Disclaimer- Naruto © Masashi Kishimoto
Genre- Friendship and Romance
Summary - Memikirkan seseorang bukan berarti kita mencintainya, mungkin ada makna lain dari pikiran tersebut.
.
.
PAIN
.
.
.
Chapter 1
.
"Berdiri! Beri salam!" perintah seorang pemuda berambut bob.
Rock lee, sang ketua kelas. Ia begitu terobsesi untuk menjadi ketua kelas setiap tahunnya. Tak jarang ia bahkan mengajukan dirinya agar dapat menjadi ketua kelas.
Dengan patuh teman-temannya ikut berdiri. Membungkukkan badan dan dengan serentak berucap "Selamat siang, Bu!" Dibalas dengan anggukan singkat, sebelum akhirnya wanita berambut hitam itu keluar dari kelas meninggalkan murid-muridnya yang mulai bersiap mengikuti.
Seorang gadis dengan rambut pirang yang diikat ekor kuda memandang heran ke arah jendela. Lebih tepatnya ke arah seorang gadis yang kini diam memandang keluar jendela. Entah apa yang ada dipikiran gadis berambut pink yang selalu mengenakan bando itu. Sudah beberapa minggu ini dia mendapati sahabat baiknya itu bertingkah seperti ini.
.
"Forehead!" Tegur gadis berambut pirang, memandang sahabatnya yang dari tadi diam. "Sudah, waktunya kita pulang."
Melirik sekilas, sebelum akhirnya gadis berambut pink itu menjawab "Aku tahu, Ino pig."
Menatap heran sahabatnya yang kini mulai membereskan peralatannya. Sebelum akhirnya menghela nafas, sepertinya mulai paham kenapa gadis berambut pink itu terlihat lemah.
"Kau memikirkan senior itu lagi?" Terkanya, memandang gadis dihadapannya. "Sakura, kau memikirkan senior itu lagi, kan?" Ulangnya.
Terdiam untuk sesaat, gadis bernama Sakura itu. Menatap lemah pada sahabat baiknya. Tersenyum lemah, seakan mengiyakan terkaan sahabatnya. Membuat gadis bernama Ino ikut menghela nafas.
.
"Ck, kau ini. Mau sampai kapan kau bersikap begitu, kenapa tidak kau utarakan saja perasaanmu?" Gerutunya memandang sakura yang kini menggeleng.
"Aku memikirkannya, bukan berarti aku mencintainya, Ino." Ujarnya mengambil tas dan berjalan keluar kelas.
"Ha-ha, apa kau bilang ? tidak mencintainya? Tapi kau terus-terusan memikirkannya. Apa itu bukan cinta? Ada-ada saja kau ini," Gelengnya tidak percaya akan kelemotan temannya ini.
.
Sedikit terkikik geli, Sakura tertawa. Memandang wajah Ino yang kini terlihat aneh menurutnya. Entah apa lagi yang dikatakan oleh gadis itu. Dirinya tidak terlalu menyimak semua perkataan gadis itu. Hingga akhirnya mereka keluar dari gedung sekolah dan matanya menangkap sesosok pemuda yang dikenalnya. Dipukulnya pelan bahu sahabatnya itu sebelum akhirnya berkata.
"Pangeranmu sudah menunggu, sebaiknya kau segera kesana. Kasian dia, jika kau terus-terusan membuatnya menunggu." Senyumnya.
Kembali terkiki geli melihat wajah Ino yang kini memerah karena gurauannya. Berbeda dengan Sakura yang terkikik geli. Ino hanya tersenyum, akhirnya temannya bisa kembali tertawa walau sedikit.
"Kau, harus cepat mencari pacar forehead" Ucap Ino, sebelum akhirnya berlari pada seorang pemuda yang sedang menaiki motornya, meninggalkan sakura yang kini teriak akan ulahnya.
.
