Jealous!

Terinspirasi dari sebuah kata: "Jealous"

Hari ini si Fullmetal datang lagi ke kantorku. Seperti biasanya, hanya sekedar untuk memberikan laporan yang hanya terasa sebagai sebuah kebohongan bagiku. Dia tidak pernah ingin menceritakan kenyataan yang dihadapinya bersama dengan adiknya itu, Al. Bahkan, dia hanya memberi laporan saja, tidak lebih. Ia tidak pernah menceritakan hal-hal di luar pekerjaan, seperti misalnya masalahnya dengan adiknya, mungkin tentang wanita, atau…. ah, sudahlah! Mana mungkin si cebol itu bicara soal itu.

"colonel, apa yang sedang anda pikirkan?" Tanya letnanku, Hawkeye (walau aku sangat ingin memanggilnya Riza) yang kemudian memecah lamunanku.

"oh, maaf…. Aku tak apa-apa. Jadi, apa keperluanmu kemari, Fullmetal?" tanyaku pada si cebol yang berdiri di depanku.

"baiklah. , colonel. Berapa kali aku harus mengulanginya di depan telingamu dengan berteriak sekeras-kerasnya agar kau bisa mengerti!" balasnya kesal tanpa kumengerti apapun.

"mungkin anda sedang melamun saat Edward memberikan laporannya, sir. Maaf Ed, sepertinya colonel tidak menangkap perkataanmu barusan," kata Riza memberi keterangan kepada kami berdua.

"semua laporanmu telah kucatat, Ed. Terima kasih," tambahnya.

"….baiklah. Aku pamit dulu," kata si Fullmetal sambil bangkit meninggalkan kursinya. Dia langsung menjadi tenang sesaat setelah Riza berbicara dengannya.

"Baiklah, Fullmetal. Kau boleh pulang," balasku dengan cuek seperti yang dikatakan orang lain tentangku. Sesaat sebelum ia meninggalkan ruanganku, ia kembali lagi entah apa maksudnya.

"oh, ya…colonel, boleh aku pinjam Lt. Hawkeye sebentar?" katanya. Hal yang sampai membuatku dan Riza terkejut.

"kalau boleh tanya, apa urusanmu dengannya?" tanyaku pada si Fullmetal.

"nggak boleh tanya!" jawabnya agak judes, menurutku. Sesaat aku dan Riza berpandangan.

"colonel, apa anda memberikan ijin pada saya?" Tanya Riza padaku. Sesaat aku berpikir.

"baiklah. Tapi, jangan buat aku khawatir ya…" jawabku.

"terima kasih colonel!" seru si cebol itu sampai membuatku kaget ½ hidup. Padahal, ia belum pernah mengucapkan kata-kata mulia itu sebelumnya. Sama sekali tidak pernah.

"saya permisi dulu, sir…" kata-kata itulah yang kudengar darinya, terakhir sebelum ia meninggalkan ruanganku bersama si Fullmetal. Entah apa maunya….

1 jam kemudian……

Ya ampuuuuun! Ngapain sih si Fullmetal itu! Sudah satu jam niiiihhhh! Memangnya dia ada urusan apa ya dengan Riza-ku tersayang? Sampai satu jam? Tenang…tenang…. Baru satu jam!

2 jam kemudian….

Aduh… kenapa Riza belum kembali juga sampai sekarang! Sudah 2 jam lewat 4 menit 36 detik! Ngapain sih! Apa mereka mempunyai hubungan khusus? Coba pikir…..pikir….

Poin 1: Riza tidak pernah memanggil Fullmetal dengan gelar, jabatan, bahkan nama keluarga. Tiap kali bertemu, selalu saja…Edward. Padahal, semestinya ia memanggilnya dengan Fullmetal; seperti yang biasanya kulakukan, atau Mayor Elric, jika itu memang tidak terlalu aneh untuk panggilannya…. Tapi, kenapa dia memanggilnya Edward, atau kadang hanya disebutnya sebagai Ed?…. Kenapa?

