The original story belongs to rawrchelle

Characters © Masashi Kishimoto

.

.

. . . . . . . . . . . . . . .

(deg. deg. deg.)

"Shishou, kami menemukannya! Dia bernapas putus-putus, tapi dia masih hidup—"

(deg. deg. deg.)

Buka matamu. Kumohon.

Tidak bisakah kau merasakan tanganku di hatimu?

Tidak bisakah kau merasakan aku menyalurkan kehangatanku untukmu?

Tidak bisakah kau merasakan diriku?

"Stabilkan dia, lalu bawa dia kembali—"

"Detak jantungnya melemah—"

(deg. deg. deg…)

Sasuke. Sasuke. Sasuke.

Sasuke-kun.

Sasuke-kun.

"Sizune! Kami membutuhkanmu di sini!"

"B-Baik!"

(deg. deg… de…g…)

"Cepat, lebih banyak chakra—hentikan pendarahannya—"

"Sasuke-kun, kau tidak boleh mati. Aku tidak peduli jika kau pingsan; kau harus mendengarku. Jangan mati." Kumohon.

Kau tidak boleh meninggalkanku disaat aku seperti ini.

Kau tidak boleh meninggalkanku disaat semua yang telah aku lakukan adalah menunggu.

Kau tidak boleh meninggalkanku disaat kau adalah alasan jantungku berdetak.

(de…g.)

"Sasuke—"

Perlahan, ia membuka matanya.

"…-kun."

. . . . . . . . . . . . . . .

Ia tidak tahu siapa lelaki itu.

Di dunia yang hitam dan putih, ia tidak punya gambaran siapa lelaki itu. Ia tidak bisa mengingat wajahnya, tidak mengenal dirinya—ia bahkan tidak tahu namanya.

Yang ia tahu hanya dia segalanya baginya.

(dia mempunyai jawaban itu di ujung lidahnya—nyaris memberontak—tapi dia tidak pernah bisa mengungkapkannya.)

Ketika ia sadar, ia berdiam diri di sana untuk beberapa saat, bertanya-tanya apa yang dimimpikannya. Itu adalah mimpi, ia tahu—meskipun ia tidak bisa mengingat tentang apa mimpinya. Karena setiap kali ia bermimpi, ia bangun dengan perasaan kosong, merasa seperti dirinya kehilangan sesuatu—

Tapi ia selalu merasa kehilangan sesuatu. Ia memang selalu merasa kehilangan sesuatu.

Ia beranjak dari tempat tidur dan melangkah di atas lantai semen yang dingin, sebelum berjalan dengan susah payah melakukan rutinitas paginya. Mandi air panas, sarapan dingin, keluar dari pintu.

Siap untuk hari lainnya.

(karena semua yang bisa dia lakukan adalah melanjutkannya. Semua yang bisa dia lakukan adalah bertahan hidup.)

Di dunia yang hitam dan putih, semua yang ia tahu adalah bahwa dirinya merupakan—

. . . . . . . . . . . . . . .

FADING AWAY

. . . . . . . . . . . . . . .

Tempat itu kosong dan menyeramkan; tua dan pengap, tapi tetap steril dan bau antiseptik. Kasur-kasurnya jarang-jarang dengan hanya satu selimut tipis untuk setiap kasur, warna biru pada kainnya telah memudar. Ubin lantainya calar-calar karena sudah digunakan berpuluh-puluh tahun, dan cahaya lampu di langit-langit berkedip-kedip.

(tap. tap. tap.)

Ada sebuah meja jauh di sudut, dengan kertas bertebaran di atasnya. Jika seseorang melihatnya lebih dekat, dia akan menemukan catatan acak-acakan dan penjelasan di pinggirnya dan memutuskan bahwa itu tidak penting. Ada sebuah lemari kaca di sisi lain ruangan, penuh dengan botol-botol dan kain kasa dan segala sesuatu lainnya yang biasanya akan dibutuhkan seorang dokter.

Tapi tempat ini tidak biasa, dan tidak juga dirinya.

(dia tidak pernah melihat cahaya matahari. Dia hidup di tempat di mana bahkan harapan tidak berani diraih—)

Hari ini adalah hari penting. Setidaknya, itulah yang dikatakan kalender di dinding. Ia tidak tahu persis mengapa.

