Hana no Himitsu (c) Eternal Dream Chowz

Naruto © Masashi Kishimoto

I gain no profits for making this fanfiction.

Genre: Romance

Rate: T

Pairing: Sasuke U. X Hinata H.

Warning: OOC, rush plot, AU

.

..

...

"Ah, hari ini juga ya ..."

Seorang pria berambut raven keluar ke teras rumahnya, menatap kotak surat dan tersenyum tipis. Tangannya meraih sesuatu dari tepi lubang surat. Setangkai bunga rupanya. Bunga itu dibawa masuk ke dalam rumah.

Sekuntum bunga selalu disematkan di kotak surat yang berada di sebelah pintu masuk. Uchiha Sasuke, 23 tahun, selalu bertanya-tanya dalam hati. Siapa sekiranya iseng menaruh bunga setiap hari untuk dirinya. Bunga yang disematkan itu sama jenisnya, hanya saja warnanya akan berbeda-beda tiap harinya. Terkadang merah, suatu kali berganti menjadi ungu, lalu kuning, esoknya malah putih. Begitu acak namun indah di saat bersamaan.

Sasuke mengumpulkan mereka dalam satu wadah kaca yang diisi air. Tidak banyak yang mengetahui bahwa dirinya cukup menyukai bunga. Hanya ibu dan saudara lelakinya yang tahu karena ia kerap membantu ibunya merawat mawar dulu.

Bunga itu membuat Sasuke penasaran, hingga suatu kali ia menanyai seorang pegawai di toko bunga. Nama bunga itu unik. Linaria bipartita, katanya. Sering disebut juga toadflax. Namanya begitu tidak biasa didengar, Sasuke putuskan menyebutnya Linaria saja. Lebih manis terdengar.

Bunga Linaria tidak berukuran besar seperti mawar atau daffodil, ia tergolong kecil, tersusun atas lima kelopak kecil yang menawan dan tersusun rapi di pinggir batangnya. Seolah-olah meminta diperhatikan oleh Sasuke karena dirinya tak terlalu mencolok seperti bunga-bunga indah lainnya.

Terhitung hari ini, Sasuke sudah menerima 12 tangkai bunga dari sang pengirim anonim. Menilai tidak ada niat buruk yang disampirkan bersama datangnya bunga itu, Sasuke tak menaruh curiga.

...

"Hei, Flower Boy!"

Julukan itu begitu menjengkelkan dan memalukan di saat yang sama. Sasuke tak bisa menghilangkan raut masam setelah melihat sahabat karibnya berteriak memalukan di lobi kantor sambil melambai keras padanya. Ingin mengelak pun terlambat sudah. Sasuke menyesal bercerita pada seorang Uzumaki Naruto.

"Hentikan itu, memalukan," ujar Sasuke sambil menjitak kepala Naruto dengan tabung berisi desain bangunan.

"Tumben datang ke sini, kau mau bertemu siapa?" tanya Naruto sambil menyeruput es kopi. Keduanya berjalan menuju lift.

"Kakashi." Jawaban itu begitu singkat, jelas Sasuke masih kesal padanya.

Naruto terkekeh. "Oh, ayolah, apakah kau masih menerima bunga itu?"

Sasuke mendelik, "Apa pedulimu."

Naruto pasrah, ketawa kecil saja. Temannya murka diejek dengan panggilan super kampungan. Ya saja lah, siapa yang masih memakai kata flower boy di Tokyo? Begitu nyentrik dan aneh, sama seperti kepribadian Naruto.

Keduanya sampai di lantai empat, hendak melangkahkan kaki keluar lift.

"Ah, p-permisi, boleh saya lewat?" Suara itu terdengar dari balik karangan bunga berukuran besar. Suaranya lembut dan sedikit tergagap, Naruto tersedak kopi, kaget.

Sasuke memberi jalan, sempat melihat seorang gadis mungil dengan rambut diikat ekor kuda, mengangkat karangan bunga yang tingginya hampir setengah dari tubuhnya sendiri. Sasuke menunggu di sisi lift sampai gadis itu berhasil masuk, berbalik badan menghadap pintu lift.

"Terima kasih." Suara itu terdengar saat kepala gadis itu menyembul dari samping karangan bunga, pintu hampir menutup.

"Sasuke, kenapa kau bengong?" Naruto jengkel menunggu Sasuke.

"Ah, tidak." Sasuke berjalan cepat menuju Naruto.

...

"Hai, Sasuke." Seorang pria berambut keperakan tengah duduk santai sambil membaca majalah.

Sasuke mendecak. Pria yang tengah duduk itu tertawa kecil kemudian meletakkan majalahnya.

"Pekerjaanku selesai, Kakashi-san," tandas Sasuke begitu meletakkan tabung berwarna hitam ke atas meja berlapis kaca.

