25 Days in December
.
.
Disclaimer :Vocaloid, Yamaha
Warning! Typo dimana-mana, Bahasa berantakan, EYD kacau…
.
.
Well… \(^w^)/
.
.
Happy Reading!
1st December
Tik! Tik! Tik!
Suara detak jarum jam dinding itu memenuhi sebuah kamar yang tampak gelap nan sepi. Tampak seorang gadis berambut hijau tengah berbaring diatas hanya menggunakan baju tidur dan selimut yang cukup tebal. Ia tampak berbaring dengan tidak tenang, sesekali ia mengubah posisi tidurnya. Kesedihan terpancar diwajahnya. Tiba-tiba air mata mengalir dari kedua matanya…
"Hiks… Yuuma… hiks.,." isaknya.
Gadis itu menatap sebuah foto yang terpampang dimeja didekat kasurnya. Dalam foto itu tampak gadis itu dan laki-laki berambut merah muda tengah berpelukan dibawah sebuah pohon natal yang cukup besar.
"Yuuma… bukankah kau sudah berjanji padaku, kalau tahun ini kita akan berfoto lagi disana?"
Gadis itu membelai pelan foto laki-laki berambut merah muda itu. kedua mata gadis itu tertuju pada jam digital dimejanya. Ini sudah pukul 00.01 a.m. Gadis itu tidak menyangka kalau waktu berlalu begitu cepat untuknya.
"Yuuma, hari ini tepat tanggal 1 Desember. Apa tahun ini aku harus melewatkannya sendirian?"
Gadis itu mulai memejamkan kedua matanya. Ia masih terbayang akan wajah laki-laki berambut merah muda yang dipanggilnya Yuuma itu. Ya, Laki-laki itu adalah Yuuma, Fujioka Yuuma. Dia adalah kekasih gadis itu. Setidaknya begitulah hubungan mereka berdua sampai 6 bulan yang lalu, sampai laki-laki itu meninggal karena kecelakaan motor.
Gadis itu masih menagis dalam kesunyian dan kegelapan malam itu. Ia masih belum bisa menerima kepergian kekasihnya. Bahkan dalam tidurnya, gadis itu menangis dan mengigau. Ia menyebut-nyebut nama Yuuma berulang kali.
"Yuuma… Yuuma…"
Ia tampak begitu merana.
Mentari menampakan diri diufuk timur. Burung-burung mulai berkicauan dilangit. Malam mulai berganti fajar yang mengawali hari-hari manusia. Seorang laki-laki berambut merah tampak sedang berlari kecil disebuah jalan. Ia menggunakan celana training berwarna merah dan juga sebuah jaket yang sepadan dengan celananya.
Ia berlari kecil sambil bersiul dan sesekali ia menatap jam tangannya.
"Ah, sekarang sudah pukul 05.00. Apa dia belum bangun ya?" guman laki-laki itu perlahan.
Ia menatap sebuah rumah yang cukup megah dengan cat hitam putih diluarnya. Ia menatap tepat kearah sebuah balkon kamar dilantai 2 rumah itu. Jendela dan gorden kamar itu masih tertutup rapat. Tampak seperti tidak ada tanda kehidupan disana.
"Huh? Dia belum bangun…" desahnya.
Ia memperlambat tempo berlarinya saat ia melewati rumah itu. ia masih menatap lurus kearah kamar dilantai 2 tadi. Tiba-tiba kedua matanya mendapati seseorang membuka gorden serta jendela kamar itu. Kedua mata laki-laki itu tampak berbinar-binar mendapati seseorang yang sangat dinantikannya berdiri disana.
"Ohayou, Gumi-chan!" teriak laki-laki itu.
Ia kini berlari ditempat. Ia berlari kecil di depan pagar rumah gadis itu, Gumi.
"O-ohayou, Akaito-kun…" gadis itu tampak sedikit terkejut.
"Baru bangun?" Akaito tersenyum pada Gumi.
"Hmm… Akaito-kun, tumben kau sudah bangun jam segini?"
JLEEEBB!
Kata-kata Gumi terasa begitu menusuk bagi Akaito. Bahkan ia sampai berhenti berlari karena mendengar pertanyaan Gumi itu. Akaito lalu memanyunkan bibirnya sambil menyilakan kedua tangannya. Ia tampaknya sangat kesal dengan pernyataan Gumi yang begitu JLEEEB!baginya.
"Urgh! Jangan menghina ya, aku selalu bangun pagi kok.."
"Ahaha… bercanda kok.."
Akaito melirik kearah Gumi. Wajah gadis itu tampak berseri, dan tawanya juga menawan. Jantung Akaito berdegup kencang saat ini. Ia bahkan tidak berhenti menatap Gumi saat itu, baginya Gumi tampak seperti malaikat yang tengah tersenyum padanya.
"Me-Gumi-chan!"
"Hmmm? Nanika?"
"Maukah kau menemaniku lari pagi?"