Poin 2: si Fullmetal selalu bisa menahan amarahnya bila Riza yang bilang begitu. Jika Riza yang bilang, ia bisa kembali jinak(?) Aku sih juga begitu, tapi…. Aku 'kan memang menganggapnya lebih dari sekedar bawahan saja! Apa jangan-jangan si Edward juga begitu?

Selesai berpikir.

(panic!) Gawat! Aku merasakan sesuatu yang enggak beres di antara mereka berdua! Jangan-jangan mereka itu……… Tapi, nggak mungkin lah! Riza itu 'kan kira-kira umurnya hampir sama denganku! Lalu, si Fullmetal itu 'kan masih umur 10 tahun, kan? Eh, bukan. Mengingat tubuhnya yang emang sejajar dengan anak umur 10 tahun, jadi salah duga. Dia 'kan baru 16-17 'kan? Apa mungkin?

Dengan segera, aku meninggalkan military office-ku. Dengan Havoc yang menggantikanku di posisi pemimpin, rasanya aku (agak) yakin. Biasanya Riza yang menggantikanku bila memang saatnya. Aku segera menuju pusat East City, yang merupakan pusat perbelanjaan utama di East City, atau bisa disebutkan juga sebagai tempat paling ramai di East City.

Sesampainya di sana, rasanya aku tak percaya apa yang mereka berdua lakukan. Riza, tidak mengenakan seragam militernya seperti saat ia meninggalkan kantorku, sedang bercanda dan bercakap-cakap bersama si Fullmetal dengan sangat senang. Begitupula si Fullmetal. Jauh kelihatan lebih ceria dibandingkan biasanya. Aku jadi ragu untuk mengganggu kesenangan mereka berdua. Apalagi, si Fullmetal sepertinya sangat menaruh perhatian pada Riza. Lihatlah berbagai bungkusan yang dibawanya, juga wajah Riza yang teramat senang, tidak seperti saat ia berbicara denganku.

Saat itu aku tak tahu harus berbuat apa. Rasanya hatiku benar-benar hancur. Melihat satu-satunya wanita yang kucintai berduaan dengan seorang dari bawahanku (yang tak pernah mau patuh) dengan perasaan gembira yang sebelumnya belum pernah kulihat. Aku tak bisa menghancurkan kebahagiaannya karena keegoisanku, tapi…. Aku tak rela membiarkannya! Aku jadi sungguh bingung menghadapi hal ini. Aku benar-benar bingung. Akhirnya, keegoisankulah yang menang. Aku harus menghadapi kenyataan…

"co…colonel…" kata Riza tak percaya melihatku yang sedang menunggu mereka, tepat di depan café yang baru saja mereka hampiri.

"Hawkeye….bukankan sudah kukatakan agar tidak membuatku khawatir?" tanyaku pelan tanpa semangat.

"aa...maaf, colonel…tapi…." Kata si Fullmetal mencoba menjelaskan, namun sudah kupotong dulu perkataannya.

"Fullmetal, ini bukan urusanmu…. Pergilah," Balasku.

"Lalu apa! Urusan ini merupakan urusanku juga! Akulah yang bertanggung jawab atas Letnan sekarang ini! Jika kau memang ingin menjatuhkan hukuman padanya, berikan saja padaku!" balas si Fullmetal dengan kesal. Aku baru menyadari, ternyata sampai sejauh itu rasa cintanya pada Riza.

"Edward!" seru Riza kaget.

"Jadi, rupanya kalian sudah lama merahasiakan hal ini dariku ya!" balasku tanpa bisa menahan amarah lagi.

"Lho? Merahasiakan apa yang sudah lama?" balas si Fullmetal dengan kebingungan.

"Eh?" tanyaku yang lebih kebingungan lagi daripada dia.

"memangnya apa yang kau maksudkan sih, colonel?" tanyanya berlanjut. Sepertinya aku baru saja salah paham terhadap mereka.

"jadi, rupanya kalian tidak….." kataku dengan ragu. Mendadak si Fullmetal dan Riza kaget.

