Hola Minna. Ini first fic request yang saya buat. Masih gaje sih.
.
DISCLAIMER : TITE KUBO
.
Adaptation From Endless Love
.
RATE : T
.
Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan, ceritanya persis sama yang ada di cerita aslinya. Jadi kemungkinan ending akan sama sesuai dengan permintaan.
.
Attention : Fic ini adalah adaptasi dari Drama Korea yang berjudul sama, 'Endless Love' yang saya bikin versi Bleach sesuai permintaan Kina Echizen.
.
.
.
Keluarga Kurosaki tengah berbahagia karena lahirnya seorang anak perempuan. Anak sulung mereka, adalah anak laki-laki yang masih berusia dua tahun. Kurosaki Isshin, sang ayah yang sangat mencintai keluarganya sangat berbahagia mendapatkan seorang putri yang cantik.
Isshin menggendong anak sulungnya yang berusia dua tahun itu untuk melihat sang bungsu kecil yang baru saja lahir. Mereka melihatnya melalui dinding kaca di ruang bayi saat itu. Ichigo kecil―si bungsu―juga ikut melongokan kepala kecilnya ke dinding kaca itu. Isshin dengan gembira menunjukkan bahwa adik Ichigo ada di salah satu kotak bayi itu. Ketika melihat plat nama yang menunjukkan kalau salah satu bayi itu milik keluarga Kurosaki, Isshin bertambah senang dan menurunkan Ichigo kecil dari gendongannya.
"Sebentar ya Ichigo... Tou-chan ambil kamera dulu."
Isshin meletakkan Ichigo kecil di depan pintu masuk ruang bayi itu. Dan tentu saja layaknya anak kecil yang penasaran dan sudah bisa berjalan, setelah Isshin pergi sebentar mengambilkan kamera untuk mereka, Ichigo melangkah kecil masuk ke sana.
Lalu menunjuk plat nama bayi yang tertera di boks kaca itu. Karena masih kecil dan tak tahu benda apa itu, Ichigo mengambil plat nama itu dan memainkannya juga memperhatikannya dengan seksama. Kemudian tangan kecilnya mengambil satu plat nama bayi yang berada di sebelah boks adiknya itu. Kedua plat nama itu sekarang berada di tangan mungilnya.
"Apa yang kau lakukan anak manis?"
Seorang perawat masuk ke dalam ruangan itu dan mengambil Ichigo kecil. Sebelumnya, mungkin karena kaget, Ichigo kecil menjatuhkan kedua plat nama itu di lantai. Dan berikutnya, perawat itu mengambil kedua plat nama itu untuk dikembalikan ke tempatnya semula.
Ichigo kecil masih melihat dari jauh boks kedua bayi itu.
.
.
*KIN*
.
.
13 years later...
"Dasar Kurosaki brengsek!"
Gadis berkepang dua dan berkacamata itu terkejut karena melihat sosok seorang pria berambut orange yang baru saja dimakinya itu.
Dengan wajah malu dan gugup, dia menghampiri laki-laki berusia 15 tahun yang sedang berdiri di dekat kanvas lukisnya. Gadis itu menunduk gugup menghampiri laki-laki berambut menyala itu. Setelah dekat, akhirnya gadis itu bicara juga sambil mengacungkan selembar surat di tangannya.
"Kenapa kau membuang suratku?" tanya gadis itu sambil mendelik sinis pada sosok laki-laki tampan berambut orange itu.
"Karena surat itu tidak ada namanya dan aku tidak tahu kalau kau yang mengirimnya." Jawab laki-laki itu santai.
"Seharusnya kau membaca suratnya! Bukan membuangnya."
"Tapi aku tidak ingin membaca surat seperti itu."
"Apa kau tidak menyukaiku?"
Setelah mengatakan hal itu, suara pintu dari ruang seni itu terbuka pelan. Sosok gadis berambut hitam dan mungil tengah berdiri di pintu masuk itu dengan wajah bingung.
