Hai, everyone!
Anne muncul lagi, nih. Lama banget nggak ada tulisan baru, ya? Udah kayak hilang dari peradaban perfanfictionan Indonesia. *Lebay banget!* ^_^
Hehehe.. Anne sengaja, soalnya takut banyak yang bosen sama Anne. Mau kasih jeda beberapa minggu gitu. Jadi nggak keterusan. Nah, berhubung selama ini kebanyakan Anne nulis soal kehidupan Harry, Anne mau coba nulis fic soal masalah keluarga Ron dan Hermione yang baru menikah. Jadi egonya masih pada tinggi-tinggi. Tahu sendiri bagaimana keduanya.
Ada beberapa masalah waktu Anne memutuskan tulis cerita ini. Anne niatnya mau buat fic genre young-adult yang bener-bener 'dewasa baru'. Awalnya mau kasih rate M. Tapi Anne pikir-pikir, unsur 'adult'nya masih sedikit dan terkesan main metafora. Jadi Anne pikir masih bisa menyensor beberapa hal yang berbau dewasa supaya bisa dinikmati kalangan usia remaja dengan cukup memberi rate T.
Ron sama Hermione yang akan bercerita di fic terbaru Anne ini. Oke.. semoga cerita Anne bisa menghibur.
Happy reading!
"Hai, semua!"
Suara perempuan muncul dari balik pintu masuk yang terbuka. Sosoknya mulai terlihat dengan blazer rajutan panjang dipadukan bersama dress selutut. Badannya berisi, tampak dari pipinya yang tembam. Gaya rambut merah khas keluarganya membantu menyamarkan sedikit bentuk wajahnya lebih tampak tirus.
Di belakangnya, pria berkacamata tampak kesusahan masuk akibat tas besar yang ia kaitkan di lengan kiri sementara kedua tangannya menggendong erat sosok munggil dari balik selimut hangat berwarna biru. Sesekali makhluk kecil itu menggeliat tak nyaman, membuat si pria yang menggendongnya harus memberikan perhatian cepat untuk tahu apa yang sedang terjadi.
"Merlin! Kau datang, Ginny? Kau yakin sudah kuat? Kau baru lima hari yang lalu melahirkan!"
"Aku tak apa-apa, Parvati. Healer yang merawatku bilang aku sudah cukup kuat untuk beraktifitas. Aku harus datang, aku juga ikut andil menyiapkan pesta ini, bukan?"
Gerombolan para ibu menyambut kedatangan Ginny dengan suka cita. Saling sapa, berpelukan, dan tak lupa cium pipi kanan-kiri. "Apa si James juga ikut?" tanya si pemilik rumah, Luna Scamander.
"Ya, dia sedang dibawa Harry. Oh.. ada apa dengan dirimu, Luna? Benda itu, kan—" Ginny menujuk benda transparan yang menutup area mulut dan hidung. Selang biru tertancap di tengah dan menyambung pada sebuah tabung oksigen kecil di samping sofa yang ia duduki.
Tangan Luna membuka masker oksigen dari wajahnya. Dengan napas satu-satu, ia menjawab, "mereka membuatku susah bernapas, Ginny. Setiap malam mereka seperti bergantian menendang paru-paruku. Untung Rolf mendapatkan ini saat ia mampir ke tempat Muggle penjual obat," kata Luna sambil mengelus dengan arah memutar perutnya yang sangat besar.
"Derita calon ibu anak kembar," sahut Fleur bijak. "Dulu waktu aku hamil Louis juga begitu, berbeda dengan dua anak perempuanku yang lain. Saat mengandung Louis, aku susah sekali bernapas. Setiap malam sampai aku tak bisa tidur. Kata Bill, ia menebak kalau aku mengandung bayi laki-laki karena bayinya suka sekali menendang. Dan benar saja, Louis lahir. Mungkin mereka laki-laki, Luna," lanjutnya diikuti teriakan setuju dari beberapa wanita lain.
Para ibu saling bercerita tentang masa-masa mengandungnya yang seru. Acara baby shower yang terselenggara akibat hasil tukar pendapat selama arisan para wanita itu memang tepat sekali. Rumah Luna kini penuh sesak dengan kado dan meja-meja penuh makanan. Pesta baby shower khusus untuk calon ibu, Luna Scamander.
Dan Luna sangat suka acaranya.
"Lalu bagaimana dengamu, Gin? Apa James sudah menunjukkan jiwa-jiwa tukang jahil seperti namanya sejak masih di kandunganmu? Bayangkan saja, nama dua kakeknya yang super jahil disandang sekaligus," giliran Angelina yang bertanya.
