Gadis mungil bernama Hinata terus saja memperhatikan wajah 'cantik' bocah laki-laki itu, dengan wajah polosnya Hinata mengamati anak laki-laki itu seolah menunggunya untuk bangun.

Karena rasa penasaran yang besar, gadis beriris lavender itu mengarahkan telunjuknya, menekan-nekan pipi gembung bocah itu.

"Hei, hei…. Apa kau sedang tidur?" tak ada jawaban, Hinata mengerucutkan bibirnya. "Dasar sombong." Omelnya.

"Hinata, dia itu sakit. Jadi tidak bisa bangun… kau jangan mengganggunya, sebaiknya kita turun. Pasti kue buatan Nee-san sekarang sudah matang!" ujar bocah laki-laki di sebelah Hinata yang terlihat lebih tua.

"Benar juga!" mata Hinata berbinar senang, kepalanya menoleh kembali ke bocah yang masih terbaring tak sadarkan diri itu. "Nanti, kalau kamu sudah bangun aku akan memberikan sebagian kueku untukmu!" lalu Hinata berjalan keluar sambil bergandengan tangan dengan anak laki-laki tadi.

Hinata berjalan dengan riang menuju kamar yang tadi di kunjunginya. Di kedua tangannya terdapat piring kecil berisi cake strowberry yang terlihat menggiurkan, seperti janjinya, ternyata anak laki-laki yang sempat pingsan tadi akhirnya sadar. Dengan wajah ceria Hinata berniat membagikan cake-nya untuk bocah itu, walaupun sebenarnya Hinata sama sekali tidak mengenak anak laki-laki itu.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, gadis berusia 7 tahun tersebut masuk dan mendapati penghuni kamar yang tengah duduk setengah berbaring di ranjangnya. Wajah datar bocah tersebut tak menyurutkan niat baik Hinata untuk membagikan cake-nya.

"Aku senang kau sudah sembuh… ini Cake untukmu!" Hinata menyodorkan kuenya, mata kelam bocah itu sama sekali tak melirik Hinata maupun cake di tangan gadis mungil tersebut.

"…" bocah tersebut memegang kepalanya yang di perban.

Hinata memiringkan kepalanya bingung, "hei, kau mendengarku?" tanyanya memastikan.

"Aku tidak suka manis!" tegas bocah itu dingin.

"Ta-tapi ini cake buatan Nee-san, semua anak yang tinggal di sini juga menyukai makanan buatan Nee-san! Kau juga harus m-memakannya!" bujuk Hinata.

"Sudah aku bilang aku tidak suka!" teriak bocah itu sambil menepis tangan Hinata sehingga cake di tangan Hinata terjatuh dan menimbulkan suara benturan kaca dengan lantai marmer yang tidak pelan. Mata Hinata berkaca-kaca, ia menggigit bibir atasnya sambil menggembungkan pipinya yang terlihat amat imut, terlihat jelas di wajahnya yang tampak ketakutan sambil menggenggam kedua tangannya erat di depan dada.

"PERGI!" teriak bocah itu lagi.

Kini semua penghuni panti asuhan berbondong-bondong menuju tempat keributan. Hinata sudah tidak menahan tangisnya, sebaliknya ia justru menangis sekencang-kencangnya, duduk bersimpuh di depan cake-nya yang kini telah tercampur dengan debu.

"Kau jahat! Kau bukan anak baik, aku benci padamu… BENCI! BENCI! BENCI!" teriak Hinata berulang kali, hingga tak beberapa lama kepala panti asuhan datang dan langsung menenangkan keadaan.

"Amane, bawa Hinata-chan keluar!" perintah sang kepala panti, "Yang lainnya sebaiknya keluar, Sasuke masih butuh istirahat jadi jangan mengganggunya! Biar aku yang membersihkan tempat ini." tambahnya lagi dengan nada lembut.