"Karena sudah ada gadis yang kusukai." Jawab laki-laki itu kemudian.
"Dasar brengsek!"
Gadis berkepang itu kemudian mengumpat dan memaki kesal pada laki-laki yang langsung menolaknya dengan jelas itu. Ketika berpapasan dengan satu gadis lagi yang bertubuh mungil itu, gadis berkepang itu mendelik sinis lalu kemudian langsung pergi.
Gadis mungil itu bingung diperlakukan begitu, hingga akhrinya, dia masuk juga ke dalam ruang seni itu tempat dimana laki-laki berambut orange itu berdiri.
Tangan kecilnya menyodorkan sebuah bungkusan kado dan beberapa surat di atasnya.
"Kau menerima ini lagi?" tanyanya sinis.
"Habis... ini dari kakak kelasku Nii-chan." Ujar gadis itu sambil menunduk gugup.
Kurosaki Ichigo, sang laki-laki berambut nyentrik itu langsung menyentakkan barang yang ada di tangan gadis mungil itu dan membuangnya langsung ke tong sampah.
"Mulai sekarang kau tidak perlu lagi mengantarkan barang-barang itu!" ujarnya kesal dan kemudian berlalu keluar dari ruangan itu.
Kurosaki Rukia, sang adik hanya terdiam begitu kakak kandungnya, si laki-laki berambut orange itu pergi dari ruangannya dengan kesal. Yah... bukan hal aneh lagi yang seperti ini. Kakaknya idola di sekolah. Semua perempuan menyukainya dan selalu saja mengiriminya hadiah apapun. Tapi laki-laki itu akan langsung membuang semua pemberian itu tanpa melihatnya lagi. Dan Rukia selalu saja tidak enak menolak permintaan semua gadis yang ingin memberikan hadiah itu untuk kakaknya. Walau setiap kali selalu saja berakhir seperti ini. Entah kenapa kakaknya begitu dingin pada gadis lain. Yah... pada Rukia, kakaknya selalu jadi laki-laki baik dan menyenangkan. Mungkin karena mereka kakak adik ya?
"Mana barang kami?"
Beberapa gadis menerobos masuk ke dalam ruang seni itu dan menghampiri Rukia yang masih termangu di tempatnya. Yakin, gerombolan gadis ini―atau gerombolan kakak kelasnya―akan mengamuk, tak punya pilihan, Rukia menunjuk kotak sampah yang berada di dekatnya itu. Kontan saja gerombolan gadis itu langsung melongo ke dalam tong sampah itu.
"Dia membuangnya?"
Rukia mengangguk pelan. Dan akhirnya gerombolan gadis itu langsung memaki kesal pada kakaknya. Dan sungguh... menyebalkan.
.
.
*KIN*
.
.
"Nii-chan! Tunggu aku!" pekik Rukia sambil menuntun sepeda kuningnya untuk mengejar kakaknya yang sudah melaju duluan dari gerbang sekolah.
Ichigo berhenti melaju dan menunggu sang adik yang tergopoh-gopoh menghampiri dirinya sambil menuntun sepeda itu. Dengan wajah merah karena kelelahan setengah berlari sekaligus menuntun sepedanya akhirnya Rukia tiba. Mengerti itu, Ichigo turun dari sepedanya dan ikut menuntun sepedanya seperti Rukia.
"Kau tahu benar aku payah bersepeda, tapi kau meninggalkanku!" gerutu Rukia.
Kakaknya masih diam dan melaju duluan, masih menuntun sepedanya seperti Rukia. Sepertinya kakaknya masih marah karena peristiwa tadi siang ya? Kenapa marah? Bukannya Rukia yang harusnya marah?
