Hanya dengan sekali lihat kau akan tahu bahwa dia benci musim panas. Tapi apakah dia masih mampu membencinya jika ada aku di sana?—Sakura.

.

"Layang-Layang: Tentang Kita"

.

.

.

© Skyzhe Kenzou's Imagination

Standard Disclaimer Applied © by Masashi Kishimoto

.

.

.

Warning Inside! Alternative Universe, (Like the other authors, I hardly try not to make it)

Out Of Character, And Ordinary Ideas

.

.

.

Hari yang panas di musim panas. Angin kering yang berhembus kencang sepertinya masih dapat dikalahkan oleh hawa pengap yang diakibatkan teriknya matahari. Tapi panasnya temperatur udara di hari itu tak mampu mengalahkan panasnya aura gelap yang ditampakkan Uchiha Sasuke karena ulah gadis terkasihnya, Haruno Sakura.

Mereka berdua baru saja pulang sekolah—hari terakhir masuk sekolah menjelang liburan musim panas—, belum mengganti seragam mereka yang lecek, dan belum makan siang—percayalah! Di antara semua alasan itu, yang terakhir adalah yang terpenting. Tapi gadis berambut sewarna dengan bunga yang menjadi ciri khas musim semi di negara mereka itu sudah heboh menyeretnya ke pantai tempat di mana teman-teman mereka sedang mengadakan acara 'Pelepasan Depresi Setelah Pembagian Hasil Ujian Tengah Semester'.

Sasuke menghentikan laju motor sport birunya di parkiran yang tepat ada di pinggiran jalan, berseberangan dengan pantai. Mata setajam elangnya melirik sekilas kaca spion yang membantunya dapat melihat wajah gadisnya dengan tanpa menoleh sekalipun.

Di cermin berbentuk cembung itu Sasuke dapat melihat kepala Sakura yang ditutupi helm merah kesayangan gadisnya, menoleh ke kanan dan ke kiri dengan penuh semangat, memperhatikan keadaan pantai yang cukup ramai di siang hari menjelang awal liburan musim panas. Eyeshield helm merah Sakura telah terbuka, menampakkan wajah cerianya. Sasuke mendesah, kemarahannya selalu luntur dengan cepat jika sudah berhadapan dengan wajah ceria Sakura.

"Hn, kau ingin kita berdua terpanggang di sini atau ikut bergabung dengan orang-orang gila itu?" Sasuke menoleh sekilas ke arah pantai, di sana terlihat teman-teman mereka sudah asyik melepaskan stress dengan ... tunggu! Sasuke menyipitkan matanya menatap kerumunan teman-temannya yang sibuk—

.

.

—bermain layang-layang?

.

.

Demi Akamaru yang sedang berjemur dengan memakai kacamata Shino! Apa mereka semua mengalami sindrom masa kecil kurang bahagia?

Bahkan Neji pun tampak asyik bersila di atas pasir pantai yang kecoklatan dengan tangan yang sibuk menggerakkan tali penghubung dari salah satu layang-layang—ditemani Tenten yang berceloteh riang di sampingnya—dan Shikamaru yang terlihat sangat ogah-ogahan duduk bertopang dagu dengan tangan memegangi seutas tali penghubung layang-layang—Temari di sampingnya duduk memeluk lutut dengan membawa sepatu pantofel yang pasti gadis itu gunakan untuk memukul kepala Shikamaru jika pemuda itu ketiduran.

Sasuke menarik napas dan menghembuskannya dengan jengah, firasatnya mengatakan hal buruk sebentar lagi akan terjadi.

"Kyaaa! Sasuke-kun! Lihat! Mereka bermain layang-layang! Kita juga harus main layang-layang!" tanpa aba-aba terlebih dahulu Sakura melompat turun dari atas jok motor, membuat kendaraan beroda dua yang cukup besar itu oleng dan nyaris roboh jika saja Sasuke tak cukup kuat menyangganya.

"Ups!" Sakura hanya nyengir lebar saat Sasuke mengeram dan meliriknya tajam.

"Sekali lagi kau melakukan itu, aku akan memakanmu, Haruno Sakura." Mata hijau klorofil Sakura membulat ngeri menerima tatapan tajam Sasuke saat pemuda itu tengah melepaskan helm yang melindungi kepala gadisnya. Seriously, Sasuke mengatakannya dengan wajah datar, seperti wajah-wajah psikopat yang Sakura lihat di film dan itu sangat menggairah—

.

.

—err, ralat!

.

.

Menyeramkan!