"Baik Okaa-san" Ujar mereka serempak dan langsung meninggalkan ruangan, sesaat Hinata dan bocah bernama Sasuke saling berpandangan. Hinata menatap benci ke arah bocah pemurung itu, sedangkan Sasuke menatapnya datar.

Seminggu kemudian, Sasuke telah benar-benar pulih, hanya saja perban di kepalanya masih ada. Meski begitu sikapnya jauh berbeda dengan anak-anak lain yang lebih suka bermain dan bersosialisasi dengan yang lainnya. Sifat Sasuke mudah marah dan sering menyendiri, dia juga tidak mau berbicara banyak dan tak pernah membiarkan siapapun menyentuh barang-barangnya.

Di lain hal, Hinata selalu menjadi objek yang menarik baginya. Kadang saat mereka berpaasan, Sasuke tidak mengalihkan perhatiannya walau tetap dengan espresi datar. Namun, Hinata mengacuhkannya dan seolah menganggap bahwa Sasuke itu tidak ada.

Tak pernah saling bercengkrama, bertegur sapa pun tak pernah. Namun entah mengapa seolah ada sebuah benang yang mengikat mereka untuk saling berkomunikasi dengan cara yang berbeda. Jika dulu Hinata sering terlihat ceria, di depan Sasuke kini ia lebih murung dan pendiam. Sasuke juga tak pernah terlihat tertarik dengan dunia, ia lebih memilih hidup di dunia yang di ciptakannya dari seorang gadis bernama Hinata.

Sebulan berselang, Hinata akhirnya di adopsi oleh sebuah keluarga sederhana yang tak memiliki seorang putri. Sejak saat itu, sifat Sasuke semakin sulit di mengerti bahkan para pengurus panti asuhan tidak dapat menanganinya. Sasuke yang sering menyendiri, Sasuke yang sangat mudah emosional, Sasuke yang suka mogok makan sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi.

Tak beberapa lama, datang seorang pria muda bernama Obito yang mengakui dirinya sebagai wali Sasuke dan hendak membawa Sasuke kembali ke kediaman Uchiha.

XD

XD

XD

12 tahun kemudian…

"Happy birthday to you… Happy birthday to you… Happy birthday, Happy birthday, Happy birthday to you…" halaman luas rumahku yang biasanya tenang di malam hari, kini di isi oleh lautan manusia yang membuatku merasa muak.

Hari ini adalah peringatan hari ulangtahunku yang ke 20 tahun, walau sebenarnya aku tidak suka pesta. Namun, tetap saja mereka memaksakan kehendak untuk membuat perta besar-besaran yang menurutku sangat membosankan.

Namaku Uchiha Sasuke, sejak usia 8 tahun aku telah hidup seorang diri dan hanya ada seorang pria yang menjadi orang kepercayaan keluargaku sejak dulu. Kecelakaan tragis yang merenggut kedua orang tua dan kakak laki-lakiku membuatku berubah menjadi sesorang yang dingin dan kasar.

Menjadi satu-satunya orang yang selamat dalam kecelakaan itu justru membuat hidupku benar-benar sengsara, seolah aku sudah tak bernyawa lagi meski aku masih hidup.

Setelah Obito –pelayan pribadiku, akhirnya menemukanku di panti asuhan yang terletak di pinggir desa Oto, dia membawaku kembali ke Tokyo dan membimbingku untuk mengurusi perusahaan Uchiha di usiaku yang masihlah sangat muda.

Meski begitu aku tak banyak mengeluh, atau lebih tepatnya aku tidak pernah mengeluh. Sebaliknya, perusahaan yang sebelumnya hampir mengalami kebangkrutan seiring waktu kembali normal bahkan mengalami laba yang tidak sedikit.

Normal POV

"Sasuke-sama, apa ada yang salah? Apa anda tidak menyukai pesta ini?"

