Four Brothers
Remake The Chronicles of Audy: 4R by Orizuka.
Character(s): Oh Sehun, Lu Han, and EXO members.
Pairing: SehunxLuhan, slight! Chanbaek and SuLay
Rating: T
Genre: Romance, Drama, lil bit Humor, Yaoi
[Warn!] Bahasa amburadul, typo, boyxboy, dll.
I own nothing but this fanfic! Semua milik Tuhan Y.M.E—EXO teteup milik SM.
Enjoy!
Chapter 1: One more step!
A,A,A,B,A,A,B.
Luhan mengerjap beberapa kali setelah membaca deret tujuh huruf pada buku agendanya. Ia mengucek mata, lalu membacanya dari jarak dekat, hanya untuk meyakinkan ia tak salah baca. Tetapi, tulisan itu tetap A,A,A,B,A,A,B.
A,A,A,B,A,A,B?
Punggung Luhan menegak. Jantungnya berdetak kencang. Kakinya tiba-tiba gemetar. Luhan langsung berlari menuju sederet komputer yang disediakan perpustakaan fakultasnya.
Dengan jari gemetar, ia mengetik alamat website kampus dan memasukkan user ID nya, mengakses laman pribadinya. Nilai-nilai yang sepuluh menit lalu ia catat dengan malas-malasan dan tanpa ekspektasi, seperti biasanya.
Begitu selesai menyamakan nilai semua mata kuliah itu dengan catatan pada agendanya dan Luhan tidak salah catat, Luhan tepekur. Luhan menatap tak percaya angka indeks prestasi semester ini yang tadi luput Luhan perhatikan. Sebelumnya, nilai indeks prestasinya tidak pernah enak dilihat, jadi Luhan tidak pernah repot-repot melakukannya. Indeks prestasinya semester ini 3,7, sodara sekalian.
Luhan tidak bisa menghentikan dirinya sendiri untuk memuji diri dalam hati.
"Xi Luhan! Kau hebat juga!" –batinnya bahagia.
Luhan berdiri dan mendorong kursi yang tadi didudukinya 'agak' kasar, dan itu menimbulkan bunyi mendecit ngilu (alhasil dia ditatap sengit oleh penjaga perpus) dan berjalan keluar perpustakaan sambil melempar senyum manis kepada semua orang (yang ditanggapi dengan orang-orang dengan dahi berkerut), lalu menuruni tangga dengan riang.
Begitu keluar gedung perpustakaan, Luhan tidak tahan untuk tidak kembali membuka agendanya lebar-lebar dan menatap nilai-nilai menakjubkan itu dengan rasa haru.
Luhan masih mengagumi nilai-nilai itu ketika ia merasakan ponselnya bergetar di saku jeans-nya. Luhan mengeluarkan ponsel nya lalu nyengir melihat nama yang muncul disana.
"Mama*!" Luhan menyambut sambungan itu dengan ceria, bermaksud langsung memberinya kejutan ini. "Tebak apa?"
"Saozhou*! Jimaodanzi*! Yi Quan*!" Ibu Luhan, Xi Meili, tiba-tiba mencerocos. Fyi, Luhan sebenarnya tinggal di Cina, tetapi karena dia ikut pertukaran pelajar ke Korea, jadi dia kuliah di Korea. Dia bisa berbahasa korea karena ayahnya lahir di Korea dan ayahnya mengajari bahasa korea dari sejak ia 5 tahun.
Luhan mengernyit sejenak. Ibunya ini memang aneh. Sepertinya ia kebanyakan nonton acara kuis atau apa.
"Ta keneng shi!*" Entah kenapa Luhan malah menanggapi celotehan ibunya. Ia lalu berdeham. "Bukan itu. IP-ku, ma! IP-ku semester ini 3,7 ma!"
"Itu..harusnya bagus?" tanya ibuku (sekarang dalam bahasa korea, tadi kan cina heuhue) dengan nada tak yakin, membuat bahu Luhan merosot. Sudah berapa kali sih Luhan menjelaskan padanya kalau IP itu tidak bisa lebih dari 4 dan tidak bisa dibandingkan dengan nilai ujian Haowen?
Haowen itu adik Luhan, ngomong-ngomong. Datar, dingin, bandel, dan sebagainya.
"Ma, 3,7 itu udah bagus BANGET," jelasnya, dongkol. "Ingat, ma, 3,7 itu dari 4 bukan dari 10."
"Ne, ne.." timpal Meili, tapi tidak terdengar mengerti.
Luhan menghela napas, menyerah untuk menjelaskan lebih lanjut. Luhan hanya harus mengenakan toga di akhir tahun dan berfoto dengannya di studio foto, baru ia akan paham kalau anaknya lulus dengan nilai memuaskan untuk masuk ke perusahaan manapun. Yeah, right.