Ia punya bekas luka di lengan dan tangannya, dan satu di sepanjang sisi wajahnya yang terlindungi oleh rambutnya. Ia kurus dan kosong dan jika seseorang melihatnya, orang itu akan berpikir bahwa ia rapuh dan hancur dan mustahil untuk diperbaiki.

(tap. tap. kriet.)

Berdiri di depan pintu yang terbuka ialah seorang wanita berambut merah muda dengan mata hijau kosong, yang seharusnya (seharusnya, seharusnya, seharusnya) mempunyai nama.

Seharusnya.

(dia tidak ada.)

. . . . . . . . . . . . . . .

"Apa kau bisa merasakan sesuatu?"

Wanita itu memiringkan kepalanya ke samping.

"Merasakan apa?"

. . . . . . . . . . . . . . .

"Kau ilegal."

Itu adalah kata pertama yang ia dengar ketika ia datang ke dunia ini. Ia terlahir ke dunia hitam-dan-putih ini dengan umur dua puluh tiga, dan itu adalah ingatan pertamanya.

(ilegal, ilegal, ilegal.)

Ia adalah hasil dari sebuah percobaan. Janin prematur yang dicuri dan dirawat, sampai ia cukup tua untuk mereka suntik dengan semua jenis obat, dengan tujuan untuk membunuh satu bagian otaknya. Ia adalah tikus percobaan, diteliti untuk menciptakan robot manusia yang sempurna.

(sempurna. tapi ia menemukan dirinya tidak pernah sempurna.)

Hari ini adalah hari penting.

Ia berjalan di belakan seorang pria bermata hitam dan berambut hitam—Itachi, mereka memanggilnya—mereka membisikkan namanya di balik pintu yang tertutup, dan setiap kali ia mendengarnya, ia merasa getaran mengalir di tulang punggungnya, tapi ia tidak tahu tepatnya mengapa. Mungkin itu perasaan yang tidak penting karena mereka sudah menghapusnya.

"Kau akan bertemu dengan adikku," ucap Itachi padanya. "Dan mulai dari sekarang, kau miliknya."

"Miliknya?"

"Ya. Kau adalah miliknya."

(miliknya. miliknya. dia miliknya.)

Langkah kaki mereka menggema di lorong yang dingin dan kosong, hanya samar-samar diterangi oleh cahaya kuning. Ia memainkan jari-jarinya. "Itachi-sama, aku kehabisan obat bius—"

"Kalau begitu jangan menggunakannya."

"Tapi pasien-pasiennya—"

"Mereka bukan pasien, Dokter." Itu adalah namanya. Dokter. Itulah yang digunakannya, yang akan ditanggapinya. "Mereka adalah percobaan."

(tapi apakah dia benar-benar seorang dokter disaat dirinya bahkan tidak melihat pasien?)

"Mereka kesakitan," protesnya. Itachi tidak melihat kebelakang lagi.

"Dan mengapa kau peduli? Bukan kau yang merasakannya."

(sebenarnya, dia tidak suka ketika mereka berteriak. dia tidak suka ketika mereka memohon padanya untuk berhenti. bahkan ketika pria dewasa mulai menangis seperti anak-anak.)

Ia diam setelahnya, hingga mereka sampai di ruang utama—sedikit dilengkapi dengan beberapa sofa, kursi tangan, dan meja. Itu adalah ruangan yang paling mewah dari seluruh tempat, tapi ia jarang menghabiskan waktu di dalamnya. Ia bukan salah satu dari mereka.

(mereka menyebut diri mereka sebagai "akatsuki"—berbahaya, mencari mangsa, dan menunggu untuk mendapatkanmu.)

Seorang pria sedang duduk di salah satu kursi tangan, dan meskipun dalam cahaya remang, ia bisa melihat penampilan pria itu dengan cukup baik. Matanya sudah terbiasa dengan itu.

Dia adalah pria yang mempesona. Dia terlihat mirip dengan Itachi; rambut gelap dan mata berbahaya, dengan wajah tak terlupakan dan sikap tenang. Ketika dia melihat mereka muncul, dia berdiri, ekspresinya tak terbaca.