"Hn." Sasuke memilih duduk di ayunan dekat kolam renang luas rumahnya dari pada menghadiri pesta ulangtahunnya sendiri, Obito menghela nafas panjang. Ia tahu benar seperti apa sifat tuannya jika sedang bad mood seperti ini, mau di bujuk seperti apapun juga, Sasuke tidak akan sudi untuk sekedar menyapa para tamu jika bukan karena kemauannya sendiri. "Apa dia sudah datang?" tanya Sasuke tanpa menolehkan kepalanya.

"Maaf Sasuke-sama, tapi sepertinya hari ini Nona tidak datang." Terdengar suara decakan dari Sasuke,"Apa perlu saya meng-akhiri pestanya?" Obito dengan setia berdiri di belakang tuan mudanya.

"Terserah saja." Ujar Sasuke datar, ia berdiri lalu berjalan masuk kedalam rumahnya, beberapa maid yang berpapasan dengannya membungkuk hormat sebelum akhirnya kembali berjalan.

Di lain tempat.

Hinata berjalan membawa baskom berisi air hangat dan sebuah handuk kecil. Setelah duduk di pinggiran ranjang, Hinata mulai memesukkan handuk tersebut kedalam baskom dan memeras airnya untuk kemudian di kompreskan pada kening wanita yang tengah terbaring sakit.

"Maaf, Hinata-chan…" ujar wanita itu lirih sambil menatap putrinya sendu.

Hinata tersenyum tipis, dengan lembut ia membelai rambut wanita lemah itu. "Ne, kaa-san harus segera pulih… aku tidak mau melihat Kaa-san menderita begini!"

"Kau gadis baik. Aku jadi merasa malu sudah banyak merepotkanmu!" raut sedih terpancar jelas di wajah wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.

Hinata menggeleng lemah, "Justru aku bangga bisa memiliki ibu yang sangat menyayangiku dan bisa menjadikanku gadis yang kuat dan tegar." Hinata meletakkan telapak tangan wanita yang telah menjadi ibunya itu di pipinya. "Aku sayang Okaa-san!" bisik Hinata, membuat Kurenai –Ibu angkatnya tersenyum lembut dan menutup mata perlahan hingga terdengar dengkuran halus.

Setelah memastikan ibunya benar-benar terlelap, Hinata keluar dengan hati-hati berusaha tidak menimbulkan suara.

"Bagaimana keadaannya?"

"Ah_" Hinata memekik pelan, terkejut mendengar seseorang menegurnya dari belakang saat ia akan menutup pintu. "Kau mengagetkanku!" ujarnya sedikit kesal.

"Aku tanya bagaimana keadaannya?" tanya orang itu lagi sedikit kesal.

"Sejak kapan kau peduli pada Kaa-san? B-bukankah kau berharap kalau…" Hinata tidak melanjutkan ucapannya, terlalu takut akan apa yang akan di ucapkannya kelak menjadi kenyataan.

"Diam! Ini sama sekali tidak ada urusannya denganmu!" dengan cepat pria itu menyeret Hinata menuju kamarnya. mendorong Hinata hingga punggung gadis indigo itu menubruk tembok di belakangnya. "Yang harus kau lakukan adalah menjadi milikku, seutuhnya" bisik pria itu tepat di telinga Hinata.

"Jangan harap!" ujar Hinata sambil mendorong tubuh pria itu menjauh darinya, "K-kau terlalu bangga dengan ke-kebusukan hatimu, Sai! Kau, kau tak pantas untuk menjadi putra Kaa-san. Bahkan k-kau tak pantas untuk di lahirkan olehnya." tambah Hinata sinis.

"Diam kau!" bentak Sai, di paksanya wajah Hinata menghadapnya dengan menarik dagu gadis yang tengah terpojok itu. Sai tersenyum sinis, "kau cantik sekali… sayang kau terlalu keras kepala hingga membuatku muak!"

