Uncertain Love
.
.
.
.
Basic On Story
Mood Of The Day, Korean Movie. 2016.
.
.
.
Apriltaste
.
.
.
.
Oh Sehun
Luhan
.
.
HunHan/GS for Uke/ROMANCE/COMFORT/NC
Don't like ? Don't Read and Don't Bash !
Typo Everywhere
.
.
.
.
I'm a victim of your uncertain love,
Afraid to show my heart and it's because of you.
.
.
.
.
Musim gugur. Sinar lembut sang penguasa pagi dan embun halus kembali menyapa. Seoul, ibukota Korea Selatan menyambut sang dewi musim semi dengan rutinitas yang selalu padat. Tak berbeda dengan musim-musim sebelumnya, Kota ini telah menjadi Kota dengan predikat Kota tersibuk di Korea. Bunyi deru mesin kendaraan, suara klakson mobil yang bersahutan, antrian panjang di stasiun kereta bawah tanah hingga penuhnya setiap halte bus dalam kota adalah pemandangan yang biasa di Kota ini setiap harinya. Seolah tak lelah menyinari dunia, sapuan lembut sinar mentari berwarna jingga itu terus menemani masyarakat untuk melakukan aktifitasnya dengan penuh suka cita. Termasuk, seorang lelaki yang mengawali aktifitasnya di pagi hari dengan berlari menyusuri pinggiran Sungai Han. Setelan pakaian olahraga yang melekat di tubuh atletis, dengan dahi yang penuh keringat tak dapat mengurangi kadar ketampanannya. Lelaki itu terus berlari menikmati udara pagi dengan alunan musik yang memenuhi indra pendengarannya, mencoba terus mengontrol tempo larinya ia tak sadar bahwa sedari tadi telah menjadi pusat perhatian bagi para wanita yang berada disana.
"Apa kau sibuk ahir-akhir ini ? Sepertinya aku sulit menemuimu." Lelaki itu melepas sambungan kabel yang berada di salah satu telinganya, menoleh ke kiri dan mendapati seorang wanita dengan pakaian olahraga berwarna merah muda yang mencoba menyamakan langkahnya ketika berlari. Lelaki itu tersenyum.
"Benarkah ? bagaimana jika kita makan malam bersama ?" Jawab lelaki tinggi itu dengan nafas sedikit tersengal.
"Aku sudah punya kekasih." Wanita disampingnya berujar pelan dan terus berlari memandang kedepan.
"Baiklah, kabari aku jika sudah putus." Sambil kembali memasang kabel musiknya, lelaki itu berlari dengan menambah tempo kecepatannya meninggalkan sang wanita yang tadi menyapanya jauh dibelakang tubuhnya. Wanita itu berhenti sebentar sembari memasang wajah tak terima tentang apa yang diucapkan lelaki dengan setelan olahraga biru itu.
.
.
.
.
Ini akhir pekan, suasana Seoul bahkan sangat ramai diakhir pekan. Tapi tak semua orang menikmati akhir pekan dengan bersantai atau berkumpul bersama keluarga. Beberapa dari mereka bahkan harus bekerja diakhir pekan untuk menyambung hidup tentu saja. Seorang wanita dengan heels hitamnya tampak berjalan dengan sedikit tergesa di sudut Kota Seoul, satu tangannya memegang tas kerjanya dan sebelah tangannya memegang se cup Americano yang akan mengawali harinya, ia terus berlari mencoba mempersingkat waktu ketika lampu di persimpangan jalan di depan sana menunjukkan warna hijau untuk para pejalan kaki. Kaki kecil itu terus berlari hingga sampai di seberang jalan, wanita dengan coat putih gading itu melihat pergelangan tangannya, melihat sesuatu yang melingkar disana, belum terlambat untuk sampai ke kantor dengan sedikit menikmati suasa pagi di akhir pekan. Senyum manis selalu terpatri di wajah manisnya. Ia terus berjalan sambil menyesap pelan Americano yang tadi sempat dibelinya. Ketika, Cairan hitam kental dengan rasa pahit itu menyapa indra perasanya ia kembali tersenyum –hari ini akan mejadi hari yang indah- "Brukk" atau tidak. Dengan gerakan tak anggun sama sekali, wanita itu tersungkur ditengah-tengah kerumunan para pejalan kaki ketika ia merasakan sebuah lemparan keras mengenai kepalanya, ia tersungkur kedepan, dengan muka memerah menahan malu ia mencoba bangkit tanpa menoleh kebelakang –dan tanpa mengetahui jika ada seorang lelaki yang segera berlari dibelakangnya mencoba meminta maaf sebelum ia pergi-
Luhan, wanita itu duduk didepan komputernya dengan rambut berantakan, coat putih dengan kemeja hitam didalamnya menjadi berwarna kecoklatan karena tumpahan Americanonya pagi tadi, heels hitam miliknya pun tak luput dari korban kecelakaan kecil yang menimpanya dan berakibat dengan dirinya menggunakan rok span hitamnya dengan jaket olahraga milik teman diseberang mejanya, ia gagal membangun mood baik hari ini karena insiden memalukan yang menimpanya tadi.
Sebenarnya, ia bekerja disalah satu perusahaan sebuah brand pakaian olahraga, brand dari perusahaannya telah mengontrak salah satu superstar basket negeri ini, sayangnya Kang Ji Chul yang telah menandatangani kontrak itu menghilang dan ia harus mencari lelaki itu di akhir pekan. Kenapa Kang Ji Chul menghilang ketika ia akan dikirim ke NBA ? sebuah perhelatan akbar pada cabang olahraga basket. Bukankah setiap pemain basket mengimpikan bermain di NBA ? tapi, mengapa anak muda itu malah menghilang dipuncak popularitasnya. Ini merepotkan, merepotkannya tentu saja. Jari lentiknya bergerak diatas keyboard komputer didepannya, ia harus mencari dimana sang brengsek Ji Chul itu. Satu persatu berita ia baca bahkan media luar negeri pun juga belum mengatahui dimana Ji Chul. Ia mendesah berat seolah Ji Chul adalah bebannya saat ini.
"Ketua Tim, kau baik-baik saja ?" sebuah teriakan dengan langkah tergesa tedengar menuju mejanya, seorang wanita mungil dengan mantel berbulunya berwarna merah muda telah berdiri disampingnya.
