Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

Birthday fict special for Naruto-kun!

Dozo! Nanana~I will survive!

Seratus Persen

Story by: Light-Sapphire-Chan

Pairing:

Sasuke X Naruto

(Forever~!)

Rate: T. Tidak ada adegan berbahaya di sini! ^__~a

Disclaimer:

Mbah Masashi Kishimoto! Maafkan Light, karena membuka "Kejahatan" seorang Naruto di fanfict ini.

Keterangan tambahan:

Canon verse-yang kudu diragukan. POV yang berganti-ganti.

WARNING:

SHOUNEN-AI! OOCness! GAJEness! GARINGness! LEBAYness! –lirik fict sendiri-rasanya kok warning Light jadi nyasar ke fict orang lain?! BAGI YANG TIDAK SUKA DENGAN KELIMA "WARNING" DI ATAS, TERUTAMA WARNING PERTAMA, SILAHKAN TINGGALKAN PAGE FICT INI DENGAN MENEKAN TOMBOL 'BACK'! Sebelum muncul pikiran untuk memberi flame pada Light hanya karena pairing! Typo, dan keanehan lainnya.

.

Have a nice read! ~^__^~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Kau tahu Teme?

Semenjak tiga tahun yang lalu, sampai sekarangpun… Aku tidak pernah melupakanmu. Karena kau harus kembali ke Konoha, membawamu pulang, adalah tujuan hidupku. Semenjak kau pergi dariku.

Aku tidak pernah melupakan, bahkan kurindukan adanya… Seringai menyebalkanmu, tanganmu yang berada di atas kepalaku, dan kau ucapkan satu kata…

"Dobe."

Tapi, di atas itu semua… Aku tidak pernah melupakan satu kalimatmu, ketika hari berhujan itu. Di tempat di mana kita selalu berlatih bersama di tim tujuh. Sakura-chan belum datang, Kakashi-Sensei… Sudah jelas dan tidak perlu dipertanyakan kenapa ia belum datang. Hanya ada kau, dan aku.

Jengah dengan keheningan yang menyelimuti kita, akupun membuka percakapan denganmu, satu percakapan… Di mana tidak ada pertengkaran saat kita sedang bersama. Tapi aku, menyukai itu. Satu percakapan, di mana itu, selalu terngiang di pikiranku. Selalu kuingat, terukir di hatiku.

"Hujan! Mendokusei~ kenapa hari ini mesti hujan?!" Omelku saat itu, yang duduk bersamamu di bawah pohon, kebasahan pula…

Kau masih diam. Tidak berkomentar apa-apa, ta pi satu kilat kebencian mewarnai matamu. Dan aku, tidak suka itu.

"Kau suka hujan, Dobe?"

Aku menoleh ke arahmu. Ada sesuatu yang terasa janggal dalam suaramu, "suka. Karena hujan itu menyejukkan. Dan alampun membutuhkan air. Tumbuhan memerlukan air, dan itu didapat dari hujan. Siapa sih yang mau memberi air untuk tumbuhan liar?!" Entah kenapa mengucapkan kata 'liar' membuat suaraku bergetar seperti ini.

Dan kau tersenyum sinis seperti biasa, "kalau kau suka… Kenapa mengeluh? Menurutmu, hujan banyak keuntungannya kan?" Tanya balik pemuda yang ada di hadapanku dengan senyum sinisnya…

Tapi di mataku, terlihat miris. Senyum, seorang yang kesepian. Dia sama sepertiku… Walaupun pada kenyataannya, aku jauh darinya…

Aku mengangguk. Lalu mengulurkan tanganku, menyentuh titik-titik air yang tidak berhenti jatuh menerpa bumi… Merasakan sensasi dingin menyegarkan dari titik air itu. Merasakan kehangatan, dari seseorang yang ada di sampingku, kini.

Oh tidak! Apa yang barusan kupikirkan?

"Kau tahu Dobe? Di dunia ini, tidak ada satupun tindakan… Yang seratus persen baik. Tidak ada sesuatupun yang seratus persen baik."

