Cost Catch Love

Vocaloid © Yamaha Corporation, Crypton Future Media LDT.

CN Scarlet

[Friendship, Humor, Romance]

.

.

.

.

.

Hatsune Miku Point of View

.

.

.

"Masa-masa paling indah adalah masa-masa di sekolah.."

Oh fuh...

Indah apanya?

Masa-masa sekolah bagiku adalah masa-masa paling menjengkelkan dari yang pernah kualami seumur hidup. Sejak sekolah dasar, aku sering diejek habis-habisan karena badanku yang gendut. No, nehi, aku tidak pernah menyebut diriku seperti itu dulu tapi para orang tua sering menyebutku lucu.

Menginjak sekolah menengah pertama kukira semua akan menjadi lebih baik mengingat aku masuk sekolah ellite karena beasiswa. Beruntung dalam hal akademis, sisanya sama saja. Malahan aku jadi bahan bully-an sepengisi sekolah sampai aku lulus. Lebih parah.

Seiring berkembangnya jaman dan bertambahnya usia, aku pun mulai berubah. Banyak berolahraga, sedikit makan, menyiksa perut, menyibukan diri dan belajar merias wajah. Itu semua menjadi pengisi jadwalku penuh selama liburan musim panas.

Hingga saat akhir liburan tiba, aku tidak mengenali diriku sendiri dan berseriosa di depan kaca. Astaga. Benar itu aku? Wajah tirus dengan sedikit lesung pipi, kedua lengan ramping, tubuh berlekuk, juga kaki yang jenjang. Pantas saja rasanya ringan sekali. Yah, walaupun rambut tosca dan bola mata hazle biru permata ini masih sama dan masih bisa kukenal.

Itu baru langkah pertamaku memulai hidup baru sebagai siswi sekolah menengah atas. Di kehidupan sekolahku selanjutnya, aku ingin benar-benar memulai hidup baru. Menjauh dari segala kehidupan lamaku, termasuk teman-teman lama yang sering mem-bully-ku. Tak apa jauh dari orang tua, aku bukan anak manja, lagi pula, aku ingin menikmati masa-masa sekolah yang kata orang "indah," itu.

Setidaknya, walau sebentar saja aku ingin mengalaminya sendiri sampai aku percaya kalau masa-masa sekolah yang indah itu bukan mitos lagi.

Baik, perkenalkan semuanya...

Namaku Miku. Hatsune Miku, siswi Tokyo Art Internasional High School untuk tiga tahun kedepan dihitung sejak hari ini. Alamat asal dari Kyoto, namun mulai hari ini aku tinggal sementara di dalam kamar rumah sewa Gakkupou, bersama teman-teman kost yang rencananya akan aku temui hari ini juga. Yah, aku berharap dengan dimulainya hidup baruku ini semua akan berubah.

Masa sekolah yang indah. Ah, aku bingung bagaimana harus memulainya. Err... bagaimana kalau menghabiskan waktu bersama si ganteng berambut azure di sebelah sana? Ais, dia melihat ke arah sini! Uh, matanya... tatapan matanya itu loh, ahh, sadarlah Miku!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Masa orientasi memang melelahkan. Untung saja ini Tokyo Art High School, paling horor disuruh bawa yang macam-macam (nggak disuruh pakai kostum dari sampah kayak di smp). Kayak si panjang lentur berbulu lebat alias kemoceng, depitan nikmat ada kacangnya alias dorayaki, dan – apalah itu, aku sendiri heran kenapa para senpai itu memakai bahasa-bahasa yang 'belok' untuk mendeskripsikan benda-benda itu. Satu pekerjaan rumahku, membawa benda yang mereka sebut si panjang putih tegak bawahnya berbulu halus. Apa pula itu, sudah kubilang 'kan bisa salah fokus.

Pulang senja dengan bermodalkan secarik kertas berisikan alamat kost-an, aku berjalan kaki sembari sesekali bertanya pada orang-orang di setiap tikungan. Takut nyasar mengingat ibu yang mengurus semuanya jauh-jauh hari, tanpa mengajakku, sampai sudah menyimpan barang-barangku di Gakkupou House. Andai kata Agustus lalu aku setuju dibelikan handpone android dengan fitur navigasi map alih-alih buku bacaan sebagai hadiah ulang tahun, mungkin aku tidak akan terluntang-lantung begini. Uhwaaaa...

