Fate : The True King of Heroes
.
.
.
Disclaimer : [©Masashi Kishimoto] dan [©Type-Moon]
Presented By : The Red Saber-Mordred
Rating : M (For Safe)
Pair : Naruto x ?
Genre : Action, Fantasy, Magic, Slight Romance, Etc.
Warning : Typo, OOC, Bahasa tidak Baku, Alternative Universe, and Etc.
.
.
.
Summary
.
.
Dia kehilangan sahabat terbaiknya dalam sebuah pertempuran maha-dahsyat yang di sebut dengan Perang Dunia Shinobi IV. Namun dia harus mati sebagai pahlawan melawan seorang Dewi dan menyelamatkan dunia-nya. Kini dia dibangkitkan kembali dalam sebuah dunia yang sangat berbeda, hidup sebagai Heroic Spirits dengan code name 'Archer'.
Opening Theme : UNLIMITS - Cascade
Chapter 1 Prolog
[ Bagian I ]
Dimana aku?
Mengapa aku tidak bisa melihat apapun?
Dimana ini, aku tidak bisa merasakan tubuhku, aku tidak dapat mendengar apapun. Sangat sunyi, tanpa ada suara, tanpa ada aroma, tanpa ada sentuhan. Hanya saja aku masih sadar, kuso! ini begitu aneh tapi juga nyata.
Kuso!
Sudah berapa lama aku disini?. Aku tidak tau, berapa detik, menit, jam, bulan dan tahun. Aku tidak bisa mengingat apapun, yang ada hanyalah kegelapan sunyi dan hampa yang menyelubungiku.
Apa ini kematian?
Apa aku sudah mati?
Atau hanya halusinasi semata?
Hanya ada aku disini, aku bahkan tidak bisa mendengar ucapan si bola bulu itu lagi. Oke baiklah, mari kita ingat-ingat apa yang terjadi padaku. Sejenak mataku melebar, lidahku terasa kelu, emosi-ku menjadi tidak stabil.
Aku menang?
A-aku menang dalam perang ini?
Tunggu-tunggu, ada sebuah kejadian janggal, apa ini. Kepingan memori ini sangat...sangat, ahh.. Begitu yah. Saat terakhirnya, Sasuke memberikan sebuah hadiah perpisahan padaku, sebelum dia mengorbankan dirinya ketika melawan sang Dewi Kelinci, Kaguya. Dia harus mati karena melindungi ku.
Sial!
Apa itu, mau jadi pahlawan huh! Tetapi pada saat itu lah aku berjanji padanya, dengan pemberianya aku berjuang hingga titik akhir walaupun harus di bantu oleh Kakashi-sensei, Sakura dan Obito. Tanpa Sasuke kami kesulitan, tetapi aku tidak akan pernah melanggar janji ku, karena itulah jalan ninjaku.
Kami melawanya sepenuh tenaga. Oh tidak, dia sungguh luar biasa, kami bahkan tidak bisa menggores pakaian-nya sekalipun. Tidak ada jalan terakhir, aku mengorbankan diriku, aku meniru di yang kuanggap sebagai sahabat sekaligus rival-ku. Cukup lama, akhirnya jalan terbuka, aku menghancurkan tubuhku, tubuhnya sekaligus dengan Zetsu hitam dengan justu gabungan dan itu dibantu oleh Kakashi-sensei dan Sakura yang hanya bisa menangisi kepergianku.
Sekilas aku tersenyum mengingat Jiraya-sensei, Tou-san dan Kaa-chan, Hiruzen-jiji, Sasuke dan banyak lagi, mereka mengorbankan diri-nya dan aku mengikuti jejak mereka. Sekilas aku teringat tujuan ku hanya untuk di akui oleh seluruh Shinobi di dunia, aku tertawa kecil.
Jiraya-sensei, aku akan menyusulmu sekarang. Selamat tinggal pahlawanku, terima kasih untuk segalanya, terima-kasih telah mengajariku arti menjadi shinobi sebenarnya. Kaa-san, aku sungguh bahagia, aku sungguh bahagia bisa dilahirkan olehmu, walaupun terus di hindari dan dihina oleh penduduk desa, itulah yang menjadi batu loncatan bagiku untuk menjadi shinobi sesungguhnya. Tenang, Aku masih belum mempunyai kekasih, aku juga tidak minum sake, aku juga bisa menyimpan uang tabunganku, arigatou okaa-san.