Wanita mungil itu –Baekhyun- teman diseberang mejanya dan temannya ketika berbagi cerita, Baekhyun menampilkan reaksi terkejut berlebihan ketika melihat Luhan yang nampak berantakan saat ini. Tangan mungilnya menenteng sebuah paperbag berukuran besar, ia tahu apa yang terjadi pagi tadi pada Luhan ketika temannya itu menelpon dengan nada kesal. Jadi, diperjalanan ketika menuju kantor tadi, kaki mungilnya membawa kesebuah toko pakaian untuk membelikan setelan Luhan yang baru. Tak mungkinkan jika Luhan harus seharian mengenakan jaket dengan rambut berantakan ?
"Entahlah, aku tak tahu. Aku benar-benar sangat malu. Oh ya, kau sudah menghubungi agensinya ?" Luhan menatap Baekhyun yang kini duduk disampingnya dengan wajah penasaran. Baekhyun yang juga menjadi bawahannya ketika di kantor, kemarin menjanjikan akan menghubungi agensi Ji Chul untuk mengetahui dimana pemain basket nomor satu di Korea itu berada.
"Masih belum bisa dihubungi." Baekhyun mendesah, ia menopangkan sebelah tangannya di pinggir meja Luhan.
"Departemen harus tahu jika Kang Ji Chul tidak bisa dihubungi, jika tidak, bagaimana presentasi kita ?" Lanjut Baekhyun sambil menatap Luhan dengan raut serius. Luhan kembali mendesah, ia menggigit ujung kukunya –nampak berpikir sejenak-
"Yang penting, aku sudah melakukan yang terbaik." Luhan menatap layar laptopnya yang berada disamping komputer kerjanya. Laptop sialan itu juga menampilkan berita tentang Kang Ji Chul. Baekhyun melemparkan pandangannya ke objek yang sama. Tiba-tiba laptop hitam Luhan itu mati secara mendadak. Membuat Baekhyun sedikit berteriak samar hingga membuat Luhan kembali pada alam sadarnya. Benar-benar laptop tak tahu diri ketika dibutuhkan.
"Mati Lagi.." Buru-buru Luhan membenarkan sambungan charger yang ada pada Laptopnya. Laptopnya harus dicharger karena memang rusak. Ia belum sempat membawanya ke tempat perbaikan.
"Beli saja yang baru, sudah berapa kali seperti ini ?" Baekhyun dengan mulut mungilnya sudah mengatakan hal berulang-ulang pada sahabat keras kepalanya ini. Gaji Luhan pun sebenarnya cukup untuk membeli enam komputer lipat sekaligus.
"Selama masih bisa digunakan kenapa harus beli yang baru ?" See, jawaban yang sama harus diterima Baekhyun. Luhan itu memang wanita tipikal tak suka menghambur-hamburkan uangnya.
"Kau tidak tahu kapan ini akan begini lagi, atau bahkan mati dan tak bisa digunakan." Wanita yang duduk disamping Luhan terus mengomel dengan bibir mungilnya. Sepertinya, Baekhyun benar-benar kesal dengan sikap Luhan. Apa susahnya sih membeli sebuah laptop baru ?
"Berapa lama sih kau pakai ini ?" Baekhyun terus meluncurkan pertanyaan-pertanyaan konyolnya yang tak dijawab oleh Luhan. Luhan terdiam sebentar.
"Sudahlah, ini untukmu." Paperbag berwarna abu-abu itu Baekhyun berikan pada Luhan. Kasihan jika wanita itu harus menggunakan jaket miliknya di tengah hari yang sepertinya akan sibuk ini.
"Terimakasih.." Luhan menerima pemberian Baekhyun karena memang tak bisa menolaknya jika dalam situasi seperti ini. ia harus mengganti uang Baekhyun untuk ini suatu hari nanti. Luhan berdiri ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi tak jauh dari ruangnnya dengan Baekhyun yang terus membuntutinya dibelakang. Wanita itu, berniat mengganti pakaiannya dengan setelan yang diberikan Baekhyun.
"Memang bukan gayamu, tapi tak apa kan ?" Ucap Baekhyun ketika melihat Luhan keluar dari salah satu bilik kamar mandi yang sudah mengganti pakaian dengan setelan yang diberikannya.
"Tak apa, tapi warnanya.." Luhan berdiri disamping Baekhyun, melihat pantulan dirinya didepan cermin. Memegang blazzer, dan memutarkan badannya.
"Merah muda kan warna wanita Lu.." Baekhyun terkekeh ringan sambil menepuk lengan Luhan perlahan. Baekhyun merasa bangga dengan pilihannya yang membuat Luhan tampak semakin cantik.
"Dan ukurannya.." Luhan kembali memutar tubuhnya, menggerak-gerakkan tangannya yang terbalut blazzer berwarna merah muda itu. Terlalu kecil pikirnya.
"Sepatunya juga bagus kan ?" Sahabat mungilnya itu menujukkan Sepatu heels beludru dengan warna merah maroon. Sangat pas jika dipadukan dengan setelan barunya saat ini. Luhan menatapnya sekilas dengan mata yang membulat, kenapa harus seperti ini sih ? bukan gaya Luhan sekali.
"Terkesan sexy kau tahu.." Baekhyun dengan bangga menggoyang-goyangkan sepatu pilihannya itu tepat didepan mata Luhan.
.
.
.
.
"Aku baru saja tiba." Seorang lelaki tinggi keluar dari lift perusahaannya, sebelah tangannya memegang benda segi empat yang menyambung dengan sebuah panggilan. Tangannya yang lain, membawa tablet yang berisi data penting tentang perusahaannya. Ia terus berjalan sambil menjawab pertanyaan yang menggema ditelinganya dan tetap fokus untuk mengawasi pergerakan grafik yang ada di tabletnya. Semenjak ia keluar dari Lift tadi, salah satu bawahannya tetap mengekorinya seolah telah mengalami situasi yang genting.
"Keadaan di Busan benar-benar kacau." Lelaki hitam disampingnya –Jongin- kini tak dapat lagi menyembungikan kekhawatiran didepan atasan yang nampak sibuk sekarang.