Akaito menundukan kepalanya. Wajah Akaito tampak merah, semerah rambutnya. Gumi hanya menatap kearah Akaito, ia tidak bergerak sedikitpun dari posisinya. Gumi lalu tersenyum tipis pada sosok Akaito yang tampak malu-malu didepan pagar rumahnya.
"Gomen nee, Akaito-kun… Aku tidak bisa, nanti ada les pagi.. Jadi aku harus segera bersiap.."
"Ah… Iie, nandemonai… Hmmm, jaa naa…"
"Jaa…"
Gumi menatap sosok Akaito yang kini berlari semakin menjauh dari rumahnya. Ia tidak tau kalau Akaito merasa sangat kecewa atas penolakannya. Belum lagi seminggu yang lalu Gumi baru saja menolak pernyataan cinta dari Akaito. Tapi Gumi senang ia masih bisa bersikap biasa pada Akaito.
Gumi kembali masuk dalam kamarnya. Ia menatap jam didinding kamarnya. Sudah 15 menit sejak ia membuka jendela kamarnya. Gumi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dan berjalan menuju kamar Gumi masuk kedalam kamar mandi ia menatap foto Yuuma yang ada dimejanya.
"Haah… Aku harus cepat mandi… Jika tidak aku akan terlambat untuk jam perlajaran tambahan… Iya kan, Yuuma…" gumannya pelan sambil tersenyum.
"Haah…hari ini aku gagal lagi…" desah Akaito.
Ia sedang bersama temannya, Gakupo. Mereka sedang berada didepan kelas mereka, kelas 2-4, yang berada tidak jauh dari kelas Gumi.
"Eh? Kau gagal kenapa?" Gakupo tampak terkejut.
"Eh? Iie, tadi pagi aku menemuinya, tapi ia menolak ajakanku.."
Akaito menatap kosong kearah kelas Gumi. Ia tahu saat ini Gumi tengah berada didalam kelasnya, 2-2. Gakupo melambaikan tangannya tepat didepan wajah Akaito, namun ia sama sekali tidak bergeming. Hal itu membuat Gakupo penasaran.
"Eh? Akaito? Kau kenapa?"
"Harusnya dia bertemu denganku lebih dulu, baru ia bertemu Yuuma.." guman Akaito.
"Oh, Kau sedang membicarakan Gumi? Sudahlah kau menyerah saja padanya… kau bukan yang pertama ditolak olehnya, bahkan Hiyama-senpai juga telah ditolak oleh gadis itu setelah kematian Yuuma."
DEG!
Akaito menoleh kearah Gakupo. Ia mencengkram kedua lengan Gakupo dengan kuatnya. Ia tidak percaya ada orang lain yang juga menyatakan perasaannya pada Gumi. Memang Gumi tidak secantik Hatsune Miku ataupun Megurine Luka, teman sekelas Gumi. Tapi menurut Akaito, Gumi itu sangat baik dan rapuh. Ia jadi ingin menjaganya sejak pertama ia bertemu dengan Gumi, saat upacara penerimaan siswa baru tahun lalu.
Akaito mengingat jelas senyuman Gumi saat ia pertama kali berkenalan dengan gadis itu. senyumnya tampak begitu menawan. Bahkan setengah tahun setelah pertemuannya itu, pertama kalinya bagi Akaito mendapati Gumi menangis dalam pelukannya. Sejak saat itu ia merasa ia harus melindungi Gumi, apapun yang terjadi.
DING! DONG! DING! DONG!
Bel tanda upacara dimulai telah berbunyi. Akaito melepaskan cengkramannya dari lengan Gakupo. Ia menatap lurus kearah kelas 2-2. Ia bisa melihat dengan jelas Yumeno-sensei keluar dari kelas itu. Dengan cepat Akaito berjalan menuju kelas 2-2, tiba-tiba ia berhenti. Gumi tengah berjalan bersama Miku dan juga Luka, mereka berjalan keluar dari kelas mereka.
Akaito menjadi salah tingkah. Ia menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal. Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya. Saat Akaito menoleh ia mendapati Gakupo tengah berdiri dibelakangnya sambil memberikan tatapan yang seolah mengatakan 'sudahlah, menyerah saja!'
"Apa-apaan tatapanmu itu?" Akaito merasa kesal.
"Ahahaha… gomen..gomen…"
Ia lalu melingkarkan tangannya di leher Gakupo dan sedikit mencekiknya. Gakupo bahkan hanya tertawa sambil berusaha melepaskan diri dari Akaito. Sesaat Gumi melirik kearah Akaito dan Gakupo, ia jadi tertawa kecil melihat kelakuan dua orang itu yang seperti anak-anak.
"Hihihihi…"
"Eh? Gumi-chan? Kau kenapa?"
Miku menepuk pundak Gumi, tapi Gumi hanya tertawa dan tidak menjawab pertanyaan Miku. Miku bertukar pandang dengan Luka. Luka bahkan hanya menggelengkan kepala saja saat Miku menatapnya. Bahkan Gumi tertawa sampai ia menangis.