"Kenapa melotot? Harusnya aku yang marah. Kau nyaris membunuhku, Sakura." Oke, Sakura akui dulu ia memang sangat bangga dengan beberapa sikap spesial yang Sasuke tunjukkan hanya jika di hadapannya, di saat-saat tertentu. Seperti sikapnya yang satu ini, lebih cerewet ketika kesal pada Sakura. Tapi, sekarang? Ingin sekali Sakura melemparkan helm merah di tangan Sasuke ke wajah tampan pacarnya itu.

Sakura mengerucutkan bibir dan berbalik melengos pergi. Meninggalkan Sasuke di belakangnya yang langsung mendesah berat. Firasat buruknya terbukti, tapi kenapa perasaannya masih tidak nyaman, ya? Sasuke melepaskan helm hitam berhias grafiti biru-nya, membiarkan rambut hitam kebiruannya menampakkan bentuk aneh-tapi-uhuk-kerennya.

Setelah menggantung helm di stang motor, Sasuke segera menyusul langkah gadisnya dengan tenang. Tangan kiri ia benamkan dalam-dalam ke saku celana sedangkan tangan kanan sibuk melepaskan kaitan kancing baju bagian atasnya hingga menampakkan kaos putih tanpa lengan yang ia pakai sebagai dalaman, rasa penat dan gerah yang tadi sempat mengurung tubuhnya mulai berkurang bersamaan dengan hembusan lembut angin pantai yang menampar tubuhnya.

Onyx Sasuke mengamati Sakura yang langsung berlari ke tengah kerumunan teman-teman mereka dan berceloteh riang di sana. Sejenak pemuda itu terpaku mengawasi pemandangan yang luar biasa baginya itu.

Sakura dengan seragam sekolah musim panasnya—kemeja putih lengan sesiku dan rok rimpel krem bercorak kotak-kotak putih selutut(paksaan Sasuke yang tak mau kaki gadisnya terekspos jelas); sedangkan dasi, kaos kaki putih, dan sepatunya sudah bergabung dengan tumpukan barang yang teronggok di samping Akamaru(yang entah sejak kapan menjadi penjaga barang)—, rambut merah muda pendeknya yang berkibaran karena tertiup angin, dan laut serta langit biru jernih sebagai latar belakang, merupakan gabungan gradasi warna yang menakjubkan di mata Sasuke.

Tanpa pemuda itu sadari, senyum tipis telah terukir di bibirnya.

"Hoi, Teme! Kau juga datang! Ayo ke sini!"

Sasuke tersadar dari lamunannya, menatap ke arah Naruto yang melambaikan tangan dengan heboh, selama beberapa detik melupakan kegiatan mengajari Hinata bermain layang-layang.

"Hn." Sasuke menanggapi sambutan antusias Naruto dengan mengangkat sebelah tangan dan berjalan mendekat ke gerombolan siswa-siswi Konoha Senior High School itu.

Dari sudut matanya, Sasuke dapat melihat Sakura ikut menoleh namun segera memasang wajah manyun dan pura-pura cuek padanya. Mau tak mau membuat Sasuke tersenyum samar. Ngambek, eh?

"Lee, di mana aku bisa mendapatkan layang-layang?" Sasuke mengernyit mendengar suara bening Sakura melontarkan pertanyaan pada pemuda berkelakuan nyentrik yang kebetulan berada di jarak jangkau paling dekat dari gadis itu. Sasuke dapat menangkap raut terkejut di wajah Lee, pemuda berambut hitam dengan potongan unik itu menatap Sakura dengan mata bulatnya yang semakin membesar dan diam-diam juga melirik Sasuke.

"Lee? Kau mendengarku?" Sakura melambaikan tangannya di depan wajah Lee yang langsung tersentak kaget dan buru-buru mengangguk sambil tersenyum gugup. Sasuke mendengus, rupanya gadisnya ini sengaja ingin memancing emosinya, tapi Sasuke tak akan membiarkan Sakura mendapatkan apa yang diinginkannya dengan cepat.

Sambil masih sesekali melirik Sasuke, bukannya karena takut, tapi lebih tepat karena tidak enak, Lee menjawab pertanyaan Sakura. "Tadi Naruto yang membelikan kami semua di sana." Jempol kiri Lee menunjuk ke arah ujung kiri pantai—jika dilihat dari posisinya yang menghadap lurus ke laut.