Aku terdiam, tidak mengerti…

"Baka-Dobe. Seperti hujan tadi, tidak sesuatu darinyapun… Seratus persen baik. Kalau berlebih, hujan akan mendatangkan bencana… Banjir. Membuat orang repot seperti kita saat ini…" Kata Sasuke panjang lebar.

Seharusnya aku marah-jelas karena kau memanggilku 'Teme' ditambah 'Baka'. Dan membantah apapun yang kau katakan. Jangan lupakan kalau kita ini Rival. Tapi, mengeluarkan suara sedikitpun, rasanya aku tidak bisa. Kau terlalu aneh saat ini.

"Ingat dobe… Tidak ada sesuatupun di dunia ini, yang seratus persen baik."

Benarkah?

Mengertikah aku?

#***#

Dendam yang selalu kau simpan dari dulu, hanya dibalas dengan kasih sayang tanpa kata dari orang yang paling kau benci…

Benarkah kau benci? Rasanya tidak… Penyesalanmu, kini membawa dendam baru.

Menghancurkan Konoha.

Aku tahu, kau pasti datang ke Konoha, untuk membalaskan dendammu. Untuk kakakmu. Aku jadi iri pada kakakmu… Kau pasti sangat menyayanginya. Kok aku mendadak iri pada kakakmu yah?

Tapi aku selalu membawamu 'pulang', bukan untuk membalaskan dendam… Tapi menghilangkannya. Bukan untuk membunuhmu, bukan untuk menyakitimu, bukan untuk menyiksamu…

Aku sendiri bingung. Alasan apa yang membuatku terus membawamu kembali tanpa sebersitpun rasa ragu. Tanpa ada rasa lelah.

'Ikatan,' yang pernah kukatakan padamu kah, alasannya?

#***#

"NARUTOOOOOOOOOOO!!!"

Paduan suara itu membuat lamunan Naruto buyar, beberapa Shinobi laki-kaki di situ mengusap-ngusap telinga masing-masing. Paduan suara itu terlalu keras.

"E-eh! Ada apa?" Tanya Naruto kaget.

"Daritadi melamuuun teruuss! Melamunkan apa sih?" Tanya balik Tenten, mewakili segenap pertanyaan dari para Shinobi yang ada di situ…

Secara, semua Shinobi yang seangkatan dengan Naruto, kini diperintahkan Tsunade untuk menjaga calon Hokage itu. Takut Naruto akan diambil oleh Tobi alias Uchiha Madara. Untung saja Kakashi dan Yamato bergerak cepat… Lagi pula, Uchiha berkepribadian ganda yang satu itu, hanya ingin 'berbincang-bincang' dengan calon mangsanya.

Tentang Nindou Sasuke.

"Pasti sedang melamunkan Sa-" Sai yang sedang berbicara dengan senyum khasnya, didekap kuat-kuat oleh Shikamaru.

"Sa-?" Tanya semua yang ada di situ, kecuali Naruto.

"Sakura!" Jawab Ino semangat. Sakura menjitak Ino.

'Sa…'

'Sasuke…' Naruto mencelos.

"Mendokusei~ kenapa baik kau dan aku saling menyembunyikan, Sai?" Tanya Shikamaru.

"Hepashhhan… Hanganmu! Pffh! Daliiih, hanganku!" Kata Sai yang mulutnya didekap Shikamaru.

Mata Shikamaru menyipit, melepaskan kedua tangannya dari Sai.

"Haaah! Arigatou Shikamaru…"

Neji geleng-geleng, "kalian berdua ini sedang apa sih?"

"Ada hubungannya dengan Naruto," kata Shino. Sebenarnya ia tahu maksud Sai dan Shikamaru, bukan Sakura…

"Darimana kau tahu, Shino?" Tanya Chouji, situasi sedang genting dan serius, Choujipun mengerti itu. Tak ada keripik kentang di dekatnya. Mengunyah hanya satu keripikpun, tidak sama sekali.

Shino membenarkan kacamatanya, "tidak perlu jadi jenius, untuk memahami perkataan Shikamaru dan Sai. Ya kan… Naruto?"