Tou-san, jangan marah kalau anak tampan mu ini akan segera menyusulmu, mungkin kaa-san juga akan lebih menyayangiku nantinya, aku memang bodoh tidak sepertimu yang jenius, tetapi aku akan tetap sepertimu dattebayo. Sasuke, hei kawan maafkan aku, meskipun dengan bantuan kekuatan yang kau beri padaku, aku tetap tidak bisa menang dengan keadaan sehat, maa.. Aku juga akan segera menyusulmu, teman.
Aku..
Pahlawan?
Jangan bercanda.. Orang seperti ku mendapat tittle itu sangatlah tidak layak, pahlawan mana yang hanya bisa menatap diam ketika teman mu terbunuh.
Kuso! Aku berharap jika keajaiban itu ada, aku berharap jika kesempatan kedua itu ada. Sebuah cara untuk mengembalikan semuanya, aku tau ini terdengar konyol dan mustahil. Tetapi, aku akan melakukan apapun untuk menggapai hal itu..
Itu adalah impianku sekarang..
Itu adalah keinginan yang sangat aku harapkan.
'Silau sekali, apa itu.'
Aku menyipitkan mataku ketika melihat sesuatu yang bersinar terang, awalnya hanya sebesar kelereng, namun kini tampak semakin besar, aku terkejut sekaligus senang.
Apakah itu jalan keluar dari tempat ini?
Aku bahagia, dengan segenap tenaga aku mencoba berlari ke sana, namun harapan ku pupus, aku tidak bisa menggerakan kaki-ku, semua yang ku rasakan hanyalah ke hampaan. Sekali lagi aku kembali melihat ke arah bola cahaya itu. Terlihat semakin besar saja, aku mengereskan rahangku dan kembali mencoba bergerak ke sana. Aku tidak bisa merasakan apapun, namun aku akan tetap berusaha, akan akan pulang dan bertemu dengan teman-temanku dan aku percaya akan hal itu. Aku percaya bahwa jalan Shinobi ku adalah pantang menyerah.
Aku mencoba menggerakan kaki ku kembali seraya berharap agar bisa bergerak walaupun hanya satu inci. Teman-teman ku, Sakura, Kakashi-sensei, Hinata, Iruka-sensei, Tsunade Baa-chan tunggu aku, aku akan pulang saat ini dan akan menjadi Hokage.
Tes...
Apa ini, air? Di wajah ku?
Apa aku menangis?
Ah benar, aku merasakan sesuatu yang mengiris hatiku, aku putus asa dan sadar bahwa aku tidak akan kembali lagi. Kulihat bola cahaya itu semakin membesar hingga 4 kali lipat lebih besar dari ku, gelapnya tempat ini sekarang berubah menjadi terang benderang, namun aku bisa merasakan mataku yang semakin tertutup, rasanya seperti rasa kantuk, namun lebih dalam dari hal itu. Aku merasa diriku akan menghilang sekarang, dengan kaki ku yang mulai berubah menjadi material cahaya.
"Uzumaki Naruto."
Sebuah suara berwibawa dapat terdengar olehku, memang terasa asing, namun aku senang, aku tidak sendiri di sini, aku ingin membuka mulutku untuk berbicara, namun tetap saja tidak bisa, siapa dia, kenapa aku merasa tenang sekali setelah mendengar suara itu, auranya begitu hangat dan tenang.
Mencoba membuka mataku kembali dengan usaha yang lebih keras. Akhinya terbuka juga, tapi apa itu, cahaya tadi kini berada di depanku dan mengambil bentuk sebuah pintu emas besar dengan pola rumit di setiap sisinya.
Pintu derderit terbuka sedikit, mengeluarkan cahaya yang begitu terang di sana, aku merasakan tubuhku mulai bisa di gerakkan. Jari tangan ku, kaki ku, hingga semuanya terasa begitu normal, aku tersenyum.
'Aku akan pulang, teman-teman tunggulah.'
"Kau sudah mati."
Tidak suara itu terdengar lagi, dimana dia, siapa dia. Aku tidak ingin mati, masih banyak yang ingun aku kerjakan, aku juga masih belum menjadi seorang hokage. Seseorang tolonglah, jangan bercanda.
Aku tersadar, yah itu benar, aku sudah mati, aku tadi memang tidak mempercayai kata itu, tapi sekarang aku tau bahwa aku telah mati. Mungkin ini adalah pintu ke gerbang akhirat.
"Apakah di sana merupakan Surga yang penuh kemurnian, tou-sama, kaa-sama?"
Perlahan aku menggerakan kakiku berjalan ke sana, tetapi pintu itu tertutup ketika aku berada di depannya.
"Hei tunggu, aku ingin ke sana, tou-san dan kaa-san sudah menungguku."
Aku berteriak, sekarang aku sadar bahwa aku sudah menerima takdirku, dengan mati sebagai seorang yang sudah diakui.