"Eh ?" Sehun, lelaki yang sedari tadi mengobrol dengan sambungan teleponnya dan mengawasi grafik itu menjauhkan benda segi empatnya. Memberi waktu Jongin untuk melanjutkan kata-katanya.
"Karena orang yang terakhir kali itu."
"Orang yang terakhir kali siapa ?" Sehun terus berjalan dan mendengarkan celotehan Jongin.
"Orang yang passingnya bagus." Jongin menjelaskan siapa yang ia maksud. Perusahaan Sehun bergerak di pada bidang olahraga. Ia juga mempunyai sebuah agensi yang menaungi beberapa superstar olahraga negeri ini.
"Oke Baiklah."Memberikan tablet penuh grafik itu ketangan Jongin. Lelaki dengan coat coklat itu masuk kesalah satu ruangan berisi berbagai perlatan yang digunakan dalam olahraga basket.
"Minho, kau harus bisa memenangkan pertandingan kali ini, jika kau menang akan kupastikan kau mendapat dua juta lima ratus ribu won. Oke." Sehun terus berjalan setelah menutup sambungannya pada salah satu atlet yang dinaunginnya. Ia berjalan kesalah satu sudut ruangan, terdapat sebuah meja besar yang berisi bawahannya. Ia menghampiri mereka,
"Persiapkan segala sesuatu tentang NBA. Dan harus selesai hari ini." dengan nada serius Sehun sukses membuat bawahannya terkejut dengan beragam reaksi. Lelaki itu mengambil bola basket yang menggelinding dikakinya dan dalam sekali lemparan benda bundar itu masuk ke sebuah ring disudut ruangan.
Sehun terus berjalan menuju lantai dua yang berada di ruangan itu, ruangannya menjadi satu dengan ruangan ini. sebelum akhirnya, seorang lelaki tinggi dengan senyum idiotnya –Chanyeol- menghampiri dirinya dengan tergesa.
"Hei, Oh Sehun. Sudah ketemu ! Cepat !" Chanyeol berseru tepat di depan Sehun. Lelaki yang diteriakinya tadi hanya mengulum senyuman dan memilih mengikuti Chanyeol dari belakang.
.
.
.
.
Seoul Station
Wanita dengan mantel merah muda itu berjalan terseok, kakinya yang terasa tak nyaman membuatnya berhenti dan membenarkan heels beludru yang menghiasi kaki jenjangnya. Membuatnya sedikit mengumpat karena tak menolak apa yang diberikan Baekhyun tadi pagi telah menyiksanya siang ini. Ponsel yang berada disakunya bergetar, sebuah panggilan tertera di layar yang berkedip itu. Jemari lentiknya menggeser warna hijau yang ada disana.
"Hallo, oh Kyungsoo.. ada apa lagi kau dengan Yixing ? Sudah ku bilang, aku sedang sibuk. Baiklah tunggu aku disana." Luhan sedikit mendengus, baru saja temannya menelpon ingin bertemu dengan dirinya. Alasan yang klise, ada hal penting yang harus dibicarakan. Kyungsoo mengatakan ia sedang ada di stasiun kota sekarang bersama Yixing. Untung saja Luhan juga sedang berada di tempat yang sama, sehingga ia tak perlu membuang waktu dan merusak segala jadwalnya hari ini.
Seorang lelaki dengan secup Americano ditangannya berjalan tanpa menghiraukan teman idiotnya yang tampak kerepotan dibalik tubuh tingginya. Sehun, berjalan tanpa mempedulikan Chanyeol yang terus mengoceh hal-hal tak penting di belakangnya. Sebelah tangannya menggegam benda persegi itu memastikan agar ia datang tepat waktu. Berada di sebuah tangga berjalan, Sehun menolehkan kepalanya ke arah lain mencoba tak mendengarkan apa yang dikatakan teman idiotnya. Sepasang mata elangnya menangkap seorang wanita cantik yang berjalan berlawanan arah dengannya. Wanita dengan rambut coklat madu yang digulung keatas dipadu dengan pakaian kerja merah muda yang membuat wanita itu tampa sexy dimata Sehun. Matanya terus menangkap wanita itu dalam pandangannya. Ia mengangkat sudut bibirnya, tersenyum tipis.
"Whoaa, tangkapan yang bagus Oh Sehun." Chanyeol berkomentar ketika melihat juga apa yang membuat Sehun tampak seperti ingin menerkam seseorang. Sehun hanya tersenyum padanya lalu kembali berjalan meninggalkan lelaki dengan telinga lebar itu.
Luhan berjalan perlahan ketika sudah sampai di Rest Area stasiun, ia mengamati semua cafe yang berjajar disana satu-persatu. Hingga sepasang mata rusanya menemukan kedua teman wanita yang tadi menghubunginya sedang berada didalam salah satu cafe dengan ornamen coklat.
"Kau sudah datang ?" Ucap wanita berambut pendek bermata bulat –Kyungsoo-
"Ada apa ?" Luhan melontarkan rasa penasarannya ketika pantatnya sudah mendarat di kursi yang berada pada samping Kyungsoo kemudian matanya menatap Yixing yang tengah duduk diseberangnya. Yixing hanya tersenyum lembut ketika Luhan menatapnya dengan rasa penasaran yang tinggi.
Tiba-tiba Yixing mengangkat sebuah tangannya dengan senyuman mengembang, sebuah cincin perak melingkar di jemari manisnya. Oh ini rupanya hal penting itu. Yixing akan menikah.
"Mengejutkan sekali, bagaimana bisa ? padahal baru saja pertama kali bertemu." Kyungsoo melipat kedua tangannya didepan dadanya. Wanita dengan mata bulat itu menatap Yixing dengan mata penuh selidik.
"Yang sudah bertahun-tahun saja gagal, Luhan saja belum..-"
"Akh.." Yixing mengaduh dengan keras ketika kakinya mendapat sebuah tendangan di bawah meja. Ini ulah Kyungsoo yang dengan senang hati menendang kaki indahnya menggunakan heels runcing yang dikenakannya hari ini. Bukan maksud Yixing untuk menyinggung Luhan tentang hal ini.
"Selamat, bagaimana orangnya ? aku penasaran." Luhan mengucapkannya dengan nada riang mencoba mencairkan suasana yang telah diciptakan sahabatnya itu. Sebenarnya ia merasa terhianati dengan sikap Yixing yang tiba-tiba mengatakan akan menikah.
