Fantome
Rated: T
Genre: Horror, Supernatural, Angst, AU
Characters: Oh Sehun, Kim Jongin, EXO
Author: hunhanslave
Manusia tidak tinggal sendirian di dunia ini. Hewan dan tumbuhan adalah mahluk hidup yang juga merupakan penghuni bumi—mereka hidup, tentu saja. Manusia berbagi oksigen dengan mereka agar mereka tetap bernafas. Tetapi terkadang manusia lupa, tak hanya mahluk bernafas saja yang tinggal di dunia ini.
Mahluk dingin tak kasat mata. Mereka ada di sekitar manusia, hanya saja para manusia kadang tidak sadar dengan keberadaan mereka. Mungkin saja saat kau sedang berjalan di jalan yang begitu ramai, mahluk-mahluk tersebut juga sedang berjalan di sampingmu, atau ketika kau sedang tidur, mereka juga memperhatikanmu? Bisa saja. Karena sebagian besar manusia tidak pernah tau. Hanya segelintir orang saja yang bisa melihat mereka, namun sebagian dari mereka lebih memilih untuk bungkam atau mungkin mereka melihatnya namun tidak mengetahui bahwa mahluk yang dilihatnya itu adalah mahluk yang seharusnya tidak terlihat.
Hantu. Begitulah manusia sering menyebut mereka dan mereka pun sepertinya lebih suka dengan sebutan itu daripada mahluk tak bernafas ataupun arwah orang mati. Menurut mereka, kedua panggilan itu terdengar menyedihkan.
Mahluk-mahluk itu pun kadang merasa bingung dengan presepsi manusia tentang mereka. Di benak orang-orang yang bernafas itu, hantu adalah sosok yang mengerikan seperti yang selalu mereka lihat di televisi. Nyatanya mereka terlihat sama saja dengan manusia pada umumnya, hanya saja mereka tidak lagi hidup dan mereka tidak bisa dilihat dengan mudah.
Arwah jahat tentunya ada. Mereka memiliki rupa yang sama dengan hantu, tetapi mereka memiliki niat buruk, untuk mencelakakan manusia misalnya, sedangkan hantu hanyalah jiwa-jiwa yang tersesat. Sebagian dari mereka bisa menemukan jalan untuk meninggalkan dunia ini dengan cepat namun sebagiannya lagi tidak. Sesuatu menahan mereka di sini.
Awan hitam pekat dan juga hembusan angin yang cukup kencang mengawali pagi pertama di bulan September. Sehun mendesah berat sebelum turun dari Rubicon putihnya. Rambut hitamnya berkibar-kibar ketika ia berjalan dengan langkah berat menuju ke dalam gedung sekolah barunya.
Sehun tidak pernah menyukai sekolah baru. Ia tidak menyukai bertemu dengan guru baru, teman baru dan lingkungan baru. Mungkin lebih tepatnya, Sehun tidak suka berinteraksi dengan orang lain. Di sekolah lamanya di Beijing pun Sehun sama sekali tidak memiliki teman. Sungguh miris memang, tetapi Sehun hidup dengan hal tersebut.
Social Anxiety Disorder. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang ingin menderita penyakit mental tersebut, dan salah satu dari mereka adalah Sehun. Namun ketika ia di diagnosa dengan penyakit itu, Sehun hanya bisa diam. Apa yang bisa ia lakukan?
Penyakit itu bisa saja sembuh, tetapi Sehun sama sekali tidak ingin memperdulikannya. Sehun sudah terlanjur terbiasa dengan kehidupannya sekarang, meskipun sesekali ia juga ingin merasakan bagaimana memiliki seseorang selain ayah dan ibunya untuk berbagi kisah.
Suasana koridor pagi itu lumayan renggang, hanya ada beberapa murid yang terlihat bercakap-cakap di samping loker. Jam sudah menunjukan pukul 7 kurang sepuluh namun sudut-sudut sekolah masih terlihat sepi. Itu tentu menguntungkan Sehun, karena ia tidak menyukai tempat-tempat ramai, apa lagi ketika berpasang-pasang mata menatapnya .