Kedua kakak beradik ini dari keluarga berada yang sangat berkecukupan. Hidup mereka bahagia dengan keluarga harmonis yang tidak tergantikan. Apalagi ayah dan ibu mereka sangat menyayangi kedua kakak beradik ini. Hubungan mereka pun sangat dekat. Jauh lebih dekat sebagai kakak beradik yang kompak dan harmonis. Apalagi Rukia begitu menggemaskan dan menyenangkan. Dia adalah anak yang akan membuat siapa saja yang melihatnya langsung suka dan sayang padanya. Rukia juga bukan tipe anak sombong yang mentang-mentang memiliki keluarga kaya. Dia masih bersikap sederhana dan baik hati. Tidak pernah menyombongkan apapun. Itulah poin lebih yang Rukia miliki. Makanya banyak orang yang menyukainya.
Sedangkan Ichigo, adalah anak laki-laki yang sudah ditakdirkan untuk melindungi keluarga mereka kalau sesuatu terjadi. Orangtua mereka berharap Ichigo bisa melindungi adik kesayangannya. Melindungi sampai kapanpun. Makanya kadang Ichigo justru bersikap protektif pada Rukia. Apalagi kalau bukan karena amanah kedua orang tuanya.
"Nii-chan! Kau masih marah padaku?" ujar Rukia begitu mereka sudah berjalan berdua di jalan setapak yang kanan kirinya adalah sawah yang terhampar luas. Yak... mereka memang tinggal di daerah pedesaan yang cukup moderen. Karakura. Nama tempat itu.
Ichigo tetap diam tidak menghiraukan adiknya.
Rukia merengut.
"Baiklah. Aku salah. Maafkan aku. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Bisakah kau memaafkanku sekarang?" mohon Rukia.
Ichigo berbalik kemudian tersenyum simpul.
"Kau dimaafkan."
Rukia tersenyum lebar dan mensejajarkan langkahnya dengan kakaknya. Sejak dari gerbang hingga kemari mereka masih berjalan kaki sambil menuntun sepedanya.
"Nii-chan, kau harus mendoakanku besok." Ujar Rukia.
"Untuk apa?"
"Besok ada pemilihan ketua kelas. Aku ingin sekali jadi ketua kelas. Tapi... sainganku berat."
"Saingan?"
"Kuchiki Momo. Dia sainganku. Dia lebih pintar dariku. Dia lebih baik dariku dan dia... memang lebih dariku. Makanya... aku sedikit takut kalau kalah."
"Kau pasti menang." Hibur Ichigo.
"Kalau aku kalah nanti Nii-chan nyanyikan lagu untukku ya?"
Baru Ichigo akan menjawab pertanyaan Rukia, hujan deras turun. Secepat kilat mereka mencari tempat berteduh.
.
.
*KIN*
.
.
Baju mereka berdua basah kuyup dan karena hujan. Untungnya ada sebuah gudang yang memiliki atap yang bisa dijadikan tempat berteduh. Hujan lebat biasanya akan berlangsung lama. Rukia mengeringkan rambut dan bajunya. Sedangkan Ichigo jongkok di samping Rukia sambil menunggu hujan reda.
Rukia tidak nyaman dengan roknya yang basah. Karena itu, Rukia melepaskan roknya untuk mengeringkannya.
Kontan saja Ichigo kaget dan langsung berdiri melihat adiknya melepaskan rok di luar seperti ini. Ichigo menutupi tubuh mungil Rukia yang baru saja melepaskan rok sekolahnya itu.
"Apa yang kau lakukan?" seru Ichigo.
"Rokku basah. Tenang saja aku pakai rok dalaman kok."
Ichigo terbelalak lebar kala Rukia menyebut soal rok dalaman yang memang dia kenakan itu. Kalau anak gadis sudah memakai rok dalaman, biasanya gadis itu sudah besar. Ichigo tersenyum simpul menyadari adiknya sudah beranjak remaja dan berubah jadi gadis yang cantik.
Mereka tertawa lebar dan kemudian saling menyemburkan air hujan yang menetes dari atap gudang itu. Sampai menunggu hujannya reda.
.
.
*KIN*
.