"Ah, sebenarnya ia satu sekolah dengan kalian." Yixing mengambil cangkir didepannya.
"Iya ? siapa ?" tanya Kyungsoo yang semakin penasaran, ia juga mengambil cangkir putih itu. Menyesap isinya perlahan.
"Junmyeon. Kim Junmyeon" Kyungsoo yang mendengar jawaban Yixing sedikit menyemburkan isi cangkirnya yang belum tertelan sepenuhnya. Terkejut tentang siapa yang akan menikahi Yixing.
"Asataga Kyungsoo.." Yixing sedikit berteriak karena kelakukan Kyungsoo yang tiba-tiba.
"Kau kenal dia ?" tanya Yixing kemudian. Bukan hal yang mengejutkan jika kedua temannya itu kenal dengan calon suaminya.
"Ah, tidak. Aku tak kenal. Siapa Kim Junmyeon ? kau kenal Lu ? Tidak kan ?" Kyungsoo menggerakan sebelah tangannya dengan heboh, sedikit menyenggol bahu Luhan agar wanita yang sedari tadi duduk disampingnya dengan diam kembali pada alam sadarnya.
"Ah.. entahlah, sepertinya tidak. aku tak kenal Kim Junmyeon." Luhan menjawab senggolan Kyungsoo ia tersenyum dengan mata yang tak fokus pada satu arah. Yixing menatapnya dengan sedikit curiga.
"Lu, bukannya kau mau ke Busan ? sana pergi. Kau bisa telat." Kyungsoo menjadi penyelamatnya saat ini.
"Oh iya, aku akan berangkat sekarang. Nanti kubawakan kalian oleh-oleh." Ucapnya dengan tersenyum pada Yixing dan Kyungsoo bergantian kemudian bangkit dari tempat duduknya.
Sehun berjalan sembari menyesap Americanonya. Ditangannya sudah ada dua tiket tujuan Busan untuknya dan untuk Chanyeol. Teman idiotnya yang sekarang membaca ramalan tentang bintang atau entahlah, Sehun tak memperhatikan itu. Tujuannya hari ini adalah ke Busan, ia memilih berangkat menggunakan kereta daripada mobil agar sampai lebih cepat. Tapi, sepertinya tiket menuju Busan hari ini penuh, ia dan Chanyeol memang mendapatkan tempat duduk tapi tidak pada gerbong yang sama. Sehun mendengus kesal ketika Chanyeol membicarakan ramalan-ramalan yang tak masuk akal tentang dirinya. Ah benar-benar Sehun ingin menendang pantat Chanyeol sekarang.
"Ini tiket milikmu, sampai ketemu nanti." Sehun menepuk bahu Chanyeol pelan ketika mereka sudah memasuki salah satu gerbong kereta yang sedang bersiap menuju Busan. Chanyeol menerima tiket itu dan berjalan menjauhi Sehun yang telah menghilang terlebih dahulu.
Tangannya terulur keatas ketika meletakkan tasnya, Luhan sedikit berjinjit agar tas itu tak jatuh dari tempatnya. Tubuhnya ia bawa untuk duduk dikursi kereta dekat jendela, dimana memang itu nomor kursi yang tercetak di tiketnya sekarang. Ponselnya bergetar, sebuah pesan dari Kyungsoo yang menanyakan apa ia baik-baik saja. Luhan mengemhembuskan nafasnya pelan ketika akan membalas pesan itu, memikirkan apa yang tadi terjadi diantara ia,Kyungsoo dan Yixing. Belum sempat membalas sebuah pesan dari orang yang sama kembali datang. Kali ini Kyungsoo bertanya bukankan Kim Junmyeon adalah Cinta pertamanya, Luhan sedikit tersentak. Jemari lentiknya segera menari diatas layar ponselnya, mengetik sebuah balasan pada Kyungsoo agar wanita berambut pendek itu tidak mengatakan hal ini pada Yixing. Ia merasa tak enak hati pada sahabatnya yang akan menikah itu jika mengetahui cerita masa sekolahnya. Ponselnya kembali bergetar, balasan dari Kyungsoo datang. Menyanyangkan kenapa Junmyeon akan menikah secepat ini ketika lelaki itu sudah berani-beraninya menyakiti Luhan. Dan Luhan hanya membalas karena mungkin ini sudah takdir Yixing dan Junmyeon.
Luhan membawa punggungnya bersandar pada sandaran kursi yang berada dibelakangnya, menyandarkan pula kepalanya. Mencoba berpikir bahwa semua ini akan baik-baik saja. Hingga ia tak menyadari seorang lelaki telah berdiri disampingnya –Sehun- melepas sebuah coat coklat hingga akhirnya terduduk disebelahnya. Luhan menoleh sekilas, melihat orang yang telah menempati tempat duduk disampingnya. Lelaki tinggi dengan badan atletis itu tersenyum dengan tampan kearahnya, hingga membuat Luhan sedikit kikuk dan menggeser tubuhnya perlahan.
Suara bel terdengar, menandakan kereta yang menuju Busan siap untuk berangkat. Luhan merasakan alat transpotasi panjang ini bergerak perlahan menjauhi Seoul. Ia terus menatap luar jendela, sedikit mengosongkan pikirannya. Luhan merasa sedikit canggung dengan lelaki yang sepertinya seumuran atau bahkan sedikit lebih tua darinya ini. lelaki disampingnya itu juga terdiam seperti tak ada yang ingin dibicarakan. Oh, apakah Luhan berharap ingin diajak bicara oleh Lelaki tampan disebelahnya ini ?
Sudah hampir tiga puluh menit kereta melaju dengan kencang menuju Busan. Dan sudah hampir tiga puluh menit Luhan dan Sehun terdiam. Sebenarnya, Sehun mendapatkan kejutan hari ini siapa sangka wanita yang menarik perhatiannya saat di stasiun tadi kini duduk disampingnya. Sehun tampak mencari bahan perbincangan setidaknya ia harus dapat mengetahui siapa wanita cantik ini. Sehun menatap Luhan, wanita itu terus terdiam dengan memandang kearah luar jendela. Ia menggerakan kepalanya sejenak untuk melihat apa yang menarik perhatian wanita disebelahnya itu, tubuhnya mendekat kearah Luhan hingga membuat sang wanita menggerakan tubuhnya menjauh. Merasa heran dengan tingkah lelaki disampingnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi disana ?" Sehun mendapatkan topik pembicaraan walaupun terkesan tak penting.
