Aku bikin fic baru nih. Semoga suka ya.


Kamichama Karin Chu © Koge Donbo

Cappuccino © anaracchi

Warning: AU, OOC, Nggak Jelas, Typos, dan masih banyak lagi!

Rate: T.

Genre: Romance.

Satu, bertemu dengan orang yang belum pernah kau kenal sebelumnya. Dua, orang itu mencari gara-gara denganmu. Tiga, kau terus-menerus memikirkannya. Empat, kau terobsesi padanya. Lima, kau jatuh cinta padanya.

Prologue


Langit sore memang yang paling indah setelah langit malam, karena pada waktu-waktu saat itu semua orang mulai berhenti melakukan aktivitas berat dan waktunya beristirahat di rumah. Beda lagi dengan langit di pagi hari, tidak sedikit orang yang tidak sukalangit pagi karena mereka tidak suka bangun pagi. Seperti author.

Maksudnya, seperti Hanazono Karin. Menurut siswi Sakuragaoka High School itu, langit di sore hari termasuk pemandangan yang indah baginya. Terlebih karena langit dilukis dengan warna jingga, yang mengingatkannya kepada jeruk―dan jeruk menyegarkan, makanya Karin suka.

Sayang, pemandangan saat ini tidak begitu berpengaruh pada Karin, karena atensinya hanya tertuju pada secarik kertas penuh makna di genggamannya.

Nilai ulangan Matematika Karin, nol besar. Lagi.

Merutuki kebodohannya di bidang akademis, Karin mengembuskan napas kesalnya. Terima kasih pada Bibinya dan sepupunya yang sudah memaksa Karin untuk masuk ke sekolah ini, sekolah terelit di Tokyo.

―yang merugikan Karin.

Padahal Karin hanya ingin bersekolah di SMA biasa saja, mengingat kualitas otaknya yang hanya pas-pasan.

Sekolah sudah sepi―lima belas menit yang lalu bel pulang berdentang, dan Karin baru selesai menuruni tangga. Gadis brunette ini benar-benar tidak bersemangat bertemu orang di rumahnya.

Pasti ia akan dimarahi Bibinya lagi, dan ditertawai sepupunya lagi.

Karin tidak suka akan ide itu.

DRAP! DRAP! DRAP!

Suara lari seseorang ... tidak, tapi banyak orang, terdengar sepanjang koridor ini. Karin mengernyit. Ia pun menoleh ke arah di mana datangnya suara gaduh tersebut.

"KYA! KAZUNE-KUN, KEMARILAH!"

"KAZUNE-SAMA, JADILAH PACARKU!"

"KAZUNE-KUN!"

Karin melotot begitu sadar dengan pemuda pirang yang membawa rombongan siswi sekolah ini yang heboh meneriaki namanya, berlari ke arah Karin.

BRUK!

Secepat Karin mengedip, secepat itu juga ia merasakan sakit di bagian depan plus punggungnya sekaligus. Ia mengerjap beberapa kali. Sadar akan posisinya dan pemuda itu yang berada di atasnya, Karin langsung mendorong pemuda itu menjauh. Dan mereka pun terduduk.

"Astaga ..." gumam pemuda itu. Karin mengernyit lagi. "Nabrak fans deh, ini bukan hal yang baik."

Hah?

Kazune―nama pemuda itu―mengurungkan niatnya yang ingin beranjak dan kabur lagi setelah mendengar kalimat yang dilontarkan Karin. "Fans? Aku? Ha."

Kazune menatap Karin dengan tatapan yang ... Karin tidak bisa mengartikannya. "Jadi, bukan fans?" Tanyanya ragu. Kazune rasa dia sekarang bertingkah seperti orang bodoh. Tapi sudahlah.

"Bukan, lah!"

"Bener?" Kazune membeo.

Belum sempat Karin menjawab, suara heboh dari sekitar mereka menyadarkan Kazune dan refleks, Kazune memeluk Karin. Bukannya makin tenang, Kazune malah bikin mereka tambah heboh.

"KAZUNE MELUK DIA!"

"ITU KAN HANAZONO KARIN!"

"IH, KAZUNE-KUNKOK MAU SAMA DIA?!"