Naruto terlonjak kaget, tidak biasanya… Shino berbicara panjang lebar seperti ini. "Ahaha… Apa maksudmu, Shino?" Sebulir keringat, turun perlahan di pelipis coklatnya, dengan senyum miring dan tawa canggung.

"Tidak perlu jadi jenius, tapi aku tidak mengerti…" Kata Kiba menyela.

"Aku juga tidak," kata Lee. Situasi benar-benar serius.

Naruto menelan ludah, "jenius?"

Suara tawa pelan, membuat semua berpaling. Hinata tertawa.

"Ada apa Hinata?" Tanya Sakura, mewakili segenap pertanyaan.

Hinata menatap Naruto, mata Amethyst-nya menyinarkan kepolosan, sebuah kejujuran… "Aku tahu kok… Siapa Sa-Sa tadi…"

Semua bergumam tidak mengerti.

Hinata menarik napas dalam-dalam, berusaha menghilangkan rasa gugupnya, sekali ini saja… Ia harus berhasil. "Yang pernah berpesan pada Naruto-kun. Jangan lupakan kata-katanya…"

Semua bengong. Naruto terdiam, "kalau seperti itu, banyak yang berpe-"

"Bukan," potong Hinata, "t-tapi, ya-yang… 'ingat, tidak ada sesuatupun di dunia ini, yang seratus persen baik.'"

Semua mengerjap-ngerjapkan matanya.

Kalimat itu… Kalimat itu… Mata biru Sapphire Naruto membesar, tak percaya, ia tak percaya… Mulutnya ternganga dan tertutup, ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak satu patah katapun meluncur dari Naruto sendiri.

Hinata memiringkan kepalanya, melihat reaksi Naruto. 'Dia pasti senang sekali. Kalau tahu Naruto tidak melupakan kalimat itu…' Hinata tersenyum.

"Hinata-chan… T-tahu darimana?" Suara Naruto tercekat, ia mencoba tersenyum.

Shikamaru, Sai dan Shino menghampiri Naruto. Lalu menepuk-nepuk bahu, punggung dan kepala Naruto… Sama seperti Hinata, merekapun tahu.

"D-dari orang, yang me-memberikan… P-pesan seperti i…-tu p-padaku."

'Dia kembali seperti semula,' pikir orang-orang yang berada di dekat Hinata saat itu.

Shino melihat ke atas, memandangi langit biru indah yang kini tertutup awan, menghitam. Angin berhembus kencang, bahkan, pohon-pohon besar, bergoyang kencang. Daun-daun yang terlepas dari tangkainya… Dan lengkingan serangga yang hanya bisa didengar telinganya. Menandakan satu hal…

"Aneh, tadi waktu kita berangkat-kabur maksudku, cuaca sangat cerah… Kenapa jadi gelap begini? Ini kan masih jam satu siang…" Naruto menghentikan lompatannya, dan berdiri di salah satu dahan pohon tertinggi.

"Biasanya, cuaca cerah, sebelum badai terjadi," kata Shikamaru yang ikut berhenti.

Semua menoleh ke arahnya, Shino mengangguk, "dan cuaca cerah ketika badai selesai menerjang. Roda kehidupan, siklus kehidupan yang tidak ada hentinya. Selalu terjadi, berulang-ulang."

Mendengar kata terakhir, ulangan dari Shino, membuat Hinata menepuk keningnya frustasi, bukan seperti dirinya memang… Tapi bagaimana lagi? Untuk pertama kalinya… Ia melupakan hal yang sangat penting, di mana, ia sudah berjanji pada Sahabatnya…

Jika sang 'Sahabat' tidak ada, tolong gantikan. Tidak dalam 'posisinya', tapi gantikan sebagai dirinya, Hinata Hyuuga. Tugas itu, membuatnya terikat janji dengan 'Sahabat'-nya itu.

Janji, jika ia tidak ada, tolong ucapkan, setiap jam dua belas malam atau tepat pergantian hari. Saat, matahari yang redup namun mencairkan satu dinding kedinginan yang tak tertembus apapun… Bersinar di saat malam, tanpa ada yang menemani.