"Huh.." Mata rusa itu membulat dengan bibir mengerucut lucu. Membuat Sehun sedikit menahan nafasnya karena ekspresi Luhan.
"Daritadi kau memandang luar jendela apa ada yang menarik ?" Sehun membawa tubuhnya untuk kembali pada posisi semula. Luhan tak menjawab pertanyaan Sehun, ia hanya tersenyum gugup dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Luhan kemudian menatap Sehun yang berdiri untuk mengambil sesuatu didalam tasnya.
"Kau belum sarapan kan ?" tanya Sehun ketika mendapatkan dua buah bungkusan fast food dari dalam tasnya.
"Tidak apa-apa.." Luhan tersenyum lembut ketika mendapati tangan kanan Sehun mengulurkan salah satu bungkusan itu. Mencoba menolak walaupun perutnya berteriak minta diisi.
"Ambil ini." Sehun tetap dengan kukuhnya memberikan bungkusan itu pada Luhan, ah wanita ini punya harga diri yang tinggi rupanya.
"Bagaimana mungkin menerima sesuatu dari orang asing ?" Luhan masih mencoba menolak dengan senyumannya.
"Orang asing ? kita itu tetangga. Tetangga tempat duduk." Sehun tersenyum. Luhan terdiam tampak berpikir kembali.
"Ambilah.." Akhirnya Luhan menerima bungkusan itu. Berharap ia akan baik-baik saja setelah ini.
Luhan membuka bungkusan itu, berisi roti isi daging dengan beberapa helai sayuran dan saus diatasnya. Ia menatap Sehun disampingnya, lelaki itu sudah memakan miliknya. Dengan sedikit ragu Luhan menyuapkan roti isi itu kedalam mulut kecilnya. Ini enak, setidaknya cukup untuk mengganjal perut rampingnya hingga sampai ke Busan nanti. Sehun menatap kembali wanita yang sedikit demi sedikit mengunyah roti isi itu, tampak cantik dimata Sehun.
"Ini Enak kan ?" Tanya Sehun setelah menelan roti isi miliknya. Yang hanya dijawab dengan anggukan kepala Luhan.
"Kau mau pergi kemana ?" Sehun kembali bertanya tanpa menatap Luhan.
"Ke Busan." Jawab Luhan dengan nada gugup didalamnya. Entah kenapa, ia merasa hatinya berdebar karena lelaki disampingnya ini.
"Sendirian ?" Sehun menatapnya dengan intens, seperti tak percaya apa yang diucapkan Luhan. Ia hanya bisa menjawab kembali dengan sebuah anggukan kecil.
"Aku juga." Pipi Luhan memanas sekarang ketika lelaki itu tak mengalihkan sedikitpun tatapan matanya dari dirinya.
"Mungkin ini yang dinamakan takdir." Sehun terkekeh kemudian mengalihkan tatapannya dari Luhan, ia tahu wanita disampingnya merasa tak nyaman.
"Bukannya lebih cocok dikatakan kebetulan ?" Luhan tak setuju dengan ucapan Sehun rupanya. Sehun terdiam dan kemudian tersenyum ketika mendengar pertanyaan Luhan. Wanita itu kembali memakan roti isinya.
"Uhuk.." Luhan tersedak kemudian, ia menepuk dadanya sedikit keras mencoba mengeluarkan apa yang membuatnya tersedak.
"Kau baik-baik saja ?" Ada nada khawatir yang terselip di ucapan Sehun.
"Permisi, kau punya tisu ?" Tanya Sehun kepada seorang pegawai kereta yang berjalan sembari mendorong trolinya.
"Tak punya Tuan." Jawab pegawai wanita itu dengan nada pelan.
"Kau punya susu pisang ?" Luhan mencoba berbicara dengan suara seraknya.
"Tidak, Nona."
"Kalau Kopi susu ?" Tanya Luhan kembali, ia terbiasa meminum susu ketika tersedak seperti ini.
"Tidak juga Nona." Pegawai wanita itu hendak menjalankan kembali trolinya sebelum tangan Luhan terulur untuk mencari-cari sesuatu yang setidaknya mengandung susu dan dapat Luhan minum. Tubuh Luhan sedikit menempel pada Sehun, membuat Sehun sedikit menegang dan kembali menahan nafasnya.
"Permisi, ponselmu." Ucap Sehun dengan nada rendah ketika melihat ponsel yang berada di pangkuan Luhan berkedip menampakan sebuah panggilan.
Luhan sedikit melebarkan matanya ketika melihat siapa yang membuat panggilan di ponselnya, ia bangkit dari duduknya sambil menjawab panggilan itu "Halo.." ia melangkah dengan sedikit kesulitan ketika melewati Sehun. Pegawai wanita yang mendorong troli itu tiba-tiba berjalan sebelum Luhan berhasil keluar dari deretan kursinya hingga mengakibatkan mereka berdua bertabrakan.
"Akh.." Luhan sedikit terkejut ketika pegawai wanita itu menabraknya dan membuat pantat sintalnya mendarat dengan sempurna di salah satu paha Sehun. Ia segera berdiri. Merasa malu sekarang.
"Maaf Nona.." Pegawai dengan setelan biru itu bahkan tak menolehkan kepalanya pada Luhan ketika meminta maaf. Luhan hanya dapat menghembuskan nafas kasar setelahnya.
"Ponselmu.." Ucap Sehun menyadarkan Luhan dari emosinya.
.
.
.
.
Luhan terdiam ketika selesai berbicara dengan Yifan –Kekasihnya- di ponselnya. Lelaki itu meminta sebuah laptop baru untuk menunjang pekerjaannya, disaat laptopnya sendiri harus diganti dengan yang baru. Lelaki itu berteriak tanpa sebab ditelinganya ketika mendengar Luhan melakukan perjalanan bisnis hari ini, membuat Luhan mencoba meredam emosinya sendiri dan membuat Yifan yakin setelah pulang dari Busan ia akan membelikan lelaki itu sebuah laptop baru. Tiba-tiba hatinya berdenyut sakit, ia seperti dimanfaatkan oleh Yifan sekarang.