.
"Wah... anak Kaa-chan sudah besar ya?"
Masaki menggosok punggung gadis kecilnya. Mereka tengah mandi bersama di dalam bak air mandi. Masaki menyadari banyak perubahan di dalam tubuh Rukia. Apalagi kenyataan bahwa gadis ini sebentar lagi akan beranjak dewasa dan besar.
"Benarkah? Apa aku bisa cantik seperti Kaa-chan?" tanya Rukia.
"Tentu! Kau akan cantik seperti Kaa-chan. Bahkan lebih cantik lagi."
Kemudian Rukia berbalik dan menggosok punggung ibunya. Masaki kelihatan sangat menyayangi Rukia. Sejak Rukia lahir, kehidupan dia keluarga Kurosaki memang sangat lengkap. Terasa jauh lebih lengkap.
"Kaa-chan... kenapa aku tidak memiliki mata seperti kalian? Mataku besar dan berwarna ungu. Sedangkan kalian kecil dan berwarna cokelat." Tanya Rukia.
Masaki berbalik ke belakang dan melihat wajah anak gadisnya itu. Mata Rukia memang besar dan berbeda dari Kurosaki lainnya. Masaki mengusap-usap wajah Rukia.
"Aneh... kenapa bisa begini? Tapi kau tetap cantik sayang." Hibur Masaki.
"Benarkah? Tapi aku merasa... mungkin aku bukan anak kalian..." lirih Rukia.
"Siapa yang bilang begitu? Rukia tetap anak Kaa-chan! Kalau ada yang berani bilang begitu akan Kaa-chan..."
Rukia tergelak dan tertawa begitu Masaki menggelitik pinggang kecilnya mereka menghabiskan momen indah seperti ini hampir setiap hari. Tidak ada sedetikpun kesedihan yang melanda keluarga Kurosaki.
Setelah mandi bersama itu, mereka bersiap makan malam bersama. Suasananya masih hangat dan sangat kekeluaragaan. Isshin banyak bertanya soal sekolah Rukia dan Ichigo. Lalu Masaki masuk ke ruang makan sambil membawa makanannya. Dan Rukia membantu.
"Tou-chan... anak kita sudah besar loh. Rukia sudah ada dadanya." Goda Masaki begitu duduk di meja makan.
Rukia terbelalak lebar tak menyangka ibunya berkata begitu. Ichigo langsung menoleh ke samping di mana Rukia duduk dengan pandangan penasarannya.
"Eh? Benarkah Rukia sudah ada dadanya? Boleh aku lihat?" goda Ichigo pula.
"Nii-chan! Kaa-chan! Berhenti menggodaku!" rajuk Rukia.
"Ayo... aku mau lihat sebesar apa dadamu." Rayu Ichigo sambil mendekatinya.
"Nii-chan! Berhenti! Jangan menggodaku! Tou-chan..." rengek Rukia begitu dia berdiri dari kursi makannya dan langsung berlari saat Ichigo mengejarnya dengan gesit.
Masaki dan Isshin hanya tertawa lebar menyaksikan tingkah kedua anak kandung mereka itu.
.
.
*KIN*
.
.
"Apa kabar senpai. Aku suka sekali lukisan Senpai yang dipajang di hall sekolah. Apa boleh aku minta tolong Senpai membuatkan lukisan untuk puisiku nanti?" pinta Momo dengan wajah memohonnya.
Ichigo menoleh ke belakang dan melihat seorang gadis berambut hitam dan bercepol yang menghampirinya seperti itu.
"Apa kau mengenalku?" tanya Ichigo.
"Tidak." Jawab Momo singkat. Dia memang tidak mengenal Ichigo. Tapi dia tahu laki-laki ini adalah laki-laki terpopuler dan paling pandai melukis.
"Kau tidak mengenalku. Apakah menurutmu ini masuk akal kau asal minta tolong padaku? Aku juga tidak mengenalmu. Jadi... aku tidak tertarik untuk membantumu." Tolak Ichigo langsung.
