Banana Fish © Akimi Yoshida.


Monolog

Sebelum pagi datang, Ash selalu duduk di jendela, memandang langit hitam kebiruan, merenungkan sesuatu yang mungkin tak pernah terlintas dalam bayanganku.

Ada kesedihan di mukanya, tergambar nyata dari bagaimana cara ia memandang langit—serta punggungnya yang berhadapan denganku. Punggung itu seperti meminta disentuh, direngkuh. Kuat, tetapi juga rapuh. Sepanjang hidupnya, ia lebih banyak melalui penderitaan daripada kebahagiaan. Dan hal itu kadang membuatku malu untuk bercermin.

Apa yang kucari di sini?

Aku cuma ingin terbebas dari beban (betapa sesungguhnya aku sendirilah beban itu).

Apa yang dia cari di sini?

Ash cuma ingin terbebas—dari segala sesuatu yang menjeratnya.

Aku dan Ash adalah dua orang yang hidup untuk mencari; tetapi, bukankah semua manusia juga begitu? Mencari kebebasan, makna, kebahagiaan, kekayaan, pengalaman, petualangan, jati diri, dan lain dan lain-lain. Sekarang ini Ash mencari kebebasan seperti yang dilakukan seekor macan yang mati kedinginan di atas gunung Kilimanjaro (yang pernah dia ceritakan kepadaku di suatu senja yang murung)—meski ia mengatakan bahwa ia bukan ingin mati, tetap saja terdengar pasrah. Dan itu membuatku tak bisa meninggalkannya. Meski dipaksa. Meski dia menjerit sekarat memintaku pulang. Aku tidak bisa, tidak mungkin.

Sebab, hanya aku yang memahami sisi rapuh seorang Ash Lynx. Hanya padaku dia berani membuka sisi lain dari kehidupannya yang barbar dan dipenuhi baku tembak. Dan aku ingin menyelamatkan Ash yang rapuh itu sebelum ia benar-benar ditelan oleh dendam dan kegelapan.[]


2:47 PM – October 14, 2018