Yah, Sakura selalu sensitif jika dia menyebut tentang pacar. Mana ada gadis jaman sekarang yang sudah seusia mereka belum berpacaran. Kecuali sahabatnya itu, selalu saja ada alasan yang terlontar setiap mereka menyinggung hal itu.
Melambai pelan pada Sakura, Ino kini sudah ikut menaiki kendaraan tersebut sebelum akhirnya melaju pergi. Meninggalkan gadis berambut pink tersebut yang tersenyum. Senyum yang berubah saat temannya pergi.
'Pacar yah,' Batinnya, melirik sekilas pada suatu ruangan kelas sebelum akhirnya berjalan.
.
Memikirkan seseorang bukan berarti kita mencintainya, mungkin ada makna lain dari pikiran tersebut. Ada sebuah istilah yang sangat menarik 'kepala boleh sama hitam, tapi hati siapa yang tahu'. Sama seperti sekarang, tidak setiap memikirkan seseorang berarti kita mempunyai rasa, bisa saja itu bukan cinta.
Jika sudah seperti itu bagaimana? Cinta? Sebenarnya apa itu cinta? Apakah cinta berarti kita selalu memikirkannya? Bagaimana jika isi pikiran itu sesuatu yang berbeda dari yang namanya cinta.
Senyum sinis terlukis diwajah gadis itu, yang tak lama berubah menjadi tawa. Seakan-akan apa yang dipikirannya barusan adalah hal yang lucu. Membuat beberapa orang yang melihatnya memandang dengan heran. Seakan – akan dia adalah orang gila.
Tepukan pelan dibahunya dengan cepat membuatnya menoleh, sedikit kaget menyadari siapa yang melakukannya. Membuat wajahnya yang manis berubah kecut karena ulah orang tersebut.
.
"Neji-senpai! Kau mengagetkan ku tahu!" Gerutunya, mengelus dada.
"...Kau itu, makin aneh saja akhir-akhir ini." Geleng pemuda itu, menatap Sakura yang mengernyit heran. "Apa yang membuatmu tertawa seperti itu? Apa kau tidak tahu, orang-orang bisa menganggapmu gila tahu?".
"Heh, biar saja, yang penting kan aku tidak gila." Ucapnya kembali berjalan.
Berbeda dengan sakura kembali berjalan, Neji yang melihat pun mulai berjalan kembali disampingnya. Diliriknya sekilas gadis itu yang memasang wajah datar. Entah kenapa sikap gadis ini bisa berubah. Padahal saat mereka kecil, gadis ini begitu lucu. Mengikuti dirinya terus kemana-mana.
"Kenapa kau tidak menungguku? Bukankah sudah kubilang kita pulang bersama?" Tanyanya heran.
"Malas." Jawaban datar keluar dari bibir itu.
"Hah, kau ini. Tidak biasanya kau malas menjemputku dikelas. Kenapa?! Apa ini gara – gara Uchiha itu?" Senyumnya melirik gadis itu yang berhenti berjalan.
.
Ah, ternyata benar, Gadis ini benar-benar gampang untuk dibaca. Kembali dipandangnya gadis itu yang kini merengut kesal. Memukul dirinya, seakan-akan tidak suka nama itu disebut. Padahal, ditutupi bagaimana pun dirinya selalu tahu. Bahwa gadis ini selalu mencuri-curi pandang pada pemuda itu. Membuatnya mengepalkan tangannya, sebelum akhirnya tersenyum.
"Iya-iya maaf. Aku kan bercanda" Tawanya.
"Kau dan Ino sama saja. Sama-sama menyebalkan!" Gerutunya tidak suka. Neji hanya tersenyum mendengar kalimat yang dilontarkan Sakura.
.
Kembali dilihatnya gadis itu berjalan. membuatnya menghela nafas. Suasana sunyi pun kembali mengisi perjalanan keduanya hingga tiba dirumah masing - masing. Rumah Neji dan Sakura tidak begitu terlalu jauh, hanya dipisahkan oleh beberapa rumah dan berseberangan. Neji biasa menjemput dan mengantar Sakura terlebih dahulu agar dapat pergi ke sekolah bersama-sama.