Kuchiki Momo langsung pergi dari ruang seni itu dengan menghentakan kakinya dengan kesal.
"Momo!"
Ichigo terdiam mendengar nama gadis yang menghampirinya itu. Secepat kilat, Ichigo keluar dari ruangannya untuk melihat gadis itu lagi.
"Tunggu!" panggil Ichigo pada seorang anak perempuan berambut ungu yang memanggil nama anak yang meminta bantuan pada Ichigo tadi.
"Siapa nama gadis itu?" tanya Ichigo.
"Kuchiki... Momo..." jawab anak perempuan berambut ungu itu.
Ichigo hanya berharap Rukia tidak berada dalam masalah.
.
.
*KIN*
.
.
"Kuchiki Momo, 16 suara... dan Kurosaki Rukia... 26 suara. Jadi... Rukia ketua kelas kita ya..." ujar Nanao Sensei membacakan hasil pengumuman perolehan suara itu.
Momo memandang kesal pada gadis yang tengah disoroki oleh seluruh anak sekelas itu. Hidup gadis itu begitu lengkap. Jauh berbeda dengan Momo yang hidup berbanding terbalik dengan gadis Kurosaki itu. Seperti sang putri dan sang pengemis. Miris!
Karena sekolah Rukia memiliki sistem pemisah antara laki-laki dan perempuan, jadi otomatis, kelas Rukia hanya diisi oleh anak perempuan saja.
"Dan untuk lomba puisi berikutnya, bagaimana kalau Rukia saja yang ikut. Momo kan sudah sering ikut. Jadi... bagaimana kalau gantian kali ini?" pinta Nanao Sensei pada Momo. Momo diam dan sedetik kemudian merespon permintaan gurunya itu.
Tentu kesal. Sangat kesal. Dan karena ini alasan membenci Kurosaki Rukia semakin besar. Kuchiki Momo sangat membenci gadis itu yang seenaknya padanya.
Jam olahragapun dimulai. Anak-anak bersiap untuk mengganti pakaiannya.
"Hei Rukia! Jangan mentang-mentang kau Tuan Putri kau jadi seenaknya ya!" bentak salah satu anak berambut ungu itu. Yang Rukia tahu, namanya Senna. Gadis itu terus membentak Rukia dan menyalahkannya karena Rukia mengalahkan Senna.
"Kau itu tidak pantas mengganti Momo! Kau juga tidak pantas ikut lomba puisi itu! Kalian kakak beradik Kurosaki sangat menyebalkan!" bentaknya lagi. Kontan saja seluruh kelas melihat aksi mereka ini.
Nozomi, teman Rukia berusaha untuk membela Rukia, tapi sedetik kemudian, Rukia menghentikannya dan tersenyum lembut pada Senna.
"Memang kenapa? Toh bukan aku yang minta. Tapi Nanao Sensei. Oh ya, kau tidak tahu kalau Tuan Putri itu memang suka seenaknya? Karena kakakku, Putra Mahkota di sekolah ini, jadi aku adalah Tuan Putri. Bukan begitu?" ledek Rukia balik dan kemudian langsung keluar dari kelasnya. Momo semakin kesal dengan ulah Kurosaki bungsu itu. Momo ingin sekali balas dendam pada si sombong itu.
.
.
*KIN*
.
.
"Rukia! Gawat!" teriak Nozomi panik.
Nozomi menarik tangan Rukia untuk mengikutinya ke halaman belakang sekolah. Di sana sudah ramai bukan main. Begitu Rukia mendongak ke atas, ternyata rok dalamannya berkibar di salah satu dahan pohon yang sanagt tinggi itu. Banyak orang yang menyaksikan hal itu. Rukia malu, tapi dia tak punya pilihan.
"Keterlaluan! Pasti Momo! Biar aku panggilkan guru." Ujar Nozomi.