"Dia sepenuhnya milikmu," ucap Itachi. "Perlakukan dia semaumu."

Pria lainnya menatapnya datar. "Cih. Kau selalu memberiku barang rusak."

"Hanya ini yang tersisa, kau harus menerimanya." Dan ketika Itachi menghilang, hanya tinggal mereka yang tersisa.

Pria itu mengulurkan tangannya, dan ia spontan meraihnya. (tangan yang hangat.) "Aku Uchiha Sasuke."

Ia mengangguk.

Raut Sasuke kembali datar. "Kau siapa?"

Ia menatap kosong pada Sasuke. Bibir bawahnya gemetar untuk beberapa alasan yang tak diketahui.

(kau ilegal. kau tidak sempurna. kau tidak ada.)

"Siapa aku?"

Ia tersentak ketika Sasuke mengangkat tangan dan mengamit ujung rambutnya di antara jari-jarinya. Karena setiap kali seseorang membuat gerakan untuk menyentuhnya, itu untuk memukulnya, untuk menyakitinya, untuk mengatakan padanya bahwa ia telah melakukan kesalahan.

Tapi sentuhan pria ini tidak menyakitinya.

(dia jarang merasakan ini. hampir tidak pernah.)

"Kau," ucap Sasuke perlahan, "Akan bernama Sakura."

"Sakura," ulangnya.

"Karena rambutmu. Warnanya persis seperti bunga sakura."

"Bunga sakura?"

(itu terdengar manis. cerah. hangat.)

Alis Sasuke mengerut, hanya sedikit. "Kapan terakhir kali kau meninggalkan tempat ini?"

Terdiam sejenak. "Aku tidak tahu."

Pria ini—namanya adalah Uchiha Sasuke, ia mengingatkan dirinya; saudara dari Uchiha Itachi; sama indah, dan sama berbahayanya—hanya menatap Sakura untuk beberapa saat, sebelum mengerutkan bibirnya dan berkata, "Tunjukan aku ruangan kerjamu."

Dan ia menuntun Sasuke kembali ke lorong kosong dan menuju ke klinik kecilnya—tapi itu sebenarnya bukanlah klinik, karena semua yang pernah dilakukannya hanyalah mengamputasi dan mengakhiri.

Uchiha Sasuke berjalan mengelilingi tempat itu, memeriksanya. "Apakah ada sesuatu yang penting di sini yang kau sukai untuk kau bawa bersamamu? Aku akan membawamu ke kantor barumu setelah ini. Kau juga pindah, jadi jangan lupa membawa semua barangmu."

Ia mengerjap. "Aku pindah?"

"Ya. Aku tidak membiarkanmu tinggal di sini."

(di sini gelap, tempat lembab yang selalu membuat bulu romanya berdiri. di tempat inilah dia hanya berhubungan dengan kesakitan dan darah dan kematian. dan mungkin…

mungkin juga neraka.)

. . . . . . . . . . . . . . .

(deg…deg…deg…)

"Naruto, menyingkir dari jalan!"

"Sakura-chan, dia masih hidup, kan? Kau membawanya untuk dioperasi, kan?"

"Ya, tapi jika kau tidak menyingkir, dia mungkin mati—jadi menyingkirlah!"

Jangan berhenti bernapas.

Apa pun yang kau lakukan, jangan berhenti bernapas.

Jantungku masih berdetak untukmu.

Jadi kumohon—miliki detakmu untukku?

(d-deg…de…deg…)

"Sebagian dari jantungnya hancur—sebuah keajaiban dia masih hidup—"

"Tapi itu berarti dia ingin hidup, kan? Sasuke-kun ingin hidup?"

Tidak ada jawaban.

"Terus lakukan penyegelan! Gangguan kecil dalam chakra kalian bisa membunuhnya!"

Kumohon. Kumohon. Kumohon.

Hiduplah.

. . . . . . . . . . . . . . .

Cahaya yang berbeda.

Rumah barunya sangat besar. Ia sudah diberitahu kalau seluruh bangunan ini merupakan Mansion Uchiha; lantai marmer dan tangga rumah yang besar dan kandelar dan semuanya yang mewakili kekayaan.