"Ahahaha…"
"Gumi?" Luka tampak khawatir.
"Hahaha….gomen..gomen… Aku baru melihat kejadian lucu, itu saja kok… hahaha…"
Gumi melepaskan kacamatanya. Ia lalu menyeka air mata di kedua ujung matanya. Tidak lupa ia menyeka kacamatanya yang tampak sedikit kotor dan berair. Sekilas Miku melihat sebuah ukiran yang sangat unik digagang kacamata itu.
"Gumi-chan, ukiran apa ini? Kakoii…" Miku menunjuk gagang kacamata Gumi.
"Hmmm? Ini? Kalau tidak salah ini tulisannya 'VY2' kenapa, Miku-chan?"
"VY2? Apa itu? sepertinya aku pernah mendengarnya…" Luka menambahkan.
"Entahlah, dia tidak sempat memberi tahuku…"
"Eh? Dia?" Luka dan Miku bersamaan.
"Iya, dia, Yuuma…" Gumi menunduk.
Gumi menatap kearah kacamata yang ada ditangannya. Miku dan Luka terkejut melihat ekspresi wajah Gumi yang berubah menjadi sangat sedih. Luka dan Miku dapat melihat kesedihan dan kerinduan yang mendalam terpancar dikedua mata Gumi.
PRIIIT! PRIIIT!
"Ayo cepat kalian baris! Upacara akan dimulai!"
Gumi, Luka dan Miku spontan lari kearah lapangan upacara. Satpam sekolah mereka telah membunyikan peluitnya dan memarahi para siswa yang tidak segera berbaris dilapangan. Gumi, Luka dan Miku berlari kearah barisan kelas mereka. Mereka mendapat barisan paling mereka bertiga sedikit tersengal, mereka lalu tertawa bersamaan.
Tidak jauh dari mereka, Akaito menatap kearah Gumi. Ia tertawa kecil, dan saat ia berhenti tertawa kedua matanya tidak sengaja bertemu dengan kedua mata Gumi.
"Baka…" guman Akaito perlahan dikejauhan.
Gumi hanya tertawa melihat Akaito mengatakan hal seperti itu padanya.
Gumi tampak sedikit mengantuk. Sesekali ia menepuk kedua pipinya agar ia terjaga. Miku yang sedari tadi berada disebelahnya merasa sedikit khawatir, ia takut jika Gumi pingsan. Setiap kali Gumi tampak seperti akan terjatuh Miku langsung menggenggam tangan Gumi.
"Gumi-chan, Daijoubu desu ka?" Miku tampak khawatir.
"Hmmm… daijoubu dayo… hoahem.."
"Kau mengantuk, Gumi?" Luka sedikit melirik kearah Gumi.
"Yeah… padahal ini sudah jam 7.30. Kapan selesainya nih, upacaranya…"
Gumi mengusap-usap kedua matanya. Ia merasa sangat mengantuk bahkan ia sudah sempat tertidur dilapangan ini tadi. Gumi sudah terbiasa tidur saat upacara berlangsung. Bahkan ia tidak pernah sekalipun terjatuh saat melakukannya.
"Hoi, Gumi… Kau sudah belajar?"
"Belajar apa sih, Luka?"
"Kita kan ada ulangan Bahasa Inggris, jangan katakana padaku kalau kau lupa.."
"Eh? Aku kan tidak pernah belajar kalau malam…"
"Gumi-chan, kau harus mulai belajar. Besok rabu kita sudah ujian kenaikan kelas."
Gumi menatap Miku, tatapan Miku padanya tidak seperti biasanya. Gumi tahu kalau Miku saat ini sedang marah padanya. Tapi mau bagaimana lagi, Gumi memang tidak terbiasa belajar dimalam hari. Ia selalu menghabiskan malamnya bersama laptopnya, ia juga mulai berubah menjadi seorang otaku.
DING! DONG! DING! DONG!
Sekali lagi bell tanda upacara selesai telah berbunyi. Para siswa mulai berhamburan dan berjalan menuju kelas mereka masing-masing. Gumi berjalan sambil setengah mengantuk, bahkan Miku menggandeng tangan Gumi agar ia tidak jatuh dijalan.
BRUUUK!
Gumi tidak sengaja menabrak seseorang. Ia terjatuh bersama orang yang ditabraknya itu. bahkan kacamata Gumi terlepas saat ia menabrak orang itu. Gumi mencari kesekeliling kacamatanya. Tiba-tiba seseorang menyodorkan kacamatanya itu padanya.
"Gomen nee, senpai. Daijoubu desu ka?"
"Hmmm..Daijou…bu desu…"
Gumi sedikit terkejut mendapati orang yang sangat dikaguminya berada tepat didepannya. Laki-laki mungil berambut kuning dengan kedua matanya yang berwarna biru kini tengah menyodorkan kacamata Gumi dan menatapnya.