Sehun mendongakan kepalanya seraya membaca tulisan yang digantung di tiap-tiap pintu. Mencari ruang kelas 3-A seharusnya tidak terlalu sulit karena ukuran sekolah yang tidak terlalu besar—kecuali jika digabungkan dengan gedung sekolah lama yang berada di sampingnya.
Sehun menghentikan langkahnya sejenak. Matanya menatap gedung tua yang berada di luar jendela. Gedung tua itu hanya dibatasi dengan pagar kayu usang dan terdapat jembatan penghubung antara sekolahnya dan gedung tersebut. Sehun memicingkan matanya ketika ia melihat gorden salah satu ruangan berkibar keluar jendela. Hanya ruangan itu saja yang jendelanya terbuka. Mungkin ruangan itu masih digunakan.
"Oh Sehun?" Ucap seorang pemuda jangkung bermata besar yang entah sejak kapan sudah berada di depan Sehun. Pemuda itu tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi putih nan rapih miliknya.
"Aku Park Chanyeol. Aku adalah ketua kelas 3-A yang nantinya akan menjadi kelasmu." Gumam pemuda bernama Park Chanyeol itu semangat. Ia menatap Sehun dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan yang berbinar-binar yang sukses membuat Sehun risih.
"Woah! Sepertinya kau akan menjadi idola semua murid perempuan di sekolah ini!" Lanjut Chanyeol semakin bersemangat—tak menyadari wajah Sehun yang sudah ditekuk sedemikian rupa. Orang yang bernama Park Chanyeol ini sungguh sangat berisik dan itu membuatnya menjadi salah satu orang yang akan Sehun hindari, meskipun pada akhirnya Sehun akan menghidari siapa saja yang berada di sekolah itu.
"Dan Ah! Aku harus mengajakmu berkeliling sekolah ini." Tanpa persetujuan Sehun, Chanyeol langsung menarik tangan pemuda berambut hitam itu dan membawanya menyusuri setiap lorong sekolah.
Sehun sungguh ingin protes sekaligus pergi meninggalkan Chanyeol, namun rasa takut dan khawatir setiap kali bertemu dengan orang asing membuat Sehun mengurungkan niatnya.
Sekitar 15 menit, Sehun hanya diam tanpa memperhatikan apa saja yang dikatakan oleh Chanyeol. Pemuda itu berbicara terlalu banyak. Yang Sehun ingat dari tur singkat itu hanyalah ruang kantin yang terletak di samping perpustakaan dan juga ruang kepala sekolah, selebihnya Sehun sama sekali tidak mengingatnya. Ia terlalu sibuk tenggelam dalam lamunannya.
"Jadi, sebaiknya kau tidak kesana." Sehun tersadar dari lamunannya ketika Chanyeol menepuk bahunya. "Jangan sampai tersesat." Tambah Chanyeol dengan cengiran lebar di wajahnya.
Entah apa yang dimaksudkan Chanyeol tadi, Sehun sama sekali tidak peduli. Yang ia inginkan sekarang adalah segera pergi ke kelas dan mulai belajar. Beruntung Chanyeol segera mengajaknya ke kelas 3-A yang berada di samping tangga, sementara Chanyeol seperti tidak menyadari bahwa Sehun sama sekali tidak pernah mengatakan apapun semenjak pertama kali mereka bertemu.
Hari pertama di sekolah baru sepertinya tidaklah terlalu buruk. Sehun bisa melewatinya dengan baik. Ia sangat berterima kasih kepada hujan yang menahan sebagian murid di kelas 3-A, membuat kelas itu menjadi tidak terlalu ramai.
Sehun mendesah pelan seraya membuka memo kecil bersampul biru miliknya. Sepuluh menit lagi ia harus segera berada di lab Kimia. Sehun mengerutkan dahinya seraya mengingat-ingat dimana letak lab Kimia. Ia menggerutu ketika ia tidak bisa mengingat dimana letak ruangan tersebut. Harusnya dia benar-benar memperhatikan setiap ruangan yang ditunjukan Chanyeol tadi pagi.
Sudah tidak ada satupun orang yang berada di kelas selain dirinya, mereka sudah meluncurk ke kelas subyek mereka masing-masing. Sehun kembali mendesah, mau tidak mau ia harus mencari lab kimia sendirian.