Namun tak satu pun membuatnya terpesona.

Hal yang menarik perhatiannya adalah jendela.

(rumput, matahari, langit.)

Ia belum pernah melihat sesuatu seperti itu sebelumnya, selain di dalam buku medisnya. Dan meskipun begitu, gambar-gambarnya terbatas.

Semua ini begitu… terang.

Setiap pagi, ia akan bangun di tempat tidur double-sized-nya, berbaring di bantal yang empuk di bawah selimut yang nyaman. Dan setiap pagi, ia akan melihat ke jendela di sebelah kirinya, yang tertutupi oleh tirai.

Setiap pagi, ia akan menarik membuka tirai dan menatap ke luar jendela.

(ada banyak warna, tidak hanya hitam dan putih lagi.)

Pekerjaan utamanya di ruangan bawah tanah. Tempat kerjanya lebih bersih daripada yang sebelumnya; ada cahaya lampu pijar dan lantai berkarpet; tempat tidur untuk pasien (Sasuke mengoreksinya ketika ia menyebutnya percobaan) di bersihkan dengan rutin, dan ia punya jejeran alat kesehatan yang lebih banyak.

Ia masih mengurus percobaan—pasien—tapi bukannya mengamputasi atau mengakhiri, ia sekarang memperbaiki.

Itu adalah kata baru. Memperbaiki.

Selama minggu pertama, ia menghabiskan waktunya lebih banyak di perpustakaan. Sasuke yang menyuruhnya. Terdapat hamparan buku medis dan non-medis. Novel, kamus, ensiklopedia—

(ini seperti surga baginya.)

Sasuke lebih banyak ke luar dalam sehari. Pria itu sering pulang sesaat sebelum ia pergi tidur (dirinya terjaga terus dan terus sekarang, membenamkan dirinya dalam buku, buku, buku), tapi kadang-kadang Sasuke akan pulang sebelum makan malam. Dan jika seperti itu, pria itu akan memasak untuk mereka berdua.

(dia tidak pernah menjadi tukang masak yang baik. selalu hanya ada sayuran mentah di lemari es untuknya.)

Dan kemudian mereka akan makan bersama.

(dalam keheningan, namun ini terasa seperti ketenangan yang tidak pernah dia ketahui sebelumnya.)

Dan segera ia menyadari bahwa ini terasa seperti dirinya tidak begitu kehilangan lagi. Ketika ia bangun di pagi hari, ia merasa terisi.

Meskipun ia tidak bermimpi.

. . . . . . . . . . . . . . .

"Kau bisa tersenyum?"

"Senyum apa?"

Sasuke mengulurkan tangan untuk menarik sudut bibir Sakura. "Seperti ini."

"Tidak, aku rasa aku tidak pernah melakukan itu sebelumnya."

"Itu tidak wajar, kau tahu."

Sakura menatap Sasuke dengan tertarik. "Tapi kau juga tidak melakukannya."

. . . . . . . . . . . . . . .

Ia menatap penuh rindu pada jendela. "Bolehkah aku pergi keluar?"

Sasuke tidak mendongak dari korannya. "Tidak."

Mereka selalu sarapan bersama. Sakura akan bangun pada waktu tertentu, menatap keluar jendela, mandi, dan kemudian turun untuk sarapan yang panas.

Terkadang, menunya roti bakar, terkadang telur—dan terkadang, jika ia beruntung, mereka akan sarapan waffle atau pancake.

Bersama dengan Sasuke seperti sebuah petualangan.

(selalu ada hal baru, selalu ada hal menakjubkan.)

Ia menatap Sasuke dengan rasa ingin tahu. "Tapi kau pergi keluar setiap hari."

"Kau dan aku berbeda, aku harap kau tahu."

Ia tahu. Ia tahu bahwa dirinya adalah itik buruk rupa dan Sasuke adalah angsa (ia membaca buku anak-anak di perpustakaan), bahwa ia tidak tahu apa-apa dan Sasuke tahu segalanya, bahwa dirinya merupakan milik Sasuke, dan bukan dirinya sendiri.

Tapi ia tidak bisa pergi keluar karena itu?