"Ah, itu dia... Miku Onee-chaaaaaaaaaan!"

Sontak kuangkat kepalaku yang sedari tadi berjalan sambil menunduk. Jauh di sebelah sana, sekitar lima belas meter dari tempatku berdiri, seorang anak perempuan berambut pirang dengan pakaian serba kuning kontras dengan bola mata birunya, berlari tergesa-gesa kearahku. "Nee-chan, kamu benar Hatsuno Miku Onee-chan?"

"Hatsune Miku," ralatku, gadis itu langsung menarikku yang masih linglung. Berjalan setengah berlari, aku terseret-seret melewati toko-toko lalu berbelok menyusuri gang yang diapit dua pohon ume. Sekilas, aku sempat membaca kanji 'Usagi' di belokan tadi, yang artinya ini gang kelinci (Usagi = kelinci). "C-chotto matte..."

"Ah, gomenne.." ucap gadis itu sambil menoleh dan masih memegangi tanganku. Dia memelankan laju jalannya yang agresif, membuatku ikut berjalan santai juga di sebelahnya. Kami berhenti tepat di depan pagar kayu cokelat, dengan pintu pagar yang terbuat dari besi yang dipernis persis kayu.

"Namaku Rin, Kagamine Rin. Yoroshiku nee Miku Onee-chan!" gadis itu mengenalkan diri, "selamat datang di Gakkupou House."

Aku menganga secara tidak elit. Rumah kost yang dari tadi disebut Gakkupou House, memang begitu adanya, seperti villa di tengah kota. Begitu kesan pertamaku pada rumah ini sebelum memasuki pintu pagar besar yang ternyata tidak pernah di kunci sebelum malam. Saat hendak memasuki pintu rumah bernuansa Jepang lama ini, bersama Rin, seorang pria dewasa berambut ungu menyambut di dalam.

"Astaga, Miku-chan, kami semua khawatir padamu. Kamu kemana saja, nak?" tanya pria itu sembari menatap aneh diriku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sontak aku langsung bersedekap, tak perlu waktu lama bagiku untuk menarik kesimpulan kalau pria ini, hentai.

BLETAK!

"Hentikan itu pak tua, kau membuat tamu kita ketakutan tau!" seseorang mirip Rin, tapi dalam versi anak laki-laki, berkacak pinggang di belakang bapak itu. Dia juga yang tadi menjitaknya sangat keras.

"Len-kun, sudah kubilang berapa kali, jangan panggil aku begitu... aku masih muda tau!" ucap laki-laki itu, lalu kembali menatapku dan bilang "nah Miku-chan, mulai hari ini kau akan tinggal di sini. Perkenalkan, aku Kamui Gakupo. Pemilik rumah ini. Mungkin ibumu pernah bercerita. Nah, Rin, kau antarkan Miku-chan ke kamarnya sana!"

"Hai! Ayo, Miku-nee.."

Setelah mengganti sepatu dengan sepasang sandal rumah, aku mengikuti langkah riang Rin sembari melihat-lihat sekitar. Rumah ini begitu tertata dengan apiknya. Ada lorong pendek pertama saat masuk rumah yang tidak terlalu sempit, lalu ruangan agak luas dengan tiga buah sofa dan sebuah meja di tengahnya. Ada juga lemari besar berisi ornamen-ornamen kuno dan beberapa action figure berbaris di dalamnya. Ruangan selanjutnya disekat papan triplek berbalut wallpaper senada dengan cat tembok natural yang mendominasi seluruh rumah.

Rin menyebut ruangan itu ruang keluarga, tempat dimana seluruh penghuni rumah ini akan berkumpul menonton televisi ataupun bercengkrama. Terkadang, paman Kamui akan mengadakan makan bersama di sana terutama saat ada moment tertentu yang layak dirayakan. Ruang makan ada di sebelahnya, merangkap dengan dapur.