"Kalau begitu aku permisi…"
Laki-laki berambut kuning itu menunduk dalam lalu berjalan meninggalkan Gumi. Gumi tidak bisa berkata apa-apa, ia merasa sangat senang bertemu dengan idolanya seperti tadi. Ia masih menatap sosok laki-laki mungil berambut kuning yang semakin menjauh darinya.
Gumi membayangkan jika laki-laki mungil berambut kuning itu tiba-tiba diserang oleh teman-temannya yang lebih tinggi darinya. Ia bahkan membayangkan ekspresi wajah erotis laki-laki berambut kuning itu.
"Ehemm…" Luka dan Miku berdeham bersamaan.
Gumi segera bangun dan tersenyum senang kearah kedua temannya itu, jujur saja Gumi sedikit kesal karena Luka dan Miku menghancurkan lamunannya.
"Kau bilang kau hanya mencintai Yuma-kun, Gumi-chan?"
"Ahaha… Dia itu hanya idolaku saja, bukan berarti aku suka dia kan, Miku.."
"Ya… Ya… Kami bahkan tau apa yang kau bayangkan barusan, Gumi…"
"Eh? Benarkah?"
Miku dan Luka mengangguk bersamaan. Gumi pun menghela nafas panjang.
"Mau bagaimana lagi, diakan shouta! Dia itu Uke banget! Bukan salahku dong?!" Gumi memanyunkan bibirnya.
"Hah.. Bagaimana jika saudara kembarnya tahu? Kagamine Rin tidak akan membiarkan Kagamine Len kenapa-kenapa kan… Dan sampai kapan kau mau jadi Fujoshi, Gumi?!" Luka sedikit membentak Gumi.
Gumi hanya mengalihkan pandangannya dan berbalik. Ia tidak berani menatap wajah Luka s]yang sedang marah padanya itu. ia jadi teringat pada Yuuma yang selalu memarahinya jika Ia menatap laki-laki lain dengan tatapan seorang fujoshi yang siap memasangkan mangsanya dengan seme yang sesuai.
"Hihihi… Entahlah, mungkin aku tidak akan berhenti..."
Gumi berjalan kembali menuju kelasnya sambil mengangkat bahu. Miku dan Luka pun berjalan mengikuti Gumi kembali kekelas mereka. Tidak ada satupun dari mereka yang berkomentar lagi saat ini. Luka dan Miku juga sudah lelah mengatakan pada Gumi untuk menjadi fujoshi.
"Luka-chan, mungkin itu bisa mengurangi rasa sedihnya…"
"Hmmm… Mungkin saja…"
Gumi menatap kacamatanya. Ia teringat akan Yuuma, biasanya ia akan menyapa Yuuma yang duduk didepannya dan merebut kacamata itu dari Yuuma. Gumi hampir saja menangis saat memikirkannya. Gumi segera menepuk keras kedua pipinya. Bahkan hampir semua anak menatap dia.
"Yosh! Aku tidak boleh sedih! Aku tidak boleh membuat Luka dan Miku-chan sedih." Batin Gumi.
Gumi kembali berjalan menuju bangku kelasnya. Walau Yumeno-sensei sudah kembali kekelas ia sama sekali tidak bisa konsentrasi. Yang ia lakukan hanyalah menatap kososng kearah luar jendela, ia menatap pohon yang cukup besar yang ada didekat jendela kelasnya dilantai 3 itu.
"Yuuma, lihatlah... pohon ini semakin besar saja ya..." pikir Gumi.
Gumi iangat kalau ia selalu duduk berdua dibawah pohon itu saat istirahat makan siang bersama Yuuma. Ingin sekali ia merasakannya lagi, merasaan saat-saat bahagiannya bersama Yuuma seperti sebelumnya.
KRASAK! KRASAAAK!
Gumi terkejut mendengar sebuah suara dari pohon itu. Dedaunan pohon itu tampak bergoyang, sepertinya ada sesuatu dibalik dedaunan pohon itu. Gumi mendekatkan kepalanya ke jendela sambil sesekali melirik kearah Yumeno-sensei. Ia penasaran dengan apa yang ada dibalik dedaunan itu, tapi ia juga merasa ketakutan.
GLUP!
Gumi menelan ludah. Suara gesekan dedaunan itu terdengar semakin keras. Gumi tidak menghiraukan Luka ataupun Miku yang sedari tadi mencoba memperingatkannya. Gumi mengulurkan tangannya, ia berusaha meraih dedaunan pohon itu. Jantungnya berdebar semakin kencang, perasaannya semakin bercampur menjadi satu.
"Yuuma, lindungi aku..." batin Gumi.
KRASAK! KRASAAAK! KRASAK! KRASAAAK!
Suara itu semakin keras, tiba-tiba muncul sesuatu berwarna perak tampak keluar dari hijaunya dedaunan.
"WOI! INI BOLANYA, TANGKAP!" Sosok itu melemparkan sebuah bola voli.
"Kyaaaaa!" teriak Gumi.