Kereta yang ditumpanginya berhenti di stasiun pemberhentian, membuat Luhan sadar ia masih terduduk di bilik penerimaan panggilan. Ia kembali menghembuskan nafasnya entah sudah untuk keberapa kali, sepertinya hari ini akan berat. Luhan kembali melangkahkan kakinya ke tempat duduknya, dan mendapati sebotol susu pisang berada diatas meja kecil didepannya. Sehun tersenyum ketika melihat reaksi Luhan yang sedikit terkejut.
"Ini.. apa maksudnya ?" Luhan bertanya dengan bingung dan menatap Sehun yang juga menatapnya.
"Kenapa ? Tidak boleh ?" Lelaki itu malah balik bertanya kepadanya.
"Aku sudah punya kekasih." Luhan menjawab dengan cepat. Siapa yang akan mengajaknya berkencan ? Luhan memang bodoh.
"Ah iya.." Sehun menjawab dengan tersenyum lalu mengalihkan tatapan tajamnya dari Luhan. Luhan mendengar sebuah helaan nafas kasar dari Sehun. Membuat wanita itu sedikit merasa bersalah menjawabnya.
Beberapa saat setelahnya, ketika Luhan menatap Sehun yang memejamkan matanya. Tangan miliknya terulur untuk mengambil botol susu itu. Ia tergoda sekarang. Memandangnya sejenak dan menusukan sedotan kecil lalu meminumnya dengan berharap Sehun tak terbangun untuk mengejeknya.
"Minum juga setelah mengatakan hal itu. Tapi tak apa." Dan Luhan menjauhkan botol itu ari mulutnya ketika mendengar suara berat Sehun.
"Ini ambil lagi." Luhan mengulurkan Susu pisang itu pada Sehun.
"Tak apa, ambil saja," Sehun merasa gemas dengan tingkah Luhan ketika ia menggodanya.
"Karena aku menyukaimu... terutama sentuhan tadi." Sehun tersenyum dan menatap Luhan dengan intens setelah menepuk pahanya yang tak sengaja menyentuh pantat sintal Luhan karena wanita itu terjatuh tadi. Luhan terkejut tentang apa yang diucapkan Sehun. Ia tak menyangka lelaki itu akan mengatakan hal demikian. Luhan mengipasi wajahnya yang terasa panas sekarang.
"Mari kita luruskan hal ini." Ucap Luhan tiba-tiba dengan wajah memerah menahan malu.
"Aku tidak suka tipe orang yang terlalu jelas begitu." Lanjutnya dengan satu tarikan nafas.
"Well, sebenarnya bukan karena kekasihmu, Tapi karena aku bukan tipemu. Aku suka kejujuranmu. Jadi, aku akan terang-terangan.." Sehun sengaja menggantungkan kalimatnya, membuat Luhan menatapnya dengan fokus.
"Bila kau setuju, aku ingin tidur denganmu malam ini." Lanjut Sehun ketika mata elangnya bertabrakan dengan sepasang mata rusa didepannya. Sehun mengucapkannya dengan tenang, ia terbiasa memuaskan hasratnya dengan one night stand tentunya dengan wanita yang sudah dikenalnya dengan baik, tapi entah mengapa ia ingin merasakannya dengan Luhan. Wanita yang dikenalnya belum ada setengah hari. Luhan membulatkan kedua matanya, sangat terkejut. Sedikit berdiri untuk melihat keadaan sekitar apakah ada seseorang yang mendengar ucapan Sehun.
"Aku terpesona ketika melihatmu." Sehun tersenyum menggoda pada Luhan.
"Tidak bisa." Luhan bergerak mengambil barang-barangnya mencoba berpindah tempat duduk. Bagaimana mungkin ia akan tidur dengan lelaki asing ?
"Ambil ini." Luhan mengembalikan susu pisang itu ketangan Sehun, ia berdiri melangkah menjauh dari tempat duduknya. Wanita itu mencari tempat duduk kosong yang belum ditempati oleh pemiliknya.
Luhan berpindah-pindah tempat duduk ketika sang pemilik datang dan dengan halus mengusirnya. Sehun yang terus memperhatikannya hanya tersenyum kecil ketika melihat kelakuan wanita yang menarik perhatiannya itu. Hingga akhirnya, Luhan terjebak di sebuah deretan kursi berisi empat penumpang yang semuanya adalah pria berbadan besar, tampak seperti gangster. Dengan sedikit ketakutan, Luhan kembali melangkah ketempat duduknya semula. Tempat duduknya bersama Sehun. Sehun merasa menang sekarang.
"Aku mohon padamu, jangan bicara apapun sampai ke Busan." Oh, Luhan dalam mode kesal sekarang.
"Oke. Siapapun yang bicara pertama akan membelikan makanan." Dan Sehun masih dengan senang hati menggoda wanita itu.
Waktu berjalan terasa lebih lambat sekarang, Luhan masih menatap keluar jendela dengan wajah kesal. Dan Sehun ? lelaki itu sedari tadi masih menebarkan senyum langkanya. Sebuah getaran keras hingga membuat kereta berhenti membuat Luhan dan Sehun sedikit tekejut. Apalagi yang terjadi sekarang ?.
"Halo ?" Suara berat Sehun membuat Luhan menoleh. Lelaki itu menerima sebuah panggilan dari ponsel miiknya
"Kang Ji Chul ? sudahlah, kalau kita gagal mengirimnya ke NBA berakhir sudah !" Sehun meninggikan suarangnya. Luhan sedikit mengernyit heran, apakah lelaki ini ke Busan juga untuk mencari pebasket sialan yang sudah menghancurkan harinya itu ?
"Kau mengerti ? Konfirmasi lagi lalu hubungi aku." Sehun menyelesaikan panggilannya, dan Luhan yang penasaran masih belum berani untuk bertanya lebih lanjut.
"Maaf.." Setelah menimang-nimang apa yang ada dipikirannya, Luhan akhirnya tak tahan lagi untuk bertanya sesuatu.
"Kau akan membelikanku makanan ?" Sehun tersenyum kearahnya, oh dirinya lupa akan perjanjian itu. Baiklah, tak masalah jika hanya sebuah makanan.