Luna hanya bisa megangguk sepaham dengan pendapat Angelina. Masker oksigennya sudah terpasang lagi setelah menjawab pertanyaan dari Ginny tadi.
Ginny terkikik, "kau benar, Angelina. Aku tak bisa membayangkan apa jadinya saat dia sudah besar nanti. Mungkin akan jadi keponakan kesayangan suamimu. James sudah hobi sekali mengerjai aku dan Harry setiap hari. Bahkan aku jadi sasaran omelan Harry tiap aku meminta hal-hal aneh yang sama sekali jarang aku suka. Bawaan bayi, mau apa lagi," gerutu Ginny.
Parvati dan Padma yang juga ikut hadir sampai terpingkal karena ekspresi Ginny yang akhirnya merasakan susahnya jadi ibu.
"Tapi syukurlah, Harry ikut membantuku mengurus James. Sampai aku heran, Harry jadi langsung lembut saat sudah berdekatan dengan James. Dulu aku sempat takut jika Harry kesusahan mengurus bayi karena kesehariannya lebih akrab dengan penyihir gelap, penyerangan, dan semua hal berbahaya lain. Rupanya ia malah lebih cekatan saat James terbangun tengah malam,"
Ginny baru saja melahirkan putra pertamanya dengan Harry. James Sirius Potter, lahir sehat lima hari sebelum pesta baby shower yang ia rancang dengan para sahabat wanita lainnya. Pagi hari saat Ginny akan berangkat memesan kado untuk Luna, tiba-tiba Ginny merasa kontraksi dan segeralah Harry membawanya ke St. Mungo.
Hermione tersenyum, "saat punya anak, orang tua memang dituntut untuk lebih pintar, Ginny. Itu yang sempat aku baca di buku kedokteran Dad,"
Susah payah, Luna menarik tali elastis yang membantu masker oksigennya menutup mulut dan hidungnya. "Nah, bagaimana dengan dirimu, Mione? Sudah ada tanda-tanda belum?" tanya Luna dengan gaya khas innocent-nya.
Hermione hanya tersenyum simpul dan.. menggeleng pelan. Hatinya kembali sesak.
"Suatu saat nanti, akan ada yang membangunkan kau dan Ron tiap malamnya. Bersabarlah, mungkin waktunya belum tepat," Ginny menenangkan Hermione yang tampak berusaha tegar.
Di antara para sahabat wanitanya itu, tinggal Hermionelah yang belum memiliki buah hati. Padahal ia dan Ron lebih dulu menikah dibandingkan Ginny dan Harry. Tapi.. hanya butuh beberapa bulan saja setelah pernikahan, kabar kehamilan Ginny mengudara dan saat satu tahun lebih usia pernikahan bungsu Weasley itu, lahirlah James jadi anggota baru keluarga Potter dan tentu saja Weasley.
"Ya, mungkin belum waktunya aku jadi seorang ibu,"
Di sudut para pria, Harry dan baby James disambut sama hebohnya oleh para suami lain yang ikut mengantar istri-istri mereka. George lebih dulu mendekat dan melihat James dari gendongan Harry.
"Sempurna, Harry! Dia tampan sekali," katanya.
"Thanks, George. Semoga pujianmu tadi tak membuatku luluh untuk membiarkan James jadi muridmu sebagai pembuat keonaran saat dia besar nanti," Harry mengancam.
"Kau meragukanku? James memang tampan, ya walaupun masih tampan aku.. beberapa persen," seru George. Merasa dibicarakan, James terbangun dari tidurnya.
Rolf yang tadinya duduk di sisi Ron ikut berdiri bersama Neville, "hati-hati, Harry, jangan percaya George," kata Neville. Ia datang sendiri, Hannah, sang tunangan, sedang sibuk dengan ujian healernya.
"Wah, Harry.. kau sudah lihai juga menggendong bayi. Aku masih ragu apakah aku nanti bisa menggendong anak-anakku sendiri,"
"Rolf, kau bagaimana, sih? Sebentar lagi kau akan jadi ayah. Dulu aku juga ketakutan. Membayangkan bayi kecil yang masih ringkih itu apakah mampu aku gendong dengan baik. Saat James lahir, bahkan ketakutan itu semakin parah—"
"Baby blues!" potong Rolf, "aku pernah membaca buku Muggle, katanya seperti itu istilahnya,"
Bill ikut bergabung setelah membantu anak-anaknya untuk bermain di halaman belakang. Sebagai ayah senior, Bill lebih banyak memberikan saran-saran untuk Harry, si ayah baru, dan Rolf, si calon ayah.