"…"

"Kau tahu, aku sangat menginginkanmu… bahkan sejak pertama kau datang di kehidupanku!" Sai menumpukan keningnya di bahu Hinata, Hinata tak bergerak, bukan berarti dia tak menyukai Sai. Sebaliknya, ia sangat membenci saudara angkatnya awal, Sai memang memiliki niat buruk pada Hinata. Di usianya yang ke-14 tahun, Sai pernah nyaris memperkosanya namun gagal karena kedua orangtua mereka yang tiba-tiba datang. Setelah ayah mereka meninggal, dan Ibunya yang sering sakit-sakitan, Sai semakin berani untuk melakukan pelecehan pada Hinata. Meski berhasil menghindar, namun Hinata tidak yakin sampai berapa lama ia tetap bisa bertahan.

Hingga di usianya yang ke 16, Hinata memutuskan untuk tinggal sendirian di sebuah apartemen sederhana. Tidak ingin membuat ibu angkatnya sedih atas kejadian sebenarnya, Hinata memilih berbohong dan mengatakan bahwa ia ingin hidup mandiri.

Dan sekarang, Hinata kembali di himpit oleh Sai ketika ia datang untuk mengunjungi sang ibu yang kembali terbaring sakit.

"Jangan menggangguku lagi, Nii-san!" ujar Hinata menekankan kata-kata terakhirnya.

"Tapi aku merindukanmu Hime." Bisik Sai tanpa mengubah posisinya.

"Maaf, aku harus segera pulang." Ujar Hinata datar.

"Aku antar!"

"Tidak usah!"

Sai tidak menjawab, ia memeluk tubuh Hinata erat. Saat merasakan jari-jari Sai yang menjalari tubuhnya, Hinata sesegera mungkin menepisnya, mendorong tubuh Sai sekuat mungkin dan berlari keluar tanpa menoleh sedikipun.

"Kau tak akan bisa lari terus-menerus… Hime!" Sai menyeringai atas ucapannya.

XD

XD

Saat sampai di depan koridor apartemen miliknya, Hinata di kejutkan oleh dua orang pria berpakaian formal, merasa yakin jika dua orang tersebut belum menyadari keberadaannya, Hinata buru-buru melangkah meninggalkan tempat itu. Ia tentu tahu siapa kedua orang itu, merekalah pengawal Sasuke yang selalu menuruti perintah tuan mudanya untuk menyeretnya kepada sang Uchiha yang memiliki tabiat pemaksa itu.

Saat sampai di persimpangan koridor, Hinata kembali di kejutkan dengan berdirinya sosok tinggi tepat dihadapannya. "Kau ingin lari?" ujar orang itu dingin sambil melipat kedua lengannya didepan dada.

"Tu-tunggu dulu.. a-aku…" Hinata memundurkan langkah demi langkahnya hingga punggungnya menubruk tembok di belakangnya berusaha menjauhi pria sombong yang dikenalnya sebagai Uchiha Sasuke, orang yang beberapa hari ini ingin ia jauhi setiap jantungnya berdetak kencang.

"Sebaiknya kau mempunyai alasan tepat karena semalam kau tidak datang."

"Se-semalam?" tanya Hinata berpura-pura tidak ingat.

"Hn."

"A-ah, a-aku lupa j-jika kemarin h-hari ulang tahunmu… o-omedatte ne," Hinata tersenyum memaksa, ia berjalan menyamping berusaha menghindari jarak yang diciptakan Sasuke.

"Jadi.." bisik Sasuke menggoda saat ia berhasil mengurung Hinata diantara lengannya dan tembok bercat putih dibelakang gadis manis itu. dengan susah payah Hinata menghindari tatapan Sasuke yang seolah ingin menelannya kedalam bola mata berwarna kelam itu. "Kau tahu jika aku menunggumu.. hmm?"