Neji dan Sakura adalah teman bermain sejak kecil. Rumah Neji yang bergaya tradisional dan memiliki taman yang cukup luas itu digunakan mereka untuk bermain sehari-hari. Sedangkan rumah Sakura bergaya semi modern. Orangtua Sakura masih menyukai estetika dari rumah bergaya tradisional. Terkadang Neji datang berkunjung ke rumah Sakura menemani Orangtuanya. Disaat itulah Sakura akan mengajak Neji untuk bermain dengannya.
Waktupun terus berlalu, Sakura yang selalu membuntuti Neji kemanapun sedikit demi sedikit berhenti mengikutinya. Bukan karena mereka pernah berselisih, melainkan usia mereka yang mulai beranjak dewasa. Sakura sudah tidak bisa sembarangan masuk ke kamar Neji, begitu pula dengan Neji, meskipun Sakura lebih sering datang ke rumah Neji dibandingkan Neji yang ke rumahnya. Kini yang dapat mereka lakukan hanya bertemu sebelum dan sesudah sekolah yang sedikit demi sedikit menimbulkan jarak diantara mereka.
.
.
"Sakura," Gumam Neji di meja belajarnya.
Meskipun dihadapannya saat ini adalah buku pelajaran, tapi pikiran Neji melayang memikirkan Sakura. Iapun menghela nafasnya.
"Aku harus fokus!" Ucap Neji tegas pada dirinya, lalu berusaha untuk lebih fokus pada buku yang ada dihadapannya itu tapi tidak berhasil. Malam itu entah mengapa Neji sama sekali tidak dapat berkonsentrasi, seperti bukan dirinya saja.
Pikirannya saat ini terbayang saat Sakura terus memandangi Uchiha Sasuke secara diam-diam. Neji sendiri tak begitu mengerti akan perasaannya saat ini. Ia tahu bahwa ia kesal, tapi karena apa? Kenapa ia begitu kesal melihat Sakura memerhatikan orang lain? Kenapa ia begitu tak suka melihat Sakura memandang orang lain dibandingkan dirinya? Apa ia merasa kehilangan? Kehilangan akan apa?.
Pertanyaan demi pertanyaan terus bermain-main didalam kepala Neji. Ia begitu pusing akan pikirannya yang tak menentu itu. Ia masih tak dapat menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam kepalanya, padahal Neji bukanlah seorang yang bodoh. Ia cukup pintar dalam menganalisa sesuatu. Tak heran jika nilai-nilai pelajarannya selalu bagus. Tapi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Sakura yang terus berputar dikepalanya, ia tak dapat menjawabnya. Sepertinya ia membutuhkan orang yang lebih ahli dari dirinya untuk dapat menemukan jawaban-jawaban tersebut dan Neji membutuhkan aspirin saat ini, karena kepalanya terus berdenyut-denyut.
.
.
tbc
.
.
GieZa : Loh abis yah...Nih fict apaan sih kok, segini aja.
Yuki : Ye, mana tahu...yang nyuruh sampai sini siapa coba...
GieZa : Siapa?
Yuki : yaelah, gak nyadar nih anak*geleng2kepala* dari pada saya strees mikirin temen saya. review please!
Gieza : kok yuki ngomong sendiri sih..
Yuki : GUE NGOMONG MA READERS KALI!
Gieza : oh... kok Yuki... *disumpalsamaSaku*
Sakura : berhubung Author yang paling berisik udah disumpal jadi*lirikYuki*
Yuki : oke silakan kritik dan sarannya. kalau bisa sih kritiknya gak usah sadis2. hehehe
GieZa : Maaf yah, kalau masih ada Typo *NgelepassumpalanSakura*