"Jadi? Wae geurae, eomma?" tanya Luhan sambil menuruni undakan, bermaksud kembali ke fakultasnya. Tidak biasanya eommanya menelponnya duluan, sepagi ini pula. Ia tidak akan menelepon kalau tidak penting-penting amat. Sayang pulsa.
"Ng...Lu, liburan ini...kamu nggak usah pulang dulu ya," kata Meili, berhasil membuat langkah Luhan terhenti. Suara klakson yang panjang dan memekakkan telinga tahu-tahu terdengar dari arah kiri Luhan. Luhan berjengit dan segera melipir ke trotoar.
"Waeyo, eomma?" tanya Luhan, curiga.
Luhan menengok kanan-kiri, tidak ada mobil ataupun motor. Luhan menyebrang lalu berjalan cepat memasuki fakultasnya.
"Mm...pokoknya liburan ini nggak usah pulang dulu," suara Meili kembali terdengar. "Kamu konsentrasi aja sama kuliah kamu dulu, ne?"
Langkah Luhan kembali terhenti, kali ini di selasar bawah gedung baru—entah ini gedung apa. Biasanya selasar ini digunakan untuk tempat kumpul-kumpul mahasiswa, tapi hari ini sepertinya semua orang sedang sibuk menikmati liburan antarsemester. Yep.
"Eomma, aku sudah tidak ada perkuliahan lagi," kataku, tidak berminat menghabiskan waktu di kos sendirian sambil bertapa. "Aku mau pulang, ngapain liburan disini!"
"Andwae! Jangan dulu, Lu! Percaya sama eomma!" sahut Meili lagi, membuat Luhan menganga. Luhan harus percaya padanya, ia bilang? Kepada seorang ibu yang melarang anaknya untuk pulang tanpa alasan yang jelas?
"Eomma, sebenarnya ada apa sih?" desak Luhan, tapi tahu-tahu suara Meili menghilang. Luhan menatap layar ponsel yang sudah kosong, lalu mendesah pasrah.
Luhan sepertinya bisa menebak apa yang sedang terjadi di rumah. Mereka pasti benar-benar tidak mempunyai uang untuk membayar ongkos Luhan, maka mereka melarang Luhan pulang. Sedih memang, tapi apa boleh buat.
Sebenarnya, mereka tidak benar-benar miskin. Mereka cukup berada, sampai mereka memutuskan untuk terjun bebas ke dunia investasi idiot-plus-sialan itu.
Beberapa bulan lalu, kedua orangtua Luhan termakan bujuk rayu teman SHS mereka. Mereka tertipu habis-habisan setelah disuruh menanamkan modal dalam jumlah besar disebuah perusahaan trader emas. Modal itu lenyap tak berbekas sebelum Appa nya mengecap untung.
Sebagai akibat, sekarang keluarga Luhan hidup pas-pasan. Toko mainan anak-anak warisan kakeknya ditutup untuk membayar utang. Semua perhiasan dan barang-barang harga digadaikan. Untuk membayar kuliah Luhan semester ini pun, mereka tak sanggup. Makannya mereka menyerahkan semua kepada anak sulung nya yang manis—Luhan dengan segala doa 'semoga cepat lulus' dan menyuruhnya cepat-cepat menyusun skripsi.
Luhan mengangkat agendanya, kembali menatap deretan nilai yang masih terhias disana. Luhan HARUS lulus dengan cepat, mengingat kedua orangtuanya masih harus membayar biaya sekolah Haowen—yang baru kelas 5 SD. Setelah lulus, Luhan akan segera mencari kerja di perusahaan besar untuk menghidupi ia sendiri. Masa bodoh tentang keluarganya. Ia tidak mau tenggelam dalam kemiskinan mereka.
Setelah Luhan meneriaki 'Hwaiting, Lu!' di dalam hatinya, ia melangkah mantap menuju kantin. Perutnya masih kosong karena ia tidak punya persediaan makanan lagi di kos.
Kantin terlihat penuh dengan anak-anak dari berbagai jurusan, tapi Luhan dengan mudah mengenali sesosok lelaki rambut berwarna cokelat susu dan bertubuh mungil mengantri didepan kasir. Luhan menghampiri lelaki dengan roti di tangan itu, lalu menutup matanya dari belakang.
"Luhan!" seru Baekhyun—nama lelaki itu, membuat Luhan melepasnya. Baekhyun menoleh dengan wajah masam. "Aku tahu itu kau, Lu." Katanya dengan dialek yang khas. "Dari suara langkah kakimu yang kayak Hagrid."