Suara hujan terdengar begitu nyaring mengalahkan keributan di setiap kelas yang dilewati Sehun. Sudah hampir sepuluh menit dan ia tidak menemukan kelas tersebut. satu menit lagi pelajaran akan segera dimulai dan Sehun tidak ingin menjadi pusat perhatian karena terlambat.
Sehun hampir saja menyerah sebelum ia teringat akan kelas dengan jendela terbuka di gedung tua itu. Ya, mungkin saja itu adalah lab Kimia yang ia cari-cari. Dengan kecepatan penuh, pemuda itu berlari menuju ruangan tersebut, dan setelah melewati jembatan penghubung dan satu ruangan kosong, akhirnya Sehun sampai di depan pintu ruangan tersebut.
Nafasnya terengah-engah dan keringan bercucuran di pelipis matanya. Sehun menelan ludahnya sebelum membuka pintu di depannya. Bunyi kreek yang cukup nyaring terdengar memenuhi ruangan. Sehun mengumpat ketika mendapati ruangan itu kosong melompong.
Kaca besar yang menempel di dua sisi dinding memantulkan cahaya dari luar jendela. Bau debu yang menyeruak membuat hidung Sehun sedikit gatal. Pemuda itu menggigit bibir bawahnya sebelum menjatuhkan tas ranselnya di atas lantai kayu yang sudah usang. Sudahlah, Sehun sudah menyerah. Bolos di hari pertamanya bukanlah suatu masalah yang besar. Ia lebih baik tidak masuk kelas daripada harus menyaksikan berpasang-pasang mata memperhatikannya.
Sehun menarik nafas panjang sebelum membuangnya pelan kemudian menyandarkan tubuhnya di dinding bercat putih di belakangnya. Nafasnya tersengal dan tiba-tiba kepalanya menjadi sangat pening. Sungguh, berkeliling sekolah ternyata sangat melelahkan.
Sehun berjalan pelan menuju jendela yang berada di tengah ruangan kosong itu—berniat mencari udara segar, namun sesuatu membuat Sehun menghentikan langkahnya. Pemuda itu menoleh kearah cermin besar yang berada di sebelah kirinya. Sehun mengerutkan dahinya ketika melihat pantulan yang berlapis-lapis di cermin tersebut. Pemuda itu melebarkan matanya, tak hanya bayangan dirinya yang terpantul di cermin tersebut, tetapi seseorang—sesuatu juga berada di sana.
Sosok itu berada tepat di belakang Sehun—menatapnya dengan tatapan tajam, dan tanpa hitungan tiga Sehun segera menoleh kearah sosok tersebut dan mendapati seorang pemuda berambut cokelat gelap tengah tersenyum kepadanya. Tunggu dulu, sejak kapan ia berada di sana?
"Hai." Gumam pemuda berambut cokelat itu. Suara huskynya begitu rendah dan berat, sangat serasi dengan garis wajahnya yang tegas namun tenang. Lengan kemeja putihnya digulung sampai ke siku, memperlihatkan lengan kekar dengan garis-garis urat yang nampak jelas.
"Sedang apa kau di sini?" Tanya pemuda itu sembari berjalan mendekati Sehun, dan satu langkah kedepan yang diambil pemuda itu, Sehun akan mengambil satu langkah ke belakang.
Darah Sehun berdesir ketika mata pemuda itu menatap mata Sehun dengan tatapan yang begitu intens. Tatapannya itu seperti ingin melahap Sehun hidup hidup, namun anehnya Sehun tidak merasakan ketakutan sedikitpun. Berbeda halnya ketika pertama kali ia bertemu dengan ketua kelasnya, Park—sesuatu. Sehun bahkan lupa nama pemuda jangnkung itu.
Melihat Sehun yang sepertinya tidak akan membalas pertanyaannya, pemuda berambut cokelat itu terkekeh pelan. Suara kekehannya berbaur dengan suara hujan di luar sana.
"Sepertinya kau belum mengenalku." Kata pemuda itu. Ia melipat kedua tangan di depan dadanya lalu menarik salah satu ujung bibirnya sehingga menciptakan seringaian di wajahnya yang tampan.
Sehun mengalihkan pandangannya ke arah luar hujan yang begitu deras di luar jendela—menghindari kontak mata dengan pemuda di depannya. "Aku tidak ingin tau." Balas Sehun dengan nada datar.