"Asalkan kalian tulus, naluri ke-ayah-an kalian pasti akan muncul. Bayi itu darah daging kalian sendiri, secara alami naluri kalian untuk melindungi akan timbul. Wajar saja jika masih takut-takut, lama-lama akan terbiasa," tutur Bill meminta Harry untuk menyerahkan James agar ia gendong.
Pelan-pelan, mulai dari bagian pundak dan leher James kini berpindah dari gendongan Harry menuju gendongan Bill. Tampak sekali dari cara Bill mengambil alih James dari Harry, Bill benar-benar sudah khatam cara-cara menjadi ayah baru yang baik.
James kini jadi pusat perhatian para pria di bawah komando Bill. Harry sedikit lega karena terbebas dari James. "Lelah juga menggendong sejak tadi," gerutu Harry sambil duduk di sisi Ron.
"Hai, ayah baru. Capek, ya?" tanya Ron tiba-tiba.
"Begitulah.. namanya juga baru punya bayi, dinikmati saja. Nanti kalau sudah besar, dia akan bisa mengurus dirinya sendiri. Sekarang giliran aku dan Ginny yang apa-apa harus mengeceknya. Apa lapar, mengantuk, pup, pipis atau—"
Suara Harry tertahan menyadari Ron tak mengindahkannya. Ron melamun.
"Kau kenapa, kakak ipar?"
"Kira-kira aku kapan ya, Harry?"
Ron mengamati James yang kini sudah ada di gendongan Rolf. Bill dengan sabar mengarahkan Rolf untuk bisa mengendong bayi dengan benar. Seru sekali para ayah itu. Sementara Harry, ayah James sendiri, dibuat ketar-ketir melihat anaknya jadi media pembelajaran para ayah yang baru belajar mengendong bayi. Apalagi saat kepala James hampir saja tak tersangga oleh lengan Rolf, di kepala Harry muncul bayang-bayang leher James patah sampai kepala James putus.
Sindrom baby blues Harry kumat.
"Aahh.. kapan apanya? Kau ke sana saja, gantian dengan Khan, suami Padma ternyata cekatan juga menggendong bayi. Gendong James menurut cara-cara yang diajarkan Bill tadi. Dia memang hebat mengurus anak," Harry menenggak segelas koktail.
"Bukan—" Ron mengkoreksi. Harry sadar, nada suara Ron terdengar lemah sekali, "bukan itu. Tapi bayi. Kapan aku punya bayi?"
Pelan dan lirih, Ron akhirnya mengungkapkan perasaan terdalamnya pada Harry.
"Ron—"
"Aku sudah mengira akan seperti ini, Harry. Atmosfernya tidak enak,"
Canggung segera dirasa Harry. Duduk di dekat Ron tiba-tiba memunculkan rasa iba pada kakak iparnya yang satu itu. Ya, Harry paham bagaimana keinginan Ron terbesar saat hari-hari ia akan menikahi Hermione.
"Aku ingin dipanggil Daddy, Harry," itu yang dikatakan Ron semalam sebelum pemberkatan pernikahannya. Wajahnya penuh pengharapan besar.
Suara para ibu mendominasi acara pesta baby shower Luna. Sedangkan para ayah sibuk mendapat seminar parenting bersama Bill.
Hati Ron bak dipermainkan. Satu sisi ia harus ikut bahagia dengan pasangan Rolf dan Luna yang akan memiliki bayi, ah lebih tepatnya bayi-bayi. Luna dipastikan akan melahirkan bayi kembar.
Hebat, kata yang sering diberikan untuk Rolf yang akan menjadi ayah dua bayi sekaligus untuk pertama kalinya. Padahal, usia pernikahan Rolf dan Luna tak jauh berbeda dengan pernikahan Harry dan Ginny, yang artinya.. Ron paling senior dibandingkan dua pasangan itu.
"Tak jadi masalah bukan kau datang ke acara ini? Ron," Harry menepuk pundak Ron pelan, "kau dan Hermione masih muda. Masih banyak waktu, kesempatan kalian memiliki anak masih terbuka lebar. 2 tahun—"
"Lebih!" koreksi Ron.
"Ya, lebih. Sedikit. Itu masih baru. Kalian hanya butuh waktu. Bukankah kesempatan kalian untuk lebih mendalami karakter masing-masing lebih banyak? Kehadiran anak akan sedikit merenggangkan keintiman kalian berdua, Ron. Hubungan kalian akan tercipta lebih dewasa saat kalian mendapatkan bayi nanti. Trust me!"