"Sialan," umpat Luhan. Luhan membiarkan Baekhyun membayar rotinya, lalu mengikutinya ke arah salah satu bangku panjang yang mengelilingi meja panjang dengan warna senada yang tersebar di mana-mana di kantin ini. Setelah duduk di depannya, Luhan memasang cengiran lebar. Baekhyun pasti kena serangan jantung kalau ia memberitahunya tentang nilainya.
"Mwoya?" semprot Baekhyun yang rupanya risih dengan ekspresi konyol Luhan. "Perasaanku jadi nggak enak..."
"Baek!" sahut Luhan akhirnya, tidak tahan lagi untuk memberitahunya. Luhan mengacungkan agendanya, tapi sebelum Luhan sempat bicara, Baekhyun sudah menepuk bahu Luhan dengan wajah paham.
"Aku tahu," katanya penuh simpati. "Kau pasti girang karena akhirnya dapet B di pengantar ilmu Hubungan Internasional yang kau ulang. Aku paham perasaanmu. Aku juga kok."
"Aniya! Bukan itu!" sambar Luhan, lalu menunjuk catatan kartu hasil studinya tadi. "Baca dulu!"
Baekhyun mengamati deretan nilai Luhan dengan dahi mengernyit. "Nilai siapa tuh?"
"Nilaiku, Baek!" sahut Luhan gemas, membuat kerutan dahi Baekhyun melonggar. Detik berikutnya, ia terbahak.
"Maldo andwae, maldo andwae," komentarnya geli. Tapi karena Luhan tak kunjung bilang 'tapi bohong!', dia merebut agenda yang Luhan pegang dan membacanya dengan seksama. Wajahnya sekarang berubah takjub.
Luhan sendiri menatapnya geli. Dari awal kuliah, Baekhyun—sering ia panggil bacon sebenarnya, memang partner-in-crime nya. Mereka mengambil minat topik dan kawasan yang sama, mendapat D di mata kuliah yang sama dan mengulangnya bersama. Bagi mereka, nilai A adalah hal yang hampir mustahil dan patut dirayakan jika berhasil mendapatkannya. Sekarang, Baekhyun sudah menatapku tak percaya, bibir tipisnya menganga lebar.
"Kau serius?" serunya. Luhan mengangguk imut. "Kok bisa?"
Luhan mengedikkan bahunya. "Kayaknya kemiskinan keluargaku ada hikmahnya juga," katanya, tapi lantas mendelik Baekhyun. "Kok reaksimu gitu banget si?"
"Kau mau reaksiku gimana? Senang?" semprot Baekhyun sadis.
"Ya iya dong!" Luhan balas menyahut, gemas.
"Kau mau lulus duluan, terus kau ngarep aku senang, gitu?" sahut Baekhyun dengan mata menyala-nyala, kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. "Aku kan jadi nggak ada temen ngulang lagi, Lu!"
"Baek..nakutin," kata Luhan, sekarang benar-benar ngeri melihat tampang Baekhyun yang mirip nenek sihir. Tanpa menyadarinya, Luhan sudah mencondongkan badan ke belakang, menghindarinya.
Baekhyun mendesah, tampak benar-benar depresi. "Mianhae," sesalnya. Saat Luhan menghembuskan napas lega, Baekhyun meraih tangan kanan Luhan dan menggenggamnya erat. "Lu, kampus bakalan sepi tanpa kau.."
Luhan menarik tangannya sambil menyipitkan mata. "Baek, aku bukannya mau mati," katanya, membuat Baekhyun terkekeh. "Lagian aku belum dapet ide buat judul skipsi."
Baekhyun berlagak serius. "Hm..gimana kalo judulnya Pengaruh Kegantengan Baekhyun Terhadap Minat Belajar Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Seoul 2008?"
"Oh, geurae!" Luhan pura-pura semangat soal ide bego Baekhyun, lalu menatapnya sinis. "Bisa langsung dibuang ke tempat sampah deh outline-ku. Dan, kau itu cantik, bukan ganteng."
Baekhyun tertawa lepas. "Cantikan juga kamu Lu," Luhan mendelik sejenak, lalu ikut-ikutan tertawa lepas. Mendadak, ia jadi ingin seperti Baekhyun yang masih bisa santai berkuliah dan tidak dikejar-kejar jerat kemiskinan seperti dirinya.
Mata sipit Baekhyun tiba-tiba tertancap kepada sesuatu, jadi Luhan mengikuti arah pandangannya. Beberapa mahasiswi angkatan baru dari berbagai jurusan lewat di depan mereka, bau parfum mereka yang tidak mengenakkan dan beberapa dari mereka melirik Luhan dan Baekhyun sinis membuat Luhan risih.