"Bagaimana rasanya matahari?" tanyanya, menyemprotkan saus tomat pada telur dadarnya. (ia sangat suka saus tomat.) "Dan angin?"

(dia bisa berbicara bebas di depan sasuke. dia bisa bertanya. dia bisa belajar.)

"Matahari terasa hangat." Sasuke meletakkan korannya, dan menghabiskan kopinya.

"Seperti tanganmu?"

Sasuke terdiam dan menatap Sakura. Sasuke sangat suka melakukan itu. "Ya," ucapnya akhirnya. "Seperti tanganku."

"Dan angin?"

"Angin…" Sasuke berhenti dan berdiri. "Kemari." Ia membawa Sakura ke jendela terdekat. Membuka jendela, dan mundur agar Sakura bisa menjulurkan kepalanya keluar jendela. Angin berhembus dan, Sakura menggigil.

Sakura tidak bisa mendeskripsikannya, tapi—

(itu terasa seperti hidup.)

Sakura dengan enggan menyingkir dari jendela ketika ia merasakan tangan Sasuke di lengannya. "Bolehkah aku membuka jendela ketika kau pergi?"

Sasuke menutup jendela dan menguncinya dengan bunyi klik. "Tidak."

Karena ia adalah itik buruk rupa, dan Sasuke adalah angsa.

Tapi meskipun begitu itik buruk rupa akan tumbuh menjadi lebih cantik.

. . . . . . . . . . . . . . .

"Sasuke-sama, di mana keluargamu?"

"Aku tidak punya keluarga."

"Tapi bukankah Itachi-sama keluargamu?"

Ia terdiam. "Bukan, dia bukan keluargaku."

. . . . . . . . . . . . . . .

Pasien pertamanya adalah seorang pria yang kehilangan satu matanya.

Tugasnya memperbaiki. Itulah yang Sasuke katakan. Sasuke menyuruhnya untuk membaca buku, mengingat isinya, dan menggunakannya pada pasiennya. Sasuke bilang kalau yang seharusnya dilakukan dokter adalah memperbaiki, bukan menghancurkan.

"Apa kau merasa kesakitan?" Tanya Sakura.

(karena jika pria itu kesakitan, dia punya obat bius. dia bisa membuatnya mati rasa.)

Pria itu menunjuk ke rongga matanya yang kosong. "Di sini," ucapnya keras. "Sakit seperti bedebah. Dan pergelangan kakiku juga."

Sakura memberinya beberapa morfin, lalu membalut matanya. Sakura menempatkan kakinya dengan gips. Memberinya obat penghilang rasa sakit secukupnya. Mengantarnya keluar ruangan dan menuju kamar pasien. Ada beberapa kamar di ruang bawah tanah, kemungkinan besar bercabang-cabang dan sepanjang mansion—semuanya kosong, tapi akan mulai terisi, Sasuke sudah memberitahunya. Dan saat pria itu tertatih-tatih memasuki ruangan pribadinya, dia mengangkat botol pilnya pada Sakura.

"Terima kasih, nona."

Dan itu sangat aneh, karena ini kali pertama seseorang bilang terima kasih padanya. Sakura berdiri di sana untuk waktu yang lama, berusaha memahami apa yang sedang terjadi padanya, karena ini terasa seperti hatinya mengembang, dan bibirnya ingin melengkung dalam cara yang tidak biasa—

(apakah dia tersenyum?)

"Sama…" ia menarik napas dalam. "Sama-sama."

Dan pria itu menghilang ke dalam ruangannya.

Dan bahkan saat dirinya menulis kehilangan mata, pergelangan kaki patah, dibebaskan: dua minggu di clipboard dan menempelnya di pintu, perasaan membuncah dalam perutnya tidak surut.

(karena itu hampir terasa seperti ada sebuah harapan.)

.

.

To be continued…

Tara… new translated story!

This original story is not mine, as always.

Hope you like it, then. See you…

Author minta maaf buat teman-teman yang udah review, favorite, dan follow di Fading Away yang sebelumnya…

Dikarenakan ada kesalahan jadi Author putuskan buat repost ceritanya…

Sekali lagi MOHON MAAF semuanya :""