"Aa.. a-aku, ah a-aku tidak punya ga_"

"Harusnya paket gaun yang kukirimkan sudah kau terima," potong Sasuke cepat. Wajah angkuhnya menggambarkan jika ia bukan tipe orang yang mudah menerima penolakan. Hinata menunduk, mencari-cari alasan tepat untuk menghindari pertanyaan Sasuke. "Hi-na-ta.." tubuh Hinata bergetar saat hembusan nafas hangat Sasuke menyentuh permukaan kulit pipinya, digigitnya bibir bawahnya kemudian melepaskannya perlahan membuat bibirnya terlihat berkilau.

"Oh, iya-iya.. aku mengerti. Baiklah, oh… benarkah? A~aaa…"seorang pria yang baru keluar dari kamar apartementnya dengan sebuah ponsel yang ditempelkan di telinga kanannya hanya melongo saat melihat pemandangan yang tersuguh di hadapannya.

"S-Sashu, hmnn.." Hinata menggeliat ditempatnya, mulutnya terasa penuh saat lidah Sasuke menyeruak membelai setiap inci dalam mulut mungilnya. Hinata dapat mengecap rasa pedas di lidah Sasuke, menimbulkan sensasi aneh dalam rongga mulutnya yang terbiasa dengan rasa manis.

Hampir 10 menit Sasuke tak henti melumat bibir merah gadis yang tampak terengah-engah olah nafasnya sendiri. Hingga dengan perlahan, Uchiha bungsu melepas bibirnya menciptakan benang saliva yang menurutnya sangat indah *=.="*. Keduanya sama-sama terengah, saling bertukar nafas panas dengan wajah memerah menahan panas. Terlebih lagi wajah Hinata yang tampak menggelap karena memerah, tubuhnya begitu lemas seolah ia ingin pingsan, bibirnya juga terlihat membengkak akibat ulah Sasuke.

"Itu sebagai ganti karena kau tidak datang." Ujar Sasuke menyeringai lebar, selang beberapa saat ia kembali mengecup bibir gadis yang terlihat masih kewalahan dan sontak Hinata yang terkejut dengan gerakan tiba-tiba Sasuke hampir tersedak. "Dan itu sebagai kado ulang tahun yang tak kau berikan."

"K-kau benar-benar pe-pervert." Bisik Hinata sambil menutup bibirnya dengan lengan kanannya.

XD

XD

XD

"Aahh~ b-bagaimana ini?" keluh Hinata saat menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin kamar mandi, sudah lebih dari setengah jam ia berada di sana dan belum beranjak sama sekali. Bagus, sekarang bibirnya bengkak karena ulah orang itu.

Sasuke Uchiha.

Bluush..

Mengingat namanya saja sudah membuat wajah Hinata memerah tak karuan. Bayangkan saja, seorang Uchiha Sasuke, pengusaha muda yang memiliki harta yang tak akan habis sampai tujuh turunan, wajah tampan yang begitu digilai banyak kaum hawa, tubuh tinggi yang sesuai dengan bentuk tubuhnya serta kejeniusan yang tidak diragukan lagi. Benar-benar sosok yang sangat dekat dengan kata sempurna.

Lalu, bagaimana bisa seorang Hinata, gadis biasa yang tidak memiliki marga dapat berada di dekat sang pangeran iblis?

-.-

-.-

-.-

-.-

Jawabannya adalah…

Tbc

(Dikyorok readers)

Hoy..hoy..hoy…

Hikari balik bawa fic baru(nunjuk-nunjuk dokumen).. sebenarnya masih mau hiatus, tapi ngak tau kenapa saya lagi pengen publish fic ini. Ok dimohon jangan harap fic ini bisa update cepat ya, soalnya author masih dalam modus ngak mood nulis*tendanged*

Silahkan bagi yang mau memberikan komentar tentang fic ini, apapun itu saya bakal terima(masang muka nelangsa).

Arigatou sudah membaca, RnR jangan lupa ya?

LANJUT atau DELETE?

ARIGATOU

HIKARIkawaiiCHAN