#***#

Gelap…

Kenapa aku jadi bodoh? Aku kan memang selalu berada dalam kegelapan. Kegelapan berupa kebencian, yang sudah menjadi takdir, yah… Walaupun itu yang dikatakan Madara sialan itu kepadaku.

Sakit…

Ah, rupanya aku mulai gila. Tentu saja sakit. Kau lupa Sasuke Uchiha? Bukankah rasa sakit itu, sudah menjadi bagian dari dirimu? Bodoh. Buat apa kau merasakan sakit, jika sakit adalah kebiasaanmu?

Wajah itu, terpahat sempurna. Melenyapkan kegelapan, menarikku, ke dimensi lain. Mengingatkan aku, saat hari berhujan itu. Kenapa aku mengingatnya lagi? Kenapa kau ada lagi dalam pikiranku? Dan… Kenapa aku sampai begitu bersungguh-sungguh, untuk membunuh Danzou?

Kau tersenyum, membuatku semakin bersikap dingin. Dingin. Tidak tahukah kau? Kau tersenyum seperti itu, kau menyiksaku?

"Ingat dobe… Tidak ada sesuatupun di dunia ini, yang seratus persen baik."

Oh, bahkan kau tidak melupakan "dobe"-nya. Dan tanggapanku, hanya sebuah kedinginan, dan nada sinis, siap untuk membalasmu. Tidak lepas seperti kebiasaan kita waktu genin dulu…

Tapi kau sudah melanjutkan, "dan aku percaya, Tidak ada apapun di dunia ini, yang seratus persen jahat atau buruk… Sepertimu, Teme," entah kenapa, rasanya aku melihat sosokmu yang lain… Yang belum kukenal. Yang tidak aku mengerti.

Aku mengangkat sebelah alisku dengan malas, seolah tidak tertarik, "terus?"

"Aku percaya, kau masih punya perasaan, Sasuke-Teme."

Aku menutup mataku sejenak, lalu membukanya lagi, mempertemukan kedua mata kami, dan tatapan mata biru indah itu.

Aku tidak menjawab, kurasakan kehadiran 'Kakek' di belakangku, pasti dia yang menjawab… "Sasuke tidak punya perasaan, Kyuubi. Yang ia punya hanyalah kebencian."

Dan kau, hanya diam. Kenapa kau tidak membantah? Apa kau tahu jawabanku? Kau hanya tersenyum, menatapku…

'Aku memang tidak punya perasaan, tapi aku punya hati. Aku pu-'

"…-ke…"

"…-suke…"

"Hiks! Sasuke-kun…"

Suara itu sih, aku tahu…

Dan aku membuka mataku, hijau… Gelap. Dingin, titik-titik air hujan, menerpaku. Dan aku melihat sosok-sosok yang kukenal, Suigetsu, Juugo, Karin… Mereka memandangiku khawatir, bahkan Karin sudah menangis. Perempuan itu memang mudah sekali menangis…

"Kau baik-baik saja Sasuke?" Tanya Suigetsu lagi.

Aku tidak menjawab, aku menegakkan dudukku, bersandar pada pohon, rupanya hujannya sangat deras… Hujan. Ah tidak… Jangan lagi!

Karin mencoba mengobatiku, di bagian dada yang tadi terkena serangan Raikage itu, aku berjengit, "a-aw!"

Karin ikut kaget, "Sa-sakit yah?"

"Enggak."

Mau tidak mau, itu membuat Suigetsu dan Juugo menghela napas keras-keras, dan Karin menarik napas lega… Mau bagaimana lagi? Memang tidak terasa…

Dan keheningan menyelimuti kami, aku cukup sadar…Aku tadi pingsan, dan dibawa mereka lari ke sini. Hutan di pinggir sebuah padang rumput yang luas. Dan pohon ini, adalah tempat kami berteduh… Dari angin yang sangat kencang, serta buruk gagak yang sibuk berkoak-koak… Pergi dari sarang mereka.