"Ehh... sudah. Biar aku saja." Cegah Rukia.
Gadis kecil itu lalu bergerak untuk menaiki pohon tinggi itu demi mengambil rok dalamannya yang tersangkut di atas itu. Baru selesai olahraga dia mesti olahraga lagi. Rukia tidak mengeluh. Dia tetap memanjat pohon itu dan berusaha mengambil rok dalamannya.
"Kurosaki! Di bawah adikmu memanjat pohon!"
Lapor salah seorang teman sekelas Ichigo. Terburu, Ichigo membuka jendela kelas dan melihat adiknya susah payah naik ke atas pohon untuk mengambil sesuatu, benda berwarna putih yang tersangkut di pohon itu. Ichigo langsung kesal dan buru-buru turun ke bawah untuk menghampiri adiknya itu.
Namun, baru sampai di bawah Ichigo sudah melihat Rukia melambaikan roknya dari atas pohon bukti dia berhasil mengambil rok dalamannya dengan tangannya sendiri. Gadis itu tidak akan pernah meminta Ichigo melakukan ini. Dia terlalu mandiri dan mengurusi semuanya sendiri. Rukia tak pernah sekalipun manja pada Ichigo. Tapi terkadang hal seperti ini sangat tidak disukai Ichigo. Rukia terlalu meremehkan masalah. Entah kenapa sejak itu Ichigo jadi bertambah yakin harus melindungi adiknya dari apapun.
.
.
*KIN*
.
.
"Siapa yang melakukannya?" tanya Ichigo tajam begitu jam sekolah usai.
"Sudahlah Nii-chan. Tidak usah dibahas lagi." Pinta Rukia.
"Kuchiki Momo! Gadis itu yang melakukannya! Itu pasti!" sela Nozomi.
Rukia langsung berbalik menatap Nozomi sinis karena kelepasan bicara begitu.
"Nii-chan. Aku tidak apa-apa―Nii-chan!"
Terlambat!
Ichigo sudah melangkah ke depan gerbang sekolah untuk menghampiri gadis yang dimaksud itu. Rukia tidak tahu darimana kakaknya bisa tahu Kuchiki Momo. Seingatnya Rukia hanya mengatakan nama, bukan menunjukkan orang.
Rukia berusaha mengejar Ichigo, tapi karena dia tidak bisa bersepeda dengan baik, Rukia tak sadar ada sebuah truk yang melintas di dekatnya dan menabrak Rukia hingga gadis itu terguling di aspal.
Begitu menyadari ada yang aneh, Ichigo menoleh dan mendapati adiknya sudah tergeletak tak sadarkan diri.
.
.
*KIN*
.
.
TBC
.
.
Heheeh... akhirnya terbikin juga. gak enak nih gak dibikin. heheheeh karena ada rikuesan lain yang harus saya penuhi.
Gimana? Apa aneh?
Saya harus bilang kalau fic ini memang akan ada sedikit perubahan dari yang aslinya karena saya harus menyesuaikan dengan yang di Bleach. juga mungkin akan ada beberapa adegan yang tidak sesuai dengan yang di asli karena kalo yang asli kan jadul banget... sedangkan saya gak bisa bikin yang kelewat jadul begitu. jadi tentulah di sesuaikan sama yang sekarang. maaf ya Kina kalo ada yang melenceng atau salah banget dari yang asli... padahal kamu minta persis sama. mungkin yang persis sama itu cuma alurnya aja, dan beberapa scene akan saya buat sedikit berbeda. hehehehe
Jadi... saya belum pernah selama ini membuat fic yang sama persis seperti aslinya, jadi saya mohon bantuannya. kalo sekiranya nih fic bakal jadi masalah akan saya hapus. tapi kalo nggak, akan saya teruskan. hehehe
*padahalutangficmasihbanyak*
ok deh, silahkan tinggalkan review biar saya tahu cerita ini layak lanjut ato nggak.
Jaa Nee!
