Daijoubu desu ka? (Ayo Kembali ke Night Black)

Roko dan Tadatoshi Fujimaki

Penulis tidak mendapatkan keuntungan materil bahkan komersil apapun dari pembuatan fanfiksi ini.

Pairing : Akashi Seijuuro X Kuroko (Aikoku) Tetsuya

Genre: Romance / Luka / Comfort / Drama

Rate : (mungkin) M :)

Warning : typo (dimana2)/ OOC/ terlalu lebay/ alur terlalu nyiput (siput?) dan lain-lain hahaha

Summary : gelapnya malam (Night Black) kembali menghampiri Akashi dan Kuroko/ melalui hubungan saudara tiri/ seorang penulis bayangan mempersembahkan sebuah opera sabun untuk membalas keluarga besar Akashi/ hingga keduanya terlempar kembali pada memori gelap yang telah melukai mereka saat itu dan saat ini/ persimpangan manakah yang akan berdua pilih?

Sebuah ruang gelap tanpa penerangan. Seseorang menggunakan masker untuk menutup setengah wajahnya. Menyisakan mata yang berkilau karena sinar bulan diluar gedung. Tak ada penghangat ruangan. Semua terasa dingin dan sunyi. Terdengar gesekan benda logam pada dataran rata seperti kayu. Sayup-sayup terdengar sebuah suara rintihan tertahan akibat mulut yang dibekap. Seolah menjeritkan kata, 'ampuni aku!"—"jangan bunuh aku!". Sepersekian menit dalam kesunyian malam—sebuah mtebasan benda tajam bersarang pada jantung si mulut yang dibekap. Satu sayatan menghentikan kerja jantung. Cairan merah tanda trombosit, mengalir menetes dari ujung benda tajam. Sebuah sarung tangan warna gelap ikut terkontaminasi warna trombosit yang—sedikit anyir. Ada seringai di dalam masker penutup wajah. Dan ada air mata pada mata si 'tersayat'. Ada tangis pada mata biru langit yang sedang menunggu kehadiran seseorang seraya duduk menyesap teh hijau. Tangannya lunglai mendekap tubuh sendiri. Sekali lagi ada tangis di tempat yang berbeda.

Akashi masih saja ingat—sangat ingat, bagaimana sang ayah—Akashi Masaomi—mengatakan bahwa ia ingin menikah kembali. Bukankah itu berarti bahwa ayahnya telah berusaha untuk melupakan sang ibu yang telah meninggal 20 tahun yang lalu, tepatnya ketika Seijuuro berumur 5 tahun. Ini benar-benar suatu hal yang sempat menohok dada Seijuuro. Ayahnya memang tidak bisa dibilang muda, usianya telah mencapai kepala lima, namun perawakan tubuh yang atletis serta kulit yang tampak terawat, memperlihatkan sosoknya yang tampak seperti berumur kepala empat-atau mungkin kepala tiga?

Pagi ini Seijuuro masih merenungi keputusan sang ayah seraya mencoba menyelesaikan semua proposal yang bertubi-tubi datang. Ya, sejak dua tahun terakhir ini Seijuuro telah diberi wewenang untuk menjadi CEO di perusahaan sang ayah—Akashi corp.

Beberapa jam yang lalu, Akashi yang terkenal selalu menyimpan masalahnya seorang diri pun sempat mencoba 'curhat' atau lebih tepatnya memerintahkan orang lain untuk mendengarkan kisahnya. Paman Nijimura (adik kecil ayah Seijuuro) menjadi pilihan sebagai orang yang dipercayainya untuk mendengarkan keluhannya seputar sang ayah yang akan menikah lagi.

"lagi?", tanya Nijimura setelah mendengarkan curhatan sang keponakan yang penuh keabsolutan yang bahkan kakaknya-Akashi Masaomi, ayah Seijuuro pun tidak mampu melawan keabsolutan keponakan yang kini sangat tumben curhat kepadanya.

"hahaha...kupikir aniki memang masih memiliki jiwa muda", lanjut Nijimura dengan tetawa. Sedikit tidak percaya dengan tuturan sang keponakan yang meskipun sangat tidak mungkin bagi seorang Seijuuro untuk berbohong namun ini 'mengejutkan'!.