Gumi langsung melompat mundur hingga ia jatuh dari bangkunya. Ia tampak sangat terkejut melihat sosok berambut perak itu. Luka dan Miku hanya menepuk jidat mereka bersamaan, sedangkan teman satu kelas Gumi yang lain menoleh kearah Gumi dan menatapnya dengan tatapan bingung. Tidak hanya itu, sosok berambut perak itu juga menoleh kearah Gumi.
Kedua mata hijau sosok itu menatap lurus kearah Gumi. Gumi sempat terpukai dengan keindahan kedua mata sosok bermata hijau itu, itu mengingatkannya akan Yuuma yang selalu menunjukan pemandangan lapangan luas ditepi sungai dekat rumahnya.
"A-aaa... Su-sumimasen! Aku tidak bermaksud membuat kamu terkejut..."
Sosok berambut perak itu membungkuk pada Gumi. Gumi masih terdiam dan tidak bergerak sama sekali. Ia masih sangat terkejut dengan kemunculan laki-laki itu.
"Gumi, kau tidak apa?" Yumeno-sensei mendekati Gumi.
"Ah, hai'.."
Gumi masih belum bergerak sedikitpun. Kedua matanya tidak berhenti memandangi sosok laki-laki berambut perak itu. Baru kali ini ada orang lain yang mampu membuatnya terpesona selain Yuuma. Bahkan Len pun belum bisa membuat Gumi sampai seperti itu.
"Piko! Berapa kali harus kukatakan padamu untuk tidak memanjat pohon seperti ini?!" Yumeno-sensei terdengar sangat marah.
"Ahaha... Gomen nee, Sensei.. Habisnya tadi bola kami tersangkut.. teehee.."
"Sudahlah, kau memngganggu pelajaran saja. Cepat turun, berbahaya!"
"Wakata.." Piko tampak mencibir.
Piko menatap Gumi lalu ia menggerakan bibirnya seolah berkata 'Gomen nee!' sambil menggerlingkan mata pada Gumi. Ia tampak begitu berenergi. Jantung Gumi berdegup kencang. Ia menekan dadanya, ia merasa sangat ketakutan.
"Gumi, mau sampai kapan kau berada dilantai seperti itu? Cepat kembali kebangkumu."
"A-a.. baik, sensei.."
Gumi segera kembali duduk kebangkunya. Jantungnya semakin berdebar kencang, ia kini benar-benar merasa takut. Tidak hanya itu ia juga merasa bingung. Ia kembali menoleh kearah jendela dan mendapati sosok laki-laki bernama Piko tadi tengah berlarian mengejar bola volinya. Wajahnya tampak begitu cerah dan ceria.
DEG! DEG! DEG!
Gumi terkejut. Ia dapat mendengar suara detak jantungnya. Ia belum pernah merasa seperti itu kecuali saat bersama Yuuma.
"Yuuma...Kenapa jantungku berdebar tak karuan seperti ini?"
Sambil berguman dalam hati, kedua mata Gumi tak henti-hentinya menatap Piko dari jendela kelasnya.
Bel istirahat berbunyi. Bahkan Gumi tidak memiliki hasrat untuk pergi ke kantin sama sekali. Ia hanya bisa tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Luka dan Miku yang berjalan keluar dari kelas meninggalkannya seorang diri disana.
"Haah... Bosan.."
Gumi tampak duduk sambil bertopang dagu dibangkunya. Ia menatap lurus kearah meja kosong didepannya. Sejak Yuuma meninggal, ia tidak pernah bisa mendengar suara usil Yuuma yang mengajaknya untuk makan siang bersama.
"Kalau saja kau masih ada, Yuuma..." guman Gumi perlahan.
"Mau makan siang bersama?"
Tiba-tiba seseorang membisikan kata-kata itu ditelinganya. Gumi menoleh perlahan, ia mendapati Akaito sudah berdiri disebelahnya sambil membawa dua buah kotak bekal ditangannya.
"Yo!" sapa Akaito.
"Gyaaaa!" Gumi berteriak.
"Oi! Oi! Jangan berteriak seperti itu! Berisik tau.."
"A-akaito-kun?! Jangan muncul mendadak begitu dong!"
"Ahaha... Gomen.. gimana?"
"Apanya yang gimana?"
Akaito merasa kesal, ia lalu menyentil dahi Gumi dengan sedikit keras hingga Gumi merasa kesakitan.
"Auu! Aho! Apa yang kau inginkan? Sakit tau..."
"Aku kan tadi mengajakmu makan siang. Ayo, lagian ibuku sudah membuatkannya untukmu!"
Akaito menyerahkan salah satu kotak bekal ditangannya pda Gumi. Namun, Gumi masih memanyunkan bibirnya sambil menggosok-gosok dahinya yang disentil oleh Akaito. Ia sama sekali tidak menoleh ataupun menerima kotak bekal itu.