"Teganya kau meninggalkanku di antara makhluk-makhluk itu," keluh Baekhyun sambil tetap mengamati gadis-gadis itu. "Liat deh, mau ngampus apa ngeceng, coba?"
"Sirik sama kecantikan mereka Baek?" tanya Luhan sarkastik, walaupun dalam hati ia menyetujui perkataan Baekhyun. Para mahasiswi itu mungkin salah menganggap kampus sebagai mal atau bagaimana. Luhan yang manly-tapi-gagal-soalnya-mukanya-cantik ini sangat tidak suka dengan gadis-gadis seperti itu. Menjijikkan, pikirnya.
"Orangtuamu gimana kabarnya?" tanya Baekhyun, mengabaikan pertanyaan Luhan. Luhan jadi teringat akan telepon eomma nya tadi.
"Saking miskinnya sekarang mereka melarangku pulang," jawab Luhan, membuat Baekhyun melongo.
"Kau serius?" sahutnya dan Luhan mengangguk pelan. "Wae?"
"Nggak ada uang buat ongkos pulang." Luhan tersenyum miris, tapi segera menggelengkan kepala, mengumpulkan semangatnya. "Tapi aku bakal secepatnya selesain ini skripsi, terus cari kerja."
Baekhyun menatap Luhan simpati. "Mereka masih ikutan investasi itu?"
"Kayaknya sih masih," Luhan mendesah. "Tau deh itu berdua, kapan mau berhentinya."
Baekhyun mengangguk-angguk pelan. "Lu, kapan pun kau butuh bantuan.."
"Aku tahu," Luhan menyela Baekhyun. Luhan tidak pernah meragukan kebaikan Baekhyun, tapi ia juga tidak mau meminjam uang darinya karena ia pasti tidak akan mengembalikannya. Luhan sudah sering mengalami kejadian ini (seperti dibelikan makan-minum). Sampai sekarang Baekhyun selalu menolak walaupun Luhan hanya bermaksud mentraktirnya es teh.
Dan itu menyakitkan.
"Jangan ngerasa nggak enak," kata Baekhyun lagi. "Kita kan chingu."
Walaupun kadang sinis, sebenarnya Baekhyun chingu yang cukup oke. Dia juga sangat ganteng (read: cantik) dengan mata sipit—yang biasanya dihiasi eyeliner (walaupun ia tidak mau dibilang cantik tapi ia memakai eyeliner,seperti perempuan lol), hidung mancung, dan bibir pink tipisnya.
"Maksudku, kan aku malu saja kalau aku melihat kau minta-minta di perempatan," sambungnya, membuat pikiran Luhan tentangnya buyar. Lelaki ini memang ganteng (read:cantik) dan sebagainya, tapi ia tetap menyebalkan. Sekarang Luhan sadar kenapa ia tidak punya teman dekat selain Luhan di kampus ini. Hanya Luhan yang tahan menghadapi segala komentar pedasnya.
Saking dekatnya, sampai-sampai mereka mendapatkan julukan 'Little Sharp Beauty' (karena wajah mereka berdua cantik—dan tubuh mereka mungil, dan sharp untuk Baekhyun, 'tajam') yang tidak terpisahkan.
"Bercanda," dia menyenggol Luhan dengan sikunya.
"Harus bercanda," Luhan balas menyikutnya, lalu nyengir. Bagaimanapun, Baekhyun adalah temannya. Mereka hanya harus saling memahami dan semuanya akan baik-baik saja.
Baekhyun ikut nyengir, lalu merangkul bahu Luhan. "Serius, Lu, kalau kau ada kesulitan, bilang aja sama aku. Kalau aku bisa, pasti aku bantu kok."
"Oke," kata Luhan, menganggapnya serius. "Kalau gitu, kau bisa mulai membantuku mencari judul skripsi."
"Oh, kalau yang itu aku lewat," tolaknya secepat kilat hingga membuat Luhan melongo. "Aku lupa bilang, kalau bantuanku tadi cuma bantuan finansial."
Mereka terkekeh selama beberapa saat, lalu mengobrol tentang topik-topik skripsi yang menarik.
Luhan hanya punya satu semester lagi.
Satu langkah lagi keluar dari kampus ini. Satu langkah lagi.
.
.
.
To be Continued..
Ann's note:
*Mama: panggilan ibu di China.
*Saozhou: Sapu
*Jimaodanzi: Kemoceng
*Yi Qian: Lap
*Ta keneng shi: Bisa jadi (ini ceritanya ibunya Luhan lagi nonton eat bulaga di cina, pake tv saya dari indo :v #manaada)
So...RnR? :3