Mata gelap Sasuke dapat menangkap siluet deretan bangunan yang terbuat dari rotan—seperti gubuk yang memiliki tangga—,terlihat masih kokoh namun terlalu kecil jika untuk dijadikan tempat tinggal, jadi pasti tempat itu hanya digunakan untuk kegiatan-kegiatan khusus, seperti menjual layang-layang atau kerajinan tangan khas pantai misalnya.

"Di sana? Oh, kau mau mengantarku ke sana? Aku mau membeli satu." Sebelah alis runcing Sasuke terangkat sedikit mendengar nada manis di suara Sakura. Kentara sekali gadis itu tak benar-benar melontarkan permintaan itu kepada Lee, karena mata hijau gadis itu tampak berkilat penuh arti melirik ke arah tempat kekasihnya berada saat menatap Lee yang hanya nyengir lebar memahami maksud gadis itu.

Bukannya membantu, Lee malah tersenyum manis dan berteriak lantang, "Sasuke, bisakah kau menemani Nona ini ke tempat tujuannya?" berlagak seolah ia adalah atasan Sasuke dan Sakura adalah tamu mereka. Hal ini jelas memancing perhatian dari teman-teman mereka yang lain. Gerombolan remaja itu segera dipenuhi dengan cengiran dan seringai meledek saat dengan jelas mereka dapat melihat rona kemerahan di pipi teman-berambut-merah-jambu mereka.

Melihat kehebohan itu, Sasuke hanya tersenyum tipis sambil memasukkan tangan kanan ke dalam saku celana, menyusul tangan kirinya. Tanpa suara pemuda itu mendekati dua orang yang menjadi sorotan teman-temannya, meninggalkan jejak cukup dalam dari sepatu sport biru di atas pasir pantai yang kecoklatan di belakangnya.

Menyadari sosok yang dipanggil Lee mendekat, Sakura segera memasang gestur tubuh angkuh—menyedekapkan kedua lengannya di depan dada dan mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

Sejak ia pacaran dengan Sasuke, Lee yang dulunya terkenal sebagai pengagum nomor satunya, berganti menjadi sosok yang mendukung dan melindungi. Seolah tak ada lagi rasa 'lebih' yang tersisa di hati pemuda penyuka warna hijau itu, meskipun semua orang di sekitarnya tahu bahwa rasa itu masih ada.

Terkadang—tanpa diketahui Sasuke, tentu—Sakura tak dapat menahan rasa kagumnya terhadap kontrol diri Lee yang begitu kuat. Alih-alih berusaha merebut orang yang dicintainya, pemuda itu justru memposisikan rasa kasih sayangnya ke tempat yang lebih tepat.

.

.

"Salah jika kau pikir aku menyerah, Tenten. Tapi berusaha memisahkan dua orang yang memiliki perasaan saling berbalas adalah tindakan menyedihkan,"—

.

.

—merupakan satu kalimat sederhana yang keluar dari bibir Lee saat Tenten mengomentari tindakan-'melepaskan'-nya.

Sasuke tersenyum samar membalas kedipan mata yang diberikan Lee kepadanya saat berada di belakang Sakura. "Antarkan Nona ini, Sasuke. Jaga dan layani beliau dengan sepenuh jiwamu." Seluruh remaja yang ada di sana langsung meledak dalam tawa mendengar kata-kata puitis nan asal yang diucapkan Lee sementara Sasuke mendengus dan menambahi, "Asalkan Nona ini dapat membayarnya dengan pantas saja."

Dan pantai di siang-menjelang-sore itu segera dipenuhi dengan suitan menggoda serta tawa cekikikan dari para remaja labil yang ada di sana (bahkan Neji, Shino dan Shikamaru yang biasanya tenang pun terkekeh pelan. Sedangkan Sai terlalu sibuk mengabadikan momen itu ke dalam kamera digital yang tak pernah lepas dari tas kecil yang tersampir di lehernya).

"Sai! Berhenti menggambil gambar!" teriak Sakura tanpa menoleh pada teman berkulit pucatnya itu.

"Tidak bisa, Sakura-chan. Aku harus mengabadikan momen ini untuk Ino-chan yang tidak bisa melihat langsung acara ini secara live." Tukas Sai cepat dengan membawa-bawa alasan demi pacarnya (yang sedang sakit hingga tak bisa ke pantai bersama mereka hari ini) sebagai alibi.

Berusaha menutupi rona merah yang hampir memenuhi wajahnya hingga mencapai telinga, Sakura menggembungkan pipi dan beranjak ke tempat yang ia inginkan dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan. Sasuke masih sempat bertukar pandang sekali lagi dengan Lee dan Sai sebelum ia mengikuti jejak gadisnya.