Masih di ruang keluarga, ada tangga memanjat di sebelah kiri tempatku berdiri. Kata Rin, itu jalan menuju loteng yang hanya ada kamar Kamui si pemilik Gakkupou House sekaligus jemuran bersama (aku langsung bisa membayangkan bagaimana pak tua hentai itu menatap celana dalam penghuni wanita di sini setiap hari, dan itu pasti mengerikan). Lorong selebar dua setengah meter berada di sebelahnya, adalah jalan menuju kamar pribadi yang disewakan pada para penyewa sepertiku.

"...yang berjajar ke sebelah kiri itu kamar khusus laki-laki, sedangkan jajaran yang sebelah kanan untuk perempuan. Yah, meskipun baru diisi beberapa saja, tapi Kamui-jii melarang keras kedua sisi saling mengunjungi jika bukan dalam keadaan darurat..."hanya perkataan itu sebagian yang berhasil kusimak dari seluruh ocehan panjang Rin, aku mengangguk saja. Toilet ada dua tepat di depan lorong, dalam jajaran jendela kayu yang mensuply cahaya ketika siang. Kusebut lorong saja, meskipun jarak antara jendela dan pintu kamar lumayan lebar daripada yang sudah-sudah.

"Ah ya, Miku-nee, kalau kau takut tersesat ada map cetak biru seluruh Gakkupou House seperti ini," Rin menunjuk suatu gambar besar seperti buatan tangan (gambarnya jelek sekali) yang fungsinya sama seperti denah rumah lengkap dengan segala keterangannya, di dinding lorong menuju kamar. Dia belum mengantarku sampai kamar karena kembali mundur ke belakang untuk menunjukan denah itu.

"Ini kamarku, Luka-nee, Shion, milikmu, dan Lily-chan," jelasnya sembari menunjukan satu persatu petak – petak ujung bawah, sebelum kotak bertuliskan toilet perempuan dan toilet laki-laki, jajaran kanan. "Sedangkan kamar laki-laki hanya dihuni Len, yang kau lihat di depan barusan, dan Sakine Meiko," jelasnya sembari menunjuki jajaran kiri, aku berfantasi tentang bagaimana rupawannya lelaki bernama Meiko itu.

"Awalnya sih ada lima kamar sama seperti kamar perempuan, tapi karena Ruko dan Piko pindah, serta Kamui membuat kamar loteng, jadi mereka merombaknya menjadi kamar besar. Sisa satu ruangan di pojok, itu perpustakaan bersama."

"Oh..."

"Aduuuuh... aw, hentikan!" tiba-tiba terdengar sebuah suara kecil, seperti teriakan yang tertahan di tenggorokan, membuatku merinding.

"R-Rin, suara apa itu?" ucapku bersedekap, masih trauma agaknya dengan kejadian dipelototi Kamui di ruang depan tadi. Firasatku buruk.

Dengan gagahnya seorang remaja kecil, Rin berjalan lebih dulu selangkah ke depan lalu menghadap kiri. "Meiko-san, hentikan itu atau kubilang pada Kamui-jii!"ancam Rin, kedua mata biru safirnya berkilat marah. Penasaran, aku pun memberanikan diri maju dan melihat. Oh astaga!

"Urrusai mo, Rin-chan!" bentak perempuan berambut cokelat pendek dengan pakaian serba merah itu, posisinya sangat tidak ingin aku lihat. Gadis matang berdada besar itu tengah menghimpit gadis lainnya yang berambut pinkish panjang, dimana kemeja gadis dibawahnya nampak sangat berantakan. "Oh, ada penghuni baru rupanya. Kau cantik, siapa namamu?"

Oh aku meruntuki keputusanku mengekori Kagamine Rin kali ini.

Setidaknya untuk remaja NORMAL usia 16 tahun, diriku masih tidak siap. Dan. Tidak. Akan. Pernah. Siap. Untuk melihat adegan tidak normal aka yuri seperti tadi. Apalagi sampai digoda oleh salah satu pelakunya, hiyyyyhhh... AMIT-AMITT!

Merinding. Itu yang membuatku bergegas memutar balik arah kemana kakiku melangkah. Kukeluarkan pula handphone plip kesayanganku, mencari nomer kontak ibu (yang sudah menguruskan kost di Gakkupou House) bermaksud untuk mengadu dan meminta kost baru jika saja Rin tidak berlari mengejarku, dan Kamui beserta Len, menghadangku di ruang tamu.

