Dynasty Warriors c KOEI Tecmo

Gan Ning x Ling Tong (bl)

Romance, drama

¼ Dynasty Warriors, ¼ Romance Of Three Kingdoms, ¼ sejarah, ¼ penambahan-pengurangan-pengubahan dari author.

Sumber:

Google

Wikipedia

Koeiwiki

Kongmingarchive


DON'T LIKE, DON'T READ


Kau masih memutar-mutar gelas yang berada di depanmu tanpa meneguk isinya sejak 10 menit yang lalu. Dengan mata yang masih terpaku pada objek yang sama, kadang menghela nafas, kadang tertawa kecil. Kadang mendecih dan sering tersenyum. Sebentar memenjamkan mata-entah apa yang kau lihat dalam imajimu-dan akhirnya mulai melirik pemuda yang sedari tadi mendehem meminta perhatian.

"Master Ling," ia membuka suara, "Anda mendengarku sekarang?"

Kau mendelik dan tertawa remeh. Tentu kau mendengarnya-bahkan sejak panggilan pertama, namun untuk apa?

"Ada apa memanggilku kemari?"

Oh yea, tentu saja, umpatmu dalam hati. Kau yang memanggilnya kemari-strategis muda itu, mengapa kau bisa lupa?

"Nah," kau menatap arakmu dan meminumnya sekali teguk, "kukira kau tak akan mau tahu aku memanggilmu ke sini untuk apa."

Ia tertawa, duduk di sebelahmu dan mulai mencari ke arah mana kau melihat. Kau teguk lagi gelas arakmu yang sudah ia isi, kali ini dengan tempo yang pelan, membuatmu bernyanyi tanpa sadar.

Pemuda di sampingmu menatapmu dengan rasa kasihan. Kau melirik, membuatnya mengerjap berulang kali, memunculkan senyum tanpa dosa. Bibirnya bergerak dan kau tahu apapun yang akan ia katakan bukanlah hal yang bagus. Setidaknya bukan untukmu.

"Master Ling, apa yang Anda lihat?"

Dan kau tertawa lebih keras dari sebelumnya. Menuang arakmu dari botol yang baru, kau berucap sebelum meminum cairan itu. "Sesuatu yang mengerikan, Lu Xun. Amat mengerikan."

"Aku ingin tahu itu apa," tangannya bergerak menuju helai mahonimu, menyisirnya pelan dengan jemari yang ramping. "Anda tersenyum begitu indah, pasti itu tidak seburuk yang Anda katakan."

Kau memejamkan matamu, merasakan hangat dari jari-jari lentik yang terus mengusapmu. Masih dengan pemandangan yang sama, bayangan yang serupa. Kau kembali tertawa, hanya saja terdengar getir.

"Kau tahu, Boyan, aku bisa melihat apa-apa yang kuingin. Tidak berat, sebenarnya, hanya beberapa hal yang aku rindukan. Ayahku, kampung halamanku, anak-anak yang tengah bermain, musim gugur, laut..."

Kau membuka matamu dan menatap kosong lonceng-lonceng yang tergantung, "Angin, suara lonceng, bahkan hal yang memuakkan."

Kau memaklumi tatapan kasihan yang kembali ia lontarkan. Seperti anak anjing, kau tahu. Tapi apalagi yang bisa kau lakukan?

"Itu sedih, Master Ling. Tapi aku mengerti perasaanmu."

Kau tertawa. Mengerti? Perasaanmu? Ah, tentu saja, ia juga kehilangan ayahnya, ia juga kehilangan orang tercinta, ia juga kehilangan sahabat. Lalu? Bukan berarti nasib yang sama memiliki rasa yang sama, bukan? Ia tidak tahu rasanya bekerja sama dengan pembunuh orang tuamu, setiap hari, dijejali informasinya yang sumpah demi apapun tidak ingin kau ketahui, memendam amarah dan benci yang tak juga terlampiaskan. Ia tidak tahu bagaimana rasanya mendengar suara denting lonceng yang mengganggu, melihat bajak laut dengan senyum menggelikan dan tingkah yang membuatmu ingin memukulnya tepat di wajah yang penuh rasa percaya diri.

Ia tidak tahu bagaimana tersiksanya dirimu kala semua hal yang kau benci darinya mulai menarik diri dan menunjukkan sisi yang membujukmu untuk melemah. Ia yang lembut, perhatian, penyayang, pejuang keras, pecinta yang baik-

Lu Xun jelas tidak tahu bagaimana rasanya memadu kasih dengan pembunuh ayahmu sendiri.

Angin mulai berhembus pelan, samar kau dengar suara lonceng itu, makin keras tatkala kau kembali menutup matamu.

Kau merasakan sang pemuda memeluk tubuhmu, membasahi pundak dengan air matanya. Dalam diamnya beningan itu terus mengalir, kau patut memuji kemampuannya menangis tanpa suara.

"Sampai kapan, Master Ling? Sampai kapan Anda terus begini?"

Kau bangkit menjamah lonceng-lonceng yang tergantung. Rindu melompat-lompat dari dadamu, panas kau rasa di ujung jarimu, tanpa sadar kau menahan nafas. Tanpa menutup mata pun kau kini dapat mengingat memori yang paling kau suka. Di lokasi yang sama, memandang mentari senja di musim gugur yang mulai dingin. Dengan angin dan dentingan lonceng merdu...

"Entahlah, Lu Xun," kau berbisik pada lonceng-lonceng di tanganmu itu, mengecupnya dengan ujung bibirmu. Pelan dan hati-hati, penuh rasa pilu. Menariknya ke pelukanmu, mengistirahatkan tubuh yang terlalu lelah di pangkuan pemuda yang masih terus menangis. "Mungkin sampai saat ini saja. Atau besok. Atau lusa, atau entahlah..."

Ia menghentikan gumamanmu dengan sentuhan lembutnya di lokasi yang sama beberapa menit yang lalu. Kau tersenyum, terlelap dalam hangat yang perlahan timbul dari dadamu. Hangat yang membawamu terlarut dalam masa lalu, mengingatkanmu pada suara serak yang memanggilmu penuh kasih. Makin melarutkanmu dalam memori yang tak akan kau lupakan,

Kala pertama kau berjumpa dengan orang yang merenggut semua yang kau miliki.

_To Be Continued_