Raut geli terpancar di wajah pemuda itu ketika Sakura menyempatkan diri berbalik dan memukul pundak pemuda itu pelan dengan wajah cemberut. Tak menyadari sepasang mata bulat yang memandangi mereka dengan sorot mata berubah sendu.

Sepasang mata itu pasti akan terus mengawasi mereka jika saja tak ada sebungkus besar plastik berisi kripik kentang yang menghalangi pandangannya. Terkejut, Lee menoleh mencari tahu siapa pelaku yang dengan tidak elitnya merusak kegiatan meratapi nasib yang jarang-jarang ia lakukan dengan menggunakan makanan ringan.

Mata bulat Lee bersirobok dengan mata sipit Chouji yang nyaris terkubur oleh senyum hangat pemuda hobi makan itu, "Daripada makan 'hati' lebih baik makan keripik kentang," ucap pemuda tambun itu dengan suara berat khas namun ramahnya. Lee mengerjap beberapa kali, terlalu kaget dengan tindakan Chouji yang terkesan spontan.

Sepuluh detik kemudian barulah pemuda itu benar-benar mencerna apa yang dimaksud Chouji dan mengulurkan tangannya, berniat menanggapi maksud baik teman-ehem-gendutnya itu dengan mengambil segenggam keripik kentang.

Jari-jari Lee bahkan belum menyentuh ujung bibir plastik pembungkus keripik kentang terbuka yang ditawarkan Chouji saat dengan gerakan tiba-tiba Chouji mendekap plastik besar itu ke dadanya. Lagi-lagi Lee hanya mampu mengerjap, perlahan dengan raut konyol pemuda itu mengangkat wajahnya dan menatap Chouji.

"Ups, maaf Lee. Aku tidak sopan. Seharusnya aku mengambilkannya untukmu." Dan mulut Lee hanya mampu membentuk huruf 'o' sangat besar saat Chouji dengan wajah kalem mengaduk-aduk isi plastik keripik kentangnya lalu menyorongkan sekeping keripik kentang berukuran sedang ke tangan Lee.

"Ini, Lee, terimalah. Kau tau seberapa berartinya keripik kentang itu bagiku, kan? Dan aku ikhlas memberikannya padamu. Semoga itu mampu menghibur luka hatimu." Dengan wajah layaknya seorang ibu rumah tangga yang baru pulang dari acara obral di pasar, Chouji berbalik ke tempatnya semula—duduk di samping Shino-tanpa-kacamata.

"Dasar kikir. Kalau tidak ikhlas kenapa sok mau bagi, hah? Kau membuat Lee terlihat seperti ia baru saja menginjak semut hamil 9 bulan di depan matanya, Chouji." Chouji hanya tersenyum kalem menanggapi sindiran aneh dari teman pendiamnya itu.

Yeah, biarkanlah tiga makhluk aneh itu berkutat dengan pembicaraan aneh yang tak bisa dipahami makhluk normal di sekitarnya.

.

.

.

Firasat buruk Sasuke lagi-lagi terbukti akurat, di depannya kini Sakura mengerucutkan bibir dan melarikan tatapan mata beningnya ke arah laut. Gadis itu sedang merajuk dan pasti akan gondok berat seharian (atau bahkan hingga beberapa hari ke depan) jika Sasuke tak segera mengambil tindakan pencegahan pertama.

Menghela napas panjang, Sasuke mendongak kembali pada seorang lelaki paruh baya yang terlihat sibuk membereskan barang-barang modal dagangan di atas gubuk rotannya dengan dikelilingi beberapa gulungan kertas tipis khusus bermacam warna, beberapa pak gulungan benang, lem, dan bambu di sekelilingnya. Di tangan laki-laki itu sendiri terdapat sebuah pisau lipat tajam yang digunakan untuk mengikir potongan-potongan kecil batang bambu hingga menyerupai batang lidi.

"Apakah benar-benar tidak ada satupun layang-layang yang tersisa atau mungkin toko lain yang menjualnya di sekitar sini, Oji-san?" untuk kesekian kalinya Sasuke berusaha memastikan dengan suara rendah yang sopan. Laki-laki itu menghentikan kegiatan mengemasi gulungan kertas tipis, menoleh ke arah kedua remaja yang tetap bersikukuh berdiri di depan gubuknya sejak sepuluh menit yang lalu dan tersenyum sabar.