"Ini adalah gerbang bagi mereka yang telah mencapai status pahlawan. Dimana seseorang yang sudah mencapai perbuatan yang besar di masa lalu, masa kini dan masa depan. Merupakan tempat istirahat dan harapan yang abadi."
A-apa.. Pahlawan? Harapan? Apakah benar begitu, aku merasa janggal sekarang.
"Ini merupakan dunia yang begitu murni, dan perkenalkan aku adalah Guardian of the Thrones. Bisa juga di panggil Keeper of Record atau yang lainya."
Oh hei apa.. Namamu terdengar begitu aneh. Oh ayolah, aku bingung kenapa kau memiliki banyak nama, tetapi aku tidak bisa melihat wujudmu.
"Tapi mengapa aku di sini."
"Kau ada di sini karena kau memang cocok berada di sini. Uzumaki Naruto, maukah kau menerima takdirmu sekali lagi sebagai seorang yang menyalamatkan banyak nyawa."
"Oh heeh.. Tentu saja aku mau, itu adalah jalan ninja ku, seberapa berat, seberapa besar dan seberapa jahat aku akan melawannya."
"Baiklah, kau sudah mengambil jalan ini, kau sudah mengklaim takdir ini, berjalanlah ke pintu itu dan penuhi takdir mu sebagai HEROIC SPIRITS."
[ Bagian II ]
"Tepat waktu.. Baiklah, dengan melakukan pemanggilan di pukul dua pagi.. yosh ini saatnya [ Mana ]-ku berada pada puncaknya.. Aku akan mendapatkan Saber, walaupun tanpa katalis." Ucap seorang gadis bersurai hitam twintails yang sedang melakukan sebuah ritual pemanggilan.
For the element silver and iron.
For the foundation, stone and the Arcduke of contracts.
For the ancestor, my great master, Schweinorg.
Close the gate of cardinal directions.
Come forth from the Crown and follow the forked road leading to the kingdom.
Fill, fill, fill, fill, fill.
Repeat five times.
But when each is filled, destroy it.
Set.
Lingkaran sihir pemanggilan di depanya mengambil pola aksara rumit berwarna crimson melambangkan bahwa sihir pemanggilanya akan berjalan sempurna. Sekilas senyum sumringah terpartri di wajahnya, gadis itu pun kembali melanjutkan ritual ini dengan membaca mantera pemanggilan.
My will creates your body and your sword creates my destiny.
If you heed the Grail's call and obey my will and reason, then answer me!.
I hereby swear, that I shall be all the good in the World.
That I shall, defeat all evil in the world.
You seven heavens, clad in these three great words of power of come forth from the circle of binding.. Guardian of scales.
Cahaya crimson terang menyinari tempat itu, hingga kemudian meledak ke segala arah menimbulkan ledakan cahaya yang sangat terang.
"Sempurna!" Gadis itu berseru dengan nada bersemangat. "Ehh..?!". Dia terdiam dan bingung seraya celingak celinguk mencari sesuatu, namun nihil, tidak ada apa-apa di depanya selain ruangan yang berdebu, dia bingung dan berkata. "Dimana servant ku..?"
Dia terdiam seraya mencari dimana letak kesalahanya, tidak, dia rasa semuanya sempurna, tapi dimana dia, dimana servant itu.
Dooooommm..
Gadis itu terkejut, suara dentuman terdengar dari ruangan yang tidak jauh darinya. Dengan segera dia berlari kesana sambil merutuki hal tersebut. Gadis itu terdiam di ambang pintu, bagaimana tidak, di depanya saat ini terlihat berantakan dengan meja rusak, lantai retak dengan segala benda berserakan.
Eitss.. Tetapi tunggu dulu, ada yang janggal, di antara puing-puing berantakan tersebut terdapat sesosok pemuda yang terlihat seumuran dengan-nya, dia terperangah, ciri-ciri pemuda itu berambut pirang jabrik, kulit tan kekuningan dengan tiga buah guratan menyerupai rubah di pipinya, menggunakan celana orange panjang dan baju orange lengan bercampur hitam, di tutup oleh jubah merah dengan corak api berwarna hitam, tidak lupa dengan iris violetnya yang memandang ke arahnya dengan datar. Gadis itu mangap-mangap bagaikan ikan koi dan terkejut, hening beberapa saat, hingga pemuda itu berucap dengan sopan.
"Saya bertanya, apakah anda master saya..?"
Mata gadis itu mengerjap beberapa kali, apa yang di lihatnya ini adalah nyata, sesosok pemuda yang bisa di bilang cukup tampan tengah berdiri di depanya. Dia bisa melihat, iris violet itu begitu tajam setajam silet, aura-nya menenangkan di tambah senyuman tipis terpatri di sana.