"Otsukare," balas Kakashi santai sambil menerawang desain yang diberikan Sasuke.

Selagi Kakashi melihat-lihat desain itu, Sasuke bertanya. "Ada acara?" tanyanya singkat.

"Apa yang membuatmu berpikiran seperti itu?" balas Kakashi, menatap sejenak ke arah Sasuke.

"Aku lihat ada yang membawa karangan bunga."

Kakashi berpikir sebentar, "Oh, itu. Kalau tidak salah itu dipesan untuk acara makan malam nanti. Oh, ya, kau disuruh ikut. Jam delapan, oke?"

Oke, jidatmu. Dasar, Sasuke berusaha menghentikan mulutnya untuk tidak berkata kasar. Bagaimana bisa undangan seperti itu disampaikan sepuluh jam sebelum acara dimulai. Sialan benar rekan kerjanya yang satu ini.

Sasuke melihat pick up yang membawa bunga warna-warni di bawah. Mengingat sosok yang ia temui di lift tadi, ia semakin penasaran. "Kalau begitu aku ke bawah."

"Oh, oke. Kalau kau kembali ke atas, bawakan kopi ya. Pakai creamer dan gula agak banyak."

Setan. Siapa yang mau balik lagi ke kantormu untuk diperbudak.

Sasuke membanting pintu keras-keras lalu pergi secepat mungkin. Bodo amat dengan permintaan Kakashi.

...

Sasuke menjejakkan kaki di hall yang akan dipakai untuk acara nanti malam. Di sisi pintunya sudah disusun alat-alat yang akan dipakai untuk merangkai bunga. Ia mengamati lamat-lamat. Beberapa orang keluar dari lift dan berjalan ke arahnya, membawa kardus berisi bunga.

"Tolong letakkan di sana saja."

Perintah-perintah itu datang dari gadis mungil yang sempat Sasuke lihat tadi. Gadis itu memakai celemek berwarna biru muda, sarung tangan vynil bening, menggenggam nota kecil dengan pulpen mini bercorak beruang. Childish, tapi manis. Eh, Sasuke salah fokus.

"Permisi, Tuan, kami mau lewat." Beberapa pekerja menggotong kardus besar berisi vas-vas keramik, terhalang tubuh Sasuke yang seenaknya berdiri tegak di jalan menuju hall.

Sasuke menggeser tubuhnya, menggangguk sekali sebagai permintaan maaf. Gadis pendek yang berdiri di hadapannya itu terganggu, lantas melirik. Tatapannya jatuh pada Sasuke, menerka-nerka lantas menghampiri.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Dahi Sasuke mengerut tidak senang. Pak? Ia belum menyentuh usia kepala tiga untuk disangka sebagai bapak-bapak. Awshit.

"Umurku masih 23 tahun." Sasuke menyahut spontan.

"Ah, maaf. Namaku Hyuuga Hinata, dari florist HanaHyuu. Ada yang bisa aku bantu?"

Sasuke membenarkan dasinya, menatap singkat, "Uchiha Sasuke, aku bekerja di sini. Aku hanya ingin melihat-lihat dekorasi ..."

Ucapannya sungguh tidak meyakinkan. Lelaki jarang suka dengan hal-hal berupa dekorasi, alasannya barusan terdengar aneh. Hinata menggangguk, senyumnya mekar.

Keduanya saling bertukar kartu pengenal. Satu kartu penuh warna dengan corak bunga, satu lagi kartu putih bersih dengan ketikan nama yang tegas dan rapi.

"Anda suka bunga?" tanya Hinata antusias.

Sasuke membalas cepat, "Um, iya. Boleh aku melihat ke dalam?"

Hinata masih tersenyum, "Silakan saja, tetapi jangan berdiri di tengah jalan. Kami kesulitan mengangkut bunga dan vas ke dalam."

"Hinata-san, di pick up tidak ada perkakas." Seorang pegawai Hinata muncul dengan wajah kebingungan.

Hinata melihat catatannya, "Astaga, apakah tertinggal saat aku ada di belakang toko? Aku akan kembali dan mengambilnya, kalian susun saja semua box bunga ke sekitar panggung. Aku kembali lima belas menit lagi. Aku akan pakai taksi."

"Hinata-san, bagaimana kalau aku antarkan?" tawar Sasuke, mengingat dirinya sudah cukup mengganggu pekerjaan Hinata.

"Ah, tidak usah. Aku tidak mau merepot—"

Sasuke cepat memotong, "Tidak apa-apa, akan lebih cepat daripada menunggu taksi."

Hinata menatap pegawainya yang masih mengangkut bunga ke ruangan besar itu. "Um, baiklah. Maaf merepotkan."

...