"tapi Sei-chan, mungkin ada baiknya aniki menikah lagi kan? Sudah sepuluh tahun lebih dia sendiri. Hidup sendiri adalah sebuah kebosanan dan jalan tercepat untuk merasakan kematian. Kau tahu, bukan? Ku pikir kau sudah dewasa jadi paham dengan masalah hati semacam ini, Sangat tidak mungkin jika nanti kau jadi cinderella, kan?", lanjut Nijimura dengan wajah serius selayaknya seorang paman yang menasehati keponakan yang hanya berjarak umur 5 tahun.

Seijuuro tidak pernah berfikir akan menjadi cinderella atau anak hasil kekejaman ibu tiri lainnya, yang dia takutkan hanya satu, bagaimana jika Otou-sama melupakan sosok Okasaa-sama nya?, pikir Seijuuro dalam hati.

"melupakan ibumu adalah hal tersulit bagi aniki, aku yakin itu.", kata Nijimura lagi seolah mengetahui kecemasan Seijuuro mengenai pernikahan sang aniki-ayah Seijuuro.

Mendengar penjelasan dan nasehat dari paman mudanya membuat Seijuuro tidak langsung merasa ikhlas dengan keputusan otousan nya yang ingin menikah lagi. Makan malam bersama keluarga 'barunya' pun akan dilaksankan nanti malam. Ini yang menjadikannya semakin tertekan. Pandangan Seijuuro berpaling pada kegiatan cafe yang digunakannya untuk melakukan sesi curhat. Matanya mencoba untuk me-refresh kan otak yang pening dengan melihat para maid yang sedang melayani para tamu. Maid? Cafe maid? Jangan cela Seijuuro yang sedang berada di cafe maid, ini pilihan Nijimura yang berlebel sebagai penyuka maid atau bahkan telah memasuki fase 'hentai', pikir Seijuuro.

Tiba-tiba matanya menemukan keberadana seorang maid dengan warna rambut seperti langit di musim panas. Menyejukan, kata Seijuuro dalam hati. Maid biru langit itu berjalan kearahnya, dengan gaun yukata berwarna senada dengan rambut dan... matanya, dia berjalan dengan sangat hati-hati seolah-olah dia bisa saja jatuh dengan mudah. Tak terasa, Akashi mendecakkan lidah tanda tertarik dengan objek tersebut. Matanya tetap tidak beralih dengan objek biru langit musim panas. Ada semacam de-ja-vu yang menghinggapi Seijuuro, tapi dia tak pernah tahu kapan hal seperti ini pernah terjadi, atau sekedar objek yang sama?

Satu detik, dua detik, Nijimura sedang pergi untuk ke kamar mandi. Seijuuro masih mengamati maid biru langit yang tampak disibukan dengan yukata yang melilitnya. Sayup-sayup terdengar musik lembut mengalun dari meja bar. Namun perhatian Seijuuro telah seluruhnya terpacu pada detik-detik ketika maid biru muda tersebut berusaha berjalan dengan baik-baik saja. Terus pada detik berikutnya. Namun pada detik selanjutnya ...

"Huwaaaaaa!", teriak maid biru muda yang jatuh menuju ke arah Seijuuro yang kebetulan masih memandangi maid biru langit yang kini melucur kearahnya. Dengan tangan kirinya, Seijuuro menangkap tubuh maid biru langit yang hampir menyentuh lantai. Tubuh yang tidak terlalu kuat, lembut seperti porselen.

"gomen nasai! Saya benar-benar minta maaf tuan!", kata maid biru langit yang kini berdiri sembari membungkuk ke arah Seijuuro.

"apakah tuan terluka?", kata maid yang memiliki mata aquamarine dengan nada khawatir.

"apakah kau seorang maid? Bagaimana kinerja mu?", kata Seijuuro dengan sarkastik. Tampak Seijuuro merasakan sakit pada pergelangan tangannya yang sempat digunkan untuk menangkap tubuh si maid. Maid biru muda masih saja terdiam hingga seorang wanita berpotongan rambut cepak datang menghampiri maid biru muda tersebut.

"daijoubu, Aikoku-kun? ", kata wanita tersebut.

"aku baik-baik saja Aida-san, tapi tuan yang menolongku...", belum sempat kalimat maid biru tersebut selesai Seijuuro telah memotongnya.

"apakah dia pegawai di sini? Bagaimana kalian mengajari pegawai di sini? Jika memang tidak terbiasa dengan yukata, jangan memaksa untuk dipakai, untung saja tidak ada masalah dengan ku bagaimana jika pengunjung yang lain." Cerocos Seijuuro tanpa menatap si biru langit yang sedang memasang wajah takjub.