"IYA, DARIPADA HANAZONO LEBIH BAIK AKU!"

Karin, yang berada di dalam dekapan Kazune hanya diam. Beku. Dan ... speechless.

"MEREKA PACARAN? SEJAK KAPAN?"

Kazune meringis, ia pun melepaskan pelukannya terhadap Karin lalu menatap fans-nya yang balas menatap Kazune dengan hati teriris. "Iya. Dia pacarku. Mau sejak kapan juga bukan urusan kalian kan. Kenapa?" Tanyanya judes―yang malah bikin para penggemarnya nangis histeris. Bahkan ada yang pingsan. Duh, terlalu berlebihan ...

Dia pacarku. Dia pacarku. Dia pacarku.

Dua kata itu terus menggema di telinga Karin tanpa dimintanya. Mengganggu dan tidak indah. Tapi dia masih diam. Otaknya masih stuck.

"Jadi, kalian pergilah! Aku mau kencan dengannya," lanjut Kazune sinis. Kazune baru sadar, ternyata dia pandai berakting alias berbohong, dan saat mempraktekannya juga lancar.

Pasti cocok kalau ikut ekskul teater.

Setelah sekian menit, kerumunan siswi itu makin berpergian dengan hati yang hancur berkeping-keping, kebanyakan dari mereka menangis, ada juga mengumpat Karin. Kazune turut berduka.

"Nah, mereka pergi," gumam Kazune setelah dirasanya hanya ia dan Karin saja di koridor ini. Melihat Karin yang masih nge-froze, Kazune menghela napas, "pacaran, yuk?"

Karin melongo, lagi.

Kazune nembak. Kazune nembak Karin! Orang setampan Kazune nembak Karin!

Lalu begitu otaknya tersambung, gadis itu langsung meninju perut Kazune, yang membuat si tampan meringis. "Apa, sih?"

Karin menatap Kazune sinis, ia dan Kazune kan belum kenal sehari, dan bahkan sejam, tapi Kazune udah main nembak.

Kan gak lucu.

"Pacar bohongan," lanjut Kazune seolah bisa membaca pikiran Karin.

"Baguslah, aku kira ..." gumam gadis itu. Sedetik kemudian ia langsung melotot, "gak bisa gitu, dong! Apalagi bohongan ..."

Kazune menaikkan sebelah alis, "maunya gimana? Pacar asli, hmm?"

"Bukan gitu!" Karin memutar bola matanya malas, "aku gak mau disantet fans-mu, tahu!"

"Mereka kan bukan paranormal, apalagi dukun. Memangnya di Jepang ada dukun? Sepertinya tidak." Kazune tersenyum, mengejek kebodohan Karin―menurutnya, itu kata-kata yang bodoh.

"Maksudnya di-bully!"

"Asal di dekatku, sih, gak akan apa-apa,"

"Apa yang kalian lakukan di sini!" sebuah seruan menginterupsi percakapan mereka, dua murid Sakuragaoka High School itu menoleh ke arah penjaga sekolah yang menatap mereka dengan penuh curiga. "Pulang sana! Gerbang mau ditutup!"


Setelah diusir penjaga sekolah tadi, Kazune mencari tempat yang cocok untuk melanjutkan percakapan mereka. Awalnya Karin mau langsung pulang saja, tapi Karin tahu kalau dia tidak bisa lari begitu saja.

Oke. Sebenarnya bisa. Tapi itu berarti ia harus lari ke tempat yang sangat jauh, pindah kota minimal.

Dan di sinilah mereka ... kafe Sakura. Kafe terdekat dari sekolah dan tak sedikit juga murid sekolah mereka yang mampir ke sini. Kafe ini benar-benar tenang dengan gaya vintage yang memang sudah menjadi tren anak seusianya.

Karin juga jadi banyak tahu tentang Kazune, dan Kazune juga begitu. Ternyata Kazune anak kelas 12, yang artinya satu tingkat di atas Karin. Otomatis Kazune seangkatan dengan sepupunya Karin, Yuuki. DAN TERNYATA Kazune satu kelas sama Yuuki. Kazune ini termasuk siswa jenius, selalu berada di peringkat teratas baik paralel mau pun di kelas, Karin baru sadar lagi.