Pemuda itu terdiam sejenak, iris Violet malam-nya bertemu dengan iris hijau kebiruan milik gadis twintails di depanya. Rambutnya hitam pudar dengan gaya twintails, kulit putih dan cerah bagaikan butiran salju, dia juga menggunakan sweater dengan warna merah darah serta sebuah pola salib di bagian dadanya, mengenakan rok selutut dengan warna hitam pula. Pemuda itu menajamkan matanya mengevaluasi master-nya tersebut, berkat grail sekarang dia paham dengan zaman modern ini, grail memasukan informasi-informasi dunia modern yang dia ketahui saat ini tengah dalam masa damai, walaupun sebagian masih ada peperangan yang merenggut banyak nyawa.
"Saya bertanya, apakah anda adalah master saya." Ucap-nya sekali lagi.
"Ah.. Y-ya.. Namaku Rin Tohsaka.. Dan aku bertanya, apakah kau adalah servant-ku?" Kata gadis bernama Rin itu dengan sedikit tergagap. Namun pemuda itu hanya mengangguk sebagai jawaban-nya, Rin menaikan sebelah alis-nya.
'Oh ya, dia belum memberitahukan class-nya kan?' Pikir gadis itu.
"Baiklah perkenalkan siapa nama-mu dan juga sebutkan kelas-mu." Tanya Rin dengan ekspresi berharap. 'Semoga saja dia berada di kelas Saber.' Pikir-nya.
Pemuda itu terdiam sejenak, sebelum berjalan perlahan ke arah Rin, gadis itu bingung dengan sikap-nya, namun dia tidak perduli, dia terus saja berjalan ke arah Rin, mengangkat tangan kiri-nya lalu mencentil kening gadis itu hingga meringis pelan.
"Itte... Hei apa yang kau lakukan tadi!" Ujar-nya dengan nada yang agak tinggi namun hanya di balas senyuman oleh pemuda itu, dan entah kenapa Rin jadi jengkel kali ini, sudah merusak rumah orang, lalu mencentil kening-nya, apa-apaan orang *ralat* pemuda ini.
"Maaf, aku tidak bisa memberitahukan padamu sekarang mengenai nama-ku."
Rin Mengernyit. "Hei ap-.."
"Tapi sekarang aku akan memberitahukan classku, kau bisa memanggilku dengan sebutan Archer."
Rin terkejut, alis-nya berkedut, dia tidak suka ini. Apa-apaan ini, Tohsaka? Apanya yang Tohsaka, apanya yang marga penyihir terkenal dengan bakat-nya. Dia merasa seperti berjalan di atas kumpulan paku meruncing dengan sebuah palu besar di pundak-nya. Sebagai marga yang terhormat dia merasa malu, merasa dirinya terkurung di goa yang di penuhi magma panas. Mengapa? Karena dia merasa gagal. Berkeinginan untuk mendapat Saber, namun yang dia dapat adalah Archer.. Dia mengingat bakat segudangnya, dia pintar, cantik, berbakat dalam segala hal, tetapi mengapa harus Archer.
Seorang Archer..
Menurut teori-nya, walaupun Archer termasuk dalam tiga class servant terkuat, namun itu tidak menjamin kemenangan-nya, karena menurut-nya Archer itu bukan termasuk pejuang di barisan depan. Dia hanya bisa bersembunyi dari kejauhan lalu membidik lawan-nya ketika lengah. Bukankah itu bagus? Tidak, gadis itu tidak berpikir seperti itu, dia kesal, tetapi dia tidak bisa menyalahkan orang lain karena ini murni kesalahan-nya. Memanggil Servant tanpa Katalis? Hello... Hal itu tentu tidak mungkin, bahkan dia masih harus bersyukur bisa memanggil salah satu servant yang masuk daftar 3 kelas terkuat. Ahh.. Kepalanya berdenyut dengan hal ini, dengan pelan dia mengangkat tangan-nya dan memijit pelipis-nya dengan pelan.
"Mou.. Apa salah ku sialan, aku lupa jam di sini lebih cepat!"
Rin berteriak kesal dengan mengacak-ngacakan rambutnya, hal itu mau tidak mau membuat Archer yang berada di depannya tersenyum tipis.
"Kau terlihat kacau, apa perlu ku buatkan sebuah teh untukmu Master."
Rin terkesiap, sikap seorang Archer tidak buruk juga menurutnya, tapi tentunya yang dia inginkan adalah servant dengan kelas Saber bukanya segelas teh hangat.