"gomenasai, tuan. Dia hanya pekerja paruh waktu-sebagai ganti rugi kami akan memberi gratis pada semua pesanan anda, bagaimana?", kata wanita yang menjabat sebagai manajer di cafe maid tersebut.

"Aida-san...", kata maid biru tidak setuju dengan keputusan yang dibuat oleh manajer nya. Menilik semua pesanan pemuda yang menolongnya ada semua hidangan grade 1+ untuk hari ini

"baiklah", kata Seijuuro seraya pergi meninggalkan Nijimura yang masih ditoilet. Aku akan megirimkan pesan kepadanya nanti, kata Seijuuro dalam hati.

Jika boleh menyalahkan, Tetsuya ingin menyalahkan Aida Riko yang menduduki sebagai manajer cafe maid yang sedang di tempati nya demi keberhasilan novel ke delapannya atau ke tiganya. Kesalahan fatal Aida-san –panggilan Tetsuya untuk Aida Riko—adalah merubah tema cafe dari 'musim panas kappa' menjadi 'yukata kawai'. Tetsuya memang tidak pernah menggunakan yukata sejak dia masih kecil, jadi wajar dia menolak karena takut akan jatuh dan sebagainya. Sesuai dugaannya, hari ini dia jatuh di depan pengunjung berambut merah yang sangat dia ingat. Meskipun, yukata bukanlah satu-satunya alasan dia terjatuh.

Ada beberapa hal yang patut disyukuri, jika ingin terhibur hati-saat itu dia tidak membawa baki berisi pesanan pengunjung, dia hanya berjalan untuk meringkasi meja di belakang si rambut merah—yang sebenarnya ia kenal—jadi sirambut merah tak perlu berkotor ria. Demi kumis tebal kucing angora, kakinya terserimpat yukata yang ia kenakan. Dan sosok merah itu menolongnya dengan tangan kirinya yang bebas.

Jika boleh Tetsuya mengatakan, ini adalah takdir. Bukan hanya kebetulan yang berjalan menghampiri lalu pergi tanpa berbekas. Tetsuya yang kini memilih melamun di samping pembuangan sampah, berpikir bahwa akan ada saat mereka akan bertemu lagi menyelesaikan apa yang seharusnya terselesaikan 20 tahun yang lalu. Permasalahan yang melibatkan orang terkasih Tetsuya, serta moment dimana hampir semuanya berakhir. Senyum seringai menggantung samar pada wajah datar Aikoku Tetsuya yang telah membuang nama belakangnya—kuroko, menyiratkan kebencian dan kesakitan?. Tanpa Aikoku sadari, di ujung gang tempat Tetsuya berdiri melamun, sosok merah dengan aksen gelap memperhatikannya seraya menghisap rokoknya kuat-kuat.

Tampak ruang makan dengan aksen Perancis telah disiapkan sedemikian rupa. Meja kaca dengan aksen klasik berwarna pohon tampak diramaikan dengan lilin-lilin serta peralatan makanan yang tidak dapat dikatakan sederhana meskipun dengan kesan minimalis yang kalem. Tapi jujur—mereka tampak mewah, sangat mewah. Hidangan yang disahikan pun tidak tanggung-tanggung, selain makanan mewah seperti cocktail, terdapat pula makanan tradisional simbol pernikahan dan tahun baru. Di depan masing-masing orang telah tersaji nasi kacang meraah Azuki atau biasa disebut sekihan. Seijuuro tersenyum melihat sajian yang jarang dia temui. Terakhir dia meneui makanan ini adalah ketika dia berkeunjung kerumah bibi Hisagi kala kakak sepupunya—Kiyoshi Teppei—menikah.

Belum selesai dengan kejutan nasi kacang merah, dilihatnya pula sajian ikan berwarna sedikit kekuningan yang dibungkus dengan rumut laut. Jangan panggil Seijuuro jika dia tidak tahu, itu adalah kazunoko—makanan yang menjadi simbol kesuburan. Dulu, ibunya menyajikan makanan ini kala tahun baru datang. Seijuuro kembali melirik pada salah satu ujung meja makan, tampak seorang laki-laki tua berumur 50tahunan duduk dengan senyum merekah. Matanya yang hitam berbinar, seolah Santa Claus, akan datang dan membagikan kado hadiah pada malam membahagiakan baginya.