"Kang Ji Chul yang kau sebut tadi adalah pebasket Kang Ji Chul ?" Luhan bertanya dengan tatapan penasaran pada Sehun.
"Akhirnya kau membelikanku makanan." Sialan, Sehun masih membahas perjanjian itu disaat rasa ingin penasaran Luhan sedang berada di puncak.
"Kau mau bertemu Kang Ji Chul di Busan ?" wanita itu kembali bertanya. Dan Sehun mengisyaratkan kata makanan dengan gerakan bibirnya tanpa suara.
"Baiklah iya-iya."Luhan sedikit berteriak menanggapi Sehun, ia merasa putus asa sekarang. Tiba-tiba Sehun mengeluarkan Sebuah kertas kecil berbentuk persegi panjang berwarna putih, sebuah kartu nama miliknya pada Luhan. Setelahnya, lelaki itu berdiri meninggalkan Luhan sendirian.
Wanita itu membaca tulisan yang ada di kartu nama pemberian Sehun. Oh Sehun sebuah nama tertera disana, dengan tulisan lain yang menyebutkan Sport Agency dan kontak ponselnya. Luhan mengeluarkan ponsel miliknya, mencoba menghubungi Baekhyun, sepertinya agensi itu tempat dimana kekasih sahabat cerewetnya itu bekerja.
"Dia Oh Sehun, CEO dari Sport Agency dimana Kang Ji Chul bernaung." Suara riang itu terdengar di telinga Luhan ketika mendengar penuturan Baekhyun ketika ia menanyakan tentang lelaki itu.
"Kau yakin ? tak salah kan ?" Luhan masih tak percaya tentang apa yang diucapkan Baekhyun dari seberang sana.
"Yakin. Kontaknya sama dan aku juga pernah bertemu beberapa kali dengannya. Kenapa ? atau jangan-jangan kau bertemu dengan dia ?" Sekarang Baekhyun yang didera dengan rasa penasaran yang tinggi.
"Nanti kuhubungi lagi." Luhan mematikan panggilan ponselnya dengan Baekhyun secara sepihak. Luhan menggigit biir bawahnya ia benar-benar merasa gugup sekarang. Jadi sedari tadi yang duduk disampingnya hingga mengajaknya tidur bersama adalah CEO dari sebuah agensi olahraga besar di Korea. Ingatkan Luhan untuk bernafas sekarang.
"Ayo turun, kita sedang ada di Stasiun Miryang sekarang, bukannya kau ingin minta tanda tangan Ji Chul ?" Sehun berdiri disampingnya, lelaki itu memakai coat coklatnya kembali dan bersiap untuk turun karena kereta yang mereka tumpangi sekarang sedang mengalami masalah. Luhan terpaksa berbohong pada Sehun ketika lelaki itu bertanya apakah ia juga ke Busan untuk mencari Ji Chul. Luhan masih berpikir apakah ia akan turun ? Busan masih jauh tentu saja. Ia juga memburu waktunya untuk melakukan presentasi dikantor.
"Sampai bertemu lagi jika itu memang takdir kita." Ucap Sehun sebelum meninggalkan wanita itu sendiri.
.
.
.
.
"Aku Luhan.." Luhan mengucapkan namanya ketika mereka berdua berada di dalam mobil, Sehun menariknya untuk ikut dengannya ketika kereta berhenti tadi. Untungnya, lelaki itu mempunyai kenalan seoarang pemilik bengkel yang terletak tak jauh dari Stasiun Miryang, dan Sehun bisa meminjam salah satu mobil milik pelanggan kenalannya.
"Aku Oh Sehun. Kau sangat cantik." Sehun tersenyum kearahnya dan Luhan juga tersenyum menanggapinya, ia sedikit berterimakasih pada Sehun karena lelaki itu mengajaknya untuk mencari Kang Ji Chul.
"Kalau kau sudah mendapatkan tanda tangannya habiskanlah waktumu dengan ku." Sehun berujar dengan menatap Luhan.
"Aku sudah punya kekasih."
"Aku kan tidak memintamu untuk jadi kekasihku, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu." Sehun kembali menatap jalanan dengan fokus.
"Walaupun begitu, aku tidak ingin menghabiskan waktuku dengan orang seperti mu." Balas Luhan dengan menatap Sehun.
"Memangnya kau sudah mengenalku ?" Tanya Sehun dengan nada heran. Luhan belum mengenalnya tentu saja, dan wanita itu tak tahu seperti apa dirinya sebenarnya.
"Aku tak mengenalmu...-"
"Walaupun begitu aku bukan wanita yang seperti itu." Luhan tentunya tahu kemana pembicaraan ini akan berlanjut.
Setelah beberapa menit dalam keheningan di perjalanan, mobil yang dikendarai Sehun berhenti tepat didepan sebuah rumah tradisional, sebuah rumah yang terletak di dalam desa. Rumah itu depenuhi dengan karangan bunga bela sungkawa dengan beberapa orang yang terlihat keuar masuk dengan pakaian serba hitam. Sehun turun dari mobil, dan Luhan mengikuti di balik punggung tegapnya.
"Apa ada seseorang yang kau cari ?" Tanya seorang wanita paruh baya ketika melihat sepasang lelaki dan perempuan masuk kehalaman rumahnya.
"Aku Senior Kang Ji Chul. Ini istriku." Jawab Sehun setelah menunduk hormat pada wanita itu dan mengenalkan Luhan sebagai istrinya. Luhan kembali dibuat terkejut untuk sekian kali oleh lelaki disampingnya. Ia hanya terdiam ikut menunduk hormat pada wanita paruh baya di depannya.
"Ah ya, bagaimana ya Jin Chul tidak ada disini dan wartawan juga baru saja datang kemari." Jelas wanita dengan pakaian hitam itu.
"Silahkan masuk dulu." Wanita itu mempersilahkan Sehun dan Luhan masuk ke rumahnya.