Akaito menghela nafas panjang. Ia lalu mengusap-usap kepala Gumi dengan halusnya, bahkan Akaio merasa sangat beruntung bisa menyentuh rambut itu lagi.
"Ayolah, Gumi. Aku minta maaf ya.."
"Huh.. baiklah, tapi kau harus mentraktirku crepes besok!"
"Hmmm... baiklah... ini, makan siangmu.."
"Kyaaa! Sankyuu..."
Gumi tersenyum dengan manisnya. Gumi tau, ia terlihat seperti mempermainkan Akaito. Tapi sebenarnya Gumi hanya tidak mau persahabatannya rusak jika ia memutuskan untuk menerima Akaito sebagai kekasihnya. Gumi sudah menganggap Akaito seperti kakak laki-lakinya sendiri, belum lagi perasaannya pada Yuuma tidak pernah bisa berubah. Bagi Gumi, tidak adasatupun orang yang bisa menggantikan Yuuma dihatinya.
"Setidaknya aku bisa bersikap normal didepan Akaito-kun.." batin Gumi.
Mereka berdua menghabiskan waktu makan siang mereka bersama. Bahkan walau mereka bersama, mereka berdua hanya makan bersama dan tidak berbicara sepatah katapun satu sama lain.
"Aneh... suasana ini benar-benar aneh..." Batin Akaito.
"Say Gumi-chan, apa kau sudah belajar untuk ujian lusa?"
Akaito berusaha mengehidupkan suasana diantara mereka. Tapi Gumi sama sekali tidak bergeming dan terus makan. Akaito merasa sangat tidak enak dan segera menghabiskan makanannya. Setelah makanannya habis Akaito segera menutup kotak bekalnya.
"Terima kasih makanannya."
"Eh? Kau sudah selesai, Akaito-kun?"
"Ya, dan aku akan kembali kekelasku." Akaito berbicara dengan cueknya.
"Bagaimana dengan kot.."
"Kembalikan nanti saja. Jaa!"
Akaito keluar dari kelas Gumi dengan wajah kesal. Ini memang bukan pertama kalinya Gumi mengacuhkan dia, tapi bila boleh jujur Akaito lebih suka pada Gumi yang selalu tersenyum dan bicara padanya dulu saat Yuuma masih hidup.
"Apa aku memang tidak punya kesempatan?" batin Akaito.
BRAAAAK!
Ia menutup pintu kelas Gumi dengan sedikit agak kasar. Dari kejauhan Luka dan Miku melihat ekspresi wajah Akaito yang kesal itu. Mereka berdua hanya saling bertukar pandang dan saling mengangkat bahu. Mereka berdua lalu berjalan menuju kelas mereka. Saat mereka berdua baru membuka pintu, mereka berdua melihat Gumi tengah menggerutu sambil makan.
"Huh? Apa-apaan sih, dia itu?" suara Gumi terdengar begitu keras.
Bahkan sampai semua anak dalam kelas memperhatikannya. Tapi dengan cueknya dia tetap meneruskan makannya sambil menggerutu tidak jelas. Luka dan Miku hanya menghela nafas panjang lalu berjalan mendekati Gumi. Luka mengeluarkan sebuah kotak susu dari kantung plastik yang dibawanya. Ditempelkannya kotak susu itu didahi Gumi.
"Iiizz.. Lu-luka..."
"Sudahlah, Gumi. Kau itu sedari tadi hanya mengomel saja. Ini, susu tawar kesukaanmu."
"eh? Tapi aku nggak titip loo.."
"Udah, tadi aku beli 2. Belakangan ini kayaknya kamu banyak pikiran, jadi aku beliin aja.."
"Lu-luka... A-arigatou..."
Gumi menerima kotak bekal itu dengan wajah senang, kedua matanya tampak sedikit berair. Luka dan Miku mendorong meja mereka mendekati meja Gumi. Mereka mengeluarkan makanan mereka yang baru saja mereka beli di kantin. Mereka berdua menemani Gumi menikmati makan siangnya.
"Oh iya, Gumi-chan... tumben kau bawa bekal?" Miku menunjuk kotak bekal yang dibawa Gumi.
"Eh? Ini dari Akaito-kun..." Gumi tersenyum senang.
"Dari Akaito? Akaito Shion dari kelas 2-4 itu?"
Saat Luka menanyai Gumi, Gumi hanya menjawabnya sambil mengangguk. Luka dan Miku sedikit heran melihat Gumi yang dapat dengan santainya meminum susu kotaknya setelah menjawab pertanyaan Luka barusan. Luka dan Miku sangat tahu apa yang telah terjadi diantara Gumi dan Akaito. Gumi pernah bercerita pada mereka berdua kalau Akaito pernah mengungkapkan perasaannya pada Gumi.
"Kenapa kau begitu santai, Gumi-chan?"
"Benar kata Miku, harusnya kamu bisa sedikit menghargai dia."
Gumi menatap bingung dua temannya, ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh kedua temannya itu.