Pemuda berambut cokelat tadi menaikan sebelah alisnya, lalu kembali terkekeh. "Maafkan aku, tapi sepertinya kau tidak akan pergi terlalu jauh dariku."
Ucapan pemuda itu membuat Sehun menatapnya dengan tatapan bingung. Dari sekian banyak orang yang pernah ditemui Sehun, orang inilah yang dirasanya paling aneh. Orang itu berkata seolah-olah keduanya sudah lama saling mengenal. Tidak akan pergi telalu jauh, katanya. Apa maksudnya itu?
"Apa maksudmu?" Tanya Sehun pada akhirnya yang malah membuat pemuda itu kembali terkekeh untuk yang kesekian kalinya.
"Kau memang tidak mengenalku rupanya." Perkataan itu lagi.
Sungguh, sebenarnya siapa dia? Apa dia seseorang yang begitu terkenal di sekolah itu? pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menerus diucapkan Sehun dalam hati.
Dilihat dari cara berpakaiannya, sepertinya orang di depan Sehun ini termasuk dalam perkumpulan pengacau sekolah. Lihat saja rambutnya yang berantakan serta bagian bawah kemejanya yang dikeluarkan. Oh dan jangan lupa dengan celananya yang digulung hingga lutut itu, sungguh sangat jauh dari image seorang anak baik-baik.
Merasa diperhatikan oleh Sehun, pemuda berambut cokelat itu mencondongkan badannya ke depan sehingga mempersempit jarak antara wajahnya dan juga Sehun. Menyadari keadaan itu, Sehun dengan cepat memundurkan tubuhnya lalu mengerjap beberapa kali, sementara pemuda berambut cokelat itu hanya tersenyum simpul.
"Oh Sehun? Nama yang bagus." Ucap pemuda misterius itu sesaat setelah melirik papan nama yang tersemat rapih di kemeja Sehun. "Aku Jongin, jika kau bertanya-tanya siapa namaku."
"Aku tidak ingin tau namamu. Maaf, tapi aku harus pergi." Sehun mengigit bibirnya seraya berjalan menuju pintu lalu menarik tas ranselnya dan menggantungkan benda itu di bahunya. Itu adalah kalimat terpanjang yang dia ucapkan pada seseorang yang baru ia temui.
"Ingat perkataanku tadi, Sehun. Kau tidak akan jauh-jauh dariku, mulai sekarang." Kata pemuda tadi dengan suara lantang—memastikan Sehun mendengar setiap kata yang ia katakana dengan jelas, sementara Sehun berjalan cepat meninggalkan gedung tua itu tanpa menghiraukan suara tertawa nyaring dari si pemuda bernama Jongin itu.
Sehun memperlambat langkahnya ketika ia sudah berada di koridor sekolahnya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya perlahan kemudian menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jari kurusnya sebelum menggelengkan kepalanya—berusaha tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Jongin tadi. Apa-apaan dia?
Pemuda berambut hitam itu kembali menarik nafasnya berat sesaat sebelum ia berjalan menyusuri koridor sunyi itu menuju perpustakaan, hanya disanalah satu-satunya tempat yang terbersit di pikiran Sehun untuk menghabiskan waktu bolosnya tanpa harus bertemu orang-orang aneh. Sudah cukup hari itu ia bertemu dengan dua orang yang menjengkelkan.
Yang Sehun tidak tau, ketika ia melangkah keluar dari gedung tua tadi, sesuatu—seseorang terus memperhatikannya. Hanya saja Sehun tidak menyadari keberadaan orang tersebut.
"Oh Sehun, ya?"
Sepertinya keinginan Sehun untuk membaca dengan tenang di perpustakaan harus pupus ketika si ketua kelas jangkung melambai-lambaikan tangannya ke arah Sehun sesaat setelah pemuda itu menemukan buku yang bagus untuk di baca.
Sehun ingin sekali menghidar dari si ketua kelas Park—sesuatu itu, tetapi lagi-lagi ia ditarik menuju meja yang berada di samping jendela oleh pemuda jangkung tersebut. Sehun mendesah pelan, yang Sehun butuhkan hanyalah diam tanpa menghiraukan si ketua kelas itu, untung saja ia mendapatkan buku yang bagus—Frankenstain.