Sehun melakukan penghormatan terakhir dengan khidmat dan Luhan mengikutinya pula. Mereka sedang berada dirumah Kakek Kang Ji Chul sekarang, info yang didapatkan Sehun tadi mengatakan jika kemungkinan terbesar lelaki yang cari berada di sini sekarang karena sang Kakek meninggal dunia. Tapi apa yang didapatkan ? tak ada yang tau dimana Kang Ji Chul disini. Sehun dan Luhan memutuskan kembali ke Seoul ketika mereka berdua sudah menyelesaikan makan siang diacara pemakaman tadi. Luhan sempat tak mau menyentuh makanannya tapi, Sehun membujuknya dengan mengatakan ini sebagai pengganti makan siang Luhan yang tak sempat wanita itu belikan. Dan Luhan memakannya dengan Lahap. Tentu saja, Sehun dengan senang hati masih merekomendasikan dimana tempat makan dengan sup seafood yang enak pada Luhan.
"Kau sudah berkencan berapa lama ?" Sehun memecah keheningan ketika mereka sudah berada dalam perjalan menuju Seoul.
"Sepuluh tahun." Ucap Luhan dengan memperhatikan ponselnya tanpa melihat ekspresi terkejut Sehun.
"Hebat. Masih ada saja orang yang berkencan selama itu ?" Ada nada terkejut pada ucapan Sehun, lelaki itu menatap Luhan dengan segaris matanya yang menyipit.
"Apa saja yang kalian lakukan selama sepuluh tahun ? menikahlah dengannya kalau tidak.. tinggalkan." Sehun kembali fokus pada kegiatan menyetirnya, ia tak habis pikir dengan pengalaman Luhan.
"Aku memang akan menikah dengannya." Jawab Luhan dengan nada santai.
"Ya.. memang harus.."
"Aku pikir kau melihatku seperti wanita gila yang tak mau menghabiskan malam denganmu. Meski aku bersikap seperti ini kau tetap saja tak menyerah." Luhan dengan nada kesalnya karena Sehun tak berhenti berniat ingin tidur dengannya.
"Oke, jadi apakah kau sudah pernah menikmati malam itu ?" pertanyaan sensitif keluar dari mulut Sehun. Membuat wanita disampingnya menoleh dan menghembuskan nafas kasar.
"Sejak kapan sepasang kekasih yang belum tidur bersama itu memalukan ? Semuanya terjadi karena lelaki mereka berkata hei gadis manis, kenapa diam saja padahal itu menyenangkan jangan pergi nikmati saja, kalau kau tidak mau kau akan menyesal" Ucap Luhan dengan heboh mencoba memeragakan bagaimana para lelaki yang menggoda wanitanya untuk tidur bersama di luar sana. Membuat Sehun terkekeh ringan.
"Jadi, kau hanya nyaman tidur dengan satu orang lelaki saja ?"
"Lalu bagaimana denganmu ?" Ada nada tinggi dipertanyaan Luhan membuat Sehun menoleh kearahnya.
"Kalau kau mau.. aku.. aku-"
"Aku apa ? katakan yang keras tak akan ada seorangpun yang mendengar." Sehun tersenyum ketika Luhan kehabisan kata-kata untuk menentangnya.
"Kalau kau bisa sendiri kenapa harus merugikan wanita ?" Pertanyaan Luhan sukses membuat Sehun menginjak rem secara mendadak karena terkejut.
"Yang jelas, sendiri lebih baik daripada merusak seorang wanita itulah rasa cinta yang sesungguhnya. Jadi maksudku, kau harus melakukanya dengan orang yang kau cintai bukan dengan sembarang orang. Kau harus butuh cinta." Luhan masih melanjutkan apa yang diucapkannya dengan gerakan heboh.
"Baiklah, baiklah jadi kenapa kita tak bisa menikmati malam itu ?" Tanya Sehun kembali melajukan mobil yang dikendarainya. Luhan menepuk dadanya. Ia kembali putus asa dengan Sehun sekarang.
"Terserah, mengajak tidur bersama seorang wanita yang baru kau kenal termasuk pelecehan seksual."
"Dasar Kriminal !" Luhan berteriak disamping telingan Sehun. Ia ingin menarik rambut hitam lelaki itu hingga terlepas dari kulit kepalanya.
Beberapa jam perjalanan menjadi singkat karena perdebatan tentang permintaan Sehun yang terus bersikukuh mengajak Luhan menghabiskan malam atau tidur dengannya. Mereka sudah sampai di Seoul, Sehun menurunkan Luhan tepat didepan kantornya. Dengan menghembuskan nafas pelan. Wanta itu keluar setelah mobil yang dikendarai Sehun berhenti sempurna.
"Aku duluan." Luhan membuka pintu disampingnya dan hendak menutup kembali. Ia kembali terdiam dengan tangan yang masih memegang pintu mobil.
"Kalau ada yang ingin kau katakan bilang saja. Kita bisa saja tak bertemu lagi" Ucap Sehun ketika melihat Luhan yang terdiam.
"Tidak, perbanyak seks dan berbahagialah." Jawab Luhan ketus dan membanting pintu mobil dengan keras. Wanita dengan heels beludru itu berjalan menjauhi mobil Sehun.
Luhan sudah berada dilantai lima perusahaannya, ia duduk didepan ruang seminar. Ia akan melakukan presentasi sekarang. Kakinya mengetuk lantai perlahan mencoba menyalurkan betapa gugupnya ia saat ini.
"Luhan.." Seorang wanita memanggil namanya. Sudah gilirannya sekarang. Ia bangkit kemudian dengan tersenyum, entah kenapa tangannya terasa ringan. Oh ia baru sadar, tas kerja yang berisi slide presentasi miliknya pasti tertinggal di dalam mobil Sehun tadi. Terpaksa dengan rasa gugup ia akan menggunakan presentasi tanpa slide. Tak mungkin ia datang ke kantor Sehun sekarang sedangkan namanya sudah dipanggil untuk presentasi.
Ditengah-tengah presentasinya yang ia coba rangkai dengan kata-katanya sendiri tanpa bahan mendukung, pintu belakang ruangan seminar terbuka. Luhan dapat melihat siapa yang masuk sekarang, lelaki itu Oh Sehun berjalan memasuki ruangan dengan tas kerja miliknya. Mengeluarkan laptop dan mencoba menyambungkan dengan layar besar yang ada dibelakang Luhan. Luhan tersenyum pada lelaki itu ketika slide presentasinya sudah berhasil muncul pada layar besar. Sehun membalas senyuman Luhan dan mengepalkan kedua tangannya diudara, memberi semangat pada wanita itu.