Disisi kanan laki-laki berumur tersebut, duduk seorang laki-laki berumur 30tahunan. Dengan rambut hitam cepak, sebuah jas hitam dikenakannya dengan sederhana namun tampak berkelas. Matanya tampak tertuju pada sosok merah yang duduk di sebelah kirinya. Dia lah Akashi Seijuuro, dengan kemeja merah yang dipadu dengan jas tuxedo berpita kupu-kupu hitam tampak elegan pada tubuhnya yang terawat. Namun, sebuah perban tampak melilit anggun di pergelangan tangan kirinya. Inilah yang membuat Seijuuro terus uring-uringan kepada Nijimura yang menurutnya menjadi salah satu penyebab dirinya terluka.

Alkisah, Seijuuro meyakini bahwa jika saja Nijimura tidak pergi ke toliet maka ketika maid biru muda terjatuh kearahnya maka Nijimura lah yang akan menolong si biru muda sehingga Seijuuro tidak perlu repot-repot menolong dan membiarkan tangannya terkilir. Kesalahan fatal lainnya adalah, seharusnya Nijimura tidak mengajaknya bertemu di cafe maid tempat maid biru muda bekerja!

Akashi Masaomi berdehem, membuyarkan kejengkelan Seijuuro pada Nijimura. Tanganny terlipat anggun di depan dada. Menopang dagu, membiarkan sipemilik dagu mengedarkan pandangan kepada enitas Seijuuro yang memiliki warna merah serupa dirinya. Masih bisu tak bergeming, seulas senyum tergantung pada bibir Masomi.

"kalian berdua tahu bukan sepenting apa wanita ini nantinya. Mungkin aku terlalu egois karena tidak membicarakan terlebih dahulu dengan kalian berdua-terutama kau, Sei-chan", suara Masomi akhirnya memecahkan kebisuan atas keberadaan mereka bertiga.

Tak ada tanggapan berarti dari Seijuuro berkaitan dengan intro speech dari Masomi yang tercatat sebagai ayahnya. Pandangan Masaomi beralih pada adik termudanya, Nijimura. Seolah meminta pendapatnya sebagai formalitas percakapan sebelum makan malam bersama 'istri barunya'. Nijimura yang sadar dengan tatapan dari aniki nya hanya mengngkat bahu.

"aku hanyalah adik muda mu nii-sama , jadi kupikir Sei-chan lah yang berhak berpendapat mengenai hal semacam ini", kata Nijimura seraya memainkan sendok garbu yang berada di depannya.

"Arigatou Nijimura, dan Sei-chan kuharap kau bisa mengikuti acaraku ini dengan baik. Otou-san berharap padamu", kata Masaomi menutup dialognya di atas meja makan tersebut. Jam masih berdetak menghantarkan keluarga menuju persimpangan arus waktu yang tak pernah mereka sangka. Seseorang di masa lalu yang telah menghapus identitasnya akan datang-menemani keluarga Akashi untuk makan malam dan melanjutkan pada hubungan tiri dalam satu atap. Waktu masih bergulir, menunggu sosok biru langit untuk datang menemani keluarga Akashi, memberipelajaran masa lalu yang telah di coba mati-matan untuk dilupakan. Ketukan pelan jari Akashi pada meja berdesain minimalis yang dibeli keluarga Akashi sepulang dari prancis dulu, menemani dentingan waktu yang sekali lagi sedang menunggu sosok yang Seijuuro sempat perhatikan.

Tiba-tiba terdengar suara langkah sepatu menuju meja makan. Seijuuro sadar, bahwa langkah itu dari arah belakangnya, raut wajah Seijuuro masih saja tenang. Dia hanya tak sabar menunggu sosok 'menyebalkan' yang mungkin akan menjadi 'musuh' dalam satu atap dengan Seijuuro. Jujur saja, Seijuuro masih belum bisa menerima alasan dari acara ini dilaksanakan. Hanya Masaomi yang menengokkan kepala untuk melihat sosok yang datang, senyum tampak merekah dari wajah awet muda tersebut.

"Sei... apa yang harus aku lakukan?", bisik Nijimura untuk berpura-pura bahwa dia gugup.

"pikirkan sendiri dengan nyawamu!", jawab Seijuuro dengan tajam. Menangkap tujuan jahil dari Nijimura—pamannya.

