Fic apaan dong ini, gaje parah. Otak psyco saya gak bisa di kontrol, bawaannya pengen bikin pembunuhan melulu setelah kemarin hurt hurt-an.

Menulisnya lebih baik kan daripada melakukannya? oh! ampun deh, saya gak akan melakukannya juga di dunia muggle ini...

Bahasanya amuradul, oke! ini tidak aneh karena saya memang kurang bisa dalam mendeskripsikan dengan kalimat. Maklum minim kosakata -_-

Maaf terlalu banyak basa basi, tadinya ff ini sempat saya hapus lho, tapi jadinya saya post lagi, Abaikan saja tulisan ini...


.

.

Title : Not Like Before

Cast : Aomine Daiki, Kise Ryouta, Midorima Shintarou, Momoi Satsuki, dll

Genre : Crime

Desclaimer : they are belong to Fujimaki Tadatoshi. But this story, it's mine.

WARNING : ABSURD, OOC, TYPO (s), IDE MAINSTREAM, CERITA TIDAK JELAS, NGAWUR KEMANA-MANA. BAHASA TIDAK SESUAI EYD.

Note : Cast belum semua muncul di Chapter ini. Mungkin (Kalau dilanjutkan) akan muncul seiring berjalannya cerita.

.

.

Selamat Membaca... :D

.

Chapter 1

.

Semakin hari, keadaan bumi semakin kacau. Tindak kriminal semakin merajalela di setiap penjuru negeri. Perampokan, penculikan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan pun sudah menjadi hal yang lumrah. Bandar pengedar narkoba sudah memegang kuasa, anak-anak sudah diperkenalkan dengan yang namanya ekstasi.

Di sepanjang jalan, tidaklah mengherankan ketika pelajar-pelajar terlihat menghisap berbatang-batang racun yang dikeringkan. Seolah memang itulah makanan sehari-hari mereka. Lupa akan pentingnya pendidikan dan masa depan. Terbuai dalam halusinasi yang terus memanjakan mereka.

Aomine menghela nafas berat. Menyandarkan kepalanya di sebelah tangannya yang bertumpu pada meja. Matanya sudah lelah, menatap layar komputer sudah hampir dilakukannya setiap hari. Bukanlah tugas mudah untuk mengemban lambang sang bunga sakura itu saat negeri dilanda kekacauan. Banyak buronan yang masih dalam pencarian dan Aomine membutuhkan informasi untuk melaksanakan tugasnya.

"Dai-chan, jangan terlalu memaksakan diri"

Sesosok wanita dengan helaian rambutnya yang sewarna sakura itu menatap si pria dengan khawatir. Membawa secangkir minuman panas dan meletakkannya hati-hati di meja.

Waktu sudah menunjukan hampir tengah malam dan wanita itu kembali menggerutu menatap si pria yang malah kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Dai-chan! Ini sudah malam, kau harus tidur! Kau masih bisa bekerja besok kan?!"

"Diamlah Satsuki, jangan menggangguku"

"Dai-chan! Dai-chan! ... Aomine-kun! Ini sudah malam, kau perlu istirahat!"

"Kau tidur duluan saja Satsuki, tak perlu menungguku"

Wanita yang dipanggilnya Satsuki itu mendesah berat. Pria di hadapannya ini memang keras kepala. Tapi sebisa mungkin Satsuki akan membujuknya agar istirahat.


ooOOOoo


Aomine tiba di kantornya. Suasananya tampak sibuk seperti biasa. Sebagian berkutat dengan dokumen-dokumen yang menumpuk, sebagian lagi berkutat di depan layar komputer bagaikan hewan buas yang menatap mangsanya.

"Apa ada perkembangan baru?" tanya Aomine sembari meletakkan tas di mejanya.

"Uh! Laporan dari prefektur 205, Imayoshi Souichi dikabarkan terlihat di daerah sekitar Kanagawa kemarin"

Seorang pria berambut coklat dengan matanya yang besar menatap Aomine. Si pria bersurai biru mengangguk paham.

"Apa ada berita lainnya Ryou?"

Seorang polisi dengan sedikit terburu-buru menghampiri Aomine setelah menerima telepon. Memberi hormat yang dibalas oleh Aomine.

"Lapor! Kami baru saja menerima panggilan bahwa ditemukan mayat seorang pria. Menurut warga sekitar, korban adalah pemilik pabrik tekstil yang cukup terkenal di daerah itu"

"Di mana?"

"Kanagawa"

"Imayoshi, pasti orang itu. Kumpulkan pasukan! Kita akan mengadakan penyergapan! Dan katakan pada warga di sana untuk tidak menyentuh jenazah lebih dulu. Sampaikan juga pada bagian forensik untuk segera berangkat ke lokasi"

"Baik!"