"Fiuuhh~"
Dia—Rin menghela nafas seraya tangan kanannya memegang kepalanya yang berdenyut. Itu terasa sakit dia rasa. Tapi mungkin segelas teh hangat bukanlah hal yang buruk, lagipula ia juga belum melihat kemampuan dari servant-nya ini bukan?
Ibarat kata; Jangan lihat buku dari sampulnya.
Mungkin saja kemampuan dari servant ini jauh lebih kuat dari usia yang terlihat. Dia—servant itu masih muda, Rin tahu akan itu. Namun sungguh luar biasa karena dengan semuda itu—servant-nya itu sudah bisa mencapai hingga menjadi seorang Heroic Spirit.
Meskipun bukan secara de facto. Rin menganggap bahwa itu merupakan salah satu pencapaian besar.
Setelah sekian lama dengan sekelebat pikiran mengahantuinya. Rin kemudian menatap manik violet dari Archer di depannya.
Entah keberapa kali sudah, Rin kembali menghela nafasnya lagi.
"Yah, aku butuh secangkir teh hangat sekarang. Tapi.."
Archer mengernyit heran. "Tapi apa?"
"Kau harus membersihkan ruangan ini nanti!" Rin berseru dengan nyaring, membuat Archer—Naruto sedikit gelagapan, mengangguk kecil lalu pergi kedapur membuat secangkir teh hangat untuk masternya.
Rin tersenyum tipis melihat tingkah dari servant di depannya ini. Tingkahnya itu benar-benar murni menunjukan bahwa ia memang masihlah sangat muda. Itu terbukti sudah.
"Archer, aku besok ingin mengajakmu keliling kota. Ku pikir, mengenalkanmu pada medan perang sebelum perang meletus adalah salah satu taktik yang baik." Ucap Rin sedikit tenang.
Archer menaikan sedikit alis kirinya serta pipi kanan yang mengkerut aneh. "Idih.. Apa ini semacam kencan?" kata Archer.
[ Bagian III ]
Hari ini cukup sial bagi siswa bersurai merah berseragam lengkap dengan blazer coklat khas dari seorang pelajar.
Bagaimana tidak?
Dia saat ini sedang membersihkan ruang tempat club Panahan—sekolah berada. Menyapu, mengepel, mengelap kaca jendela, membersihkan setiap peralatan panah dan busur disana.
Emiya Shirou..
Namanya emang terkesan sedikit feminim dibagian marga-nya. Seorang pemuda yang bercita-cita menjadi pahlawan kebenaran setelah terinspirasi dari mendiang ayah tirinya—atau bisa juga disebut sebagai orang yang menyelamatkannya dari kelamnya masa lalu kota Fuyuki beberapa tahun yang lalu.
Kebakaran melanda dan mem-bumi hangus-kan kota Fuyuki lama. Membuat sedikitnya warga yang selamat atas insiden mengerikan itu.
Tidak ada yang tahu mengapa. Mengapa insiden itu bisa terjadi?
Insiden yang banyak memakan korban jiwa terutama anak-anak yang seharusnya memiliki masa depan yang cerah harus terbunuh dengan mengenaskan dibakar kobaran api.
Banyak spekulasi mengenai insiden itu. Entah serangan alien kah, emak-emak memasak yang lupa mematikan kompor kah, dan masih banyak lagi spekulasi lainnya.
Kembali ke Emiya Shirou yang sedang sial hari ini. Niatnya hanya ingin membantu temannya, namun yang terjadi ia seolah dimanfaatkan layaknya sebuah alat.
Well, Shirou sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, asalkan ia melakukan sebuah kebaikan dengan membantu orang lain itupun sudah cukup baginya.
"Fiuhh.. Akhirnya selesai juga." Shirou mengambil nafas panjang. Pekerjaan ini cukup memelelahkan ternyata. Bahkan ia dapat merasakan setiap sendinya terasa ngilu saat ini.
"Aku tidak menyangka bisa selarut ini."
Dia tersenyum tipis. Ah, satu kebaikan sudah ia lakukan hari ini, dan itu sungguh membuat dirinya merasa bersyukur dan juga bahagia pastinya.
Shirou menatap arlojinya sejenak. Kemudian mengambil sebuah kain putih yang sebenarnya adalah sapu tangan dari saku celana, lalu mengelap keringat yang mengalir dari wajah hingga leher. Dia menoleh kearah kanan—disana sebotol minuman air mineral sudah sedia lakasana komandan kompi pada saat upacara—berdiri di sebelah kanan dari beberapa bungkus cemilan kosong yang sudah ia habiskan untuk membuang rasa jenuh.