"Memangnya kamu pikir kita ini…."

"oh, tidak! Tidak ada apa-apa kok!" kataku memotong perkataan si Fullmetal yang bertanya agak ragu.

"colonel….jangan-jangan kamu ini…….. cemburu, ya?" Tanya si Fullmetal sekali lagi. Mendadak aku malu atas kesalahan ini, apalagi setelah aku lihat, Riza memalingkan mukanya yang blushed itu. Apa Riza memikirkan hal yang sama denganku?

"Ti…tidak! Aku sama sekali tak cemburu!" kataku menyangkal, karena aku benar-benar malu untuk menyatakannya dengan cara konyol semacam ini….

"benar nih?" Tanya si Fullmetal sekali lagi, membuatku semakin kesal.

"benar! Memangnya kau pikir aku bercanda!" balasku kesal.

"Oooh….benarkah? Jadi, Letnan boleh jadi milikku 'kan?" kata si Fullmetal sekali lagi.

"TIDAK!" kataku dan Riza, kira-kira dengan batas waktu 0.0001-13 detik. Ternyata, dia juga berpikiran sama denganku….. berarti, apa dia juga mencin…..tidak! mana mungkin!

"Tenang saja, colonel. Aku tak akan merebut letnan darimu…." Sindir Fullmetal padaku, walau nampaknya Riza juga harus kena getahnya.

"huh…memangnya kalian ini ngapain sih? Sampai sore begini…." Balasku untuk ganti topic.

"oh, saya…."

"Ssshh, letnan! Ini 'kan rahasia kecil kita…." Bisik si Fullmetal sebelum Riza menyelesaikan perkataannya.

"Ada apa sebenarnya!" bentakku kesal, sebab mereka masih terus-terusan merahasiakan sesuatu padaku.

"Ti…tidak ada apa-apa…." Lanjut Riza gugup.

"…..baiklah kalau kalian masih mau tutup mulut, tapi…."

"tenang saja! Aku nggak ngapa-ngapain letnan kok!" potong Fullmetal sebelum aku selesai bicara, bahkan dengan suara yang sangat lantang.

"baiklah. Letnan, ayo pulang. Sudah malam," kataku mengajak Riza kembali, jadi setidaknya aku punya waktu untuk berdua saja dengannya. Maklum, sepertinya sesuai dengan kata si Fullmetal bahwa aku cemburu….

"Ed, aku permisi dulu…." Kata Riza berpamitan pada Ed.

"Oh, ya! Letnan, terima kasih ya! Colonel, kau juga! Thank you!" seru si Fullmetal dari kejauhan. Aku hanya mengangkat sebelah tanganku, sedangkan Riza melambaikan tangannya.

"Oh, ya! Letnan, baju itu cocok sekali untukmu! Lain kali pakai lagi ya! Soalnya itu 'kan aku yang beli, khusus untukmu!" tambah si Fullmetal sekali lagi. Oh, rupanya baju itu dari si Fullmetal………………………………………….WHAT? Nggak salah nih!

"terima kasih, Ed!" seru Riza membalas. Tidak seperti dia yang selalu diam….

"memangnya ada urusan apa sih? Ayo, kita cepat pulang…." Kataku. Riza mengangguk, tapi tak lama setelah itu…..

"colonel…. Bisa kita… ganti rute?" Tanya Riza.

"mm?" Tanyaku bingung. Tak lama setelah itu, dia menarik tanganku dan mengajakku melihat kebenaran itu…….

…………………………………………………………………..to be continued…………

Selesai! Ini baru chapter 1, jadi jangan keburu bingung ya…. Masih ada lanjutannya kok. Ternyata bisa juga bikin EdxRiza…… Seperti yang kalian tahu, kali ini Roy yang jadi tokoh utamanya, dapat dilihat dari segi "aku"-nya (ngga tau kenapa, jadi inget pelajaran semasa SMP dulu….) tapi, nanti yang bakal jadi main chara di next chapternya itu Ed, jadi…….tunggu aja!