Aomine mendesah, mendudukkan dirinya di kursi.

"Mungkin ini awal untuk membersihkan sampah-sampah masyarakat yang berkeliaran. Aku harus bergerak cepat kalau tak mau ada korban lebih banyak. Aku akan membuat negara ini aman"


ooOOOoo


Sirine ambulance menggema di sepanjang jalan menuju daerah Kanagawa diiringi mobil-mobil patroli sebagai pengawalnya. Warga di sana terlihat tegang ketika frekuensi suara itu terdengar ke pemukiman mereka. Midorima Shintarou bersama tim forensiknya bergegas menuju lokasi pembunuhan.

Pemandangan yang cukup mengerikan. Sesosok mayat dengan luka sayatan yang tak beraturan dan lehernya yang tergorok bersimbah darah tergeletak begitu saja di atas lantai yang berwarna putih. Kontras dengan cairan merah yang masih basah menggenang di sekitarnya.

Pembunuhan. Tak salah lagi ini disebut pembunuhan. Begitu sadis dan tak berperikemanusiaan.

Bersiap dengan segala peralatan yang dibutuhkan. Midorima menyarungkan sepasang sarung tangan, lalu masker dipasangkan di wajahnya. Mengambil pinset dan melakukan sederet langkah-langkah untuk mengotopsi awal, sebelum jenazah dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi lebih lanjut.

Drrrrt! Drrrrt!

'Hmm? Aomine?'

"Oi Midorima! Aku ingin kau tangani korban pembunuhan kali ini. Untuk detailnya hubungi Ryou Sakurai"

"He...Hey! Aku sedang libur!"

"Aku tak peduli! Kau harus cepat ke lokasi"

"Sudah kubilang aku sedang libur!"

"Tak masalah bagiku jika kau libur. Selamat bekerja!"

Lalu sambungan diputus secara sepihak.

Tak jarang memang Midorima menangani korban seperti ini, tapi jika harus datang sendiri ke lokasi, itu melelahkan. Biasanya dia cukup menunggu tubuh-tubuh tak bernyawa itu di rumah sakit. Ditambah ini hari liburnya dan Aomine bersikukuh untuk Midorima yang menangani korban kali ini.

"Awas kau Aomine! Berani-beraninya kau menyita waktu liburku yang berharga!"

Kesal tentu, tapi dia tak bisa menolak juga. Toh memang kesempatan yang cukup bagus untuk membongkar kedok Imayoshi sebagai pembunuh yang terkenal kejam dalam menghabisi korbannya. Ya, tak perlu dijelaskan pun sudah jelas dengan hanya melihat jasad korban sekilas.


ooOOOoo


Drap! Drap! Drap!

Aomine beserta pasukannya tiba di sebuah gedung kosong dan tak terurus, pencahayaannya hanya satu lampu jalan yang berkedip-kedip.

"Tempat yang bagus untuk persembunyian. Kali ini aku akan menangkapmu Imayoshi"

Masing-masing sudah memegang pistol yang siap menembak kapan saja. Aomine melambaikan tangannya, menyuruh pasukannya untuk mengikutinya. Aomine bersandar pada dinding di samping pintu. Mengangguk sambil menatap pasukannya, perlahan membuka pintu. Dan segera menodongkan pistol itu ke segala penjuru ketika pintu terbuka.

Beberapa noda kecoklatan tercecer di lantai yang kusam, terus mengarah pada sebuah pecahan kaca yang cukup besar sebagai sumber noda tadi.

Sret!

Sekelebat bayangan hitam melintas di sisi lain kaca jendela yang buram, mengalihkan perhatian Aomine yang tadinya terfokus pada darah yang mengering itu. Irisnya yang sewarna langit malam memicing.

"Itu dia! Target kita belum jauh! Berpencar!"

Semua anggota polisi itu terlihat waspada, termasuk Aomine. Sebuah lubang mencurigakan yang cukup besar mengambil perhatian Aomine. Cat temboknya hitam, dengan penerangan yang minim di malam hari tentu bisa saja hal sebesar itu pun terlewatkan. Tapi dia adalah Aomine, instingnya tak boleh diremehkan.

Aomine beserta lima orang anak buahnya melewati lubang itu, sebagian lagi berjaga di sekitar gedung. Lubang tersebut mengarah pada lorong-lorong yang diapit oleh gedung-gedung tinggi, jauh dari peradaban di siang hari, seperti sarang para berandal yang sering beraksi di tengah malam.