Lengan kanannya menggapai botol air mineral itu, membuka penutup berwarna orange itu dengan perlahan lalu menegak air jernih itu dengan nikmat.
Rasanya nikmat sekali. Tenggorokannya yang sebelumnya kering menjadi basah kembali.
"Sudah waktunya untuk pulang." Shirou bermonolog singkat.
Dia kemudian membereskan peralatan bersih-bersihnya yang tadi berserakan di lantai kayu. Menaruhnya dengan rapi di pojokan ruang tersebut, mematikan saklar lampu, lalu bergegas keluar melalui pintu yang sudah terbuka.
Pintu tertutup kembali. Tidak lupa ia menguncinya agar tidak ada sesuatu hal yang buruk terjadi. Contohnya siswa dan siswi yang mau melakukan itu di sana. Yah itulah gunanya kunci, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan juga hal yang bersifat memalukan.
Shirou bernafas lega. Sekilas ia menatap kearah langit, berjuta bintang bertaburan menghiasi angkasa. Namun, ia merasa mendengar sebuah suara bising dari arah belakang.
Shirou heran, ia merasa seharusnya semua murid sudah pulang kerumah saat ini.
"Bukankah semua murid sudah pulang sekarang. Seharusnya penjaga sekolah juga tidak ada mengingat mereka sedang diliburkan saat ini." Shirou bermonolog heran. Ia berfikiran jikalau mungkin saja disana ada beberapa penjahat yang ingin membobol sekolah tempatnya ini.
"Aku harus memeriksanya."
Selepas menggumamkan kalimat singkat itu, Shirou bergegas pergi ke bagian belakang sekolah. Setelah sekian waktu, ia menjadi terperanjat dan terkejut.
Di depannya saat ini, tersaji dua orang asing dengan seorang lainnya yang familiar dimatanya.
Namun yang membuatnya begitu terkejut adalah dua orang asing itu. Dua pria asing tersebut mengenakan pakaian layaknya cosplayers yang seringkali ia temukan di pusat perbelanjaan kota. Lengkap dengan senjata yang mereka gunakan.
"Ini sihir, sungguh ini sihir dan aku bisa merasakannya."
Shirou merasakan energi prana yang cukup meluap dari kedua lelaki petarung itu. Lelaki yang satunya memiliki surai biru dengan bagian belakang diikat menyerupai ekor kuda, ia mengenakan pakaian layaknya seragam prajurit ketat bernuansa biru serta beberapa armor minimalis berwarna perak yang melindungi persendiannya. Petarung itu menggunakan sebuah tombak merah—darah panjang yang mengacung kedepan.
Sedangkan lelaki yang satunya terlihat muda—mungkin bisa dibilang semuran dengan Shirou. Baju Orange dengan lengan hitam yang dibalut oleh jubah merah bercorak api hitam berlengan pendek. Ia menggunakan celana orange panjang dengan beberapa lilitan kain aneh di bagian pahanya—serta sebuah sendal hitam klasik terpasang di kaki pemuda itu. Surai pirang jabrik-nya melambai-lambai dikala ia berlari—tiga guratan di pipi juga terlihat unik, seperti kucing saja. Dia menggunakan sebuah dagger unik, terlihat seperti dagger yang biasa digunakan oleh ninja dari televisi.
Kemudian Emiya Shirou mengalihkan pandangannya ke arah lain. Disana ia menemukan sosok gadis yang familiar baginya. Rin Tohsaka. Gadis itu merupakan gadis yang paling populer di sekolah, baik dari segi kecantikan ataupun akademiknya.
Gadis itu sekarang mengenakan sweater merah berlengan panjang. Rok hitam pendek serta stoking hitam panjang hingga kepaha. Surai hitamnya dibiarkan tertiup angin dengan ikat twintailsnya.
Shirou memandang bingung pada gadis yang sedang menggigit bibir bawahnya itu.
"Mengapa Tohsaka juga ada disana?"
[ Bagian IV ]
Rin saat ini memandang kedepan dengan menggigit bibir bawahnya sedikit kuat—walaupun tak sampai membuat daging lembut itu terluka. Dia menatap sedikit cemas pada Archer yang sedang berhadapan langsung dengan servant lain pengguna tombak yang ia ketahui class-nya sebagai Lancer.
Ada dua hal yang mengganjal di otaknya saat ini, yakni sebuah kesialan dan sebuah kebingungan.
Pertama, sebuah kesialan. Ia—Rin merasa sial karena baru saja mengajak Archer untuk mengenal kota ini, ia langsung di serang oleh peserta Holy Grail War lainnya yang memiliki servant kuat, yakni Lancer.