"Jalan Konoha, ya. Itu cukup dekat dengan tempat tinggalku," ucap Sasuke ketika Hinata memberitahukan alamat toko bunganya.

"Oh ya?" balas Hinata, tidak pernah melihat Sasuke sebelumnya di kawasan itu.

"Ya, aku baru pindah. Di Kompleks Ame."

Hinata menggangguk, "Aku tahu tempat itu, keluarga kakak lelakiku tinggal di sana."

Setelah itu suasana kembali membisu. Wajar, mereka baru kenal, apa yang mau dibicarakan panjang lebar? Banyak sebenarnya, tapi keduanya menghargai privasi. Hinata menatap ke luar jendela, Sasuke sesekali melempar lirikan.

Bicara tentang pekerjaan Hinata, Sasuke jadi punya pokok pembicaraan.

"Ah, ya, Hinata-san, boleh aku bertanya?"

"Tentu." Hinata menoleh, tertarik.

"Linaria bipartita, kau tahu bunga itu?" Sasuke masih menatap lurus ke jalan raya. Pandangan Hinata seolah menggelitiknya.

Hinata mengangguk, "Tentu. Mengapa Sasuke-san?"

"Ah, tidak. Belakangan ini ada yang selalu memberikanku bunga itu."

Hinata terkekeh, tawanya terdengar lembut. "Oh, benarkah?"

"Ya, setiap pagi diselipkan ke dalam kotak surat, anonim pula," ujar Sasuke sambil memutar kemudi ke arah kanan.

Mata Hinata berkilat penasaran, ia menyeletuk, "Sungguh romantis."

Sasuke ingin ikut tersenyum tapi batal. He, apa katanya tadi?

"Romantis?"

Pertanyaan Sasuke mengambang di udara. Hinata menahan senyumnya, "Tentu. Makna bunganya begitu indah."

Sasuke bungkam sejenak. Hinata yang terpicu oleh pengetahuannya akan bunga mulai menceritakan tentang bunga itu.

"Artinya menurut kamus bahasa bunga itu—tolong sadari cintaku padamu."

Sasuke ngerem mendadak. Hinata kaget.

"U-uchiha-san, kau baik-baik saja?!" Hinata panik.

"E-err, maafkan aku." Sasuke yang sudah mengendalikan mobil selama lima tahun kaget dan mengerem dadakan ketika mendengar arti sebuah bunga. Oh yeah, ke manakah harga dirimu, nak?

Memalukan.

...

"Terima kasih banyak." Hinata keluar dari mobil Sasuke yang menepi di depan toko bunganya.

"Perlu aku antarkan kembali?" tanya Sasuke, menawarkan diri jadi malaikat di siang bolong.

"Um, tidak usah. Uchiha-san sebaiknya pulang dan istirahat. Sebentar lagi pegawaiku akan menjemput." Hinata menggelengkan kepala.

Sasuke menggangguk dan kembali ke mobilnya.

"Terima kasih banyak." Hinata melambaikan tangan, lantas kembali ke toko. Seorang anak menjemputnya ke luar.

Sasuke memutar arah mobilnya. Ia butuh tidur.

Mengingat-ingat makna bunga yang diberitahu Hinata membuatnya pusing. Bayangkan saja, siapa yang menyematkan bunga itu dengan makna terpendam? Sasuke sedikit curiga jadinya.

Oh yeah, kelihatannya ia tidak akan datang ke pesta nanti malam. Ia begitu malas melihat wajah Naruto dan Kakashi di sana.

...

..

.

Pagi ini mendung. Sasuke menguap, beruntung hari Minggu, ia tak perlu mendengar ocehan Naruto dan Kakashi. Tak perlu juga pusing dengan bunyi alarm beruntun yang menerornya untuk terjaga pagi-pagi. Ia melangkah keluar kamar, melewati ruang tamu lalu ke pintu depan. Langkah terhenti, ia mengintip dari pintu. Hmm, tidak ada orang.

Ia membuka pintu, sekiranya hari ini tak ketahuan lagi siapa yang mengiriminya bunga. Sasuke melangkah, lantas terkaget-kaget. Bukan lantai yang ia pijak, melainkan ceceran tanah gembur dengan rumput. Ia melirik cepat kotak suratnya.

Bukan lagi bunga yang ia dapatkan. Melainkan sebuah surat dengan tempelan huruf dari koran dan majalah. Ia membaca lekat-lekat. Lalu ia hanya bisa tertohok keheranan.

JANGAN DEKATI HINATA

Awshit. Apa-apaan ini?

Susah jatuh ketimpa tangga. Apa hubungan Hinata dengan ini semua?

...

To Be Continued

A/N: Yeah saya datang buat ngutang lagi lololol. :3

Salam,

Gina