"Minggir Gakupo-san, maafkan aku, tapi aku akan menginap diluar saja dan mencari penginapan lain. Uang yang sudah ditransferkan dari ibu, aku memintanya kembali, mohon secepatnya anda transferkan ke dalam rekeningku!" ucapku. Sopan namun tegas.

Tiba-tiba wajah Kamui berubah pucat, "ada apa ini sebenarnya, Rin?"

Rin Kagamine menghela nafas sebelum menjawab "Meiko-san, melakukannya lagi, 'kau tahu apa' pada Luka-nee di lorong kamar perempuan. Kamui-jii, Miku-neesan melihatnya."

"Astaga, itu masalah besar!" ucap lelaki itu, kebetulan Meiko muncul, disusul Luka yang penampilannya sudah lebih baik daripada tadi. Langsung saja beliau berkacak pinggang dan pasang wajah marah besar. Meiko langsung merinding disko.

"A-aku tidak melakukan apapun,"bela gadis berambut cokelat pendek itu, "i-iya kan Lu-chan?"

Luka menangis sejadi-jadinya sembari berlindung ke sebelahku. Rin mengapit lengan gadis yang kira-kira seumuranku itu dan menuntunnya menuju sofa, sedang aku mulai pegal terus berdiri dari tadi. Oh iya, aku kan mau minggat sekarang ini. Mengingat kejadian yang menimpa gadis pink di sana, membuat mimpiku merasakan masa-masa sekolah menengah atas luluh rata dengan tanah. Aku mulai pesimis.

"Meiko-chan, sudah berapa kali kubilang?" aura Kamui mulai menyeramkan, aku segera bergegas tanpa pamit namun tangan pria berambut ungu itu mencekalku "Miku-chan, kau langsung ke ruang keluarga bersama yang lain. Dan Meiko-chan, ikut aku ke dapur!" putusnya. Luka dan Rin sudah beringsut ke dalam.

Aku menelan ludah. Tidak lolos dari sini detik ini juga berarti terperangkap di sini sampai besok. Syukur-syukur kalau orang yuri itu cuma si Meiko saja, kalau Luka juga begitu pula, bagaimana nasibku nanti, heh? Oh, aku tidak akan menyerah kalau urusan yang ini.

Sekuat tenaga kuhempaskan tangan pak Kamui dengan kasar, "sumimasen, aku benar-benar tidak bisa tinggal di sini. Aku akan mencari kost-an baru!" ujarku bersih keras.

Aku berjalan agak cepat sampai lantai kayu yang kupijak berdentuman mengerikan. Kuganti cepat-cepat sandal rumah putih ini dengan sepatu kets milikku yang tadi sebelum Kamui pak tua mesum aneh itu datang mencegahku berbagai cara. Saat hendak menggeser pintu keluar, tiba-tiba saja pintunya bergeser sendiri dan...

Menampilkan seorang lelaki berambut biru dengan wajah tampan nan rupawan, hidung mancung, tatapan sendu onyx serupa rambutnya, biru azure yang indah. Perawakannya tinggi selisih sekitar lima centimeter denganku. Tidak kurus juga tidak gemuk, cukup ideal untuk ukuran laki-laki dengan otot-otot yang sudah terbentuk (oh aku melihatnya karena bajunya transparant oleh keringat). Dari apa yang dia pakai, sudah jelas dia juga bersekolah di Tokyo Art High School.

Astaga, oh Tuhan, ya ampuuuuuun... dia kan, pria azure yang kulihat di sekolah tadi!

"Ah, penghuni baru ya? mau kemana? ini sudah hampir malam loh," ujarnya, benar saja di luar sana langit sudah gelap, tapi suara pria ini begitu berat dan seksi. Oh Tuhan, cobaan apa lagi ini. Aku tidak sanggup untuk tidak terpesona dengannya. "Oh, maafkan aku yang kurang sopan. Tapi, salam kenal.." lanjutnya, sembari menjabat tanganku.

Krikk... krikkk... krikk...