"Baiklah anak-anak, pelajaran cukup sampai disini. Kalian bisa pulang sekarang, selamat sore." Yumeno-sensei berjalan keluar dari kelas 2-4.
"Sore.."
Para siswa kelas 2-4 mulai berjalan keluar kelas mereka. Akaito masih berdiam diri di bangkunya tanpa bergerak sedikitpun. Gakupo yang sudah sejak tadi menunggunya didekat pintupun terpaksa kembali mendekati Akaito. Gakupo menepuk pelan pundak Akaito.
"Hoi, Akaito!"
"Eh? Gakupo?"
"Ayo pulang!"
"Oh.. Iya.."
Akaito segera memasukan semua bukunya yang masih berantakan diatas meja kedalam tasnya. Ia segera menyusul Gakupo yang kini sudah berjalan sedikit agak jauh darinya. Setelah keluar dari kelas ia mendapati Gumi tengah bersama kedua temannya, Luka dan Miku. Kedua mata Akaito tidak berhenti menatap sosok Gumi yang semakin menjauh darinya. Gakupo yang melihat sahabatnya seperti itu hanya bisa merangkul pundak temannya dan tersenyum simpul.
"Mau karaoke?" ajak Gakupo.
"Eh? Ka-karaoke?"
Tiba-tiba Akaito melihat senyuman yang tidak biasa dilontarkan oleh Gakupo. Gakupo lalu menyeret Akaito mendekati Gumi, Luka dan Miku.
"Hei kalian bertiga, mau ke tempat karaoke bersama Kami?" Gakupo seraya melambaikan tangannya.
Gumi , Luka dan Miku menoleh kearah Gakupo dan Akaito. Mereka sedikit terkejut melihat Gakupo dan Akaito yang sudah berada dibelakang mereka. Melihat wajah Gakupo membuat wajah Luka jadi merah padam.
"Ga-Gakupo! Ka-kau mengajak kami?" Luka tergagap.
"Yups, kalian bertiga. Mau ikut?"
Luka menatap Gumi dengan tatapan memohon agar gadis berambut hijau itu mau menerima ajakan laki-laki berambut ungu panjang itu. Gumi dan Miku hanya bisa menghela nafas panjang dan mengiyakan apa yang diinginkan Luka.
"Hah.. Baiklah, lagian aku juga tidak terlalu sibuk hari ini.." desah Gumi.
"Yey!" Luka berteriak senang.
Tap! Tap! Tap!
Mereka berlima mendengar suara langkah kaki yang mendekati mereka. Mereka berlima menoleh kearah suara langkah kaki itu berasal.
"Yo, Gakupo!"
Gumi sangat mengenali sosok itu. Sosok yang tadi secara tiba-tiba saja muncul dihadapannya di pohon dekat jendela kelasnya. Rambut peraknya, kedua mata hijaunya. Gumi tidak bergerak sedikitpun saat menatapnya.
"Yo, Piko! Mau ikut?" Gakupo melepaskan Akaito.
"Kemana? Boleh kuajak kedua temanku ini?"
Piko tampak menunjuk dua anak kembar berambut kuning dibelakangnya. Dua anak itu adalah Kagamine bersaudara. Gakupo menatap tajam kearah mereka berdua, lalu ia tersenyum pada mereka.
"Mereka adik kelas yang imut. Boleh kok. Tapi tumben Kau bersama adik kelas, Piko?"
"Hehehe... Aku kebetulan bertemu mereka, rumah kami berdekatan kok." Piko menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Baiklah, Ayo kita pergi berangkat." Gakupo menarik tangan Piko dan Akaito bersamaan.
Gakupo menarik Piko dan Akaito sampai melewati Miku, Luka dan Gumi. Gumi tidak bergerak sedikitpun saat Piko melewatinya, rasanya ia seperti baru saja bertemu dengan orang yang sangat dirindukannya.
"Yuuma..." guman Gumi pelan.
"Eh? Barusan kamu bilang apa, Gumi-chan?"
"Eh? Iie, nandemonai... Ayo.."
Mereka berjalan bersama keluar dari gerbang sekolah menuju tempat karaoke.
Ruangan itu cukup untuk mereka berdelapan. Luka dan Gakupo tengah sibuk bernyanyi bersama didepan. Miku berbincang-bincang dengan Kagamine bersaudara dan Piko. Sedangkan Gumi berada dibangku paling ujung sambil menyedot jus jeruk miliknya. Akaito hanya bisa menatapnya saja, ia tidak mampu berbuat apa-apa.
"Hei! kau Gumi, kan?" seseorang menepuk pundak Gumi.
Gumi menoleh kearah orang itu, i aterkejut mendapati Piko sudah duduk disebelahnya sambil minum cola.
"A-a.. ee..." Gumi menganggk pelan.
"Hahaha... Aku Piko, Utatane Piko. Yoroshiku nee..."
"Hmmm... Megupoid Gumi desu."
"Oh iya aku mau minta maaf soal tadi pagi..."