Setiap lorong tersambung dengan jalan di sebrangnya, hal itu semakin mempersulit Aomine untuk melakukan pengejaran. Karena target bisa kabur ke arah manapun.

"Kita berpencar lagi. Hubungi aku jika kalian melihat sesuatu yang mencurigakan"

"Baik!"

Hampir setengah jam berlalu, tapi Aomine belum mendapat hasil apa-apa.

"Sialan! Dia memang lihai"

Tap... Tap... Tap...

Suara langkah kaki menggema di tengah kenehingan. Aomine menatap ke arah lorong di belakangnya, menodongkan pistol itu dan memegang pelatuknya erat.

"Aomine Daiki..."

Sesosok pria berambut hitam pekat, berjalan perlahan ke arah Aomine. Bibirnya membentuk sebuah seringai. Mata sipitnya dibingkai oleh kaca matanya yang bening.

"Imayoshi!"

Aomine mengeram, menatap pria yang dicarinya itu dengan tatapan membunuh.

"Kau memang selalu bisa mengejutkanku Aomine. Tak kusangka kau bisa bertindak sejauh ini"

"Aku akan menghentikanmu Imayoshi. Kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu!"

"Aku takut~. Huh! Jangan berharap aku akan bertingkah seperti itu. Aku lebih pintar darimu. Jadi berpikirlah sebelum bertindak"

"Aku tidak peduli. Aku hanya akan menagkapmu dan membawamu ke pengadilan"

"Oh! Oh! Jangan terlalu terburu-buru. Kenapa kita tidak bermain lebih lama?"

Aomine menatap tajam, tak membiarkan sedikitpun perhatiannya teralih dari Imayoshi. Sengaja mengulur waktu, menunggu rekannya menerima sinyal yang di berikan Aomine.

"Hey! Tak adil kan kalau hanya kau yang memegang senjata. Aku juga akan memakainya jika memang itu yang kau harapkan"

Kemudian Imayoshi merogok sakunya. Sebuah hand gun, yang berwarna selaras dengan gelapnya malam kini bertengger di genggamannya. Lubang hitam itu mengarah pada Aomine.

"Mari bersiaplah Aomine!"

DOR! DOR!

Adu tembak pun tak dapat dihindari. Di medan pertempuran yang seperti itu, tak banyak yang bisa digunakan sebagai tempat persembunyian. Jika Aomine lari dari tempat itu, maka Imayoshi pasti akan kabur. Oleh kerena itu, sebisa mungkin Aomine bertahan di sana. Meladeni tembakan Imayoshi yang membabi buta. Aomine berjongkok di balik drum drum yang tak terpakai. Sesekali menoleh dan melancarkan tembakan.

Hal itu berlangsung cukup lama, hingga Aomine menyadari kalau Imayoshi tak lagi di sana. Aomine menegakkan tubuhnya, menatap ke sekeliling.

DOR!

"Argh!"

Cairan merah mengucur dari lengan kanannya, pistolnya terjatuh entah kemana. Lengan yang satunya menekan luka tadi untuk mengurangi pendarahan. Di balik tembok sebrangnya, pria itu menyeringai, lalu melangkah mendekati Aomine yang menatapnya tajam. Nafasnya memburu.

"Sialan kau Imayoshi!"

"Kupikir kau sudah sedikit pintar, tapi rupanya kau masih bodoh ya. Kau pikir aku akan lari begitu saja? Kau salah,-"

Lubang hitam itu kembali terarah pada Aomine.

"-aku akan membunuhmu, sekarang..."

DOR!

Jleb!

Seseorang melempar benda dan mengenai punggung Imayoshi tepat saat dia menembak. Membuat peluru yang ditembakkannya meleset mengenai drum yang berada di samping posisi Aomine.

Imayoshi mengalihkan pandangannya ke belakang, mengeram, sebelum akhirnya terjatuh tengkurap dengan sebilah pisau yang masih menancap. Pistol yang dipegangnya tadi terlempar membentur tembok.

Ada orang lain di sana. Orang yang melempar pisau tadi, berdiri di ujung lorong. Aomine menatap dari kejauhan. Matanya mengilat ketika orang itu berbalik dan perlahan menjauh. Mata birunya membelalak, dia mengenalnya... iris mata itu...

"Kise..."


To be Continue / Discontinue (?)


.

.

Bwahahaha XD

Mimpi apa dong saya buat Chapter -_-

Perasaan saya terlalu terburu-buru mengepost fanfiction lain

Niatnya, takut kehapus di komputer, jadi yaaah...

Sebenarnya saya suka genre-genre seperti ini #otakpsyco

Terima kasih untuk yang mau membaca

Absurd banget ini fic

Sumimasen! (*bungkuk 90 derajat)