Kedua, sebuah kebingungan. Rin merasa aneh, jikalau servant yang ia miliki memiliki class Archer—lantas mengapa servant itu menggunakan sebilah dagger untuk menjadi senjatanya.
Ini tidak keren sama sekali. Seharusnya, servant dengan class Archer menggunakan serangan berjarak jauh sebagai andalannya. Namun kali ini berbeda, dihadapannya ini tersaji sesosok servant ber-class Archer yang menggunakan serangan jarak dekat. Dia sangat lihai, bahkan nampaknya Lancer dibuat kesusahan olehnya.
Di sudut lain, Archer—Naruto saat ini sedang berhadapan langsung dengan Lancer. Naruto memasang ekspresi serius, berbanding terbalik dengan Lancer yang mengeluarkan ekspresi wajah kesal.
"Hei hei hei. Apa-apaan dengan mu itu. Kau adalah seorang Archer dan aku tahu itu. Tapi, idiot, seharusnya Archer menggunakan serangan jarak jauh. Bukannya jarak dekat sepertimu." Ucap Lancer mengeluarkan uneg-uneg kekesalannya. Sudah beberapa kali tombaknya bersentuhan dengan dagger itu, namun bukannya patah malahan dagger itu sangat kuat.
Ia menjadi bingung sendiri. Terbuat dari bahan apa dagger itu. Taring Naga kah? Well, Lancer rasa itu sedikit berlebihan.
Archer diam tak bergeming. Iris violet malamnya memandang tajam pada Lancer yang menyiapkan gesture bertarung ala pengguna tombak di hadapannya.
Tak mendapatkan jawaban membuat Lancer menjadi sedikit serius. "Hoo.. Tak ada jawaban kah. Baiklah, sepertinya aku memang harus merobek mulutmu dan memaksamu untuk bicara, bocah. Oryaa!"
Lancer menghentakan kakinya ke lantai dan menerjang Archer—Naruto yang berjarak sekitar sepuluh meter darinya. Namun berkat energi prana yang ia alirkan, membuat dalam hitungan dua sampai tiga detik—ia sudah berada di hadapan Archer dengan sebuah tusukan ke dada kiri—targetnya adalah jantung rupanya.
Melihat itu, Rin berteriak memperingati Archer yang hanya diam tak bergeming. Entah mengapa ada sebercak rasa khawatir yang menyubit hati kecil sehingga membuat ia berteriak khawatir seperti itu.
Archer memiringkan tubuhnya sedikit ke kiri sehingga tusukan tombak itu hanya mengenai ruang kosong. Sepertinya insting Shinobi masih menjadi faktor utama darinya.
Lancer terkejut, sungguh ia sangat terkejut kala itu. Padahal ia sudah membidik dengan akurat—langsung pada titik vital dari lawannya, yakni jantung.
Duaaakh..
"Gofuu!" Sebuah tendangan lutut tepat mengenai perut Lancer, itu terasa menyakitkan, sungguh. Sehingga terpaksa mengirim Lancer terbang kebelakang layaknya kaleng bekas yang ditendang orang dewasa.
Tak ingin punggungnya mencium tembok beton di belakang, Lancer dengan segera menyeimbangkan tubuhnya hingga mendarat dengan sempurna.
'Orang ini, tidak bisa diremehkan. Dia cepat, bahkan beberapa kali menocoba menyerang, dia selalu bisa menghindari ataupun menangkisnya. Orang ini, siapa sebenarnya dia?'
Lancer terdiam dengan berbagai pikiran yang menyelimutinya. Sekilas ia memandang kedepan, senyuman tipis terukir di wajahnya. Ini bukanlah senyuman cinta ataupun senyuman ramah yang seringkali diberikan oleh individu satu ke individu lainnya. Namun merupakan senyuman tanda puas, dalam artian puas bertarung, bisa dibilang juga sebagai maniak bertarung.
"Boleh juga kau, bocah. Tendanganmu sampai sekarang membuatku merasa mual." Ucap Lancer menyeringai, ia kembali menyiapkan gesture bertarungnya.
Archer menyuguhkan sebuah senyum tipis pula. "Terimakasih, aku tersanjung." Ucapnya singkat. "Sekarang giliranku bukan?" Lanjut Archer kemudian disertai ia yang melesat cepat ke arah Lancer.
Tap.. Wussshh..
Kedua tangan diposisikan kebelakang ketika ia berlari, sama dan tiada bedanya saat ia masih menjadi seorang shinobi. Membuat Lancer bersiaga dengan posisi bertahan.