"Jadi kenapa kau berada di sini? Oh aku baru sadar kalau kau tidak pernah berbicara padaku! Apa aku terlihat begitu menyeramkan?" Oceh Park Chanyeol, akhirnya Sehun bisa mengingat namanya. Menyeramkan, katanya. Menurut Sehun, orang itu lebih dari sekedar menyeramkan—dan berisik, sungguh berisik.
"Kau suka membaca novel horror ternyata. Bisa aku pastikan kau juga menyukai hal-hal yang berbau horror." Lanjut Park Chanyeol menggebu-gebu sementara Sehun mulai membaca lembar pertama novel di tangannya seraya menunggu kapan orang di depannya akan berhenti berbicara. Ia membuat Sehun risih walaupun Sehun berusaha untuk tidak menunjukannya.
"Karena kau adalah anak baru, aku yakin kau belum mendengar cerita menyeramkan tentang sekolah ini." Chanyeol melipat kedua lengannya di atas meja, matanya menatap gedung tua di luar jendela. "Kau tau kenapa gedung tua itu tidak digunakan lagi? 30 tahun lalu, ada seorang murid yang meninggal di gedung itu…tepatnya di ruang menari. Kau lihat ruangan yang jendelanya terbuka itu?"
Sehun yang tadinya tidak ingin peduli dengan cerita Chanyeol akhirnya mendongakan kepalanya lalu menatap ke arah dimana mata Chanyeol tertuju. Ruangan dengan jendela terbuka dengan gorden yang berkibar-kibar—ruangan yang tadi.
Chanyeol melirik Sehun sejenak sebelum kembali melemparkan pandangannya kearah gedung tua itu. "Murid itu meninggal di sana. Ia meninggal karena diracuni oleh orang yang disukainya. Dan kau tau, Sehun?" Ia memicingkan matanya. "Arwah dari murid itu bergentanyangan di sana. Mengganggu setiap orang yang berada di gedung itu. Akhirnya pihak sekolah memutuskan unuk menutup gedung itu dan membangun gedung baru, gedung sekolah kita yang sekarang."
Entah mengapa, perut Sehun bergejokak hebat ketika mendengar cerita dari Chanyeol. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya selama beberapa saat. Seperti ada sesuatu yang menggelitik.
Chanyeol terdiam sejenak sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada Sehun yang memasang ekspresi terkejut. Pandangan pemuda berambut hitam itu masih tertuju pada ruangan dengan jendela terbuka itu.
"Tidak ada yang berani kesana, karena menurut cerita yang beredar di sekolah ini, jika kau kesana dan bertemu dengan arwah murid itu, ia akan terus mengikutimu. Kemanapun." Ucap Chanyeol—menekan setiap huruf di kata terakhirnya. "Hanya saja ia tidak akan mengikutimu ke luar sekolah. Hanya di dalam sekolah saja."
Seketika perkataan dari orang yang bernama Jongin yang ia temui tadi kembali terngiang-ngiang di pikiran Sehun.
Kau memang tidak mengenalku rupanya.
Tentu saja Sehun tidak mengenalnya karena hari itu adalah hari pertama Sehun di sekolah itu, sementara seluruh penghuni sekolah tentu saja sudah mengenalnya. Dan ketika Sehun mengingat kalimat terakhir yang dikatakan oleh Jongin, sesuatu yang bergejolak di perutnya semakin menjadi-jadi.
Kau tidak akan jauh-jauh dariku, mulai sekarang
"Sehun?" Sehun menatap Chanyeol dengan tatapan kagetnya, sebelum kedua iris matanya menangkap sosok pemuda berambut cokelat yang tengah berdiri sudut perpustakaan dengan seringaian yang terlihat jelas di wajahnya. Bibirnya bergerak-gerak—seperti mengatakan sesuatu namun Sehun tidak bisa mendengarnya.
Meskipun Sehun tidak dapat mendengar perkataan dari pemuda itu, Sehun tau apa yang dikatakan oleh Jongin walaupun hanya melihat dari gerakan bibirnya.
"Senang bertemu denganmu, Oh Sehun."
Saat itu pula Sehun merasa kehidupannya akan semakin kacau.
to be continue
