~PROLOG~
Semilir angin Desember kembali bertiup dengan kencangnya. Meskipun baru memasuki awal bulan, tapi dekorasi untuk acara Natal sudah terlihat di beberapa pertokoan dan sudut jalan Ikebukuro.
Saat semua orang menikmati pemandangan kota dan mengobrol antusias tentang rencana Natal mereka tahun ini, seorang laki-laki berambut pirang sedang menunggu dengan hati gusar di bangku ruang tunggu rumah sakit Miagawa. Laki-laki itu bernama Heiwajima Shizuo, 24 tahun. Pria berpakaian bartender itu sedang menunggu kelahiran putra pertamanya dengan Orihara Psychic—sekarang Heiwajima Psychic. Pria yang dicintainya selama lima tahun itu kini tengah berjuang melahirkan buah hati mereka di balik pintu ruang UGD.
Setelah beberapa jam menunggu akhirnya munculah seorang dokter berumur empat puluhan dari balik pintu ruang UGD. Shizuo yang sudah menipis batas kesabarannya segera menghampiri orang tersebut dan menanyakan kondisi 'istrinya' dan dokter itupun menjawab dengan wajah suramnya. Namun, setelah kata komplikasi entah mengapa Shizuo tidak bisa lagi mendengar dengan jelas apa yang dikatakan olehnya kecuali,
...Komplikasi
Kondisi yang tiba-tiba menurun drastis
Harus memilih antara 'istri' atau anaknya...
Setelah itu tubuhnya seakan tidak bisa berfungsi dengan baik, bahkan untuk bernafaspun rasanya membutuhkan keja keras. Akhirnya, setelah menenangkan diri beberapa menit Shizuo kembali berdiri untuk bersiap menemui orang yang dicintai untuk terakhir kalinya. Ya.. Psychic sendiri telah memberikan keputusannya bahwa ia akan tetap mempertahankan buah hatinya meskipun harus dibayar dengan nyawanya sendiri.
Memasuki ruangan serba putih itu, Shizuo segera diserang dengan bau obat-obatan yang sangat kuat khas rumah sakit dan aura sedih serta kematian yang menyelubunginya semakin kuat. Ketika ia mengangkat kepala, sebuah pemandangan yang memesonalah yang menyambutnya. Bagaiamana tidak, pria berambut hitam itu kini sedang menggendong putra mereka dengan senyum lelah namun tetap indah. Segera ia hampiri dan kecup kening pemenang hatinya itu lalu mengambil Putranya dari gendongan Psychic.
"Seperti yang sudah kita sepakati kan?" ujar Psychic dengan suara lelah. "Ya" jawab Shizuo singkat. "Heiwajima Fuyuki. Kau harus menjadi anak yang baik dan jangan menyusahkan ayahmu ya" ucapnya lagi sembari membelai rambut coklat Fuyuki dan menatap lembut ke mata merah mudanya.
"Dan Shizuo…"
"Ya"
"Jaga dirimu dan Fuyuki ya. Aku percaya padamu"
"Ya"
"Shizuo..?"
"…."
"Aku mencintaimu. Selalu.." ucap pisik dengan lirih. "Akupun mencintai mu Psychic" jawabnya sembari mulai meneteskan air mata.
Psychic yang mulai kehilangan kesadarannya pun mencoba untuk membenarkan posisi tidurnya dan meraih tangan Shizuo yang tidak di pakai untuk menggendong Fuyuki sembari berkata "Aku mengantuk"
"Kalau begitu cepatlah tidur dan istirahatlah. Biar Fuyuki serahkan saja padaku" jawabnya dengan lantang, tapi masih dengan air mata yang mengalir.
"Ya" balas pria menyuka music itu untuk terakhir kalinya sambil menutup mata.
Shizuo pun mengencangkan pegangan tangannya pada Psychic seraya mencium dan membenamkan kepalanya untuk terakhir kalinya di kepala cinta pertamanya itu.
"Goodnight my love. Have a sweet dream
. . . .
I will and always love you…"