"Oi Kaito, kau baru pulang?" Len muncul tiba-tiba di belakang, aku sempat kaget.

"Okaeri Kaito-kun!"

"Tadaima minna!" sapanya, aku baru sadar dia masih menggenggam tanganku, "mana pak Kamui?"

"Dia sedang memarahi Meiko di dapur. Biasa lah, dia berbuat ulah lagi pada Luka tadi. Beruntung makan malam sudah siap_" kata Len lagi, dia langsung menyadari sesuatu "haa... Kaito, kau dan Miku-san sudah saling kenal?" iya, tangan kami masih bergandengan. Tepatnya, Kaito belum melepaskan tanganku.

"A-aaa, gomen.." akhirnya dia menarik tangannya. Tadi bukannya aku keganjenan pengen di pegang-pegang pria itu, hanya saja, kau tahu, tidak sopan namanya kalau kau melepas paksa tangan orang yang bersalaman denganmu kecuali kau yang menggenggam tangannya. "Ayo kita masuk, namamu Miku 'kan? Kau harus mencoba masakan Kamui, beliau koki yang hebat!"

"Y-yah..."

Ibu, hari ini kayaknya aku tidak jadi minggat dari Gakkupou House.

.

.

.

.

.

.

.

.

..

.

.

.

.

.

.

.

"Doushisama deshitaaa..."

Mangkuk-mangkuk kecil kembali diletakkan di atas meja beserta sumpit yang dipakai di atasnya. Isinya sudah tandas, termasuk segala lauk-pauk yang tadi memenuhi piring-piring bermotif sakura yang telah kosong itu.

"Makanan yang lezat seperti biasanya, Kamui-jii!" puji Len dan Rin bersamaan. Mereka tidak bohong ternyata, memang tadi itu masakannya enak semua.

"Yah, terimakasih. Terutama untuk Miku-chan yang tidak jadi pergi malam ini, oh Tuhan, entah apa yang akan aku katakan nanti pada ibumu kalau sampai itu terjadi.."pak Kamui mulai melankonis.

Meiko membereskan semua sisa makan malam di meja ruang keluarga (Kamui sendiri yang melarangku menyebutnya ruang tengah. Karena baginya, semua penghuni Gakkupou House adalah keluarga), sebagai ganjaran atas pelanggaran etika, sekalian mencuci piring dan bersih-bersih pagi sebelum berangkat kerja. Aku yakin, dia akan kapok setelah ini (semoga saja begitu).

Jam menunjukan pukul 8 malam, tidak ada yang diizinkan masuk kamar lebih dulu sebelum Meiko selesai mencuci piring, juga sebelum acara talkshow kesukaan Kamui dan Len selesai tayang. Rin sampai membawa buku pekerjaan rumahnya dan meminta bantuan Luka jika ada kesulitan, Kaito membuatkan segelas ocha hangat untuk kami semua. Ah, senangnyaaa...

"Oh ya Miku-nee, kau sudah tahu dimana kamarmu?" tanya Len. Aku mengangguk mantap, menyesap ocha buatan Kaito sebentar sebelum menjawab.

"Hm, tadi Rin memberitahuku. Katanya kamarku ada di sebelah kamar Shion-san dan Lily-san, kedua dari pojok jika kulihat di map," jawabku, entah hanya perasaanku saja atau memang benar kalau Kaito langsung tersedak.

"Ah, minna-san mitte, Lily-chan lagi-lagi muncul di talkshow!" seru Kamui, menarik atensi kami semua. Ya ampun, Lily itu artis Jepang yang baru tenar itu ya? pantas aku merasa agak familliar dengan namanya.

"Kurasa dia takkan pulang lagi malam ini, huh. Untuk apa dia menyewa dua kamar kalau dia jarang pulang?" gerutu seorang gadis dengan suara berbeda. Meiko sudah selesai mencuci piring dan beres-beres dapur, berkacak pinggang ikut menonton televisi dari tempatnya berdiri.

"Yosh, minna-san, ayo kita masuk kamar semuanya!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

...

TBC

A/N: Hallo minna-san, aku orang baru di fandom Vocaloid, yoroshikune!

RnR yaa ^_^

.

.

.

CN Scarlet