"Untuk apa aku bohong, Nak? Layang-layang terakhirku sudah dibeli oleh pasangan pengantin baru, lima belas menit yang lalu, jika kau lupa informasiku tadi. Dan toko penjual layang-layang selain aku hanya ada satu di sini, tapi pemiliknya hari ini tidak berjualan." Jelas pria itu dengan lembut, kembali sibuk mengemasi barang-barangnya.

Sasuke berpaling pada Sakura yang balas memandangnya dengan ekspresi memelas. "Aku ingin main layang-layang." Rengeknya keras kepala seperti anak balita. Berusaha menahan emosi yang nyaris meledak, Sasuke menghela napas dalam-dalam dan kembali mendongak menatap lelaki tadi.

"Apakah Anda tidak bisa meluangkan sedikit waktu untuk membuatkan kami sebuah layang-layang, Oji-san? Kami hanya butuh satu." Lihat? Seberapa besar pemuda itu menyayangi gadisnya. Demi Haruno Sakura, Sasuke yang terkenal dengan sifat ke-Uchiha-annya pun rela menjatuhkan egonya dan meminta bantuan. Tanpa diketahui pemuda itu, Sakura yang masih mempertahankan posisi berdiri membelakangi kedua pria di belakangnya tak sanggup menahan senyum manis mendapati begitu kerasnya usaha Sasuke untuk membuatnya tersenyum.

Pria penjual layang-layang itu hanya mampu tersenyum penuh sesal, "Maaf sekali, Nak. Jika saja aku tak sedang buru-buru, aku pasti akan dengan senang hati membuatkan layang-layang untuk kalian berapapun yang kalian minta. Tapi cucuku sudah menunggu di rumah sejak sejam yang lalu."

Sasuke menghembuskan napasnya perlahan. Mencoba memberikan pengertian lewat tatapan dinginnya, pemuda itu meraih tangan Sakura dan menariknya beranjak pergi dari sana. Sedikit kesusahan karena Sakura yang masih tampak tak terima dan kembali memasang wajah cemberut.

"Tunggu, Nak." Belum sampai lima meter Sasuke dan Sakura meninggalkan lelaki tadi, orang itu sudah memanggil mereka lagi. Keduanya reflek menoleh dan mendekat kembali saat pria itu melambai menyuruh mereka menghampirinya.

"Apa Ji-san berubah pikiran?" tanya Sakura tak mampu meredam semangat dan nada penuh harap di suaranya. Sayangnya pria penjual layang-layang itu tetap menggeleng dan tersenyum lembut.

"Maaf sekali, aku tetap tidak bisa membuatkan layang-layang untuk kalian,"—Sasuke menepuk kepala Sakura yang langsung menunduk lunglai—, "Tapi jika kalian mau, kalian bisa mengambil bahan-bahan pembuat layang-layang dariku dan membuat layang-layang kalian sendiri. Gratis." Tawar pria itu sambil tersenyum ramah.

Sasuke mengernyit dan menggeleng dalam diam, baru saja pemuda itu akan berbalik pergi saat didengarnya sahutan antusias dari kekasihnya. "Iya, Ji-san! Kami mau! Sasuke-kun pasti bisa membuatkan satu untukku!"

Sasuke hanya mampu terpaku saat Sakura menerima segulung kertas tipis berwarna biru lembut dan memaksanya naik ke atas gubuk rotan pria itu—setelah Sakura meminta izin untuk meminjam tempat, tentunya.

"Ini benangnya. Batang bambunya kalian pilih sendiri. Lem dan pisau ada di kotak ini, aku tak pernah membawanya pulang." Ujar pria itu sambil menunjuk kotak kecil bertutup di pojok kiri belakang gubuk. Sakura mengangguk-angguk cepat dan mulai asyik memilah batang bambu yang belum dikemasi di atas lantai rotan.

"Hei, Sasuke-kun. Menurutmu batang bambu mana yang paling cocok untuk layang-layang kita?" tanya Sakura tanpa menatap Sasuke yang hanya duduk diam di sampingnya.

Layang-layang kita? Apa tidak salah? Batin Sasuke sarkatis.

"Sasuke-kun?" tak mendapat tanggapan dari lawan bicaranya, Sakura segera menoleh. Mata hijaunya mendapati mata kelam Sasuke sedang memandanginya dengan intens. "Ada apa?" Sakura menaikkan sebelas alisnya, bingung.