Setelah berjarak sekitar lima meter dari Lancer, Archer kemudian membelokan arah larinya lalu melompat tinggi kebelakang, tidak hanya itu—ia juga melemparkan sebuah kunai menuju Lancer seraya menyiapkan sebuah segel tangan.
"Katsu!"
Doooooommm!
Ledakan yang terjadi sebenarnya tidak terlalu besar. Itu terjadi ketika Lancer bersiap menepisnya, dan jujur Lancer harus dibuat terkejut akan hal itu.
Melihat damage yang dihasilkan ibaratkan gigitan semut kecil baginya membuat Lancer menyeringai kecil.
"Khahaha. Seharusnya kau memiliki serangan yang lebih kuat lagi, boc—"
Lancer berkomentar seraya menghapus kepulan asap yang ada di hadapannya, namun ia dibuat sedikit terkejut ketika mendapati beberapa shuriken melesat cepat menuju ke arahnya.
Archer tersenyum tipis setelah menyelesaikan beberapa segel tangan yang cukup rumit, lalu menatap kedepan dengan mata violet malamnya yang begitu kelam bagaikan jurang keputusasaan.
"Shuriken: Kage Bunshin no Jutsu!"
Mata Lancer menjadi membola ketika melihat beberapa shuriken tadi menjadi semakin banyak. Apa ini ilusi? Tidak, karena Lancer tahu bahwa magic resistant yang ia miliki masih banyak.
Tak ingin terkena puluahan shuriken itu, mau tak mau, suka tak suka ia harus memblokade menggunakan keahlian tombaknya. Sehingga menimbulkan suara *tring* dan suara *trank* yang menjadi symphony dalam malam itu.
Sudah memakan waktu cukup lama untuk Lancer dan juga Archer dalam melakukan adu jotos tersebut. Lancer berpendapat bahwa ia terlalu meremehkan Archer sejak awal, bahkan saat ini ia berniat menyelesaikannya sekarang.
Lancer tersenyum, di sekelilingnya tersebar puluhan shuriken yang berserakan dan tak beraturan. Seperti kumpulan semut yang mengerumungi sebutir gula.
"Aku akui, aku terlalu meremehkanmu tadi. Sekarang aku akan serius dan perkenalkan namaku adalah Cu Chulainn." Kata Lancer seraya memperkenalkan dirinya.
Archer diam tak menjawab, hal itu membuat Lancer menjadi semakin bergairah dalam pertarungan. Lancer kemudian memposisikan tubuhnya serileks mungkin, lalu membuat gesture dengan menekukan tubuhnya rendah. Tangan kanannya memegang leher tombak merah sedangkan tangan kirinya berada di bagain ujung tombak.
"Aku tak akan sungkan sekarang." Kata Lancer—Cu Chulainn sambil mengobarkan intensitas prana sepekat mungkin. Membuat insting shinobi Archer menjadi khawatir.
'Sial, ini terlalu kuat.' Ucap batin Archer dibalik wajah tenangnya.
Di sisi lain, Rin memandang tak percaya. Oh ayolah, ini baru malam pertama dalam upacara ritual perang suci ini. Namun salah satu servant sudah mengeluarkan harta mulianya. Ini tentu sangat mengkhawatirkan, belum lagi ia masih belum banyak tahu servant misteriusnya.
Archer sedikit bergetar merasakan aura prana pekat ini. Bohong jika ia mengatakan tidak takut. Sungguh ia bohong. Ini sungguh menakutkan.
Namun Archer menjadi melebarkan matanya ketika merasakan aura asing, kala itu sebuah suara kecil menelusup masuk ke indera pendengar, membuat ia, Lancer sekaligus Rin menjadi terkejut.
"Majulah, Berserker!"
.
.
.
And Cut..
A/N: Ya-Hallo senpai. Kini saya mampir di fandom yang sudah lama saya idam-idamkan.
Yab tidak banyak yang mau saya sampaikan, apalagi mengenai pemilihan class yang saya berikan kepada Naruto, mungkin banyak senpai yang berpendapat mengapa tidak Caster saja, mengapa harus Archer?
Well, itu akan terjawab seiring berjalannya cerita. Muu, Shirou disini ada sedikit perbedaan senpai, dia bukan pria yang lemah di Early seperti dalam Canon. Namun disini aku sudah membuat Shirou sama kuatnya dengan Archer EMIYA. Ini hanya demi kepentingan cerita.
Untuk Fight nya juga masih belum joss, yah bisa dibilang karena ini masih chapter satu sih. Untuk update akan saya usahakan tiap minggu kok.
Umu, segini saja dulu. Saya mau lanjut ngetik fic The King's Incarnation dulu. Jaa na, senpai.
Mordred Out..