"Konbanwa, Akashi Masaomi-sama! Maaf jika kedatangan kami terlambat", kata seorang perempuan yang belum Seijuuro lihat seperti apa wajahnya. Namun Seijuuro menebak ini adalah seorang perempuan dengan umur tidak kurang dari 40 tahun. Suara yang halus menyerupai-suara ibunya.

"tak apa sakura-san, kau belum terlambat, kami pun baru saja duduk", kata Masaomi seraya mempersilahkan tamu perempuan yang telah ditunggu sejak satu jam yang lalu. Seijuuro mendengus lirih, siapa bilang sebentar? Sudah lebih dari setengah tuan rumah menunggu tamu 'tak diinginkan untuk datang", kata seijuuro dalam hati.

Langkah kaki itu semakin mendekat, menuju kursi di seberang Seijuuro dan Nijimura. Seijuuro dan Nijimura masih saja duduk dan menunduk, menunggu aba-aba dari Masaomi untuk berdiri dan memperkenalkan diri. Seijuuro menebak bahwa terdapat dua entitas yang datang, jika begitu hanya ada dua kemungkinan. Satu sosok adalah 'calon' ibu tirinyasatu sosok yang lain kemungkinan adalah seorang pendeta atau 'calon saudara barunya'. Masaomi memang belum menjelaskan keluarga calon ibunya secara mendetail. Masaomi hanya menjelaskan bahwa 'calon ibunya adalah seorang yatimm-piatu, ayah dan ibunya meninggal sejak "calon ibunya" masih anak-anak.

Dua entitas yang menurut seijuuro akan menjadi anggota keluarga yang merepotkan, hanya menarik kursi tanpa mengambil duduk. Seijuuro tahu bahwa ini adalah waktunya dia memperkenalkan diri.

"Sakura-san, perkenalkan mereka berdua adalah anak dan adikku, disebelahkanan dengan surai hitam adalah adikku, Akashi Nijimura dan disebelah kiri dengan surai merah adalah anakku Akashi Seijuuro", kata Akashi Masaomi. Mendapat komando, Nijimura dan Seijuuro mengambil posisi berdiri dan mengedarkan posisi kearah lawan perkenalan mereka. Nijimura berseberangan dengan sosok cantik biru langit, yang dipanggil Sakuran-san oleh Masaomi-dialah calon ibu Seijuuro. Seijuuro sendiri berada di depan entitas lain yang mungkin Seijuuro sebagai pendeta atau mungkin anaknya. Namun sebelum Akashi mampu memproses sosok biru langit yang lebih mungil di depannya, suara Nijimura terdengar memecah denting jam di ujung ruangan.

"TETSUYA!"

Bersambung... -

Halo minna! Perkenalkan saya Chuuzu! Fujos baru yang paling demen sama Akakuro (tapi seneng juga kok sama IchiRuki, dan NaruHina) tapi sementara ini baru bikin fic AkaKuro dulu ya? ;)

Chuuzu ucapkan "itadakimasu!" dengan fict PERTAMA saya. Jujur saya adalah silent reader yang sering terbang di fict-fict para senpai :D hahaha dan kali ini saya menghidangkan tudung saji dengan genre romance. Sangat OOC banget, terlalu melow bahkan alur lemot yang kelewat molor semacam siput lagi capek jalan? haha. Buat para senpai dan sensei sekalian atau readers baik hati sekalian, sangat saya harapkan kritik dan saran demi kepuasan bersama dan tempat belajar saya J. Akhir kata—ARIGATOU GOZAIMASU ! J

Halo minna! Perkenalkan saya Chuuzu! Fujos baru yang paling demen sama Akakuro (tapi seneng juga kok sama IchiRuki, dan NaruHina) tapi sementara ini baru bikin fic AkaKuro dulu ya? ;)

Chuuzu ucapkan "itadakimasu!" dengan fict PERTAMA saya. Jujur saya adalah silent reader yang sering terbang di fict-fict para senpai :D hahaha dan kali ini saya menghidangkan tudung saji dengan genre romance. Sangat OOC banget, terlalu melow bahkan alur lemot yang kelewat molor semacam siput lagi capek jalan? haha. Buat para senpai dan sensei sekalian atau readers baik hati sekalian, sangat saya harapkan kritik dan saran demi kepuasan bersama dan tempat belajar saya :).

buat yang berkenan pula memeberi 'les privat' untuk cara upload dan sebagainya di fanfiction ini. jujur saya ini masih kouhai. :'( Akhir kata—ARIGATOU GOZAIMASU ! :)