Ya, mungkin Kazune bisa menjadi pemuda sempurna idaman Karin, kalau saja ia bukan orang judes dan sok dingin.

"Hei, ini kesempatan bagus supaya kaubisa berpacaran denganku,"

―dan Kazune masih memaksa.

Karin menyeruput hot mochaccino-nya sebelum menjawab tegas. "Gak."

"Yang benar saja, tadi kita baru ketahuan fans-ku kalau kita berpacaran. Lalu besoknya langsung putus?" Kazune mendengus geli, "menurunkan reputasi, tahu."

"Gak," Karin masih tidak merubah pikirannya, "lagian kan bagus kalau turun reputasi, gak akan dikejar-kejar kayak tadi lagi."

Menurut Kazune, membujuk seseorang adalah hal yang sangat memalukan. Apalagi orang itu adalah Karin, siswi terbodoh di SMA mereka. Bodoh dalam artian yang sebenarnya.

―menolak ajakan kencan Kazune juga termasuk hal yang bodoh.

"Kenapa kau tidak cari pacar asli saja, Kazune?"

"Kupikir kau menyadarinya," gumam Kazune. "Hampir seluruh siswi di sekolah kita itu termasuk fans-ku, kalau bukan berarti fans Kuga atau Nishikiori," jelasnya.

"Gini ya," Karin bersorak dalam hati, bersyukur karena otaknya bekerja di waktu yang tepat. "Kalau iya jadi, artinya hubungan kita itu parasitisme, kamu diuntungkan dan aku dirugikan, gak adil kan,"

"Ralat," balas Kazune. "Yang benar komensalisme. Kamu gak diuntungkan atau dirugikan,"

"Gak lah!" seru Karin. Untung kafe sedang sepi, jadi tidak terlalu menganggu kalau Karin berisik seperti ini. "Ah sudahlah! Pokoknya aku maunya diuntungkan juga!"

"Ya sudah, kalau aku jadi guru privat kamu biar nilai kamu naik, asal kamu mau jadi pacar bohonganku, gimana?" tawar Kazune. "Lagian cuma sampai aku lulus saja kok."

Karin berpikir sejenak, tak ada salahnya kan untuk mencoba belajar dari orang yang paling pintar sesekolah? "Boleh juga."

"Oke."

Semoga Kazune tidak akan menyesal ...


Karin duduk di pinggir kasur berukuran sedang di dalam kamar bercat merah muda. Kedua lengannya mendekap sebuah bantal berwarna krem.

Pikirannya melayang saat tadi, dimulai dari Kazune yang bertabrakan dengannya, lalu memeluknya, dan saat di kafe, Karin baru sadar kalau iris Kazune tak kalah indah dengan permata safir. Di samping itu, Kazune cukup ... tampan. Tak salah dia termasuk ke dalam jajaran the most wanted guy di sekolahnya.

Tapi tunggu. Apa maksudnya? Karin memikirkan pemuda itu?

Pasti efek dari otaknya yang sangat lelah membuat Karin jadi berpikiran yang aneh-aneh.

Karena tak mau banyak berpikir tentang hari ini, Karin memilih untuk tidur saja.

Dan, oh! Pipinya agak bersemu ternyata.


To Be Continued


Zona Bacot Author:

Halo! Fanfiksi ini terinspirasi pas aku lagi dengerin lagu Mocca - I Remember.

Oh iya, aku juga lagi bikin fanfiksi baru lagi loh! :D *ELO*

Tapi publish-nya kalau yang ini udah selesai-_-

Aku juga udah terlanjur nge-ship KazuRin. Jadi nggak ada kemungkinan bakalan ada crack-pair. Tapi bukan berarti aku nggak akan ngelanjutin ff aku yang MTG loh!

Terus, kenapa judulnya Cappuccino itu bakalan aku jelasin di akhir cerita! Terus kalau ada yang bisa nebak alasannya, boleh kok! Jangan sungkan deh, haha :D

Pokoknya minna, kalau ada kritik, saran, masukan(sama aja), atau apalah itu review aja! Flames juga aku terima kok. Tidak ada kata terlambat untuk mereview loh.

So, mind to review minna?