"Ehem, mungkin pacar Anda tidak ... eh, belum bisa membuat layang-layang, Nona? Makanya ia diam." Sakura mendongak, menatap dengan mata terbelalak kepada pria itu seolah terkejut sekali dengan kemungkinan yang diucapkannya, lalu kembali beralih pada Sasuke dengan mata masih membulat. Sasuke hanya balas menatapnya datar.

"Tidak mungkin! Sasuke-kun 'kan lakit-laki. Bukannya anak laki-laki pasti bisa membuat layang-layang?" serunya polos dengan nada yang kekanak-kanakan. Mengabaikan ringisan geli dari penjual layang-layang dan aura gelap yang dipancarkan kekasihnya, Sakura kembali berseru, "Kau bisa membuat layang-layang 'kan, Sasuke-kun? Kalau tidak kau payah sekali. Naruto saja pernah membuatkan satu untukku!"

Dan Sasuke bersumpah tak menyangka jika firasat buruknya akan menjadi seburuk ini. Demi apa! Dia, Uchiha Sasuke, tak pernah belajar membuat layang-layang (bukan berarti ia tak tahu caranya). Sejak kecil jika dia mau, dia bisa memborong berapapun layang-layang—bahkan dengan penjualnya sekalian. Sekarang dia harus membuat layang-layang hanya demi gadis kekanakan di sampingnya? Apakah ada yang lebih buruk lagi dari ini?

Nikmati hari indahmu, Sasuke. This is just the beginning of your summer vacation, boy!

.

.

.

.

End

.

.

.

.


Ada yang bawa gergaji, golok, pisau, silet atau sejenisnya? Kalau iya silahkan tusukin ke badan Sky, di mana pun yang kalian mau +depresi+ Dx

Sky datang lagi, kawan. Dengan fic yang nggak kalah amburadul dari fic-fic sebelumnya. =="

Maaf eh kalau mengecewakan? Apalagi ending-nya! Kayaknya butuh sekuel ya? +tampang mikir+

Yaya, I know, I know. Liburan musim panas masih jauh, tapi Sky cuma menyesuaikannya dengan tema, oke? +ngeles+ ^^"

Sama seperti fic Layang-Layang versi NaruHina Sky, fic ini terinspirasi sejak musim layang-layang taun kemarin. Tetap dari adik cowok Sky yang bungsu dan terobsesi berat bikin layang-layang.

Kenapa Sky nggak "dedicated for"-infic inikayak fic-fic SasuSaku lainnya yang akhir-akhir ini marak di fandom Naruto? Pertama, Sky nggak gitu paham perkembangan event-nya. Kedua, Sky emang lom gabung di komunitas fans SasuSaku. Ketiga, Sky pingiiiiin banget bisa nulis gitu. Tapi berhubung Sky masih belum ter-akreditasi (entahlah, apa Sky bisa memenuhi persyaratannya?) sebagai anggota komunitas yang-ehem-cukup elit itu, jadi tengsin dong kalo ujug-ujug Sky dengan pedenya nulis dedicated for? +dicakar+ T_T

Well, well, daripada makin ngaco Sky mau umumin sesuatu di sini. Musik? +sarap+

Jeng-jeng!

Sky Cuma mau bilang kalau Sky ini C.E.W.E.K =D

So, buat yang kemarin-kemarin bingung mau muji-uhuk-Sky ini ganteng ato cantik (ngelirik salah satu kotak review di JBNO), sekarang kalian bisa nebak dong ya? ^_~ +ditabok panci+ tapi kalo di dunia nyata, jujur aja Sky lebih sering dibilang manis. +dibuang ke jurang+ xD J.K

Ooow, dan tolong yang kemarin-kemarin masih manggil Sky "senpai", kalian mau Sky cipok, huh? +BLETAK+ ==" jangan panggil Sky "senpai" ToT ntar aku panggil "kouhai" baru tau rasa kalian. Hehe

Panggil ja Sky pake nama (tambahan "san","chan","kun" sangat dianjurkan. Tapi untuk lebih akrab diutamakan "kun" ato "chan" ehehe). Takut nggak sopan(buat yang lebih muda)? Tambahin ja "Nee", ihiik x33 +maunya+ pake "Nii" juga boleh kok khukhukhu ^^v +disetrum+

Hokeh, karena udah panjang. Sky cukupkan di sini. Trims buat teman-teman semua yang udah bersedia mampir, ngelirik, terlebih baca. Keberatan buat ninggalin pesan, nggak? :3

Apapun Sky akan tampung (kecuali flame sih).

See and Love ya ^^

Finished at 15:06

On Tuesday, January, 31st 2012

Here with,

~Sky~