Piko menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Wajah Piko tampak memerah. Ia tertawa kecil kearah Gumi. Gumi jadi ikut tertawa karenanya. Melihat Gumi bisa seperti itu dengan Piko, Akaito merasa sangat kesal, tiba-tiba ia berjalan dan duduk diantara Gumi dan Piko.
"Akaito Shion desu."
Piko dapat melihat urat saraf Akaito dengan jelas. Ia tahu kalau Akaito sedang kesal padanya.
"A-a-a... Hai..." Piko tersenyum.
Melihat Akaito dan Piko seperti itu membuat Gumi tertawa. Mereka benar-benar bisa bersenang-senang disana bersama. Dalam pikiran Gumi terbayang bagaimana jika Yuuma ikut bersama mereka saat ini. Kalau saja ia dapat menyelamatkan Yuuma saat itu, pasti ia masih bisa tertawa ceria bersama orang terkasihnya itu.
Mereka semua pulang tepat pada pukul 7.30 p.m. Gakupo berjalan pulang bersama Luka dan Miku menuju stasiun terdekat. Sedangkan Piko dan Kagamine bersaudara masih berjalan pulang bersama Gumi dan Akaito. Sampai disebuah pertigaan, mereka berpisah. Piko dan Kagamine bersaudara melambaikan tangannya pada Akaito dan Gumi.
Kini hanya tinggal Akaito dan Gumi saja. Suasana malam yang semakin dingin membuat Gumi memeluk erat tasnya. Dengan tanggap Akaito melepaskan syal merahnya dan melingkarkannya dileher Gumi. Gumi terdiam, ia tidak merasakan debaran apapun tidak seperti Akaito yang kini wajahnya sudah memerah dan jantungnya berdebar tidak karuan.
"Pakailah... Kau kedinginan, kan.."
Akaito kembali berjalan. Ia menggandeng tangan Gumi dan memasukannya dalam saku jaket Akaito. Gumi berjalan mengikuti Akaito dan menatapnya sepanjang waktu. Sesekali Akaito melirik kearah Gumi, ia merasa canggung.
"Ja-jangan menatapku seperti itu..."
"Eh? Tapi kenapa kau bersikap baik padaku, Akaito-kun?"
Akaito hanya terdiam. Rumah mereka berdua sudah tampak dari tempat itu. Akaito melepaskan genggaman tangannya, ia lalu menatap wajah Gumi dengan wajah yang semerah rambutnya.
"A-aku.. Aku selalu menyukaimu... Makanya aku tidak akan menyerah walau kau masih menyukai Yuuma, Aku... Aku akan berusaha agar aku bisa memilikimu dan membuatmu menyukaiku.."
Akaito lalu berlari meninggalkan Gumi. Gumi menatap kosong kearah Akaito, ini bukan pertama kalinya Akaito menyatakan perasaannya pada Gumi dan Gumi hanya bisa mendiamkannya saja tanpa memberi jawaban apapun pada Akaito.
Gumi kembali berjalan menuju rumahnya yang tinggal 2-3 rumah lagi didepannya. Ia berjalan sambil memandang langit yang peduh dengan bintang.
"Yuuma, apa yang harus aku lakukan?"
Gumi terus berjalan menuju rumahnya. Sesekali ia menyibak poninya yang menutupi wajahnya, bingkai kacamata Gumi tampak begitu jelas. Ukiran pada gagang kacamata itupun terlihat sangat jelas, 'VY2' .
"Tadaima..." Gumi mengetuk pintu rumahnya.
"Okaeri... Kau sudah makan, Gumi?"
"Nee, Okaa-san... Aku sudah makan diluar bersama temanku."
Gumi berjalan menaiki tangga rumahnya. Ia kemudian menaruh tasnya di meja belajarnya, kemudian ia berjalan menuju kasurnya dan tiduran diatasnya. Ia sama sekali tidak mengganti seragamnya, ia memejamkan kedua matanya saat itu juga.
"Yuuma... Aku bingung..."
Tik! Tik! Tik!
Suara detak jarum jam dinding dikamar Gumi terus memenuhi ruangan itu, suara itu bergema didalam ruangan itu. Saat itu juga, Gumi menitikan air matanya. Bayang-bayang Yuuma telah memenuhi pikirannya selama ini. Bahkan setelah 6 bulan kematiannya, Gumi belum bisa menemukan penggantu Yuuma.
"Yuuma... Yuuma..."
Suara indah Gumi yang menangis dan suara detak jarum jam dinding itu memenuhi kamar Gumi. Bahkan langit malam tampak begitu berawan seolah mengerti apa yang dirasakan oleh Gumi, dan juga angin malam awal desember yang menghembuskan kesedihan dimalam itu.
.
To be Continue
.
.
.
Jangan Lupa Reviewnya ya... xD
Gomen, harusnya ini Yumi kirim kemarin...
Tapi berhubung koneksi error ya sudahlah...
Arigatou, Mina! xD