Jujur, Ron masih tak tenang.
"Hadiah Luna aneh-aneh sekali tadi. Aku melihat ada kado yang berisi tali suspender warna pink. Kalau Luna memakainya, dengan perut seperti itu ia akan terlihat seperti badut. Aku tak habis pikir, wishlist Luna gila-gila."
Ron mengambil barang-barang dari dalam mobilnya sambil menggerutu. Hari sudah petang saat Ron dan Hermione sampai rumah. Acara pesta Luna berakhir dengan Luna yang harus masuk St. Mungo karena tabung oksigennya habis. Kalau tidak ada insiden itu, pasti pesta akan selesai esok pagi.
"Aku rasa hadiah kita memang yang paling sedikit masuk akal dari apa yang ia mau. Bukan begitu, Mione?"
Namun, yang Ron ajak bicara sudah berlalu masuk dalam rumah. Hermione terlihat berbeda sejak mereka berpamitan pulang. Ron yakin, akan ada malam kurang mengasyikan hari ini. Masih membawa kantung-kantung souvenir dari Rolf dan Luna, Ron berniat menyusul Hermione untuk membuat suasana hati istrinya itu lebih tenang.
"Hermione—"
"Aku baik-baik saja, Ron. Aku sudah bilang, kan—"
"Sudah kuduga pasti kau akan seperti ini. Mione, please! Tenangkan pikiranmu!" Suara Ron mulai meninggi.
"Kau tak tahu bagaimana posisiku sekarang, Ron!"
Menghela napas panjang, Ron melihat Hermione menangis. Sejak acara baby shower untuk Luna sepakat diadakan, Hermione dilanda rasa takut. Takut, hatinya akan tersakiti saat melihat sahabatnya berbahagia menyambut kehadiran calon buah hati mereka. Sudah cukup ia melihat kebahagiaan Harry dan Ginny saat di St. Mungo bersama James dan hari ini.. ia kembali harus merasakan perasaan yang sama.
Tubuh Hermione merosot di dinding kamar, "aku perempuan, Ron. Aku seorang istri. Aku ingin seperti Ginny memiliki James, aku juga ingin merasakan susahnya bernapas seperti Luna karena mengandung. Aku ingin ada sosok mungil yang lahir dari rahimku, Ronald."
"Kau pikir aku juga tak ingin?"
Ron masuk ke kamarnya, ia meletakkan beberapa barangnya di meja kamar dan mengambil piama dari dalam lemari baju. Sudah saatnya tidur, Ron cukup lelah secara fisik dan mental dengan perilaku Hermione seperti ini.
"Aku juga ingin menjadi ayah. Aku ingin ada anak di kehidupanku, di keluargaku, keluarga kita, Hermione." Ron menarik gagang pintu kamar bergegas ke kamar mandi. Sejenak, ia berbalik melihat keadaan Hermione.
Tak terlihat sama sekali inteligensi Hermione jika hatinya sudah tersakiti. Hermione tak ubahnya pasien gangguan jiwa yang bertahun-tahun diperbudak dengan perasaannya sendiri. Sulit bagi Ron untuk membuat Hermione kembali pada keadaan semula. Istrinya itu cukup kuat dengan egonya yang tinggi sejak kecil.
Ron tahu itu, "tapi—" napasnya sesak, "yang paling aku inginkan adalah kau. Apapun keadaanya,"
Untuk Ron, Hermione sudah cukup. Tapi bagi Hermione tidak. Dirinya masih belum cukup untuk Ron. Ia belum sempurna memberikan apa yang Ron inginkan sejak mereka menikah.
2 tahun yang lalu.
- TBC -
#
Masih belum bisa beri komentar apapun untuk chapter pertama. Sebenarnya Anne mau buat Hunger Game, tapi materi belum siap banyak. Daripada kalang kabut, Anne simpan dulu. Oh ya untuk fic ini Anne akan berusaha untuk update kilat loh. Doakan saja! Ya paling tidak tengah malam sudah update. Malam hari adalah waktu produktif Anne dalam menulis.. :)
Thanks buat yang sudah mampir membaca, semoga mengobati kerinduan kalian pada Anne *geer parah!* Jangan lupa review, ya! Mungkin review kalian bisa buat plot cerita Anne lebih 'ngena' kalau ceritanya juga berasal dari pemikiran kalian. Itung-itung sedikit membantu Anne. Hehehe.. :)
Thanks,
Anne x