"Badai," kataku singkat. Dan cukup terdengar di sela badai yang sepertinya sudah datang. Dan mereka mengangguk.

"Ini musim dingin kan? Kenapa bisa ada badai hujan seperti ini di bulan Oktober seperti ini?" Tanya Suigetsu heran.

"Takdir," jawab Juugo.

Jantungku berdetak tidak enak, ada sesuatu yang sangat penting yang kulupakan, "Oktober?"

"Ah iyaaa!!! Sekarang tanggal sepuluh Oktober! Hari peringatan Jinchuuriki!" Karin membuka kalender dari tas medic-nya, warna merah menghiasi tanggal 10 Oktober.

Benar, aku melupakan hal yang sangat penting. Oh, aku kan sudah mengucapkan tadi saat pergantian hari, tepat tengah malam. Kalaupun terlambat, ada 'Sahabat'-ku, yang selalu melakukannya untukku.

Tidak memperdulikan badai yang sedang terjadi, pohon-pohon yang mulai bertumbangan, angin ribut, derasnya air hujan, petir… Aku masuk ke dalam badai, dan bodohnya, melewati badai. Tertutup kabut, tidak melihat apa-apa… Sharingan-pun, tidak banyak membantu.

"SASUKEEEEE!!!" Teriakan itu kuabaikan, mereka akan mengejarku dengan sendirinya.

"Awas… Tersam-… -tir!"

Tidak jelas. Maaf. Tapi anginnya kuat sekali, sepertinya, sekuat apapun aku berlari, terasa sangat berat. Dan aku, belum mencapai seberang hutan. Payah…

Rupanya, ketiga orang di belakangku, begitu setia mencariku. Percuma, teriakan mereka lewat begitu saja… Kabut ini sangat menyesatkan.

Aku harus kembali. Walau hanya sekedar melihatnya dari jauh, dan berbisik lirih. Atau, tahun ini, aku buat kemajuan? Mendatanginya, berdamai dengannya sehari, lalu aku menci-

"…-to! Hentikan! Ini badai BODOH!" Itu bukan teriakan Karin, Karin selalu memberi embel-embel –kun dan bukan bodoh, jika memanggilku.

"…-lau Sa…-chan… Jangan i-ikuti, a-aku!" Balas satu suara.

Dan aku bertabrakan dengan entah apa, yang jelas, karena angin semakin kencang, refleks, aku memeluk 'itu' yang kutabrak. Tentunya, menimbulkan efek samping, keningku beradu dengan sesuatu yang benda metalik berkilat basah yang keras…

"Sakit!"

"ADUUUHH!!! SAKIT!"

Yang kujadikan pegangan… Berteriak? Sakit juga? Yang kupeluk itu bukan pohon tumbang ? Pasti manusia, kalau tidak, kenapa bisa bicara?

Dan aku refleks memeluk orang itu, kami berdua terjatuh terbawa angin, menggelinding entah sampai kemana… Yang jelas basah. Dingin, tapi hangat. Dan aku memberanikan diri membuka mata… Dia memelukku erat-erat. Kedua lenganku melingkarinya, melindunginya, mendekapnya lebih erat. Sebelum dia sadar…

Kalau aku, tengah memeluknya.

.

To Be Continue

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Gak tahu judulnya cocok atau enggak…

-jedot-jedotin kepala ke tembok-Maaf karena Light telat! Abisnya, diajak kerja sama Ayah sih! Hiks~HIKS!!! TELAT!!! –nangis gelundungan-

Ditunggu review, con crit atau flame-nya! Dan terima kasih kepada Minna-sama yang sudah bersedia meluangkan waktu berharga Anda untuk membaca fict Light! ^__~

Happy birthday my prince! –peyuk Naruto-

Salam berkilau biru, bertabur bunga melati,

With smile, -yang paling sedih karena telat publish-

.

Light-Sapphire-chan

.

Masih adakah yang bersedia me-review? –pundung di pojokan kamar-

Please review chapter ini dulu, baru lanjut ke chapter berikutnya!